Sore itu sudah memasuki 'wayah surup' sehingga keadaan sudah gelap gulita. Hujan lebat yang turun sejak siang tadi belum juga reda. Diselingi suara petir dan kilat yang menyambar nyambar, menambah suasana yang membuat siapapun akan lebih memilih untuk berada di dalam rumah dan menghangatkan badan dengan minuman hangat ataupun dengan 'gegeni' menghangatkan badan dengan tungku perapian.
Tetapi, semua itu seperti tidak menjadi masalah bagi sebuah 'andong' kereta kecil yang ditarik oleh seekor kuda.
Kereta itu berjalan pelan menerabas lebatnya hujan menyusuri jalan sempit yang gelap, agak jauh di belakang Kademangan. Hanya mengandalkan naluri dari kuda yang menariknya untuk mencari jalan ke arah yang dituju. Tampaknya kuda itu sudah sering melewati jalan itu, sehingga sang 'kusir' laki laki tua yang mengendalikan kereta tidak pernah menghela tali pengendali kuda dan hanya diikatkan seadanya pada ujung 'dingklik' tempat duduk yang berada tepat di belakang kuda.
Laki laki tua itu memilih meringkuk berselimut 'klasa' tikar pandan, di dalam kereta yang samping kanan kiri dan depan belakangnya hanya ditutupi dengan anyaman bambu seadanya.
Kereta kuda itu berbelok ke komplek tempat pemeliharaan kuda dan hewan hewan lainnya milik Kademangan dan memasuki halaman sebuah 'gubug' rumah kecil yang 'gebyog dan cagak'nya sudah lapuk semua.
Begitu kereta kuda itu berhenti, laki laki tua itu menarik sebuah tuas di samping kanan tempat duduk kusir dua kali.
Kling ! Kling !
Terdengar dentingan 'klintingan' yang samar samar karena kalah oleh suara derasnya hujan.
Tetapi, walaupun hanya terdengar samar, namun bagi seseorang yang berada di dalam gubug itu, suara klintingan itu seperti panggilan yang harus dilaksanakan.
Tap !
Tap !
Tap !
Terdengar suara langkah kaki yang cukup lamban. Kemudian disambung dengan suara kancing pintu dari kayu ditarik dan suara derit pintu yang dibuka.
Kriiieeettt !!!
Dari balik pintu yang terbuka, muncul sesosok wanita berbadan tinggi kurus dan memakai 'jarik' dan baju yang sudah lusuh.
"Apakah sekarang juga, Ki ?" tanya wanita itu.
"Uhuk uhuk uhuk .... iya Nyi. Maaf, aku hanya menjalankan perintah," jawab laki laki tua kusir kereta itu.
"Bukan salah Ki Poyo," kata wanita itu lagi," Tunggu sebentar Ki. Saya mengambil peralatan saya dulu dan pamit pada anakku."
"Silahkan Nyi Traju. Aku tunggu di sini," jawab Ki Poyo.
Wanita kurus itu melangkah masuk kembali ke gubugnya dan terdengar berkata kata pada anaknya.
"le, 'anak lanang'ku Puguh, simbok ke keputren dulu ya ? Kamu, anak laki laki satu satunya 'simbok', tolong bantu simbok menjaga rumah ini ya ?" kata Nyi Traju dengan suara sedikit bergetar.
'Rumah' yang dimaksud oleh Nyi Traju itu sebenarnya jauh dari laik untuk menjadi rumah tinggal. Karena hanya memiliki satu ruangan.
Gubug tempat tinggal Nyi Traju sebenarnya dahulu merupakan kandang kuda berukuran empat kali lima meter. Karena kosong, kemudian dipasang dinding dari anyaman bambu seadanya. Hanya terdapat satu ruangan. Di sudut kanan gubug itu terdapat 'dipan' kecil yang sangat sempit jika digunakan berbaring dua orang. Di dekat dipan itu terdapat 'Sentir' kecil yang nyalanya redup dan apinya selalu bergerak gerak tertiup angin.
"Mbok, apa Puguh tidak boleh ikut, sekali ini saja," jawab anak laki laki bernama Puguh itu, "Puguh takut mbok. Di sini gelap, Puguh takut sendirian."
"Le, simbok hanya sebentar. Setelah selesai kewajiban simbok, simbok akan segera pulang," bujuk Nyi Traju pada Puguh anaknya.
Puguh tidak menjawab. Dalam kegelapan malam, matanya menatap kosong tidak punya pilihan. Kemudian Puguh memilih berbaring miring memunggungi simboknya dan tidak bersuara.
"Simbok berangkat dulu ya le," bisik Nyi Traju yang mendekat ke telinga Puguh.
Puguh tidak menjawab, atau lebih tepatnya tidak bisa menjawab. Karena giginya merapat menahan sesuatu yang paling tidak dia inginkan. Dia tidak ingin simboknya mendengar dia menangis.
Setelah mencium pipi dan mengelus elus sebentar kepala Puguh, Nyi Traju segera beranjak keluar kemudian menutup pintu dari luar.
Setelah mendengar suara kaki kuda dan roda kereta yang meninggalkan halaman dan melaju menerabas hujan, Puguh bangkit dari berbaringnya.
Puguh, seorang anak laki laki yang masih berusia enam tahun, duduk di tepi ranjang yang terbuat dari 'galar'. Dia baru saja ingin beranjak menuju pintu yang tertutup rapat karena simboknya menutup dengan tergesa gesa.
Ctaaarrr !!!
Tiba tiba terdengar suara petir sangat keras hingga mengagetkan Puguh. Seketika Puguh naik kembali ke ranjang dan berusaha mencari bantalnya untuk menutupi kedua telinganya.
Karena sangat takut, cukup lama Puguh meringkuk sambil kepalanya ditutupi dengan bantal. Selama berbaring dengan menutupi telinganya dengan bantal, pikiran Puguh teringat hal hal yang sudah pernah dia dengar.
Dia teringat saat dulu pernah diajak simboknya masuk ke Kademangan. Setelah melewati 'gapura' yang besar sebagai pintu gerbang Kademangan, Puguh ditarik simboknya menyusuri jalan setapak di pinggir halaman samping yang menuju ke rumah dalem.
Saat jalan di jalan setapak itu, mereka berdua melewati halaman samping yang digunakan sebagai tempat latihan kanuragan. Saat itu Puguh mendengar suara laki laki yang sangat keras.
"Siapa yang merasa takut ? Siapa ! Sekarang begini. Siapapun yang masih merasa takut, ingin menahan rasa takut, ingin menahan rasa sakit, ingin menahan rasa marah ataupun ongin menahan hal hal yang tidak diinginkannya, kalian tarik nafas dalam dalam melalui hidung, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan lewat mulut. Ulangi terus menerus sampai kalian tidak merasa takut lagi !"
Saat itu Puguh tidak tahu, yang berkata itu siapa dan kepada siapa dan sedang dalam rangka melakukan apa. Karena setiap mewati jalan setapak itu, mereka berdua dipesan untuk tidak melihat kemana mana.
------ o ------
Hujan masih saja turun dengan deras. Sepertinya belum akan mereda. Suara petir dan kilatan halilintar masih menyertai turunnya hujan.
Puguh yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya, akhirnya memberanikan duduk di ranjang tempatnya berbaring tadi. Dia hanya duduk dengan mata dipejamkan. Tangan kirinya memegang dadanya yang berdetak kencang. Ditariknya nafas agak panjang. Dicoba lagi bernafas agak panjang. Puguh merasakan, dadanya tidak berdetak kencang lagi. Hingga akhirnya tanpa disadarinya, Puguh mencoba apa yang pernah dia dengar, dan akhirnya dia terlena dalam irama nafasnya hingga tanpa disadarinya, dia tertidur sampai pagi.
------ o ------
Matahari belum menampakkan diri. Tetapi langit di atas Kademangan terlihat sangat cerah, hanya ada sedikit awan yang menghiasinya.
Suara burung burung bersahut sahutan. Hinggap dari satu dahan ke dahan yang lain, dari satu pohon ke pohon yang lain. Sedangkan daun daunan masih berselimut embun.
Perlahan lahan, titik titk embun seperti mengeluarkan cahaya warna warni yang berkerlipan. Karena, di ufuk timur, mentari mulai membagikan kehangatannya ke seluruh permukaan bumi.
Daun, tanah genting dan benda benda lainnya yang semalam suntuk diguyur air hujan mulai terlihat mengeluarkan uap tipis yang naik ke atas meninggalkan tempat bersemayamnya semalam.
"Mbok, kita hendak kemana pagi pagi begini ?" tanya Puguh yang heran, pagi pagi sekali sudah dibangunkan oleh simboknya.
"Kita sementara waktu akan tinggal di Kademangan le. Den Roro sakit, simbok disuruh oleh Ndoro Ageng, untuk merawatnya sampai sembuh," jawab Nyi Traju sambil mengganti baju dan menyisiri rambut Puguh setelah dia cuci muka di bak tandon samping rumah.
__________ ◇ __________
Nyi Traju dan Puguh kembali dijemput oleh Ki Poyo dengan kereta yang dipakai semalam.
Setelah masuk ke area Kademangan, mereka berdua segera melewati jalan seperti biasanya, menyusuri jalan setapak di samping halaman samping tempat berlatih kanuragan.
Sesampai di 'seketheng' gerbang kecil yang membatasi halaman luar dan halaman dalam, Nyi Traju ditemui oleh salah seorang abdi yang bertugas di bagian dapur.
"Yu Traju, di'dawuhi' untuk menunggu di sini," kata abdi itu.
"Nggih Yu Sih," jawab Nyi Traju.
Kemudian sambil menunggu, Nyi Traju duduk di samping seketheng, sedangkan Yu Sih membali masuk ke dalam untuk melaporkan kedatangan Nyi Traju pada Ndoro Ageng.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara batuk batuk yang sepertinya dibuat buat.
Mendengar suara batuk itu, Nyi Traju segera bangkit dari duduknya dan berdiri dengan membungkuk.
"Nyi Traju, mulai saat ini, tugas tambahanmu adalah merawat Den Roro sampai dengan sembuh. Tanpa mengganggu tugas utamamu !" kata Ndoro Ageng.
"Nggih Ndoro," jawab Nyi Traju.
Setelah itu suasana menjadi hening dalam beberapa saat. Nyi Traju pun masih dalam sikap berdirinya, ketika kemudian terdengar suara yang memanggilnya.
"Yu .... Yu Traju ! Ayo aku antar ke 'gandhok' tempat Yu Traju tidur," kata Yu Sih.
"I ...iya Yu Sih, terimakasih," jawab Nyi Traju sambil tergesa gesa masuk dengan tangan kiri menggandeng Puguh anaknya.
Ketiganya menyusuri jalan setapak ditepi halaman samping hingga akhirnya sampai di gandhok yang paling pojok yang dekat dengan dapur.
"Ini kamar Yu Traju. Yu Traju bisa menyimpan pakaian dan barang lain yang Yu Traju bawa di dalam. Silahkan. Saya tinggal dulu," kata Yu Sih yang kemudian pergi ke dapur dan bergabung lagi dengan 'rewang' yang lain mengerjakan pekerjaan dapur.
Sementara Yu Traju langsung mengajak Puguh masuk ke kamarnya. Dia melihat lihat kondisi ruang yang menjadi kamarnya.
Nyi Traju melihat, kamarnya itu, walau paling dekat dengan dapur, sehingga sering memasukan asap tungku dapur, tetapi jauh lebih baik dari rumahnya yang bekas kandang kuda.
Setelah menata barang barang yang dia bawa, Nyi Traju segera beranjak hendak ke kaputren ke kamar Den Roro yang sedang sakit.
"Le Puguh anake simbok, simbok merawat Den Roro dulu ya. Kamu baik baik di kamar ya. Jangan keluar keluar kamar dan jangan melakukan hal hal yang membuat Ndoro Ageng 'duka' marah sama simbok," kata Nyi Traju sambil mengelus kepala Puguh anaknya.
"Kenapa Puguh tidak boleh ikut mbok ?" tanya Puguh.
"Kamu tidak boleh ikut karena kamu laki laki. Kaputren tidak boleh dimasuki laki laki. Dan kamu nanti akan membuat Den Roro bertambah sakit !" jawab Nyi Traju.
"Kenapa aku bisa membuat Den Roro bertambah sakit mbok ?" tanya Puguh lagi.
"Hussshhh ! Sudahlah jangan banyak membantah ! Sekarang simbok berangkat ya," kata Nyi Traju sambil sekali lagi mengelus elus kepala Puguh.
Puguh hanya mengangguk kecil dan kemudian diam saja. Nyi Traju pun segera keluar kamar dan berjalan menuju kamar Den Roro.
Sementara Puguh yang ditinggal di kamar sendirian hanya bisa termenung. Satu jam, dua jam, tiga jam, simboknya tidak kembali juga.
Akhirnya, karena kelelahan menunggu, Puguh pun tertidur di tempat tidur kamarnya.
Setelah beberapa lama tertidur, Puguh terbangun karena perutnya merasakan lapar.
Dalam bangunnya, Puguh mendengar suara keramaian di dapur. Hidungnya pun mencium aroma masakan yang sangat sedap yang semakin menambah rasa lapar di perutnya.
Demi menahan laparnya, Puguh sampai berbaring dan berguling bolak balik. Bahkan karena tidak kuat menahan lapar, Puguh terduduk.
Dalam duduknya, Puguh teringat apa yang dilakukannya semalam. Untuk melupakan rasa laparnya, Puguh kembali melakukan cara bernafasnya tadi malam.
Akhirnya Puguh tenggelam dalam cara bernafasnya dengan duduk bersila di tempat tidurnya.
Sementara itu, Nyi Traju pada tengah malam menyempatkan diri untuk kembali ke kamarnya menengok keadaan Puguh anaknya. Sejak siang hari Nyi Traju selalu kepikiran Puguh, sudah makan atau belum, karena dia lupa untuk menitipkan Puguh pada Yu Sih, sehingga Yu Sih bisa memberinya makanan.
Sesampai di kamarnya, didapatinya Puguh sudah tertidur pulas dalam posisi duduk bersila punggungnya bersandar pada dinding kamar.
Kemudian dibangunkannya anaknya dan segera disuruhnya makan, makanan yang dia bawa dari kamar Den Roro.
Puguh yang memang telah kelaparan sejak siang tadi segera saja menyantap makanan yang disodorkan simboknya tanpa bertanya tanya.
Setelah selesai makan, Puguh meneruskan tidurnya, hingga akhirnya pagi tiba.
---------- o ----------
Pada pagi berikutnya, seperti biasa, Nyi Traju sesudah memandikan, mengganti baju dan memberikan sarapan untuk Puguh, segera berkemas untuk merawat Den Roro.
"Mbok, bolehkah aku bermain di luar ?" tanya Puguh.
"Boleh le, tetapi di halaman depan itu saja. Jangan jauh jauh dan jangan mengganggu orang bekerja !" jawab Nyi Traju.
Karena senangnya, Puguh pun memeluk simboknya.
"Terimakasih mbok " kata Puguh.
Nyi Traju tersenyum dan mengelus elus kepala anaknya.
"Simbok berangkat ya," pamit Nyi Traju.
Puguh menyertai simboknya berjalan sampai di luar kamar.
Pintu kamar ditutup Nyi Traju tanpa dikancing, kemudian beranjak menuju ke rumah besar di seberang halaman samping. Puguh mengantarkan simboknya dengan pandangan sampai simboknya masuk ke rumah besar.
Kemudian, Puguh melihat lihat bangunan yang ada di gandhok hingga dapur. Puguh melihat juga, selain perempuan yang dipanggil Yu Sih oleh simboknya, masih ada beberapa orang perempuan yang bekerja di bagian dapur.
Belum selesai melihat lihat semua bangunan yang ada, tiba tiba terdengar suara yang sudah sering Puguh dengar.
"Le, kamu anaknya Nyi Traju kan ? Ayo bantu pakdhe saja," kata orang itu yang ternyata Ki Poyo sambil tangan kanannya melambai ke arah Puguh.
Puguh segera berlari mendekat dan menjawab, "Nggih pakdhe."
Ki Poyo dengan diikuti Puguh berjalan menuju dapur. Sesampai di teras dapur, segera saja disambut oleh Yu Sih.
"Sebentar Ki Poyo, baru disiapkan. Tunggu sebentar," kata Yu Sih.
Ki Poyo, selain bertugas membawa kereta dengan satu kuda, juga mengambil dan mengantar perbekalan untuk para prajurit dan penjaga, para petugas pengurus kendaraan lainnya.
Selama menunggu, Ki Poyo memperhatikan Puguh.
"Nanti kita akan memandikan kuda dan kereta. Kamu bisa bantu pakdhe. Kemudian kita bisa melihat para prajurit berlatih kanuragan," kata Ki Poyo sambil mengacak acak rambut Puguh yang duduk di samping bawah Ki Poyo.
Mendengar hal itu, Puguh tersenyum dan mengangguk. Dalam hati, dia merasa sangat senang bisa melihat hal hal baru yang belum pernah dia lihat.
Setelah menunggu selama beberapa waktu, perbekalan yang ditunggu pun telah siap.
"Ayo Le, bantu pakdhe membawa ini semua ke dalam kereta," ajak Ki Poyo sambil mengambil tempat nasi yang terbuat dari bambu yang cukup besar dan berat karena terisi penuh.
"Kamu membawa yang kamu kuat saja," kata Ki Poyo lagi.
Akhirnya mereka berdua bolak balik beberapa kali dari dapur ke tempat berhentinya kereta.
__________ ◇ __________
Puguh senang sekali diajak oleh Ki Poyo. Terutama sekali diajak naik kereta dan melihat para prajurit berlatih di halaman samping.
Di sela sela waktu mengantarkan perbekalan untuk para prajurit, Puguh mencuri curi kesempatan untuk melihat apa saja yang dilakukan oleh para prajurit selama mereka berlatih, walaupun hanya sekilas sekilas, karena bila ketahuan melihat para prajurit berlatih, akan dimarahi.
Pada siang menjelang sore, Puguh diajak Ki Poyo ke sungai yang letaknya cukup jauh dari komplek Kademangan. Disana mereka memandikan kereta beserta kudanya sekalian. Mereka cukup lama berada di situ. Karena sekalian menunggu kering, kereta serta kudanya dan juga sekalian menunggu waktu untuk mengambil kembali peralatan perbekalan para prajurit. Kecuali ada tugas lain yang harus dikerjakan Ki Poyo akan didatangi oleh prajurit yang diutus oleh Ki Demang.
Di sungai itu, Puguh cukup leluasa untuk melihat lihat keadaan sekitar sungai. Dia banyak bertanya pada Ki Poyo dan Ki Poyo pun dengan senang hati menjelaskan pada Puguh.
Hingga akhirnya sore hari, mereka pulang ke Kademangan. Sesampainya di kamarnya, Puguh mendapati kamarnya masih kosong, simboknya belum pulang.
Sambil menunggu waktu simboknya pulang, Puguh kembali mengulang cara mengatur pernafasan yang kemaren malam dia coba. Karena dia merasakan, hal itu bisa membuat pikirannya tenang.
Mengatur pernafasan yang dilakukan kali ini berlangsung lebih lama. Karena dia tidak dalam keadaan lapar seperti kemaren. Sebab selama bersama Ki Poyo tadi, Puguh disediakan berbagai macam makanan.
Karena lelah seharian bersama Ki Poyo, setelah mengatur pernafasan beberapa lama, Puguh kembali tertidur dalam posisi duduk bersila. Hingga akhirnya pada tengah malam, simboknya pulang dengan membawa makanan, Puguh tidak terlalu antusias dengan makanan yang dibawa simboknya, tetapi lebih bersemangat bercerita tentang semua yang dia kerjakan bersama Ki Poyo.
"Kamu harus nurut sama pakdhe Poyo, agar pakdhe Poyo tidak mendapatkan marah karena kesalahanmu," nasehat simboknya.
Puguh hanya mengangguk senang, karena simboknya tidak melarangnya untuk bersama Ki Poyo.
---------- o ----------
Hari demi hari berlalu dan tanpa terasa sudah sepuluh hari Puguh menjalani semua yang dia lakukan, baik saat bersama Ki Poyo maupun saat di kamar sendirian.
Berhari hari menemani Ki Poyo, Puguh mendapatkan banyak sekali pengetahuan.
Baru sepuluh hari berlalu, tetapi terlihat, tubuh Puguh sudah terlihat tidak kurus lagi. Karena selama bersama Ki Poyo, Puguh tidak pernah kekurangan makanan. Dan yang tanpa dia dan simboknya sadari, berkat melatih pernafasannya, tubuh Puguh lebih terlihat tegap walaupun dia baru berusia enam tahun. Dan juga nafasnya lebih panjang.
----- o -----
Pada hari berikutnya, seperti biasa, Puguh menunggu datangnya Ki Poyo di gerbang ceketheng. Sejak pagi pagi sekali dia sudah mandi dan meminta ganti pakaian pada simboknya.
Puguh sudah menunggu beberapa lama. Tetapi sampai dengan hari menjelang siang, Ki Poyo belum muncul juga.
Puguh menjadi bingung, apa yang harus dia lakukan. Puguh pun melangkah melewati gerbang seketheng untuk melihat, mungkin Ki Poyo berada di luar. Tetap tidak ada. Akhirnya Puguh semakin keluar, melewati para prajurit yang sedang berlatih. Karena para prajurit beberapa hari ini sudah terbiasa melihat Puguh lewat bersama dengan Ki Poyo, maka Puguh didiamkan saja, tidak ditegur ataupun dimarahi.
Puguh mencari sampai ke gapura gerbang depan, tetapi tetap Ki Poyo tidak ada. Para prajurit penjaga gerbang pun juga sudah menganggap biasa dengan kehadiran Puguh, karena seringnya Puguh lewat bersama Ki Poyo.
"Apa mungkin pakdhe sudah ke sungai ya ?" kata Puguh dalam hati.
Akhirnya Puguh nekad mencari Ki Poyo ke sungai tempat beberapa hari ini dia bermain main setiap di ajak Ki Poyo.
Setelah berjalan kaki cukup lama, akhirnya Puguh sampai di sungai. Di sana pun dia tidak mendapati adanya Ki Poyo. Karena kelelahan setelah berjalan cukup jauh, Puguh pun duduk di batu di pinggir sungai untuk beristirahat. Batu tempat biasanya dia menaruh pakaiannya saat dia bermain main di sungai.
Sungai tempat Ki Poyo dan Puguh mencuci kereta dan memandikan kuda itu masih termasuk bagian hulu, karena masih dekat dengan sumber mata airnya. Sehingga airnya masih sangat jernih. Karena daerah belakang komplek Kademangan itu termasuk dataran luas sehingga aliran sungainya tidak terlalu deras walaupun ada bagian bagian sungai yang cukup dalam.
Sambil duduk di atas batu, Puguh melihat lihat keadaan sungai. Saat sepi tidak ada orang atau hewan yang masuk ke sungai, air sungai jadi kelihatan jernih. Begitu jernihnya sehingga bebatuan di dasar sungai terlihat.
Akhirnya muncul rasa ingin masuk dan bermain di sungai. Kemudian, dengan cepat Puguh melepas semua pakaiannya dan hanya menyisakan ****** yang tetap dipakainya untuk masuk ke dalam air sungai.
Setelah Puguh mendekat ke sungai, ternyata bebatuan di dasar sungai yang airnya sangat jernih, menyajikan pemandangan yang indah dan menarik rasa penasarannya.
Begitu asyiknya bermain main di sungai, terutama melihat bebatuan di dasar sungai, tanpa disadarinya, Puguh sampai ditempat yang agak dalam, sehingga harus menyelam untuk bisa melihat dasar sungai.
Cukup lama Puguh menyelam dan berpindah pindah tempat. Puguh tidak menyadari, betapa dia setiap menyelam, bisa cukup lama, bisa tiga hingga lima menit. Hal itu karena, tanpa sadar dia berlatih olah pernafasan setiap malamnya.
Bagi orang biasa yang melihat Puguh, anak kecil yang baru berusia enam tahun menyelam bisa sampai lima menit bahkan lebih, akan takjub.
Tanpa terasa, Puguh bermain main di sungai hingga sore hari. Diapun pulang dan sampai di gerbang Kademangan menjelang petang. Dengan tergesa gesa Puguh masuk ke Kademangan dan segera menuju me kamarnya karena takut dimarahi oleh simboknya.
Sesampai di kamarnya, ternyata simboknya juga belum pulang. Akhirnya seperti malam malam sebelumnya, Puguh melewati malam itu sendirian, karena saat tengah malam simboknya baru pulang.
Tengah malam saat simboknya pulang, seperti biasa Puguh sudah tertidur hingga dibangunkan oleh simboknya untuk makan makanan yang dibawa oleh simboknya.
Sambil makan Puguh menanyakan pada simboknya, kenapa Ki Poyo tidak mengajaknya mengantar perbekalan.
Nyi Traju menjelaskan kalau Ki Poyo pagi pagi sekali harus mengantar tabib yang mengobati Den Roro ke Kadipaten untuk mencari bahan ramuan obat dan malam hari baru pulang.
Nyi Traju juga menjelaskan pada Puguh anaknya, kalau tugas utamanya adalah tukang pijat Kademangan, sehingga sampai saat Den Roro sembuh pun harus tetap siap di Dalem Ageng rumah utama Kademangan.
----- o -----
Tanpa terasa enam bulan berlalu. Hari demi hari selalu Puguh lewati dengan kegiatan yang secara tidak langsung membentuk kekuatan fisiknya. Malam hari dia pakai untuk melatih pernafasannya sambil menunggu simboknya pulang. Pagi hingga sore hari dia gunakan untuk berenang dan menyelam di sela sela waktu membantu Ki Poyo saat diajak ke sungai. Kadang diajak oleh Ki Poyo melihat prajurit berlatih, kemudian malamnya mencoba meniru gerakan yang dia lihat.
Akhirnya Puguh tumbuh menjadi anak yang lincah dan gesit. Walaupun usianya baru enam setengah tahun dan badannya kecil dan agak kurus, tetapi terlihat lebih tegap dan lebih kuat dibanding anak anak seusianya.
__________ ◇ __________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!