NovelToon NovelToon

Pesan Mama Mengubah Hidup Gadis Berkaki Kecil Sebelah

Episode 1. Penghinaan menjadi penyemangat

Penghinaan yang dihadapi oleh seorang gadis cantik berkaki kecil sebelah, akibat penyakit folio yang diderita, menjadi penyemangat hidup.

Gadis itu bernama Secilia, nama panggilan Lia. Dia hidup dengan seorang ayah. Ibunya telah meninggal dunia, ketika dia masih duduk di sekolah menengah pertama, akibat lumpuh. Ayah sakit sejak ditinggal istrinya. Maka, Lia harus merawat dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Ketika ayah masih sehat, dia mampu menyekolahkan dia, sampai tamat SMA dan biaya mengikuti pelatihan komputer, manajemen serta biaya pengobatan istrinya. tetapi sekarang, keadaan telah mengubah hidup mereka. Mereka butuh biaya untuk bertahan hidup dan dia belum mendapat pekerjaan.

Modal ijazah dan sertifikat pelatihan kerja, dia

melamar pekerjaan di beberapa perusahaan,

toko, jasa pengiriman, dan sebagainya. Dia melamar lewat email, karena cacat, dia selalu gagal pada saat wawancara. Setiap ada lowongan pekerjaan “sehat jasmani rohani” menjadi persyaratan utama. Dia mendaftar ke kantor penampung pembantu rumah tangga, tetapi dia tidak dipanggil alasan pihak penampung, tidak ada orang yang butuh pembantu rumah tangga yang cacat. Dia merasa tidak ada harapan lagi untuk mendapat pekerjaan.

Sore itu, ketika dia sedang berjalan di sebuah Mal dan lewat tempat bermain anak anak, ada anak gadis kecil berlari lari dengan teman temannya, salah satu diantara mereka mendekati dia.

“Kakak, kakinya kena apa? Habis jatuh ya?”

“Iya, sayang. Maka kamu jangan berlari lari, nanti seperti kakak lo." Teman yang lain ikut mendekati.

“Kaki robot ya, Kakak?” tanya anak itu, sambil menyelidik alat penyangga kaki terbuat dari besi ringan yang dikenakan.

Setelah itu mereka berhamburan pergi.

Kemudian dia berpapasan dengan dua pria salah satu diantara mereka berkata, "Cantik cantik tapi pincang, ” pria yang lain tersenyum. Walaupun pria itu berbicara pelan, tetapi Lia mendengar dan dia idak peduli

Dia menuju ke sudut ruangan tempat orang menjual kue. Dia membeli kue untuk ayah, menunggu penjual mengemas kue yang di beli dan kebetulan antre. Di balik ruang kaca di sebelah tempat duduknya, ada beberapa pria sedang makan bersama dan mereka membicarakan dia. Samar samar terdengar pembicaraan mereka.

“Lihat gadis itu, cantik sekali."

“Rambutnya indah." Mereka memuji kecantikan Lia.

“Lihat saja kalau nanti dia berjalan”, kata yang lain.

“Kakinya kecil sebelah, " lanjutnya.

“Ah. Kaki tidak penting. Justru dia dijamin masih perawan."

“Ha, kamu. Dasar otak mesum."

Selanjutnya, Lia tidak mendengar celoteh mereka. Dia mengambil kue yang dipesan dan pergi. Beberapa dari mereka berdiri, melihat Lia dan tertawa.

Sejak dia masih kecil sampai remaja peristiwa serupa dengan peristiwa sore itu sering dialami. Sekarang, keadaan yang menekan sehingga dia melupakan cacat yang diderita. Dia tidak peduli lagi cercaan, dan penghinaan. Apalagi dia telah tumbuh menjadi gadis remaja maka menyesali cacat yang diderita merupakan masa lalu. Pengalaman hidup memberikan pelajaran untun menepis putus asa, mencintai kekurangan dan bersyukur kelebihan.

Hari itu, dia tinggal di rumah. Sebuah rumah petak kecil sisa dari sebagian besar yang telah dijual.

“Lia." Dia berhenti. Kemudian masuk ke kamar ayahnya.

“Apakah kamu tidak melamar pekerjaan di perusahaan alat kecantikan medis, Chandra Beauty Medical?"

