NovelToon NovelToon

Merubah Takdir Si Antagonis

Pindah Dunia

Flora Hadinata, seorang CEO dari sebuah perusahaan kosmetik terkemuka di Indonesia. Dengan kecerdasannya, ia mampu membawa perusahaan kosmetik warisan dari keluarganya semakin maju. Padahal Flo baru saja menjabat sebagai CEO kurang dari satu tahun. Namun, kehebatannya sudah diakui.

Siang itu, Flo tengah bersantai di dalam kamarnya. Merasa bosan dengan tumpukan pekerjaan yang tak ada habisnya, Flo memutuskan istirahat sejenak.

Gadis itu menutup laman pekerjaannya dan mengklik salah satu aplikasi novel online yang pernah ia download. Mencari judul novel yang sekiranya menarik untuk dibaca.

"Ayo, kita lihat. Adakah yang menarik? Sudah lama juga gak baca novel online," monolognya.

Setelah men-scroll tetikus, sampailah ia pada satu novel yang menarik hatinya. Ia meng-klik dan mulai menggulir novel tersebut.

"Ini aja. Kayanya bagus." Kembali, Flo bermonolog.

Gadis itu mulai membaca baris demi baris, bahkan bab demi bab. Flo terlihat mulai kesal membaca setiap kata yang tertulis dalam novel tersebut. Membuatnya ingin meremas sang tokoh antagonis wanita.

"Ah, emangnya tokoh cowok di novel ini cuma si Farel ini, apa ya? Malu-maluin kaum cewek aja," gerutunya.

Flo terus membacanya hingga tanpa sadar, ia sampai pada bab, dimana tokoh bernama Karen, sang antagonis, memutuskan bunuh diri. Yang membuatnya semakin kesal, pria yang dikejar Karen terlibat dalam hal ini. Flo terus menggerutu, saat mendapati novel yang dibacanya telah tamat.

Tokoh Farel dan tokoh Gisel, kini telah hidup bahagia. Kematian sang antagonis pun terlupakan. Menyisakan pedih bagi Astrid sang bunda dari Karen.

"Kasihan bundanya. Karen saja yang bodoh. Ngapain ngejar cowok sampe getol begitu! Ah, bikin aku kesel aja. Meskipun Karen juga jahat, dia gak bikin si Gisel mati, kan?"

Flo terus saja menggerutu panjang lebar. Seakan dirinya tidak terima dengan akhir kisah novel itu. Ia baru berhenti mengomel, saat pintu kamarnya diketuk.

"Masuk," ucap Flo.

"Makan dulu, Sayang," ajak ibunya.

Flo menatap jam yang ada di atas nakas. Ia baru menyadari, jika dirinya terlalu larut membaca novel online tersebut. Tidak terasa, empat jam sudah ia habiskan untuk menyelesaikan novel itu.

"Iya, Ma, bentar." Flo mengutak-atik laptop dan menutupnya.

"Flo mandi dulu, ya," ucapnya.

"Ok. Mama tunggu di meja makan, ya." Flo mengangguk.

Pintu tertutup, dan Flo segera membersihkan dirinya.

***

Kini, Flo menuju meja makan. Kedua orang tuanya sudah di sana dan tengah menikmati makan malam. Flo duduk di depan ibunya.

"Tumben, kamu seharian di kamar? Gak jalan sama Adri?" tanya papanya.

"Mas Adri lagi ada perjalanan bisnis, Pa," jawabnya.

"Kenapa gak bilang sama mama? Kita kan bisa shopping, atau cuci mata di mall," ucap ibunya.

"Kerjaan Flo lagi banyak, Ma. Mana kepikiran buat jalan-jalan," jawab Flo.

Flo menuangkan nasi, lauk serta sayur-sayuran ke atas piringnya. Setelah menggerutu tadi, ia merasa energinya menghilang.

"Itu gak kebanyakan, Nak? Gak biasanya kamu makan sebanyak itu?" tanya ibunya.

Wanita paruh baya itu heran melihat Flo makan dalam jumlah dua kali dari biasanya. Flo menggeleng sebagai jawaban.

