NovelToon NovelToon

Survive In The Last Days : My Second Life

|Prolog|

Warning : Karya ini hasil orisinal aku dan hanya karangan fiktif semata. Bahasa bisa saja kasar jadi dimohon untuk tidak menirukan nya.

...•...

...•...

...•...

...| (❁❁) |...

Seorang remaja laki-laki dengan wajah berusia sekitar 16 tahun terduduk diam di tengah ruangan gelap gulita.

Mata hitam pekat miliknya menatap kosong ke arah depan seolah tidak memiliki emosi.

Entah sudah berapa lama dia berada di ruangan gelap itu, satu hari? Satu bulan? Satu tahun? Tidak ada yang tahu.

Bibir pucat nya hanya bisa melontarkan sebuah kata yang sudah diulanginya ratusan atau bahkan ribuan kali.

Tanpa kenal lelah kata itu diucapkan lagi, lagi, dan lagi.

“Aku mati.”

“Aku mati.”

“Aku mati.”

“Aku mati ... karena kakakku sendiri.”

Bibir pucat itu bergetar sejenak setelah mengucapkan kalimat tersebut. Entah bagaimana mata hitam pekat miliknya memiliki sedikit air di ujungnya.

Tak berselang lama air mata mulai menetes keluar dari kedua kelopak matanya. Kemudian mata yang tadinya menangis pelan kini sudah kembali ke keadaan semula, kosong tanpa adanya emosi.

Lalu bibirnya kembali terbuka dan mengucapkan kalimat sebelumnya. Remaja itu seperti robot yang tidak kenal lelah.

Mengucapkan beberapa kata, meneteskan air mata, lalu kembali dalam keadaan kosong tanpa emosi dan mengulangi lagi ke titik awal.

Waktu kembali terlewatkan. Sudah berapa lama? Entahlah tidak ada yang tahu. Mungkin sudah ratusan tahun berlalu.

Tetapi anak laki-laki itu tidak memiliki perubahan sama sekali, wajah miliknya masih bertahan di usia 16 tahun, tampan dan menawan dengan sedikit lukisan keimutan, jika kalian mengabaikan kondisi kulit dan bibirnya yang pucat, serta ujung matanya yang memerah dan bola mata yang tidak mengandung emosi.

Satu hal yang bisa dipastikan, mata yang tidak menunjukkan emosi itu masih memiliki titik fokus yang menandakan bahwa remaja laki-laki itu masih bisa mempertahankan kewarasannya.

Sungguh menakjubkan bukan? Jika itu orang lain, mungkin sekarang mereka sudah berteriak gila saat mengetahui jika dirinya terkurung dalam sebuah ruangan gelap yang bahkan tidak bisa melihat apa pun di dalamnya.

“Aku mati.”

“Aku mati.”

“Aku mati.”

“Aku mati ... karena kakakku sendiri.”

Untuk pertama kalinya air mata tidak jatuh dari kedua kelopak matanya, melainkan sebuah kata yang tidak ada di pola tersebut muncul dan terucapkan.

“Mengapa?”

Yah, mengapa? mengapa kakak yang sangat mencintainya, menyayanginya, dan memanjakannya membunuhnya? Sebenarnya apa yang mengubah kakaknya? Apa alasannya sampai dia tega membunuhnya?

Iri dengannya? Hahahaha, kalian bergurau? Kakaknya adalah eksistensi yang jauh lebih sempurna darinya.

Tampan? Tentu bahkan ketampanannya hampir setara dengan para dewa atau bahkan mengalahkannya.

Pintar? Para peneliti terkemuka meminta pendapatnya mengenai penelitian yang mereka lakukan.

Kasih sayang dan cinta? Jangan menanyakan hal ini, bahkan kedua orang tuanya hanya menganggap dirinya sebagai aib karena tidak bisa sebaik kakaknya.

Hanya kakak yang memberikannya kasih sayang dengan tulus, jika tidak ada kakak mungkin dia sudah lama menyerah dengan dunia ini.

Kekayaan? Di usianya yang ke 15 tahun dia sudah bisa mendapatkan uang dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Setelah bertahun-tahun bekerja, aset miliknya melampaui aset keluarga.

Meski di hari-hari terakhir pun dia masih menjadi eksistensi yang mengagumkan.

Kekuatan? Dia membangkitkan kekuatan ganda, yang salah satunya menjadi kekuatan terkuat sekaligus langka, petir dan es.

Koneksi? Basis pangkalan teraman berada di bawah kepemimpinannya.

Wanita? Hah, aku yakin jika wanita yang ingin menjadi miliknya bisa mengantri sepanjang ujung dunia.

Lalu apa alasan dia membunuhku? Mata hitam pekat miliknya berkedip pelan, menyembunyikan kesedihan mendalam yang ada.

Saat sedang mencari jawaban dari pertanyaan di kepalanya, tiba-tiba cahaya putih terang muncul dihadapannya, membuat remaja laki-laki itu harus menutup matanya untuk menghalangi pencahayaan yang membuat matanya silau.