“Nanti kalau ada lowongan, saya akan melamar Ayah, " Lia berbohong pada ayah. Sebenarnya, CBM telah membuka lowongan kerja.

"Karena aku mantan sopir pribadi Nyonya pemilik perusahaan, mudah mudahan kamu akan diterima walaupun kamu cacat.”

“Ya."

Lia hanya pura pura setuju dengan perkataan ayahnya. Walaupun dia sadar bahwa sehat jasmani dan rohani adalah persyaratan utama pada lowongan kerja, Tetapi itidak setuju pada pendapat ayahnya. Dia paling tidak suka menggantungkan diri pada orang lain atau mengandalkan

Seandainya perusahaan peduli dan menghargai jasa ayah, seharusnya perusahaan  memberi kompensasi, tetapi kenyataannya pihak perusahaan menjenguk belum pernah. Pengalaman seperti ini menguatkan dia untuk mandiri dan menerima segala keadaan seperti apa adanya.

Keadaan, mengajarkan tentang hidup mandiri, apalagi setelah menginjak remaja dan ayahnya sebagai penyangga hidup, tidak berdaya lagi. Dia mau tidak mau, suka tidak suka harus berjuang untuk mempertahankan hidup.

“Usaha cucianmu bagaimana?”

“Ya, masih jalan ayah, " dia berbohong lagi.

Usaha cucian mereka diri hari ke hari berkurang pelanggan, kalah dengan yang lain. Pengusaha cucian menggunakan alat yang lebih baik, lebih canggih, hasilnya lebih bersih, pengerjaan lebih cepat. Sedangkan peralatan dia sederhana dan kuno, peralatan ini pun diperoleh dari pinjaman koperasi perusahaan ketika ayahnya masih bekerja.

“Silakan, ayah istirahat, " ucapnya sambil membenahi selimut ayahnya yang turun.

Dia berbohong kepada ayahnya, agar dia tidak terbebani masalah yang akan menambah sakit.

Merenungi dan menyesali takdir itu suatu tindakan yang sia sia dan sudah berlalu. Sekian lama, dia telah berbenah diri untuk bangkit menyambut masa depan dan mengubah hidup.

“Lia." Tiba tiba, Shinta datang.

“Hai. Kamu bawa apa?"

“Berkas untuk melamar pekerjaan di CBM, punya kamu mana? aku fotocopi sekalian."

“Ah. Tidak. Kamu tahu, bukan? CBM adalah perusahaan terbesar di kota ini, cabang perusahaan ada di berbagai kota. Saya kira seleksi sangat ketat."

“Tetapi tidak rugi kita mencoba."

“Kamu tahu, bukan? Berulang kali saya melamar tetapi hasilnya nol."

“Ya. Belum beruntung. Tapi, siapa tahu kamu untung di CBM."

“Coba kamu baca lagi brosur”, Lia menunjukkan brosur lowongan kerja kepada Shinta.

“Nomor yang ke empat, sehat jasmani dan rohani. Ini sama dengan kalah dulu sebelum perang, seperti yang sudah sudah.”

“Ayo. Jangan menyerah, spekulasi, boleh kan?”

“Bukan coba coba, tapi bunuh diri namanya."

“Jangan pesimis, kita harus optimis pasti bisa."

“Tetapi, aral itu jelas melintang di depan mata, aku cacat, jasmani tidak sehat. Oh,...apakah orang cacat semacam aku tidak ada tempat untuk bekerja?” Lia terbawa oleh perasaan.

Sejenak Shinta berpikir untuk memberi semangat agar dia tidak terlalu terbawa oleh

perasaan.

Shinta gadis cantik, ibunya telah meninggal dunia ketika melahirkan dia dan ditinggal pergi ayahnya sebelum dia lahir. Dia hidup dengan nenek. Neneknya berjualan bubur untuk menyambung hidup mereka. Lia dan Shinta rumahnya bersebelahan. Sehingga setiap hari mereka sering bersama dalam suka maupun duka. Mereka berdua hidup kekurangan. Tetapi dengan hidup sederhana ini, menjadi tumpuan mereka meraih sukses.

Shinta sebagai sahabat memberi dorongan semangat kepada Lia dengan caranya. Walaupun dia sendiri hidup susah.

“Kamu menyandang cacat, siapa yang

memberi?”

“Yang memberi ku hidup, Tuhan."

“Bagus. Kamu mengenakan pakaian yang tidak mengenakan, Tuhan juga yang memilih, bukan?”

“Ya,...kalau aku boleh memilih tentu saja tidak seperti ini."

“Nah, kalau Tuhan telah memilih kamu, pasti Tuhan mempunyai rencana yang indah pada waktunya. Hanya waktu yang tahu. Maka percayalah, berusaha, berdoa dan selalu bersyukur."

“Bersyukur atas kekurangan?"

"Bukan, tetapi bersyukur atas kelebihanmu dan mencintai kekuranganmu."

”Shinta,....melakukan itu tak semudah yang kau katakan."

“Maka, bertumpu di tempat yang lapang, agar kamu dapat memandang lebih luas, melihat kelebihanmu. Kau berwajah cantik, berkulit putih bersih, tinggi semampai, rambutmu, indah dan kau cerdas, kamu harus bersyukur. Masih banyak orang-orang di luar sana yang kekurangan melebihi kamu."

Lia diam, dia merenungkan kata kata Shinta. Dia menyadari kesalahan cara pandang terhadap dirinya sendiri.

“Sebagai sahabat, aku ingin kita selalu bersama dan berbenah diri untuk menyambut masa depan yang lebih baik."

Lia merenungkan perkataan itu. Hatinya luluh ketika mengenang persahabatan mereka. Mereka berteman dalam suka maupun duka sejak kecil. Dia tidak ingin mengecewakan. Shinta yang selalu mengingatkan untuk mencintai kekurangan dan bersyukur atas  kelebihan. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengikuti seleksi lowongan pekerjaan itu bersama Shinta.

Ilustrasi Tokoh Lia Secilia

Episode 2. Penghinaan berbuah manis

Lia dan Shinta mengikuti tes wawancara di Perusahaan alat kecantikan medis Chandra Beauty Medical. Selama mereka berdua menunggu panggilan, mereka bergabung dengan peserta lain. Lia menebar senyum penuh pesona memancar dari kecantikan wajahnya. Dia mudah bergaul dengan siapa saja, tidak minder dengan kaki yang kecil sebelah. Walaupun ada sebagian peserta yang berbisik bisik dan memandang sinis, tetapi dia tidak peduli. Dia sering menghadapi hal yang sama.

Shinta antre lebih awal, maka dia dipanggil lebih dahulu. Saat dia masuk ruang tes, Ika, teman sekelas mereka waktu SMA, datang.

“Hai, lama kita tak jumpa, sehat?”

“Sehat, seperti yang kamu lihat."

“Hebat kamu semakin nampak lebih dewasa dan tambah cantik."

“Kamu memang sahabatku yang sejak dahulu selalu memuji dan pujianmu itu sangat berarti bagiku."

“Maksudmu?”

“Aku menjadi semakin percaya diri. Terima kasih."

“Ya, mudah mudahan percaya dirimu tidak berlebihan nanti kamu jadi sombong”

“Enggak lah ya."

Lia dipanggil ke ruang tes wawancara. Dia berdiri dari tempat duduk dibantu oleh Ika. Pada saat Shinta keluar dari ruang tes, dia menghampiri Ika.

Ke sekian kali, Lia menghadapi tes wawancara.

"Secilia Putri, benarkah anda anak Bapak Ranto, sopir yang resign dari perusahaan ini?"

“Anda melamar pekerjaan di sini, atas kemauan sendiri atau kemauan ayah anda?”

“Kemauan saya sendiri.”

“Anda sadar dengan keadaan anda?”

“Sadar."

“Baiklah. Persyaratan utama bagi pelamar adalah sehat jasmani dan rohani dan posisi sales yang dibutuhkan, lalu apa yang dapat anda lakukan?”

“Walaupun kaki saya kecil sebelah, tetapi saya bisa berjalan dan mengendarai motor."

“Bagus perjalanan kerja dapat anda lakukan. Anda lumayan cantik, tetapi harus didukung

penampilan yang lain bukan ?” Lia diam tidak menjawab.

“Kesan pertama pelanggan itu penampilan. Maaf, dengan keadaan anda seperti ini, anda akan memalukan diri anda sendiri dan perusahaan."

Seketika itu, dia merasa seperti dirobek robek hatinya. Ingin menangis tapi air matanya kering sudah, ingin menjerit sudah tidak berdaya. Semua telah terkuras untuk menangisi dan meratapi takdir.