"Flo butuh energi. Capek habis marah-marah," terangnya.

"Marah-marah sama siapa?" tanya ayahnya. Dahi pria paruh baya itu sampai berkerut dalam mendengar pernyataan dari putri tercintanya.

"Sama tokoh novel," ucapnya ketus.

Flo bahkan menyuap nasi ke dalam mulut dengan wajah yang terlihat dongkol. Papa dan mamanya bertukar pandang. Tak lama, keduanya terkekeh.

"Mama kira, sama siapa? Tokoh novel." Flo mencebikkan bibirnya.

"Papa juga kaget. Kirain, ada yang buat kamu kesal di rumah, hampir papa pecat," canda papanya.

Flo menyengir. Ia merasa bersalah, karena rasa kesalnya terbawa hingga ke depan keluarganya.

"Oh, iya, kapan Adri akan melamar kamu?" Flo mengendikkan bahunya.

"Gak tahu, Pa. Flo juga masih muda. Jadi, belum terpikirkan," jawabnya.

"Usia dua puluh lima itu, sudah pas untuk menikah, Sayang," tambah ibunya.

"Flo gak tahu, Ma. Flo juga gak mau maksa mas Adri untuk menikah secepatnya. Kalau kami berjodoh, kami pasti akan bersatu. Simpel kan," jelas Flo.

Papa dan mama Flo menghela napas lelah. Setiap kali pembahasan ini berlanjut, Flo selalu menjawab seperti itu.

"Flo mau lanjutin pekerjaan yang tertunda dulu." Gadis itu bangkit berdiri dan menuju kamarnya. Makanan dalam piring gadis itu, telah berpindah sepenuhnya ke dalam perut

Alan dan Dina, ayah dan ibu Flo, hanya menatap punggung putri semata wayang mereka hingga menghilang.

***

Flo kembali melanjutkan sisa pekerjaannya. Seperti biasa, Flo akan melupakan waktu saat bekerja. Terlalu larut dalam tumpukan pekerjaan yang tak pernah ada habisnya.

Waktu menunjukkan tepat pukul dua belas malam, saat Flo menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia melemaskan ototnya yang sejak tadi terasa kaku.

Setelah menggosok gigi, ia naik ke ranjang yang empuk. Matanya tak langsung terpejam. Entah mengapa, ia kembali terbayang dengan isi novel yang dibacanya sore tadi.

"Harusnya, Karen itu udah tahu kalau Farel gak suka sama dia. Kenapa juga dia fitnah si Gisel? Sampe menjebak Gisel lagi? Wajar sih, dia jadi dendam sama Karen. Secara, harga diri dia dipertaruhkan." Flo bermonolog dengan dirinya sendiri.

Lambat laun, matanya terasa berat. "Ngapain juga, aku mikirin novel itu. Toh, ceritanya udah tamat. Dengan akhir, si Karen meninggal bunuh diri akibat ulah si Gisel yang membongkar aibnya. Hah, tidur aja deh."

Flo pun memejamkan matanya. Berharap mimpi indah akan menghampiri. Beberapa detik kemudian, ia kembali membuka matanya.

"Mas Adri kok gak ada kabar ya," gumamnya.

Flo mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Tidak ada notifikasi apapun di sana. "Sibuk kali," ucapnya acuh.

Flo kembali meletakkan ponselnya dan memejamkan mata. Tak butuh waktu lama, ia pun terbuai dalam mimpinya.

***

Pagi hari, Flo bangun dengan tubuh yang segar. Ia membuka matanya perlahan dan menatap jam di atas nakas. Ia melihat sekeliling dan merasa ada yang aneh. Gadis itu tidak mengenal kamar itu.

"Ini kamar siapa?" gumamnya.

Ia bangun dari ranjang dan melihat pakaian yang digunakan. Kembali, dahinya berkerut saat mendapati hal ini.

"Aku gak pake baju ini semalam. Aku ada dimana? Apa aku diculik? Gak mungkin. Rumah papa itu aman. Bodyguard dimana-mana. Siapa yang berani masuk kamar ku dan menculik aku?"