Saat dirasa tidak ada lagi sinar yang menyilaukan, dia membuka matanya hanya untuk melihat sebuah buku tua dengan sampul berwarna cokelat yang sudah hancur karena lapuk dan ujung kertas yang menguning.

Dan entah sejak kapan ruangan hitam itu kini berubah menjadi ruangan putih dengan pencahayaan yang menyilaukan, membuat matanya harus berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang tiba-tiba berubah.

Setelah merasa bisa beradaptasi, diliriknya pelan buku tua itu dan mulai membaca judulnya yang masih bisa terbaca olehnya.

“Hari Akhir?”

Dibukanya perlahan buku tua itu dan membacanya dari bab pertama. Semakin dia membacanya semakin bergetar tangan putih pucat miliknya yang memegang sampul buku tua itu.

Halaman demi halaman, bab demi bab, hingga akhir dari halaman.

Mata tanpa emosinya tidak bisa menahan rangsangan lagi, akhirnya pupil hitam pekatnya mulai bergetar dengan ekspresi terkejut.

Semua pertanyaan di kepalanya kini mulai terjawab. Dia akhirnya mengetahui kebenaranya, mengetahui mengapa kakak yang sangat menyayanginya itu tega membunuhnya.

...| (❁❁) |...

...•...

...•...

...•...

Maaf jika ada typo yang tidak menyenangkan.

Jangan lupa Like, Vote, Komen nya ya Reader~San o(〃^▽^〃)o

Instagram : lmnr_vv

|(1) Penyebab Kematian|

Warning : Karya ini hasil orisinal aku dan hanya karangan fiktif semata. Bahasa bisa saja kasar jadi dimohon untuk tidak menirukan nya.

...•...

...•...

...•...

Sebelumnya :

Semua pertanyaan di kepalanya kini mulai terjawab. Dia akhirnya mengetahui kebenaranya, mengetahui mengapa kakak yang sangat menyayanginya itu tega membunuhnya.

...| (❁❁) |...

“Hari Akhir” adalah sebuah buku yang menceritakan kiamat yang terjadi di bumi.

Dimana manusia terinfeksi oleh sebuah virus aneh yang dapat membuat mereka berubah menjadi mayat hidup atau bisa disebut dengan zombie.

Protagonis dalam buku tersebut adalah kakakku, Fin Westerlock. Aku tidak akan heran jika kakakku lah yang menjadi protagonisnya. Bukankah kakakku sempurna untuk peran itu?

Sebelum aku menjelaskan tentang buku itu, mari kita berkenalan terlebih dahulu. Namaku Zen, Zen Westerlock. Adik dari sang protagonis, Fin Westerlock.

Dibandingkan dengan kehidupan kakakku, kehidupanku bisa dibilang sangat jauh dari kehidupan sempurna miliknya.

Kecerdasanku rata-rata atau mungkin lebih baik dari anak seumuran ku (?) Yang jelas jika dibandingkan dengan kakakku itu sangat jauh.

Wajahku mungkin bisa dikatakan tampan, tetapi dibandingkan dengan wajah kakakku maka perbandingannya sangat jauh, seperti langit dengan bumi.

Kekayaan? Jangan bertanya tentang itu, gaji ku sebagai pelayan paruh waktu di sebuah cafe hampir tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari ku.

Kekuatan? Di hari-hari terakhir aku tidak bisa membangkitkan kekuatan supranatural sama sekali. Bisa dibilang aku adalah sampah yang tidak bisa diolah.

Karena alasan di atas, kepercayaan diriku semakin rendah dihadapan kakak. Jika bisa, aku sangat ingin pergi sejauh-jauhnya dari kehidupan kakak agar tidak menjadi beban lagi di dalam hidupnya.

Tetapi, kakak adalah kakak, dia tidak pernah memikirkan pendapat ataupun opini yang ada di luar sana dan hanya tetap fokus melindung ku dan merawat ku.

Saat aku menanyakan alasan mengapa dia selalu melindungi ku, pasti jawaban miliknya selalu sama.

“Tentu saja karena kamu adalah adikku dan kamu adalah tanggung jawab ku.”

Sial, setiap dia menjawab seperti itu, pasti air mata milikku akan selalu menetes. Bahkan di hari-hari terakhir dengan munculnya wabah virus zombie, dia masih tetap melindungi ku yang seorang sampah tidak berguna ini.

Walaupun aku terlahir dengan kemampuan rata-rata seperti di atas, tetapi ada satu kelebihan ku. Aku memiliki mata yang bisa melihat nasib baik atau nasib buruk pada benda mati.

Karena kemampuanku ini, aku bisa membantu kakakku. Setidaknya cukup untuk membuat hidup kakakku lebih baik dan baik lagi.

Tetapi aku juga bukan orang yang bodoh. Jika aku membocorkan kemampuanku ini, bisa dipastikan banyak orang yang akan mencoba untuk mendapatkan ku dan memanfaatkan ku.

Atau lebih buruknya lagi mereka akan menjadikan aku sebagai bahan eksperimen.

Jadi aku hanya bisa membantu kakakku secara diam-diam tanpa dia dan orang lain mengetahuinya. Semua ini berjalan dengan lancar.