“Saya bisa melakukan penjualan online, Non, " ucap Lia menguatkan hatinya.

“Anda yakin bisa menjaring pelanggan lewat media sosial anda? Lia diam lagi.

“Baiklah.Terpaksa lamaran anda kami tunda dahulu untuk kami pertimbangkan."

“Terima kasih, Non. Permisi."

Ratih mengenal ayahnya Lia, mengetahui kehidupan mereka dan dia telah merampas hak ayah dia. Ratih dipercaya oleh perusahaan mengelola uang pesangon dan kompensasi tiap bulan untuk ayah Lia. Tetapi Ratih telah menyalah gunakan kepercayaan perusahaan. Dia menggunakan kompensasi itu untuk kepentingan pribadi dan pesangon yang diberikan hanya sebagian.

Ratih berbahagia di atas penderitaan ayah Lia. Maka kedatangan Lia di perusahaan alat kecantikan medis CBM sangat mencemaskan dia dan Lia dianggap sebagai batu sandungan.

Selama Ratih menguji wawancara dengan  Lia, Nyonya Ana, manajer perusahaan, mendengar dari di balik pintu tidak ketahuan mereka. Ketika Lia keluar dari ruangan berpapasan dengan Nyonya Anna, dia hanya menundukkan wajah kemudian berlalu. Tetapi Nyonya Ana memperhatikan dia yang berjalan dengan kaki agak berat sebelah karena dibebani alat penyangga. Nyonya Ana memandang dia sampai menghilang. Ada sesuatu yang dipikir.

“Ratih." Dia terkejut karena selagi dia sedang benah benah Nyonya Anna datang secara tiba tiba.

“Ya, Nyonya.”

“Bagaimana hasil wawancaranya?"

“Baik Nyonya saya akan segera lapor."

“Sebelum kamu lapor, tolong panggil gadis

yang bernama Secilia, untuk mengikuti tes kepribadian."

“Maaf nyonya, bukankah dia cacat fisik?”

“Ya,...saya tahu itu."

“Baik Nyonya."

Seandainya dia bukan pemilik perusahaan, ingin menyangkal perintah. Karena pertama bertemu dengan Lia, dia tidak suka kepadanya. Selain menyimpan kejahatan yang telah dia dilakukan terhadap keluarganya, dia iri dengan kecantikan dan iri, ketika melihat cara bergaul Lia dengan para pelamar pekerjaan lain. Lia bercakap cakap dengan teman teman, santun dengan wajah ceria dan senyum di bibir, sehingga menarik perhatian mereka. Semua itu dapat menutup kekurangan dia di mata mereka.

Ratih telah dikuasai oleh rasa takut, iri, sehingga  pikiran jahat mendorong dia melakukan sesuatu untuk menyakiti Lia.

“Bagaimana hasilnya?” tanya Shinta.

“Perusahaan ini belum membutuhkan aku."

“Maksudmu?”

“Aku gagal. Ya, kamu untung. Yuk kita pulang." Shinta tidak menanggapi.

Setelah tes wawancara, Shinta sengaja tidak berkunjung ke rumah Lia, dia takut merusak suasana hati dia. Selain itu, dia mempersiapkan diri untuk mengikuti tes kepribadian pada tahapan berikut.

Sehari kemudian, Lia dipanggil oleh Perusahaan Chandra Beauty Medical juga melalui WA untuk tes kepribadian. Lia tidak percaya dengan semua itu, maka untuk meyakinkan, dia pergi ke rumah Shinta.

“Aku menerima  berita melalui WA dari CBM untuk mengikuti tes kepribadian."

“Benarkah?”

“Ya. Aku kirim ke kamu ya?”

“Tidak usah. Aku sudah punya.“

“Apa rencanamu?”

“Ya, kita persiapkan kesehatan kita, kalau yang lain aku percaya kamu bisa."

“Kamu juga."

“Baiklah, mari kita berjuang berdoa. Karena banyak orang mengatakan bahwa perjuangan itu tidak pernah sia sia dan berdoa untuk menenangkan jiwa."

Pagi itu, mereka berangkat ke Perusahaan CBM mengikuti psikotes. Mereka telah mempersiapkan tes kepribadian dengan baik, maka dapat mengerjakan dengan tepat dan cepat. Hasil mereka sangat memuaskan. Selain cerdas, Lia memiliki kemampuan sosial dan emosional serta komunikasi yang sangat baik. Inilah kelebihan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, juga Shinta. Karena hasil tes tidak diberitahukan kepada peserta tes oleh perusahaan, sehingga mereka tidak tahu tingkat kemampuan yang telah dicapai.

Penguji memberitahukan hasil tes kepada Ratih, sebelum lapor kepala personalia melalui email. Setelah membaca laporan itu, Ratih terkejut melihat hasil tes. Lia berhasil sangat memuaskan, menduduki peringkat tertinggi di antara peserta tes yang lain. Kemudian Ratih menghubungi penguji tes kepribadian.

“Maaf pak, saya mohon nilai peserta nama Secilia, kriteria kelulusan dinaikkan."

“Bagaimana dengan peserta yang lain?”

“Tetap seperti kriteria yang telah anda tentukan."

“Maaf. Kami tidak bisa melakukan karena wewenang kami hanya menyalin hasil peserta tes apa adanya dan melaporkan kepada yang berkepentingan."

“Masalahnya, anak tersebut cacat kaki kecil sebelah."

“Sekali lagi maaf. Bukankah semua itu wewenang anda sebagai pengguna lulusan.

“Baiklah, terima kasih. Nanti saya akan datang ke kantor anda."

“Baik. Kami tunggu."

Ratih terbakar oleh ego dan dia merasa terusik harga dirinya, karena dia bermaksud menolak lamaran Lia. Lia merupakan batu sandungan baginya, maka dia melakukan sesuatu yang licik karena perbuatan sebelumnya membuat dia ketakutan. Tanpa disadari, tertanam duri dalam daging Ratih karena perbuatannya. Betapa sakit nanti setiap saat dia bertemu dengan Lia, duri itu akan terasa  menusuk. Karena kesakitan, dia akan membalas rasa sakit dengan menyakiti Lia.

Episode 3. Lepas dari penghinaan menyambut sanjungan

Lia menjadi di bagian pemasaran di Perusahaan Chandra Beauty Medical. Hari demi hari telah dia bekerja satu tim dengan Shinta. Mereka menikmati pekerjaan itu. mereka berkeliling memasarkan kepada dokter spesial kulit, salon dan perorangan. Selain itu dia juga membangun hubungan  melalui media sosial. Dia termasuk penggiat media sosial. Karenanya, dalam waktu yang singkat mereka dapat mendapat pelanggan paling banyak dibanding dengan tim yang lain. Akhirnya, dalam pekerjaan, dia mampu membujuk  konsumen untuk menggunakan produk perusahaan dan membujuk teman-temannya sesama penjual. Selain itu, Lia belajar dari kisah nyata orang orang cacat yang berhasil, sehingga Lia terlepas dari pengaruh mental dan psikologis yang menghambat perkembangan jiwa.

Saatnya Lia memetik buah penderitaan. Karena keadaan, hari lepas hari dia bergaul dengan penghinaan dan segala macam yang menyakitkan hati kapan pun dan di mana pun, sehingga akrab dengan pergaulan itu, dia telah memahami penderitaan sebagai  sahabat yang setia menemani dia sejak kecil hidup kekurangan secara fisik adalah penyemangat dalam perjuangan hidup. Persepsi yang dia bangun membentuk pola pikir yang dilakukan tidak mudah. Dia didorong oleh sahabat yang simpati kepada dia.

Tidak semudah membalikkan telapak tangan sebuah ungkapan yang sering dipakai kebanyakan orang untuk membandingkan dengan penyelesaian masalah yang sulit. Demikian juga yang dialami Lia. Dia tidak semudah membalikkan telapak tangan menerima keadaan. Dia sering mengumpat, menyalahkan orang tua, kecewa dengan hidup bahkan menyalahkan keadilan Tuhan, putus asa dan ingin mengakhiri hidup. Namun Tuhan berkehendak lain. Tuhan menggunakan Shinta sebagai berkat dalam hidup dia. Shinta mendampingi, menyemangati dan mengasihi sepanjang hari. Sehingga, pelan pelan,  Lia memahami tentang hidup, Dia mengelola kekurangan sebagai kekuatan untuk menggali potensi diri. Dia membaca, mendengarkan dan melihat ungkapan bijak dunia melalui, media sosial, dia tertarik oleh kata kata bijak yang masuk akal dan logis, serta bisa dilakukannya, lalu dia menerapkan dalam kehidupa se hari-hari.