Pertanyaan demi pertanyaan bergulir cepat dalam benak Flo. Gadis itu menoleh pada cermin yang ada di meja rias.

Seketika ia membelalakkan matanya. Ia berusaha menggali ingatannya. Saat itu, yang ada dalam ingatannya adalah si tokoh Karen.

"Dia kan visualisasinya si Karen! Apa aku ada di dunia novel?" pekiknya tertahan.

Flo terkejut mendapati dirinya berada di dunia novel. Ia bahkan tidak mengerti, bagaimana bisa dia terjebak di dunia fiksi tersebut.

"Kok aku bisa ada di sini ya? Aku coba tidur lagi deh." Flo kembali merebahkan dirinya ke atas ranjang.

Gadis itu mulai memejamkan matanya. Berharap ia bisa kembali ke tubuhnya sendri. Baru beberapa menit ia terpejam, ia harus terbangun karena teriakan dari Astrid, ibunda Karen dalam novel.

"Karen!" pekiknya dari luar kamar.

***

Hai semua.... jangan lupa favoritkan, like, komen, vote dan hadiahnya ya. terimakasih semuanya😘

Langkah Awal

Flo berjalan gontai dan membukakan pintu kamar Karen. Ia melihat wajah ibu Karen yang terlihat penyayang. Ia ingat, wanita ini yang paling merasa sedih, saat mengetahui Karen bunuh diri.

Ia ingin menuntut keadilan. Namun, pada siapa ia harus menuntut? Pada Farel? Itu tidak mungkin. Farel hanya meminta Karen pergi dan tidak muncul lagi di hadapannya. Pria itu merasa jijik pada Karen.

"Karen!" Astrid menjewer telinga Karen kencang.

"Sakit, Bun," ucap Karen manja.

Flo tersentak. Sifat alami Karen muncul begitu saja. Tidak masalah, toh ini ibunya sendiri, gumamnya.

"Mandi cepat sudah siang!" perintah Astrid.

Flo terdiam di tempatnya. Apa aku harus menerima takdir terjebak di tubuh si Karen ini? Astaga, jeritnya dalam hati.

"Hei, kenapa bengong. Cepat mandi," ucap Astrid.

"Iya, Bun," jawabnya cepat.

Flo segera mengunci pintu kamarnya dan berjalan mondar mandir. Ia akan memikirkan cara untuk kembali ke dunianya sendiri.

"Apa yang harus ku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri.

Senyum Flo terbit. "Aku akan memikirkan kehidupan nyataku. Mungkin saja aku akan kembali." 

Flo mulai mencoba memikirkan kedua orang tua, kekasih, pekerjaan, sahabat, bahkan semua yang berhubungan dengan dirinya. Tidak satupun terlewat.

Putus asa. Itulah yang Flo alami saat ini. "Ah, sial," pekik Flo. Ia memejamkan matanya, menghalau rasa frustasi itu.

***

Gadis itu menghela nafas kasar. Sudah satu minggu ini Flo mencoba untuk keluar dari tubuh Karen. Namun, tidak satupun yang berhasil.

"Sepertinya aku harus menolongnya. Argh." Flo mengacak-acak rambutnya.

Suara pintu mengalihkan perhatiannya. Ia mendekati pintu dan membuka pintu tersebut. Senyum manis Astrid, ibunda Karen, menyambutnya.

"Bunda, mau kemana?" tanya Flo.

"Bunda mau ke toko dulu ya, Sayang," jawabnya.

Toko? Ah, iya. Bundanya Karen kan punya toko kue, serunya dalam hati. "Oke, Bun." Flo mengacungkan ibu jarinya. 

Astrid pun berlalu meninggalkan Karen. Flo menghela napas kasar dan menutup pintu kembali. Gadis itu kembali bercermin dan menatap wajah Karen.

"Beberapa hari ini, aku tidak terlalu memperhatikan wajah Karen. Ternyata dia cantik. Gisel bahkan kalah cantik darinya. Sayang, sifatmu terlalu kekanakan. Mana ada pria yang mau denganmu." Flo berbicara dengan pantulan Karen dari cermin.

Setelah puas mengamati Karen, Flo mulai beranjak menuju lemari pakaian. Beruntung, seminggu ini, ia dalam masa liburan semester hingga dirinya tak perlu menggunakan pakaian Karen yang begitu mini dan memamerkan lekuk tubuhnya. Belum lagi, kosmetik berlebihan yang Karen miliki.

Sejak Flo menguasai tubuh Karen, jiwa asli Karen tak pernah muncul ke permukaan, kecuali disaat genting. Flo mulai menyortir kosmetik dan pakaian yang Karen punya.

"Kamu tuh masih muda. Jangan gunakan make up berlebih seperti ini. Kulitmu bisa rusak nanti. Ini lagi, pakaianmu kenapa seksi begini sih?" Flo mendengus kesal.

Setelah menyortir pakaian milik Karen, lemari itu terlihat lebih lowong. Meja riasnya pun terlihat lebih luas. Flo tersenyum senang.

"Oke. Ini lebih baik." Flo menghela napas kasar.

Ia mulai bersiap untuk pergi ke kampus tempat Karen menimba ilmu. Ia akan merubah Karen. Merubah sifat antagonis dan juga takdir gadis ini.

"Kamu itu pintar mendesain kan? Ayo, aku bantu menyalurkan bakatmu itu. Sekarang, waktunya kamu kuliah," ucap Flo pada bayangan Karen di cermin. Ia mengenakan celana jeans dan kaos yang masih terbilang rapi.

Flo kini berada di kampus. Ia berusaha mengingat kejadian yang mungkin akan terjadi setelah ini. Pasalnya, ia tidak tahu, kini berada di bab mana dari novel itu.

Ini bagian yang mana ya? gumamnya.

Saat masih berpikir, matanya menangkap pemandangan dua sejoli yang berjalan mesra. Mereka bergandengan tangan dan tak mempedulikan mata yang menatap mereka. Seketika, ada amarah yang menggelegak dalam dada Flo.

Tunggu! Ini adalah bab dimana Karen akan menjebak Gisel. Dia akan membuat Farel dan Gisel berpisah. Flo, ini saatnya kita rubah dia.

Flo yang ada di tubuh Karen pun bertekad. Ia akan mencoba melawan sifat Karen yang masih ada di diri Karen sendiri.

Karen pun berjalan ke arah dua sejoli itu. Banyak pasang mata yang mulai memperhatikan langkah Karen.

Mereka tahu siapa Karen. Gadis yang selalu mengekori Farel kemanapun pria itu pergi. Tak peduli dengan Gisel, yang notabene kekasihnya.

Menurut mereka, Karen adalah gadis paling tidak tahu malu yang pernah ada. Dia selalu bergelayut manja pada Farel dan selalu seenaknya.

Tak sampai di situ, Karen juga selalu membuat gadis yang menaruh hati pada Farel menjauh. Hanya Gisel yang berhasil mendekati pria itu dan menjadi kekasihnya.

Langkah Karen semakin mendekat dengan pasangan itu. Mereka seakan menarik napas dalam saat menunggu adegan yang akan terjadi.

"Selamat pagi," sapanya pada pasangan itu.

Senyum Karen mengembang sangat manis. Setelahnya, ia berlalu begitu saja meninggalkan kedua sejoli itu. Semua mata terkejut melihat perubahan sikap Karen itu. Flo melangkah acuh dan tak memperdulikan sekitarnya. Ini, adalah diri Flo yang sebenarnya.

Farel dan Gisel bahkan saling bertukar pandang. Gisel pun tersenyum manis melihat perubahan Karen.

"Sepertinya Karen sudah berubah," ucapnya lembut.

"Kau benar. Baguslah jika dia tak lagi menggangguku," timpal farel.

Pria itu kembali menggenggam jemari Gisel. Mereka menuju kelas yang sama dengan Karen.

***

Di dalam kelas, Flo memilih kursi yang ada di tengah. Ia tahu, gadis bernama Karen ini akan selalu berada di samping Farel dan mengusik pria itu.

Kali ini, Flo akan membuat perbedaan besar dalam diri Karen. Dia akan membuat Karen menjadi pribadi yang lebih menyenangkan. Mungkin, seperti dirinya.

Jangan malas. Kau tau tidak, jika pria yang kau kejar itu tidak menyukaimu? Jangan gantungkan hidupmu pada orang lain. Lihat bundamu saja.

Flo bicara pada Karen yang tubuhnya ia masuki. Farel dan Gisel pun duduk di bangku paling atas. Kali ini, bisik-bisik mulai terdengar. Seisi kelas melihat hal berbeda dari Karen. Tidak pernah mereka membayangkan jika Karen akan berubah.

Dosen masuk, dan memulai pelajaran. Membuat mereka segera terdiam. Karen yang pada dasarnya malas belajar, di paksa berpikir oleh jiwa Flo. Gadis itu kini terlihat memperhatikan setiap pelajaran dengan seksama. Hal itu membuat Farel sedikit bingung. Cepat-cepat pria itu mengalihkan pikirannya. 

***

Jam pelajaran pun usai. Karen membereskan bukunya dan bersiap menuju kantin. Perutnya terasa lapar setelah belajar.

Jadi ingat masa kuliah. Flo tertawa dalam hati.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke kantin. Mengedarkan pandangan dan tak menemukan tempat kosong.

Penuh, ya, gumamnya.

"Karen," panggil seseorang.

Flo menoleh dan melihat Gisel yang melambai. Gadis itu memintanya untuk duduk dengan dia dan Farel. Flo menggigit bibirnya. Sedetik kemudian, ia melangkah mendekati mereka. Ia mengambil posisi di depan Farel. Pria itu tersenyum menatap Karen. Flo mengangguk kecil dan tersenyum tipis.

"Mau makan apa?" tanya Farel pada Gisel.

"Aku pesan pasta saja," jawab Gisel. Sementara Flo tak menjawab.

Farel mengangguk. Pria itu berjalan ke arah stan yang menyediakan pasta. Flo pun beralih menatap setiap stan yang ada. Mencari menu yang mungkin akan menarik hatinya. Pandangan Flo tertuju pada satu stan yang menarik hatinya.

Hah, rupanya aku bisa tergugah juga. Udah lama gak makan siomay. Siapa tahu, rasanya sama dengan kampusku dulu.

Membantu Bunda

"Aku pesan makan dulu, ya," ucap Flo.

"Loh, biasanya kamu selalu sama dengan menu yang Farel makan 'kan? Itu, Farel sudah pesan." Gisel menunjuk ke arah Farel.

Flo tersenyum kecut. "Aku bosan. Mau makan yang lain." Ia segera berlalu dari depan Gisel.

Gisel melongo mendengar jawaban Karen tadi. Memperhatikan gadis itu hingga sampai di stan yang Karen maksud. Ia sampai tak sadar jika Farel sudah duduk di sampingnya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Farel.

Gisel terkejut. "Gak apa kok," jawabnya. "Aku cuma heran aja. Kenapa Karen bisa beda, ya?" tanya Gisel heran.

"Beda gimana?" tanya Farel seraya menikmati soto dengan nasi di piringnya.

"Kamu makan dong." Farel mendorong piring berisi pasta yang tadi Gisel minta.

Tak lama, Flo kembali dan duduk di depan pasangan itu. Farel melongo menatap piring milik Flo.

"Mau?" tanyanya saat melihat Gisel dan Farel menatap piringnya.

Farel dan Gisel menggeleng bersamaan. Mereka heran melihat Karen yang tak pernah menyentuh makan bersaus kacang itu.

Mata Flo beralih pada arah lain. "Itu untukku?" tanya Flo saat melihat mangkuk berisi soto di depannya.

Farel mengangguk. Flo menarik mangkuk itu ke dekatnya. Segera gadis itu menghabiskan siomay yang dibeli tadi. Setelah itu, melanjutkan makan dengan menghabiskan soto.

Farel dan Gisel semakin melongo melihat napsu makan Karen yang jauh berbeda. Biasanya, soto satu mangkok pun, Karen tidak akan mampu menghabiskan sendiri.

"Kamu, kesambet apa?" Pertanyaan itu akhirnya lolos dari mulut Farel.

Flo menoleh pada pria di depannya. "Kesambet?" Flo mengulang ucapan Farel.

Farel menganggukkan kepala. Flo ingin tertawa mendengar ucapan pria itu. Namun, ia menahannya.

"Gak ada. Aku baik-baik aja kok. Aku tuh laper, abis belajar tadi," terang Flo seraya menghabiskan soto di mangkok nya.

Flo menenggak air putih dari botol hingga tandas. Setelah itu, ia membereskan barang bawaannya.

"Oh, iya. Ini uang sotonya. Terima kasih ya," ucapnya seraya berdiri.

Flo meninggalkan kantin dan masuk ke kelas berikutnya. Farel dan Gisel tak bisa menyembunyikan keterkejutannya lagi. Tidak hanya mereka berdua. Seisi kampus pun mulai tertarik dengan perubahan Karen.

Cara berpakaian Karen yang berbeda, sikap gadis itu, dan bahkan tutur katanya yang tak lagi kasar. Sampai kelas berakhir, Farel dan Gisel terus memperhatikan Karen. Sementara Karen sendiri, tak memperdulikan pandangan orang lain.

Karen baru akan kembali ke rumah, saat ponselnya berdering. Ia segera mengambil ponsel dan menjawab panggilan itu. Rupanya, sang ibu yang menghubunginya. Wanita paruh baya itu meminta Karen datang ke toko sebentar.

"Oke, sebentar lagi Karen sampai." Flo pun memutuskan panggilan tersebut.

Seorang pria tersenyum menatapnya. Flo mengernyitkan dahi melihatnya. Mencoba mengingat tokoh itu. Sesaat kemudian, ia ingat, jika pria itu bernama Aris. Pria yang membantu sekaligus mengkhianati Karen.

"Lo, sekarang beda, ya," ucap Aris padanya.

Sebelah alis Flo terangkat tinggi. Gadis itu tak ingin menanggapi ucapan Aris, hingga ia berlalu begitu saja. Aris mengikuti langkahnya. Flo merasa risih dan berbalik. Gadis itu menatap Aris sengit.

"Apa mau, lo?" tanya Flo.

"Bantu gue dapetin Gisel," jawabnya.

Flo menatap Aris. Ia tahu, pria di depannya ini menyukai Gisel. Namun, Gisel lebih memilih Farel dibandingkan dirinya. Flo pun menghela napas kasar.

"Sorry, gue gak bisa bantu, lo," jawab Flo terus terang. Gadis itu mulai berbalik dan hendak meninggalkan Aris di sana. Namun, Aris kembali menginterupsinya.

"Kenapa? Bukannya lo suka sama Farel?" Flo kembali berhenti.

"Tapi, gue gak berniat merebut Farel dari Gisel. Permisi!" Flo segera melangkahkan kakinya cepat.

Satu lagi hal yang berubah dari diri Karen. Tak lagi mengejar Farel seperti dulu. Gadis itu, kini memilih fokus pada pendidikannya.

***

Flo tiba di toko kue milik Astrid, ibunda Karen. Ia ingat, sepanjang ia membaca novel ini, Karen tidak pernah menginjakkan kakinya ke toko.

Gadis itu mendorong pintu masuk dan menatap sekeliling. Seorang pelayan menghampiri dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu?" Flo tersenyum padanya.

"Saya putrinya ibu Astrid. Bunda saya ada?" tanyanya sopan.

"Ah, Mbak Karen, ya. Silahkan duduk, saya panggil ibu dulu," ucap pelayan itu.

Karen tersenyum dan mengangguk. Ia mendudukkan bokongnya di sofa. Matanya terus melihat ruangan yang tidak terlalu besar itu. Tak lama, bundanya muncul dari arah dapur.

Flo berdiri dan memeluk wanita itu. Kemudian, ia mengecup pipi wanita yang notabene adalah ibu dari Karen. Astrid tertegun. Entah kapan terakhir kali ia merasakan pelukan serta ciuman hangat dari putrinya ini.

"Loh, Bunda, kok nangis?" tanyanya bingung.

Astrid segera menghapus bulir bening yang jatuh tanpa aba-aba itu. "Bunda gak apa kok, Sayang. Bunda kaget aja, udah lama putri bunda gak meluk atau cium bunda."

Flo tersenyum. Sebenarnya, itu karena aku kangen mama dan papa. "Setelah ini, Karen akan selalu peluk dan cium pipi bunda." Flo kembali memeluk Astrid.

Beberapa saat, suasana berubah haru. Kemudian, Astrid teringat akan tujuannya meminta sang putri datang. Astrid segera mengambil kotak yang sudah ada di etalase dan memberikannya pada Karen.

"Ini, tolong bunda bagikan brosur, ya," ucap Astrid.

Flo menatap brosur yang Astrid berikan. Ia mengernyitkan dahi melihatnya. Bukan karena tidak ingin membantu, melainkan brosur itu terlihat sangat buruk.

"Bunda, buat sendiri?" tanya Flo.

"Tidak, bunda pesan pada orang," jawab Astrid.

Flo menghela napas pelan. "Biar Karen ubah. Lain kali, bunda minta tolong Karen saja, ya." Flo mengeluarkan laptop yang dibawanya. Ia duduk di sofa dan mulai menyalakan laptop itu.

"Kamu 'kan selalu menolak kalau bunda minta tolong," ucap Astrid.

Ah, iya, itu benar. Dasar gadis bodoh. "Sekarang akan Karen bantu." Flo tersenyum pada Astrid.

Ia pun mulai mendesain sebuah brosur yang cukup menarik. Apalagi, bakat Karen yang memang ada, membuat Flo dengan leluasa menggunakannya. Tidak butuh waktu lama, Flo sudah menyelesaikannya.

"Gimana, Bun?" tanya Flo saat Astrid mengantarkan minuman.

Astrid terkejut melihat hasil desain dari putrinya itu. Ia tersenyum lebar dan mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Oh, iya, Bun. Setelah toko tutup nanti, kita ubah semua posisi etalase ini ya," ajak Flo.

"Memang ada yang salah dengan posisi ini?" Flo tersenyum.

"Biar terasa lebih luas saja," jawabnya.

"Bunda setuju." Keduanya tersenyum bahagia.

Astrid sangat senang dengan perubahan putrinya. Ia tak menyangka, Karen tak lagi bersikap kasar dan manja. Dalam hati ia berdoa, semoga Karen terus bersikap seperti sekarang.

Saat toko tutup, mereka mulai membenahinya. Hampir dua jam, waktu yang mereka butuhkan untuk mengubah dan mendekorasi toko ini. Saat selesai, tidak hanya Astrid yang tercengang, para karyawan pun terkejut melihat hasilnya.

"Wah, toko kita jadi terlihat lebih luas dan elegan." Ini adalah ucapan salah satu karyawan toko.

"Terima kasih, ya, Nak." Astrid memeluk Karen.

"Sama-sama, Bun."

Keesokkan harinya, Flo pergi ke percetakan. Ia berniat untuk mencetak brosur yang sudah ia desain. Saat itulah ia melihat Farel. Flo berusaha untuk mengacuhkan pria itu.

"Karen," sapa Farel.

Flo hanya tersenyum pada pria itu. Gadis itu segera mendekati seorang karyawan percetakan. Ia meminta mereka mencetak brosur serta banner yang telah didesainnya.

Saat itulah Farel melihat desain yang Karen bawa. "Ini, siapa yang buat?" tanya Farel.

"Aku, kenapa?" Flo balik bertanya.

Farel hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka, jika Karen memiliki bakat dalam mendesain. Selama ini, Karen terlihat hanya mengikuti dan terfokus pada dirinya.

Jujur saja, farel merasa ada yang hilang, saat Karen tak lagi mengganggunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!