Karena bantuan diam-diam ku, kehidupan kakak semakin baik, baik, dan baik. Bahkan disaat hari-hari terakhir, kemampuanku masih sangat berguna untuknya.

Seperti menentukan tempat di mana jarang terjadinya serangan zombie yang bisa diubah menjadi basis tempat sementara.

Membantunya menentukan senjata yang bagus tanpa celah ataupun kesalahan sedikitpun pada pembuatannya.

Bahkan sampai bisa mendeteksi makanan apa saja yang bisa dimakan di hari-hari terakhir.

Tetapi kemampuanku yang paling berguna adalah aku bisa mendeteksi racun yang ada di sekitar.

Seperti yang sudah ku jelaskan, kakakku adalah pemimpin dari basis pangkalan teraman di hari-hari terakhir, sudah pasti banyak orang yang ingin menggulingkannya dari kekuasaan.

Banyak metode yang digunakan untuk mencelakainya, salah satunya adalah racun.

Aku bisa mendeteksi racun karena penglihatan ku yang bisa mendeteksi nasib baik dan nasib buruk di suatu benda.

Jika makanan dan minuman yang akan dimakan oleh kakakku memiliki kabut berwarna ungu gelap disekitarnya bisa dipastikan jika makanan atau minuman itu mengandung racun.

Bukan hanya menggunakan makanan dan minuman saja, bahkan mereka bisa menggunakan alternatif seperti barang, pengharum ruangan ataupun dupa.

Walaupun kemampuan ini hebat, tetap saja ada kekurangannya. Aku tidak bisa mendeteksi nasib pada makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuhan, bahkan zombie yang notabenenya adalah mayat hidup.

Jika kalian bertanya bagaimana cara kakakku bertahan dengan racun yang diberikan melewati mahkluk hidup?

Jawabannya simpel, kakakku adalah manusia terkuat setelah hari akhir. Jika lawannya adalah mahkluk hidup kurasa dia akan menang dengan mudah.

Karena kakakku selalu lolos dari racun yang diberikan pihak lawan, mereka mulai merasa curiga dan mengirimkan mata-mata ke pihak kita.

Bodohnya aku justru memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap mata-mata ini.

Bagaimana tidak? Mata-mata ini adalah tangan kanan kakakku, teman seperjuangannya dari awal hari kiamat datang hingga dia memiliki basis teraman saat ini.

Kupikir karena dia adalah tangan kanan sekaligus sahabat kakakku, dia tidak akan mencelakai kakakku. Tetapi nyatanya? Dia adalah seorang pengkhianat.

Karena rasa kepercayaan ku, aku memberitahunya tentang kemampuanku ini yang bahkan tidak ku beritahukan kepada kakakku.

Sungguh naif bukan? Sial, andai aku tidak memberitahunya, aku mungkin masih bernafas hingga sekarang, bahkan kakakku tidak akan terluka karena ini.

Kalau bukan karena buku tua ini, mungkin aku masih akan mengira jika kakakku lah yang membunuhku. Rencana yang dijalankan oleh tangan kanan penghianat ini sungguh terencana tanpa celah!

Setelah mengetahui kemampuanku, dia bergegas memberi tahu kepada pihak lawan dan mulai menyusun rencana untuk membunuhku agar tidak menghalangi mereka untuk memonopoli kakakku.

Itu benar, tujuan pihak lawan bukan untuk membunuh kakakku, melainkan untuk memonopoli nya dan membuatnya menjadi boneka tali yang bisa digerakkan sesuka hati oleh mereka dan langkah terakhir untuk menjalankan rencana mereka terhalang oleh keberadaan ku.

Rencana mereka dimulai dengan sang pengkhianat yang memberitahuku mengenai rahasia kalung yang selalu dipakai oleh kakakku.

Dia menceritakan jika di dalam kalung itu terdapat abu aneh yang membuat kakakku selalu mengeluhkan rasa pusing.

Dia yakin jika rasa pusing yang diderita kakakku berasal dari abu aneh yang terdapat di dalam kalungnya itu.

Dia lalu menyuruhku untuk melihat apa abu itu memiliki nasib buruk di dalamnya.

Jika di dalamnya terdapat nasib buruk dia menyuruhku untuk membuangnya sejauh mungkin agar kakakku bebas dari rasa pusing yang selalu dideritanya.

Aku yang belum mengetahui jika dia adalah seorang penghianat menuruti kata-katanya.

Aku berpikir tidak ada salahnya untuk mengecek itu, lagi pula itu untuk kakakku.

Aku mulai menjalankan rencana ku untuk mengambil kalung kakak secara diam-diam. Rencana ini aku jalankan saat malam hari.

Aku masuk kedalam kamar kakak dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara. Bisa kudengar suara air bergemerisik di balik kamar mandi yang menandakan kalau kakakku berada di dalam kamar mandi.

Dengan segera aku mulai mengobrak-abrik laci meja tempat biasanya kalung itu diletakkan oleh kakakku saat mandi. Tidak butuh waktu lama, aku segera menemukan kalung itu. Aku mengambilnya dengan diam-diam dan pergi dari kamar kakakku secepatnya.