Lia menjadi ketua tim dan ketua sebelumnya pindah ke cabang perusahaan di kota lain.

Pagi itu dia mengadakan pertemuan tim dengan Shinta dan Ika serta karyawan yang lain melanjutkan pekerjaan kemarin.

Pada saat yang sama Ratih mendapat panggilan telepon dari Nyonya Ana. Kemudian Ratih membenahi pakaian sebentar, lalu melangkah menuju ke ruang direksi memenuhi panggilan. “Pasti aku akan dijadikan asisten pribadinya, karena Nyonya butuh seseorang pembantu untuk pekerjaan pribadi. ” Pikir Ratih.

"Maaf Nyonya, ada tugas?” dia berkata dengan sopan dan bersemangat.

“Tolong panggil Lia, sebelum dia berangkat menemui klien."

“Baik Nyonya, permisi."

Ratih, Manajer Penjualan di perusahaaan Chandra Beauty Medical, meninggalkan ruang

direksi dengan kecewa, kemudian dia telepon Lia.

Tidak lama kemudian.

“Nona Ratih me...”

“Oh ya...ayo ke atas ikut saya." Ratih memenggal bicara Lia yang belum selesai.

Lia mengikuti Ratih naik ke lantai dua menuju ke ruang Direksi dan dia bertanya dalam hati “Ada apa ya, saya dihadapkan kepada Nyonya Direksi padahal tidak setiap orang dapat bertemu dan selama saya bekerja di perusahaan ini, saya belum pernah bertemu dengan Nyonya Direksi atau pemilik perusahaan. Paling berpapasan atau melihat ketika Nyonya keluar dan masuk mobil."

“Permisi, Nyonya."

“Ya. Silakan duduk Lia. Ratih, tolong tinggalkan kami berdua."

“Baik, Nyonya."

  

Lia bergulat dengan berbagai pertanyaan dalam pikiran, sedangkan Ratih semakin kecewa, dia kembali ke tempatnya dan memikirkan. “Jangan jangan Lia yang dipromosikan,.....tapi tidak mungkin..... siapa dia? ...Nyonya tidak mengenal dia. Dia hanya seorang gadis kelas bawah dan berpendidikan rendah...cacat pula...ah...tidak mungkin."

Sejenak Nyonya Ana menatap mata Lia dan secara bersamaan Lia melakukan hal yang sama, sehingga mereka beradu pandang, seketika itu juga Lia menundukkan wajah dan Nyonya Ana juga mengalihkan pandang. Se sekali dia melirik, Nyonya Ana masih memandang dia dengan pandangan yang lembut seolah olah ada sebuah harapan yang dipikirkan. Sedangkan Lia masih menundukkan wajah takut, salah tingkah dan tidak sabar. Lalu dia tidak dapat menguasai perasaan, dia memberanikan diri membuka percakapan.

“Maaf...Nyonya. Apakah ada yang salah dengan pekerjaan saya?”

Lia menghilangkan rasa takut, dan dia berusaha berkata dengan tenang. Nyonya Ana tidak segera menjawab pertanyaan Lia. Dia memandang Lia dengan penuh selidik. Lia semakin gusar dan tidak berani menatap mata Nyonya Ana. Kemudian dia berdiri mendekati Lia dan mengangkat kedua lengannya. Dia membantu berdiri.

“Mari kita duduk di kursi panjang saja, biar lebih santai." Lia merasa tidak enak, penasaran, gusar, senang bercampur aduk dalam hati.

“Maaf, terima kasih Nyonya, saya bisa sendiri."

Lia segera beranjak dari tempat dudu.

Nyonya Ana duduk di samping dia.

“Dari data laporan per hari, pekerjaanmu bagus sekali, tim pemasaran kamu selalu melebihi target."

Nyonya Ana mengelus bahu Lia. Dia menanggalkan status, naluri seorang ibu tiba tiba lahir dan mengalir dari dalam dirinya, seolah olah dia sedang memberi nasihat kepada anak perempuan dengan penuh kasih sayang. Perasaan Lia semakin tidak enak, Dia menghela napas pelan, "Ah...elusan...belaian ini adalah milik ibuku ketika dia masih hidup, " ucap Lia dalam hati. Dia berusaha menahan air mata yang akan menetes.

“Aku butuh teman yang dapat menyatu dengan hati dan pikiran, menyayangi saya dan memiliki semangat berjuang yang tinggi, sebagai penerus dan saya menilai kamu cocok untuk itu. Maka, mulai besok, kamu bekerja di ruang ini, sebagai Sekretaris pribadi saya."

“Ha." Lia sangat terkejut. “Ini tidak mungkin...saya itu siapa?" Pikir dia.

Lia membayangkan keadaan dirinya, pekerjaan, dan beban tanggung jawab pekerjaan yang lebih berat dibanding dengan pekerjaan sekarang. Lia merasakan seperti mulutnya terkunci.

“Mungkin berita ini mengejutkan kamu, dan tidak pernah terbesit sedikit pun dalam pikiranmu. Perlu kamu tahu bahwa saya melakukan, karena pertama, saya sudah tua, saya butuh pendamping pribadi  yang menemani saya baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Terkait dengan pekerjaan, setelah saya mempelajari laporan data pekerjaanmu dan tentang kamu di media sosial serta informasi dari klien dan sesama penjual dan di luar pekerjaan, dalam hati saya berkata bahwa kamu akan sukses dalam bimbingan saya."

“Terima kasih Nyonya. Ini suatu kehormatan bagi saya. Tetapi saya takut kalau promosi jabatan ini, Nyonya lebih mendasarkan pada rasa kasihan terhadap keadaan saya yang cacat ini. Apa kata karyawan senior nanti dan apa yang dapat saya lakukan untuk Nyonya? Dengan kakiku ini hanya akan membebani

Nyonya. Tolong Nyonya pertimbangkan sekali lagi. Maaf Nyonya, bukan berarti saya menolak kebaikan ini." Pernyataan Lia ini bukan basa basi tetapi secara spontan, sungguh keluar dari hatinya yang paling dalam."

Lia merapatkan genggaman kedua telapak tangan di atas pangkuannya menahan gejolak perasaan. Nyonya Ana menarik salah satu telapak tangan Lia, merapatkan duduknya dan menggenggam telapak tangan Lia dengan kedua telapak tangannya, kemudian meletakkan di atas pangkuannya. Luluh perasaan Lia terbayang lagi kenangan dengan ibunya dan genggaman seperti ini yang telah memberi kekuatan dia untuk bangkit.

“Kamu salah menilai. Justru saya melihat kamu memiliki mental yang kuat,  mampu mengelola kekurangan kamu secara fisik menjadi semangat untuk mencapai sukses."

“Tetapi..."

Nyonya Ana memenggal ucapan Lia.

“Kamu mampu meyakinkan klien terhadap produk perusahaan ini, tetapi mengapa kamu

kurang percaya terhadap dirimu sendiri?”

Lia diam. Ucapan Nyonya Ana meyakinkan dia bahwa dia mampu dan layak mendapatkan kedudukan ini.

“Saya lebih memilih karakter, dan menurut saya yang lain nanti akan mengikuti dengan sendirinya. Dan karakter itu engkau miliki."

“Terima kasih, nyonya."

“Baik. Itu meja kerjamu. Sekarang buka arsip terkait dengan perusahaan dan pelajari semua

data serta buat jadwal kegiatan saya."

“Baik." Nyonya Ana melepas tangan Lia dan keluar dari ruangan

Lia berjalan ke meja kerja lengkap dengan peralatan pekerjaan yang telah disiapkan Nyonya Ana sebelumnya. Lia tertarik untuk melakukan sesuatu yang terbaik agar Nyonya Ana tidak kecewa. Selain itu, informasi dan teknologi bukan sesuatu yang baru bagi Lia. Dia telah memperoleh pelatihan pelatihan IT dan Manajemen serta akuntansi dari sebuah Lembaga Pelatihan kerja setelah dia tamat dari SMA. Sehingga Lia tidak gagap teknologi dan  tanpa ragu ragu melakukan pekerjaan itu.

Menjelang jam istirahat, dia melihat lihat ruang kantor Nyonya Ana. Ruang kerja yang dirancang sangat indah dan nyaman. Dia membuka pintu sebuah ruangan bagian belakang dari ruang kerja, ruang istirahat untuk istirahat Nyonya Ana dilengkapi  kamar mandi. Pada dinding yang menghadap ke arah tempat tidur terpasang lukisan seorang nenek yang wajahnya mirip Nyonya Ana. Lia sangat kagum dengan tata ruang dan isinya yang mewah dan elegan. “Aku tidak menyangka bisa berada di tempat seperti ini dan bertemu dengan seorang ibu yang sukses dan baik hati kepadaku.

"Semua terjadi sangat cepat. Rasanya aku seperti di alam mimpi” Lia termenung, sehingga dia hampir lupa makan siang.

“Permisi, Nona sudah ditunggu Nyonya di ruang makan." Kedatangan karyawan kantin

mengejutkan.

“Baik,Terima kasih. Maaf ruang makan sebelah mana ya?“

“Di sebelah kanan ruang ini Nona”

“Ya, terima kasih. Saya akan segera ke sana”

Lia terkejut ketika masuk ke ruang makan. “ini kantor, apa hotel, apa apartemen,

apa restoran, apa...?”

“Ayo,kita makan."

Lia masih tertegun di depan Pintu

“Hai...ayo. Kok malah diam di situ."

“Ya,...terima kasih."

Pada saat Lia sedang makan, pikiran dia jauh melayang dalam keheranan, kekaguman, dan kegembiraan, tiba tiba terbayang ingatan dia pada ayah, sehingga dia kehilangan selera makan.

“Lho kok tidak dihabiskan? Ayo ambil lagi."

“Maaf Nyonya, saya mengambil terlalu banyak, tidak habis.” Lia  malu, berdiri dan mengangkat piring sendiri, kemudian mengambil piring Nyonya Ana.

“Biarkan saja. Nanti bagian kantin yang membersihkan, ayo, kita duduk di sebelah sana."

Mereka berdua duduk di kursi santai pada sudut ruang.

“Perjalanan hidupmu masih panjang. Tetap semangat ya."

“Baik Nyonya."

“Ayah kamu mengabdi di perusahaan ini cukup lama. Sejak dia masih remaja sampai dia

beristri dan punya anak kamu. Jadi saya mengenal betul keluargamu. Tapi maaf,

karena kesibukan, sehingga saya lupa memikirkan keadaan keluargamu. Pertemuan

kita ini, semoga menjadi buah dari benih yang ditaburkan ayahmu?"

“Maksud Nyonya?”

“Kejujuran, ketulusan dan kerja keras ayah kamu pada perusahaan ini, semoga nanti kamu yang memetik buahnya. Untuk itu mari kita kembangkan perusahaan ini agar menjadi semakin besar."

“Tetapi Nyonya, apa saya mampu? Saya cacat, saya berpendidikan rendah, belum pengalaman bekerja, apalagi di perusahaan sebesar ini Nyonya?"

“Lia,.... pernahkah kamu membaca atau mendengar kisah Thomas Edison?”

“Thomas Edison, siswa yang paling bodoh di kelas dan gurunya tidak sanggup mengajar kemudian dikembalikan kepada ibunya. Ibunya

menyembunyikan kekurangan itu dari Thomas dan mengajar sendiri di rumah, akhirnya kita

kenal dia sebagai penemu bola lampu."

“Bagus, bagaimana dengan Issac Newton?”

“Anak cacat mental dan pemarah tidak punya teman bermain yang akhirnya karya dia sangat berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan alam.”

“Nah, petik kisah mereka. Lia, tidak banyak orang yang tahu tentang kisah saya, karena saya tidak pernah cerita kepada siapa pun dan kalau pun mereka tahu hanya sebagian dari kisah saya seutuhnya."

“Mengapa Nyonya?"

“Karena aku baru saja menemukan orang yang tepat untuk menerima kisah ini.” Lia mengangguk angguk.” Siapa ya?” ucapnya dalam hati tetapi tidak berani mengutarakan.

“Tinggal menunggu waktu yang tepat. Lia, .....silakan selesaikan pekerjaanmu, aku akan keluar sebentar."

“Terima kasih. Maaf Nyonya."

Sejak dia bekerja di CBM, dia ingin menyampaikan temuan yaitu, bedak perawatan kulit kepada CBM, tetapi belum ada kesempatan. Maka dia menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan

langsung kepada pemilik perusahaan. