NovelToon NovelToon

Our Destiny

Denmark Open

*©®*

"Percepatlah langkahmu... Aku sudah katakan kita tidak punya banyak waktu Anna! Aku akan meninggalkanmu kalau begini."

Dengan tergesa gesa gadis bernama anna itu menyusul seniornya, sulit memang dengan beban berat yang dibawanya. Namun bagaimana lagi, ini sudah pilihannya dan dia sudah memutuskan.

Ia tau banyak sekali rekan seprofesinya yang tidak menyukai dirinya. mengasihaninya dan masih banyak lagi tatapan yang ia tangkap dari mata mata yang ada disekitarnya. bahkan seniornya sendiripun memandang dirinya dengan pandangan yang terkadang membuat hatinya miris.

"Kau potretlah dari view  yang ada disebelah sana... Fokuslah memotretsaat dia sedang melakukan jump smash... Kau mengerti?"

Sekali lagi, dengan nada yang memerintah, seniornya itu memberikan tugas kepadanya. dengan patuh gadis itu menuruti senior yang menurutnya baik namun tidak bisa menunjukkannya entah karena apa.

"Sorry ms. you can't enter this area."

Seorang petugas mencegat anna yang hendak masuk kesekitar player area dan memotret pertandingan semifinal Denmark Open kali ini.

"I am a photographer, i have a permission to take a photo."

Masih dengan senyum ramahnya Anna menunjukkan name tag miliknya. petugas itu memperhatikan dengan seksama, meski masih ragu namun ia akhirnya mengizinkan Anna memasuki player area dan memotret pertandingan hari ini.

"Thank you sir, if you scare i will make a trouble, you can watching me from here."

Kesal? Tentu saja. Namun apa lagi yang bisa dilakukan seorang Anna, marah? Itu tidaklah mungkin, marah adalah hal terakhir yang ada difikirannya.  Ia hanya akan tersenyum sembari mengelus pelan dadanya dan mengucapkan sabarlah, semua akan baik baik saja.

 Anna sudah sangat terbiasa menghadapi semuanya, terlebih dinegara yang dikunjunginya saat ini Denmark, dimana islam masih menjadi agama yang sangat minoritas disana. hanya ada 2 hingga 5 % penduduk saja.

Anna, Caltha Ghaisanna Aryani, seorang sport photographer berusia 22 tahun yang berasal dari Indonesia. Ia baru saja menamatkan perkuliahannya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya saat ini, bagaimana bisa? Entahlah anna berfikir semua sudah diatur jauh sebelum ia dilahirkan kedunia ini, orang orang menyebutnya sebagai takdir.

Apa dia menyukai pekerjaannya ini? Tentu saja... Ia sangat menyukai pekerjaan ini hingga harus berusaha keras mendapat izin dari orangtuanya. Ia menerima pekerjaan ini saat tulisan cerita tentang olahraga miliknya dibaca, dan dia ditawari menjadi fotografer sekaligus jurnalis.

Flashback on

Aku menyukai tulisan dan hasil fotomu, jika kau berminat, datanglah kekantorku... aku ingin menawarkan sebuah pekerjaan untukmu.

Anna membaca komen yang tertera pada salah satu chapter tulisannya, apa katanya? Pembacanya menyukai tulisannya dan ingin memberikan pekerjaan. Apa ini nyata? Ataukah hanya sebatas keisengan? Dilihatnya nama PT yang tertera disana. iSport. Ia seperti pernah mendengar perusahaan ini.

Berbekal pengetahuan dan alamat yang dipunya, Anna mendatangi kantor itu. dengan gugup ia terus menatap handphonenya, mencoba membaca kembali komen itu untuk memastikan undangan dari perusahaan ini. perusahaan ini terlalu besar dan ia rasa ia salah tempat, namun hatinya ingin, ia ingin sekali mendapatkan pekerjaan ini, tidak ada salahnya untuk bertanya bukan? Toh kalau undangan itu salah ia hanya akan pulang dan tak kerugian satu apapun.

"Permisi, aku Anna, Caltha Ghaisanna Aryani, tadi malam aku mendapat telfon untuk interview. Apa undangan ini benar?"

Anna menunjukkan ponselnya dan menanti dengan gugup. Resepsionis itu memperhatikan undangan itu dengan seksama, kemudian mencoba menghubungi atasannya.