Jantungku berdegup kencang, perasaan bersalah mulai menyelimuti hatiku saat itu.

Bagaimana tidak? Aku tahu sekali jika kalung ini adalah kalung kesayangan kakak dan sekarang, aku mengambilnya tanpa sepengetahuannya.

Tiba-tiba kata-kata yang diucapkan oleh sang penghianat kembali terdengar di telinga ku. Ku tepis semua rasa bersalahku saat itu juga.

“Ini semua demi kakak,” gumam ku dan mulai membuka ujung pengait kalung milik kakak.

Betapa terkejutnya aku saat melihat butiran abu berjatuhan setelah ujung pengait kalung itu kubuka. Bukan, bukan karena jumlah abunya yang banyak tetapi karena kabut pekat berwarna ungu gelap yang beterbangan di sekeliling abu itu.

Rasa bersalah di hatiku sepenuhnya hilang, yang terpikirkan olehku adalah bagaimana caranya menghilangkan abu itu. Saat rasa panik melandaku, mataku terpaku kearah gelas yang berisi air di atas meja. Dengan segera aku menyambar gelas air itu dan menuangkannya di atas abu.

Sepertinya keberuntunganku sangat buruk saat itu, tepat setelah aku melarutkan abu itu dengan air, pintu kamarku terbuka menampilkan sosok kakakku yang berjalan panik ke arahku.

Tubuhku terpaku saat melihatnya. Saat itu aku menjelaskan secara singkat mengenai tindakanku dengan tersendat-sendat.

Tetapi sepertinya semua ucapan ku tidak didengar olehnya. Dia hanya menatap kosong kearah kalung yang ku letakkan dimeja dan genangan air abu-abu itu.

“Kamu yang melakukannya?” ucap kakak dengan kepala tertunduk.

“I-iya kak, ta-tetapi itu semua demi kebaikan kakak!”

“Huh? Kebaikanku?”

Ku tatap wajah kakakku yang sepertinya menunjukkan amarah besar sekaligus kesedihan (?) Badanku mulai bergetar ketakutan.

Mengapa kakak menatapku seperti itu? Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Apa karena kalung itu? Jika iya maka aku akan mengembalikannya, lagi pula urusanku adalah abu yang berada di kalung itu, bukan kalung kesayangannya.

Belum sempat aku menjawab, kakak sudah menarik tanganku dengan erat dan membawaku keruang tahanan.

Disepanjang jalan aku sudah melakukan usaha terbaikku untuk melawan, tetapi seperti yang kalian tahu kekuatan antara orang yang memiliki kemampuan supranatural dengan orang yang tidak memilki kemampuan supranatural itu sangat berbeda.

Terlebih kakakku saat itu adalah pengguna kekuatan supranatural tingkat 7.

Aku hanya bisa pasrah saat kakak melempar ku kedalam ruang tahanan. Sudah belasan kali aku memohon dan menjelaskan kepadanya tetapi tidak dihiraukan olehnya sama sekali.

“Pikirkan baik-baik apa kesalahanmu!”

Setelah mengucapkan itu dia berbalik pergi, meninggalkan aku di ruang tahanan yang gelap dan sempit. Seminggu sudah terlewati di dalam ruang tahanan. Seminggu penuh juga aku sudah memikirkan kesalahanku. Tetapi aku tetap tidak tahu di mana letak salahku.

Oke, aku memang salah karena mengambil kalung kesayangannya diam-diam. Lalu apa? Bukankah hanya itu? lagi pula setelah menyingkirkan abu itu aku akan mengembalikan kalungnya dan segera meminta maaf.

Lalu apa yang salah?! Atau mungkin itu karena abunya? Hah! Tentu saja itu tidak mungkin. lagi pula mengapa kakakku peduli dengan butiran abu itu?

Dua minggu terlewati. Dari hari pertama saat aku berada diruang tahanan ini, kakak sama sekali tidak pernah melihatku. Bahkan ucapan permintaan maaf ku sepertinya tidak dihiraukan sama sekali atau tidak disampaikan kepadanya.

Berminggu-minggu terlewati, tidak terasa sudah tiga bulan aku dikurung diruang tahanan. Semakin lama tubuhku semakin lemah karena kekurangan sinar matahari, bahkan makanan yang dikirimkan untukku mulai berubah.

Yang seharusnya mereka mengirimiku 3 bungkus biskuit dan segelas air kini menjadi setengah potong roti kering tidak layak makan dan setengah air kotor.

Jika bukan karena energi supranatural yang ada di sekelilingku, mungkin aku sudah lama berakhir.

Disaat harapanku semakin memudar, akhirnya tangan kanan pengkhianat itu muncul di hadapanku membuat harapan yang hampir memudar menjadi bersinar kembali.

Ingin sekali aku bertanya di mana kakakku berada, tetapi sayang tenggorokanku sangat kering sehingga tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Yang bisa kulakukan adalah menatapnya dengan mata penuh harapan.

“Aku di sini, ingin menyampaikan keputusan dari pemimpin.”

Aku yang mendengarnya semakin bersemangat, tetapi itu hanya sedetik sebelum sang tangan kanan menusukku dengan sebuah pisau. Mataku melebar saat merasakan rasa sakit yang menusuk di dalam perutku.

“Beliau berkata untuk membunuhmu dan membuang mayat mu ke kerumunan zombie sebagai hukuman mu.” Lanjut sang tangan kanan dengan senyum tipis diwajahnya.

Setelah mendengar kata-kata itu, kesadaran ku menggelap dan jatuh tidak sadarkan diri. Saat kubuka mataku kembali yang kulihat hanyalah ruangan gelap ini.

Selama beratus-ratus tahun aku selalu bertanya kepada diriku sendiri. Mengapa? Mengapa kakakku membunuhku?

Setelah penantian yang panjang, akhirnya aku mengetahui apa kesalahanku. Karena buku ini, akhirnya aku tahu jika perbuatan ku saat itu benar-benar merupakan hal yang fatal terhadap emosi kakakku.

Air mata kesedihan tidak bisa ku tahan lagi. Dengan segera ruangan putih ini dipenuhi dengan suara isak tangis yang sangat menyayat hati.

Seandainya waktu bisa ku ulang, aku tidak akan berbuat hal bodoh seperti itu.

“Aku menyesalinya.”

Setelah mengatakan itu, buku tua di hadapanku mengeluarkan cahaya putih terang dan menarik ku masuk kedalamnya.

...| (❁❁) |...

...•...

...•...

...•...

Maaf jika ada typo yang tidak menyenangkan.

Jangan lupa Like, Vote, Komen nya ya Reader~San o(〃^▽^〃)o

Instagram : lmnr_vv

|(2) Dimulai dari awal|

Warning : Karya ini hasil orisinal aku dan hanya karangan fiktif semata. Bahasa bisa saja kasar jadi dimohon untuk tidak menirukan nya.

...•...

...•...

...•...

Sebelumnya :

Setelah mengatakan itu, buku tua di hadapanku mengeluarkan cahaya putih terang dan menarik ku masuk kedalamnya.

...| (❁❁) |...

Di atas kasur yang berada di dalam ruangan kamar dengan ukuran 3 x 4, terdapat pemuda berusia 17 tahun berbaring dengan mata tertutup erat.

Nafasnya yang naik turun dengan teratur menandakan jika dia tengah tertidur dengan lelap.

Tak berapa lama, bulu mata miliknya bergetar pelan dan perlahan mata jernih berwarna hitam pekat terlihat setelah kelopak mata miliknya terbuka sepenuhnya. Mata itu menatap dengan linglung langit-langit kamar yang tampak familiar di atasnya.

Setelah beberapa detik menatap dengan linglung, matanya kini membulat dengan ekspresi terkejut yang sangat tertera di wajahnya. Matanya menyapu dengan panik area disekelilingnya.

‘Bagaimana bisa?’

Sekali lagi mata hitam pekat miliknya menyapu area sekitarnya, langit-langit putih yang familier, lemari putih dengan hoodie berwarna hitam tergantung rapi di depan lemari, rak buku berisikan berbagai buku tebal, dan yang paling mencolok adalah bingkai foto berisikan dua orang yang saling menghadap kearah kamera dengan senyum cerah menghiasi wajahnya.

‘Bagaimana bisa aku berada di kamar apartemenku?’

“Ini, kamar apartemenku 11 tahun yang lalu sebelum terjadinya serangan zombie”

Dengan panik aku turun dari tempat tidur dan melihat kalender yang terpasang di sudut kamar tidur.

“Tanggal 10 bulan Agustus tahun XXXX.”

‘Seminggu sebelum munculnya virus itu!’

‘Tunggu, jangan bilang jika aku mengulangi kehidupanku lagi seperti yang pernah diceritakan di dalam novel-novel itu?’

‘Jika itu benar ... jika itu benar maka aku bisa mengubah takdir hidupku dan kakak!’ ucapku dengan tangan terkepal penuh semangat.

Sesaat mata milikku berkilat dan memori ku jatuh pada akhir kehidupanku di tangan penghianat. Memikirkannya saja sudah membuatku merasa marah.

‘Dalam akhir hidupku, aku ditipu oleh penghianat itu. Kali ini aku akan membalas dendam kepadanya hingga semua keluhan yang ada di diriku tuntas!’

Memikirkannya lagi entah mengapa rasanya menyedihkan sekali, setelah aku dibunuh olehnya, mayat tubuhku dibakar sampai menjadi abu.

Di buku tertulis jika dia sebenarnya ingin membiarkan zombie memakan tubuhku, tetapi dia takut jika itu bisa menimbulkan kecurigaan kakak.

Karena itu, dia lebih memilih untuk membakar tubuhku dan memanipulasi alat pendeteksi kemampuan supranatural agar bisa membuat alasan jika kekuatan supranatural milikku tidak terkendali yang menyebabkan tubuh milikku terbakar menjadi abu.

Setelah mengunakan alat itu ternyata alat itu benar-benar mendeteksi jika aku memiliki kekuatan supranatural yang berhubungan dengan api.

Sial, kalau begitu mengapa kekuatanku harus muncul saat diriku sudah mati! Karena penemuan itu si pengkhianat tidak perlu bersusah payah untuk memanipulasi alatnya.

Memikirkannya lagi sudah sangat membuatku geram hingga ingin mencabik-cabik nya menjadi berkeping-keping!

Apa-apaan dengan tuhan? Mengapa dia tidak bersikap adil terhadapku?! Hiks, benar-benar sikap pilih kasih yang sangat mencolok.

‘Untung saja kamu membuatku mengulangi kehidupanku setelah memberi tahu rahasia yang terdapat di dunia ini, aku akan bersyukur untuk ini.’

‘Tetapi apa yang aku dapatkan di kehidupan masa lalu itu benar-benar sial.’

Ku dudukkan tubuhku di kursi meja belajar dan mulai berpikir. Setelah beberapa saat, aku mulai mengambil kertas dan pena untuk mulai merinci kembali isi penting dari buku itu.

Aku hanya kembali seminggu sebelum penyebaran virus itu terjadi dan jika aku mengingat kembali dengan benar tiga hari lagi adalah hari di mana kakak sudah resmi memasuki asrama universitas.

Jika kakak benar-benar masuk asrama maka aku tidak bisa meminta bantuannya dan jika aku memintanya untuk tidak pergi, alur utama novel ini akan menjadi kacau. Kakak juga tidak bisa bertemu dengan tokoh penting yang berada di universitasnya.

‘Lebih baik aku tidak menghalanginya untuk pergi ke asrama. Bukankah aku ingin membalas dendam dengan si pengkhianat itu? Lebih baik aku membiarkannya seperti yang terjadi di dalam alur lalu membuatnya hancur, sehancur-hancurnya,’ batinnya sambil tersenyum menyeringai seperti iblis dengan emot dua tanduk iblis dan ekor iblis yang melambai-lambai.

Dengan cepat tanganku mulai menulis informasi-informasi penting. Tidak terasa jika waktu sudah lewat dengan sangat cepat. Sudah pukul 12 malam, sudah 3 jam aku menulis informasi penting itu.

‘Jika aku ingin bertahan, aku harus mulai berolahraga untuk meningkatkan kelenturan dan efisiensi tubuhku.’

'Walaupun itu sama sekali tidak membantu tubuhku, setidaknya aku sudah berusaha!'

‘Baik, sudah ku putuskan aku akan berolahraga mulai besok!’

‘Sekarang….’

Melirik singkat kearah kasur dengan ekspresi samar, aku ingin tidur, aku tidak menyangkan jika menulis isi buku itu akan memakan waktu sebanyak ini.

Mataku kini memandang kearah kertas yang berserakan di atas meja, menyalakan korek api dan membakarnya menjadi abu.

‘Aku sudah mengingatnya, lebih baik aku bakar saja. Jika tidak, aku takut akan ditemukan oleh orang lain.’

Setelah membereskan kekacauan dengan sangat cepat, aku merebahkan tubuhku ditempat tidur dan menutup mata.

‘Besok akan menjadi hari yang melelahkan.’

...----------------...

Tanggal 11 bulan Agustus tahun XXXX.

Jam weker berdering, memenuhi ruangan kecil berukuran 3 x 4. Perlahan mata dengan warna iris hitam pekat menatap jam weker dengan perasaan linglung. Tangannya terulur untuk mematikan jam tersebut.

Bangkit dari tempat tidurnya dan menatap sekeliling dengan heran, sebelum dengan lelah dia menghela napas dan mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

“Aku lupa jika aku kembali ke sebelas tahun yang lalu,” ucap Zen setelah mengingat kembali apa yang di alaminya kemarin.

“Ku kira semua ini hanya mimpi,” gumam Zen lalu turun dari tempat tidurnya dan pergi bersiap untuk melakukan olahraga yang telah direncanakannya.

Setelah bersiap, aku memandangi diriku yang berada di depan cermin. Tinggi 1,7 m dengan rambut hitam pendek setengah basah. Kulit pucat dengan rona merah muda samar yang menandakan vitalitasnya. Dan sepasang mata hitam pekat berair, membuat orang yang melihatnya akan merasa kalau dia adalah orang yang tampan.

Menjulurkan tangannya untuk mencubit pipinya dengan pelan, mau tidak mau dia memikirkan wajah milik kakaknya. Menghela napas kecil dan merasa tidak berdaya.

‘Tetap saja, jika dibandingkan dengan wajah kakakku, wajah seperti ini tidak ada apa-apanya.’

Mata hitam pekat itu dengan segera melihat kearah jam weker yang menunjukkan pukul 5 dini hari.

‘Yosh, sudah waktunya berangkat.’

Menyambar smartphone miliknya yang dia tinggalkan di atas meja dan berlari kecil menuju arah pintu.

Sebelum tangannya terulur untuk membuka pintu, pintu miliknya sudah terbuka lebih dahulu dan menampakkan tangan putih ramping dan cantik dihadapan matanya.

Matanya kembali melihat kearah atas dengan jantung yang berdegup kencang. Dia tahu dengan baik tangan milik siapa itu, siapa lagi jika bukan tangan milik kakaknya, sang protagonis dalam buku itu.

Mata miliknya bertabrakan dengan mata hitam berlian jernih miliknya. Segera seluruh pandanganya terfokus kepada wajah dihadapannya.

Tinggi 1,8 m, memakai sweater berwarna hitam lengan panjang berkerah tinggi dan celana bahan yang menampilkan sosok kaki panjang miliknya yang dibaluti oleh sepatu kets putih.

Fitur wajah tiga dimensi dengan rahang tegas, hidung mancung, bibir tipis dengan sentuhan merah muda, mata hitam berlian jernih dengan bulu mata lentik, sepasang alis yang dilukis dengan cermat, benar-benar lelaki tampan yang bisa membuat semua wanita berpaling dengan satu lirikan darinya.

Rambut berwarna hitam halus, disisir dengan rapi hingga menampilkan dahi mulus miliknya. Dahi diwajahnya sedikit berkerut saat melihatku dan matanya kini menatap dengan heran kearah ku langsung.

“Mengapa kamu bangun pagi-pagi sekali?” ucapnya dengan suara yang seindah celo yang mungkin bisa menandingi suara para idol di luar sana.

Dengan ucapannya itu, akal sehatku kembali.

Segera ku paling kan wajahku kearah lain dan tidak menatap langsung kearahnya. Mata milikku sedikit berair dengan ujung merah samar. Aku mendengus pelan mencoba untuk menekan emosi yang bergejolak di hatiku.

“Harusnya aku yang bertanya kepadamu, mengapa kamu ada di apartemen ku, kak?” ucapku dengan suara seperti biasa.

‘Sial, mengapa dia muncul disaat yang tidak tepat?’

“Tentu saja membujuk mu. Apa kamu masih marah tentang kepindahan ku ke asrama?”

Membujuk? Ah, aku ingat. Waktu itu setelah dia memberi tahu tentang tujuannya yang akan pindah menetap di asrama universitas, aku menolak dengan keras usulannya karena merasa takut jika ayah dan ibu akan menggangguku selama dia berada di asrama. Bahkan aku sampai merengek kepadanya.

Ukh, jangan meledekku seperti itu! Aku tahu jika sikapku waktu itu sangat kekanak-kanakan. Aku saja malu mengingat semua tingkahku waktu itu. Tetapi jika kalian menjadi aku maka kalian akan melakukan hal yang sama denganku.

Memang ayah dan ibuku tidak bermain menggunakan fisik, tetapi mereka mengunakan mulut mereka yang tajam untuk berbicara omong kosong yang menyakitkan.

Benar saja, ucapan mulut itu lebih menyakitkan daripada pukulan fisik.

Disaat orang tuaku berbicara hal seperti itu, para tetangga juga mulai mengucapkan kalimat yang membuat kepercayaan diriku semakin ciut, bahkan teman sekelas dan guru tidak lepas untuk mengucapkan kalimat itu.

Hanya kakak ... hanya kakak yang tidak mengikuti mereka semua. Disaat seluruh orang menghinaku, mencaci maki diriku, mengatai jika diriku bodoh dan sebagainya, hanya dia yang datang kepadaku, memelukku sambil mengucapkan kata-kata penghibur.

Hahahaha, padahal semua itu karena dirinya yang terlalu sempurna hingga membuat orang lain tanpa sadar membandingkannya denganku, padahal semuanya karena dia ... tetapi dengan semua perilakunya kepadaku, bagaimana aku bisa membencinya?!

Melihatnya terpaku dan tidak bersuara sama sekali, membuat Fin semakin merasa bersalah.

Dia yang paling tahu mengapa kehidupan adiknya menjadi seperti itu, dia yang paling mengerti semua alasannya dan karena dia, adiknya menjadi seperti ini.

Mengepalkan tangannya dengan erat, sedikit keengganan melintas dimatanya. Dia tidak ingin melepaskan kesempatan ini, kesempatan untuk masuk universitas itu.

Dengan kesempatan ini dia pasti bisa membuat adiknya hidup dengan baik, dengan memasuki universitas itu, dia pasti bisa menembus semua kesalahannya terhadap adiknya.

Andai saja jika universitas itu mengijinkan kepada mahasiswanya untuk tinggal di rumah, tetapi sayang sekali, universitas menerapkan sistem asrama yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswanya agar tidak menggangu studi mereka.

“Zen, dengarkan aku, aku tidak akan meninggalkanmu sama sekali. Aku akan mengunjungimu setiap liburan semester sekali dan akan selalu mengirimi uang saku langsung ke rekening milikmu. Aku juga ak-“

“Kak, aku mengizinkanmu untuk masuk universitas itu,” ucapku menyela ucapannya.

“Baguslah kalau kamu mengerti Zen. Tunggu, apa yang baru saja kamu bilang tadi?” Fin menatap tidak percaya kearah Zen.

“Aku mengizinkanmu untuk masuk universitas?” ucapku bingung.

Fin melangkah maju untuk mengukur suhu tubuh milik Zen dengan punggung tangannya.

“Tidak demam, suhu tubuhmu normal.”

“Apa kepalamu terbentur sesuatu sebelum bertemu denganku?”

“Tidak,” ucapku sambil menggelengkan kepalaku.

“Lalu mengapa keputusanmu berubah begitu cepat?” tanyanya tidak percaya.

‘Sepertinya aku yakin dia masih merengek kepadaku untuk tidak ditinggalkan sendirian tadi malam, apa yang membuatnya mengubah keputusan begitu cepat?’ batin Fin bertanya-tanya.

“Ah! Atau jangan-jangan ayah dan ibu mengancam mu? Iya?”

“Tidak, tentu saja itu tidak terjadi!” ucapku membantah dengan cepat.

Kurasakan pundak ku ditepuk pelan olehnya dan menatapku dengan tatapan tidak berdaya.

“Kamu tidak perlu takut untuk membicarakannya kepadaku, aku pasti akan percaya setiap perkataan mu...."

‘Sial, aku merasa tersentuh sekali. tetapi tetap saja ini tidak ada hubungannya dengan kedua orang tua bau itu!’ batinku tidak berdaya.

“Kak, dengarkan aku, keputusanku tidak ada sangkut pautnya dengan orang tua oke? Ini semua murni keputusanku. Aku hanya tidak ingin kakak kehilangan kesempatan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Aku juga minta maaf tentang perbuatan ku kemarin, tingkahku sungguh kekanak-kanakan semalam.” ucapku menjelaskan dengan satu tarikan napas.

Kulihat dia yang terpaku sambil menatapku dengan heran. Kurasa dia tidak percaya sama sekali dengan ucapan ku ini. Belum sempat aku membuka mulut untuk memberikan penjelasan lebih lanjut, kakakku menyela ucapan ku terlebih dahulu.

“Baiklah, jika itu keputusanmu aku tidak akan sungkan lagi. Tetapi berhenti berbicara dengan ekspresi seperti itu, itu seperti kamu sudah mengubah kepribadian mu saja, aku lebih terbiasa melihat Zen yang bertingkah kekanak-kanakan dan menyebalkan.”

“Hahahaha, kakak harus terbiasa. Aku memang ingin mengubah kepribadianku. Aku merasa tidak enak jika terus merepotkan kakak.” ucapku sambil tertawa canggung dan mengalihkan kepalaku kearah lain.

‘Apa aku terlalu berubah tiba-tiba ya? Semoga saja kakak tidak curiga’ batinku sambil berdoa.

Fin menepuk kedua pundak Zen dan menatap matanya dengan sungguh-sungguh.

‘Dia tidak curiga bukan?’ batin Zen dengan keringat dingin yang mengalir di belakang punggungnya.

“Aku….”

Aku merasakan jika jantung milikku akan segera copot! mengapa dia berbicara setengah-setengah seperti ini?!

“Aku merasa terharu sekali karena mu, Zen."

“Huh???”

“Aku tidak menyangka jika adik kecilku ini bisa bersikap dewasa seperti ini.” ucap Fin sambil menyeka air mata di sudut matanya.

“Ha ha ha ha…”

‘Bagaimana aku lupa jika kakak punya sifat seperti ini.’ batinku melepas rasa tegang yang ada.

Kalian harus tahu salah satu hal yang berkaitan dengan kakakku ini, emosi miliknya terlalu berlebihan jika menyangkut orang yang disayanginya.

Jika kalian berpikir sikapnya seperti laki-laki dewasa yang dingin kalian salah besar!

Memang benar jika dihadapan orang asing, dia akan seperti itu, tetapi beda halnya jika dihadapan orang yang disayanginya. Sikap miliknya akan menjadi sensitif, tidak-tidak, bukan sensitif lagi melainkan sangat sensitif!

Aku tekankan sekali lagi oke, sikapnya akan SANGAT SENSITIF!

“Sudahlah kak, kamu tidak perlu menangis seperti ini.”

“Ah, kamu benar. Aku terlalu terbawa suasana.”

“Kamu ingin pergi untuk lari pagi?” ucap Fin setelah memperhatikan dengan cermat baju yang digunakan Zen.

“Lari pagi? Ah! Kakak benar, aku ingin pergi berolahraga. Ini sudah terlalu telat. Aku pergi dahulu kak! Jangan lupa kunci pintunya jika kakak ingin pergi.” Ucapku lalu bergegas pergi tanpa menghiraukan ucapan kakak.

“Ini aneh, sejak kapan Zen suka berolahraga? Bukankah dia membencinya?” gumam Fin menyatakan kerumitan dimatanya.

“Sudahlah, lebih baik tidak terlalu memperdulikannya. Bukankah sudah bagus dia ingin berubah menjadi lebih baik lagi?” ucap Fin lalu berjalan masuk kedalam kamar apartemen milik Zen.

...| (❁❁) |...

...•...

...•...

...•...

Maaf jika ada typo yang tidak menyenangkan.

Jangan lupa Like, Vote, Komen nya ya Reader~San o(〃^▽^〃)o

Instagram : lmnr_vv

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!