"Anda bisa menemui atasan kami dilantai atas."

Masih dengan raut wajah yang ragu, resepsionis itu mempersilahkan anna menemui atasannya.

Deg!

Jantung ana berpompa lebih kencang, tatapan orang yang ada didepannya ini seakan membuatnya malu dan terkucil, bagaimana mungkin mata setajam itu memandangnya seolah mengatakan... apa yang kau lakukan disini.  Mata itu menatapnya dari atas hingga kebawah, Anna melihat kembali dirinya, apakah pakaian yang digunakannya salah?

"Kau Anna yang menulis di blog itu?"

"Iya. saya Anna, Caltha Ghaisanna Aryani."

"Apa kau benar benar bisa memotret dan menulis?"

"Kalau begitu cobalah potret sesuatu dan tulislah artikel tentang gambar yang kau ambil."

Anna menerima kamera yang diberikan pria itu, memfokuskan dirinya untuk memotret sebuah poster atlit badminton yang juga menjadi idolanya. dengan sekali jepret Anna memindahkan gambar itu dan mulai mengetik sebuah artikel. Tak sampai satu jam, artikel itu selesai dan anna menunjukkannya kepada pria yang mungkin akan menjadi atasannya ini.

"Hasil artikel dan potretan mu sama, aku menyukainya. tapi, apa kau tidak takut berpakaian seperti itu jika bertugas diluar negeri nanti?"

Anna sudah memperkirakan bahwa jilbabnya mungkin akan menjadi penghalangnya mendapat pekerjaan ini.

"Tidak, pakaian ini adalah yang ternyaman dan paling nyaman untukku."

Dengan mantap Anna menjawab pertanyaan itu, tidak peduli dengan hasil yang akan diraihnya nanti, tidak ada yang salah dengan pakaian ini.

"Baiklah, aku akan menghubungimu nanti."

Setelah itu Anna keluar dan pulang menuju rumahnya, dia sudah pasrah dan yakin tidak akan diterima karena pakaian yang digunakannya. Tapi itu tidak masalah, pakaian ini adalah pakaian yang diperintahkan untuk digunakan wanita muslimah dan tentu saja itu juga kewajiban dirinya yang mengaku sebagai muslimah. Urusan rezeki? Dia yakin Allah sudah mengaturnya dan dia tidak perlu khawatir mengenai itu.

Namun semuanya salah, berkat keahliannya mengambil gambar dan bakatnya menulis, anna berhasil mendapatkan pekerjaan itu pekerjaan sebagai fotografer sekaligus menulis artikel di iSport, dan Anna bahagia. ia meyakinkan keluarganya sekuat tenaga agar mengizinkannya. Dan izin itu diberikan meski dengan berat hati.

Flashback off

*©®*

"Berlatihlah dengan serius. Kejuaraan kali ini bukanlah kejuaraan yang bisa kau remehkan. Denmark Open sudah masuk turnamen super 1000"

"Arayo... aku sudah berlatih hampir 9 jam hari ini, apa itu masih kurang?"

Joon  menjawab cuek pertanyaan pelatihnya. Bahkan ia tidak memandang lelaki itu sedikitpun. Seolah tidak ada rasa hormatnya kepada lelaki yang melatihnya itu.

"Aku hanya mengingatkan karena aku tidak ingin bakat yang kau miliki menjadi sia sia.."

Sang pelatih menepuk pelan pundak lelaki itu dan berlalu meninggalkannya, dapat dikatakan bahwa ia sudah terbiasa dengan perlakuan Joon  kepadanya.

"Cih, sudah kukatakan aku tidak suka profesi ini.."

Joon  berjalan kedepan hotel, menunggu Beom Soo yang kebetulan sedang melaksanakan konser di Denmark dan berjanji akan menjemputnya.Sembari menunggu Beom Soo, Joon  teringat akan masa masa kelamnya bertahan pada olahraga ini.

Flashback On

"Joon -ah, apa kau tidak kembali keasrama hari ini.?"

"Ani eomma, aku lelah sekali... aku akan berlatih sore ini untuk konser nanti malam."

Joon  menjawab dengan malas tanpa berniat memandang wajah eommanya. kembali bergelung dan memeluk guling kesayangannya.

"Sudah kukatakan aku tidak ingin kau bermain musik ataupun basket!  Apa kau masih tidak mengerti? Lagi pula karirmu sudah sangat bagus dibadminton. Kembalilah Joon -ah"

"Tapi aku menyukai musik dan basket eomma, aku tidak suka badminton... biarkan aku menjalani apa yang kusukai. Nde?"

Kali ini Joon  bangkit dari tidurnya dan memandang sang eomma dengan tatapan memohon. Berharap dengan begini eommanya akan luluh dan mau menuruti keinginannya.

"Kita sudah pernah membahas ini sebelumnya Joon ,  turun dan bersiaplah untuk latihanmu."

Eomma Joon  tidak menjawab permohonan putra semata wayangnya itu, ia berjalan keluar dari kamar Joon  yang menghela nafasnya kasar.

Flashback Off

"****!, aku benar benar benci keadaan ini."

Umpatan kembali keluar dari bibir tipis Joon. Saat ini ia sedang berada didalam mobil Beom Soo yang akan membawanya menuju hotel tempat lelaki itu menginap.

"Kau ingin menginap ditempatku lagi malam ini?"

"Kalau tidak untuk apa aku menyuruhmu menjemputku Beom Sooie."

Ucapan Joon  datar. Bahkan ia sama sekali tidak memandang Beom Soo yang sedang menyetir disebelahnya.

"Hyung! Kali ini apa lagi yang membuat mood mu jelek?"

"Apapun yang berhubungan dengan olahraga ini membuat mood ku jelek Beom Soo-ah."

"Apa dia juga ikut ke Denmark kali ini?"

"Aku ingin tidur Beom Soo-ah, tapi sebelum itu bisakah kau mengantarkanku kembali ke hotel besok sebelum jam 6 pagi?”

Beom Soo mengangguk “Cobalah menerima keadaan hyung, hal ini tidak seburuk yang kau fikirkan bukan?”

Joon  menghiraukan pertanyaan Beom Soo dan memejamkan matanya. Tidak ingin pertanyaan itu berlanjut karena Joon  malas untuk menjelaskannya. Beom Soo tersenyum mengerti dan kembali fokus kepada jalan yang ada didepannya.

Lens Cap

*©®*

“Kau unggahlah hasil foto itu dan terbitkan artikel sebaik mungkin.”

Ya. Ini adalah salah satu tugas rutin Anna. Selain melakukan pemotretan, Anna juga akan mengunggah hasil potretannya beserta artikel yang ditulis sendiri olehnya. Ia sama sekali tidak keberatan. Karena baginya bekerja dibidang yang menjadi hobinya adalah sebuah keberuntungan.

“Baiklah.”

Anna tersenyum dan berlalu meninggalkan seniornya yang menyuruhnya untuk langsung mengunggah dan menerbitkan artikel pertandingan hari ini, ah mendengarnya saja membuat Anna bahagia, ia benar benar menyukai pekerjaan ini, karena menulis merupakan bagian dari jiwanya.

KOREAN RISING STAR MINJOON

Satu lagi penerus Lee Yongdae yang patut diwaspadai, ganda putra berusia 23 tahun Min Joon, walau tidak memiliki postur tubuh ideal dan tinggi seperti Lee Yongdae, namun skillnya patut diwaspadai. Jump smash nya yang tajam, kegigihan dan keuletannya dalam mengejar bola, kecerdasannya dalam serangan dan penempatan bola yang sulit di tebak oleh lawan, wajah dingin yang tampan, mampu membuat semua penonton terpesona akan dirinya...

“eh?” Anna membaca kembali tulisannya, wajah dingin yang tampan? Anna menggelengkan kepalanya, bagaimana mungkin dia menulis ketampanan seorang Min Joon, meski dia mengakui lelaki itu tampan, tetap tidak seharusnya ia menulis artikel seperti itu. Dihapusnya kalimat itu dan memperbaikinya menjadi kalimat yang lebih baik.

            ....dengan skill yang mumpuni seperti itu, bukan tidak mungkin ia akan menjadi the next of Lee Yongdae, dan bila itu terjadi maka keputusan Lee Yongdae untuk keluar dari tim nasional Korea dan memberikan kesempatan pemain muda untuk maju adalah keputusan yang tepat. Terbukti dengan usia yang masih 23 tahun, Min Joon berhasil menjadi juara di dua turnamen terakhir dan mencapai partai puncak dengan pasangan yang berbeda, French Open Superseries dengan Lee shangmin, dan Bitburger Open dengan partnernya Kim Dae Moo, bahkan diganda campuran, Min Joon sudah mampu menunjukkan tajinya dengan mencapai babak quarter final bersama Yoo Kei Ra, padahal mereka baru dipasangkan sekali. Kedepan Min Joon akan difokuskan untuk bermain ganda putra bersama Park Sang Woo, smasher junior terbaik yang dimiliki tim Korea saat ini. Dengan ini maka persebaran bibit bibit unggul badminton sudah merata diseluruh negara, baik Eropa, Asia Tenggara, maupun Asia Timur.

Setelah menyelesaikan tulisannya dan mengunggah beberapa foto yang Anna ambil tadi, Anna mematikan laptopnya, membereskan semua peralatan kerjanya untuk esok hari.

*©®*

“Excuse me, apakah ini milikmu?”

Anna menoleh kebelakang. Mendapati seorang lelaki berhenti didepannya dan  menyerahkan sebuah lens cap kamera. Anna merogoh tas kameranya dan tak menemui lens cap miliknya.

“Ah, thank you so much, I didn’t realize that it has dropped from my bag.”

“You’re welcome, apa kau seorang fotografer?”

Tampan. satu kata yang terlintas difikiran Anna. Lelaki yang berada didepannya saat ini sangat tampan dan juga

ramah. Baru kali ini ia menemui orang yang memandangnya ramah dan bersahabat saat ia berada di Eropa.

“Ah yes, i am a photographer... kau juga?”

Anna mengedikkan dagunya kearah kamera yang dipegang lelaki tampan itu. kamera lelaki itu hampir sama dengannya. Membuat Anna yakin profesi lelaki itu sama dengannya.

Lelaki itu melihat arah pandang Anna pada kameranya “Yes, I am from Korea, Hyun Ki... my name is Kim Hyun Ki.”

Lelaki bernama Hyun Ki itu mengulurkan tangannya kepada Anna. Dengan sopan Anna merapatkan kedua tangannya dan tersenyum kepada Hyun Ki.

“Mianhae, i am muslim.  Jadi aku tidak bisa menyentuh tanganmu. Namaku Anna.”

Hyun Ki tersenyum dan mengangguk paham. Wanita didepannya ini benar benar unik dan menarik perhatiannya.

“Kau mengerti bahasa Korea?”

“BTS, Kim Soo Hyun, Exo... I love them, jadi sedikit banyak aku mengerti bahasa Korea.”

“You’re funny, Asalmu dari mana? Malaysia?”

“No, I am an Indonesian. ah mian Hyun Ki-si, Aku masih memiliki banyak pekerjaan lainnya. Senang berkenalan denganmu, lain kali kita berbincang lagi oke?”

Anna tersenyum ramah dan berlari meninggalkan Hyun Ki disana. ia sangat terburu saat ini, seniornya menyuruh Anna untuk hadir di lokasi jam 2 waktu Denmark, dan sekarang sudah jam 2 lewat 15 menit. Anna pasti terkena masalah lagi kali ini. Hyun Ki memandangi Anna dengan senyum yang tak lepas diwajahnya hingga Anna hilang dari pandangannya.

Sementara Anna berlari menuju Ryan seniornya, untung saja ia datang tepat waktu meski harus menerima omelan dari seniornya itu.

“Anna, kau dari mana saja huh? Aku sudah menunggumu dari tadi.”

Ryan, senior Anna menyilangkan kedua tangan didadanya. menatap Anna seolah akan menghukum mati gadis itu. Dia tidak membenci Anna, hanya saja dia sangat ingin Anna berhenti dari pekerjaan ini. Alasan? Dia tidak punya alasan apapun, dia hanya ingin Anna segera berhenti dari pekerjaan ini.

“Lens cap milikku terjatuh dan aku mencarinya dulu bang.”

“Sudahlah, kalau begitu persiapkanlah semua hal yang kau perlukan, dan lakukan tugasmu dengan baik.”

Anna mengangguk paham dan sekali lagi tersenyum ramah kepada seniornya itu. Dia akan selalu tersenyum meskipun dalam keadaan tertekan. Karena baginya senyuman akan meringankan sedikit bebannya.

Anna mengeluarkan monopod dan kameranya dari dalam tas. Menegakkan dan menaruh kamera itu agar siap ia gunakan. Hari ini ia akan memotret pertandingan semifinal Denmark Open, dia berbagi tugas dengan seniornya. Ryan akan memotret di court 2 sedangkan dia akan mengambil tanggung jawab di court 1.

Anna membaca lagi list pertandingan hari ini. dan dia tersenyum sumringah saat melihat satu nama yang ada disana. Jeon Yoo Seop, men singles milik Korea yang berhasil membuatnya terkagum kagum. Bagaimana tidak, diusianya yang baru menginjak 20 tahun Yoo Seop mampu menunjukkan tajinya dengan memenangkan beberapa turnamen penting dan meraih medali perunggu kejuaraan dunia tahun ini.

“Ah lens cap ku”

Anna berlari mengejar lens cap miliknya yang menggelinding jatuh setelah ia membukanya tadi. Betapa cerobohnya seorang Anna yang menjatuhkan lens cap  miliknya ‘lagi’.

“Lens cap ku...”

Langkah Anna tertahan saat melihat lens cap miliknya hancur setelah tak sengaja diinjak oleh seorang lelaki yang berjalan santai menuju lapangan. lelaki itu hanya melihat kebawah sebentar, dan kembali berjalan acuh menuju lapangan.

“Joon  hyung, kau tidak ingin meminta maaf?”

“Nan sang-gwan eobs-eo.” (Aku tidak peduli)

Sang Woo memungut lens cap yang ada didepan Joon , memberikannya kepada seorang gadis yang dia yakini pemilik lens cap yang sudah tak berbentuk itu.

“Sorry, dia tidak sengaja melakukannya.”

Sang Woo mengedikkan bahunya kearah Joon. Tersenyum ramah dan membungkuk sopan kepada Anna.

“It’s okay.  itu juga salahku, terimakasih.”

Anna mengambil lens cap  itu dari tangan Sang Woo, ia tersenyum ramah pada Sang Woo dan kembali ketempatnya. Ia harus segera mengatur kameranya karena pertandingan pertama akan segera dimulai. Semi final  yang akan mempertemukan racikan baru ganda putra Korea Park Sang Woo/ Min Joon vs Goh / Tan, ganda senior asal negeri jiran Malaysia.

Anna sudah mempelajari permainan kedua ganda putra ini, dan dia sudah memprediksi akan terjadi permainan cepat yang akan dikeluarkan ganda putra Malaysia. Untuk itu ia mengatur shutter speed kameranya menjadi 1/500 dan mengatur ISO kameranya menjadi 3200 untuk meminimalisir kondisi indoor yang kurang akan pencahayaan.

Ckrek.. ckreek..

Dengan lincah tangan itu menekan tombol shutter releasenya dugaannya benar. pertandingan kali ini berlangsung sangat cepat. Ganda putra Malaysia terus menyerang pertahanan Sang Woo dan Joon.

Meski melakukan perlawanan yang cukup sulit, Joon  dan Sang Woo masih harus lebih banyak melatih kesabaran mereka lagi. Keberuntungan masih berpihak pada pasangan Malaysia, mereka menang dengan tiga game, 21-17 17-21 21-18.

“Syukurlah hasilnya tidak terlalu buruk.”

Anna tersenyum memandangi hasil fotonya hari ini. Ia menggeser layar kamera untuk melihat foto yang diambilnya tadi. Joon  yang melakukan jump smash, netting, backhand dan sederet ekspresi yang Joon  keluarkan didalam pertandingan tadi.

“Kenapa aku terlalu fokus memotret Joon ?”

Anna menepuk jidatnya. Menatap kamera dengan perasaan bersalah karena hampir seluruhnya berisi foto Min Joon.

Minta Maaf

*©®*

“Hyung, apa kau tidak ingin mengganti barang wanita itu?”

“Aku sudah katakan itu bukan urusanku Sang Woo-ah, dia sendiri yang salah, kenapa juga membiarkan aku menginjak barang miliknya.”

“Tapi hyung...”

“Sudahlah Sang Woo, aku lelah dan ingin istirahat, sebaiknya perbanyaklah lagi latihanmu... pertahananmu sangat mudah ditembus. Dan aku tidak mau tau, kita harus naik podium di Jepang Open besok. Aku tidak ingin waktuku yang berharga terbuang sia sia.”

Sang Woo menelan ludahnya, inilah yang paling ditakutinya saat menjadi partner dari seorang Min Joon. Lelaki itu memang tidak menyukai profesinya, namun saat dilapangan, dia tetaplah seorang atlit profesional yang menuntut kesempurnaan dan haus akan gelar.

“Ne hyung.”

“Tidak perlu terlalu kesal seperti itu Joon -ah. Sang Woo juga tidak ingin kalah bukan? Kekuatan pasangan Malaysia memang diatas kalian. Kita hanya harus berlatih lebih banyak dan mengurangi melakukan error sendiri.”

“Bukankah aku juga mengatakan hal itu kepada Sang Woo?”

Joon  berlalu meninggalkan sang pelatih dan Sang Woo tanpa sedikitpun memandang mereka berdua. Sang Woo tersenyum meminta maaf kepada sang pelatih dan berlalu menyusul Joon.

“Sampai kapan kau akan seperti ini Joon -ah.”

*©®*

“Permainannya biasa saja. bahkan smash ku jauh lebih tajam daripada dirinya.”

Joon  mencibir permainan ganda putra Malaysia yang kemarin mengalahkannya. Saat ini dia duduk di tribun penonton dengan pakaian serba hitam lengkap dengan topi dan masker yang membantu penyamarannya. Dengan seksama diperhatikannya permainan Goh V Sem dan Tan Wie Kieong yang berhasil mengalahkannya kemarin.

“Excuse me, are you Joon ?”

Joon  menoleh kesumber suara. Mendapati seorang wanita dengan penampilan unik menatap kepadanya.

“Kau berbicara kepadaku?”

“Ah, kau benar benar Joon ? Kau tidak ingat padaku?”

Joon  menautkan kedua alisnya, untuk apa dia mengenal wanita ini? wanita dengan penampilan unik yang sering dijumpainya jika bertanding di Negara mayoritas Islam seperti Malaysia ataupun Indonesia.

Yah. Profesi Joon  sebagai seorang atlit badminton mengharuskannya untuk melaksanakan turnamen diberbagai negara. Dalam 1 tahun ia hanya mendapat libur satu hingga dua bulan saja. Selebihnya akan dihabiskannya untuk ikut suatu turnamen. Bahkan didalam satu bulan ia harus mengikuti 2 hingga 3 turnamen dinegara yang berbeda.

“Kau ingat ini?”

Wanita itu tidak menyerah. Ia mengeluarkan benda bulat berwarna hitam yang sudah retak, hampir terbelah dua. ah, jadi dia pemilik benda yang Joon  injak kemarin.

“Lalu kau ingin apa? Ingin aku mengganti barangmu? Sudah kukatakan aku tidak peduli... bukankah kau juga salah? Siapa yang menyuruhmu menyerakkan barangmu sampai kuinjak.”

Joon  tertegun, bukan... bukan karena ekspresi gadis itu yang kini terdiam mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulutnya. Melainkan ia tertegun pada dirinya sendiri. Baru kali ini ia mengeluarkan kalimat yang begitu panjang kepada seseorang. Terlebih wanita ini baru saja dikenalnya, bahkan mungkin tidak dikenalnya sama sekali.

“Sorry, aku tidak bermaksud seperti itu. aku hanya ingin menyapamu saja... aku Anna, sport photograper dari Indonesia.”

Ah, jadi dia seorang sport photograper, pantas saja memiliki barang seperti itu.

“So, apa yang kau inginkan dariku?”

Anna menatap Joon  dengan sedikit kesal. Namun berusaha untuk tidak membuatnya tampak jelas. Dia kembali tersenyum kepada Joon  yang masih menunjukkan wajah acuhnya.

“I just wanna greet you... kau adalah salah satu pemain favoritku. Boleh aku meminta tanda tanganmu?”

“Aku bukanlah seorang artis, untuk apa kau meminta tanda tanganku.”

“Ah baiklah, I’m Sorry.”

Anna menyerah. Dia berjanji untuk tidak menanyakan hal apapun lagi kepada atlit disebelahnya ini. Dia benar benar membuat seorang Anna hampir kehilangan kesabarannya. Anna kembali fokus menonton pertandingan Final hari ini, kapan lagi dia bebas menonton tanpa adanya embel embel pekerjaan bukan?

“Permainannya bagus sekali. Pantas saja lelaki itu bisa sampai final diusia sematang ini.”

Anna memandang takjub permainan cepat yang diperagakan Tan hari ini. Hanya dalam waktu 30 menit lelaki itu

mampu menyudahi perlawanan pasangan muda Indonesia Dejan Handoko/Faris Ahmad. Anna mencoret sesuatu dibuku catatannya. Catatan permainan final hari ini, ia sengaja melakukannya karena takut jika sang

senior tiba tiba menyuruhnya menulis sebuah artikel.

 “Kau mengagumi permainan seperti itu? Seleramu rendah sekali.”

Anna menoleh. mendapati Joon  berbicara dengan menampakkan smirk diwajahnya, apa lelaki itu berbicara kepadanya? Kasar sekali.

“Sorry, Apa kau berbicara kepadaku?”

“Tentu saja. Apa ada orang lagi disebelahmu?”

Anna menatap wajah pria itu dengan kesal, kesabarannya benar benar sudah diambang batas. Cukup Joon. Kau benar benar harus diberi pelajaran! Anna menoleh dan menampilkan senyum manisnya kepada Joon.

“Tapi selera rendah yang kau bilang terbukti mampu mengalahkanmu. Jadi siapa yang rendah disini.”

Entah darimana, entah kenapa dan bagaimana. Anna berani mengucapkan kalimat itu. kalimat yang mungkin sudah termasuk kalimat terkasar yang pernah diucapkan oleh seorang Anna, dan dia menyesalinya.

“Eh, sorry aku tidak bermaksud mengatakannya.”

 “Jepang Open. Aku akan buktikan aku bisa membuatmu menarik ucapanmu kembali.”

Joon  melirik name tag yang dikalungkan Anna dilehernya. Mencoba membaca nama gadis itu yang membuatnya mengerutkan kening akibat pelafalan nama yang sulit.

“Caltha-si?”

“Ha?”

Anna tercengang sempurna. Bagaimana tidak, Joon  menatapnya tajam seolah memberi peringatan agar tak sembarang bicara. Anna sudah berurusan dengan orang yang salah.

“Maksudmu.. hei sudah kukatakan aku...”

Joon  berdiri dan merapikan masker serta topi hitam yang digunakannya. Secepat kilat ia meninggalkan Anna tanpa mendengar dulu kata yang ingin diucapkan wanita itu.

“Ah, bagaimana bisa kau mengucapkan hal seperti itu Anna. Kau pasti menyakiti perasaannya.”

Anna bergumam dalam hati. Merasa tidak enak kepada Joon  yang baru saja meninggalkannya dan berjalan ke arah player area. Lelaki itu mengambil beberapa barang miliknya kemudian berjalan menuju pintu keluar. Sepertinya ia akan kembali kehotel.

Namun dugaannya salah, Joon  duduk disalah satu bangku yang ada didepannya. Bersiap akan melakukan konferensi pers bersama partner barunya Park Sang Woo dan tunggal muda Korea, Jeon Yoo Seop.

Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan beberapa wartawan dan mereka menjawabnya dengan tepat dan senyum yang ramah, semua... kecuali Min Joon. Lelaki itu hanya duduk diam disana dan sesekali menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

“Apa kau akan bermain semaksimal mungkin diturnamen selanjutnya?”

“Tentu saja. Aku akan buktikan di Jepang Open.”

Anna tertegun. Joon  menjawab pertanyaan itu sembari menatap tepat dimatanya. lelaki itu masih mengenalinya dan mengingat ucapannya tadi. Mata dinginnya seolah mengatakan Aku akan membuktikannya kepadamu.

Dengan gugup Anna melanjutkan kegiatan memotret dan menulis beberapa jawaban dari timnas Korea. Dalam hati ia menyesali ucapannya kepada Joon  tadi. Sekarang lelaki itu pasti amat sangat kesal kepadanya.

Entah apa yang terjadi pada diri Anna hingga ia tidak mampu menahan kekesalannya. Padahal kalau ditelusuri selama ini lebih banyak hal buruk yang diterimanya, namun ia masih bisa sabar. Kenapa sekarang ia tidak bisa menahannya.

“Aku harus meminta maaf kepadanya, harus.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!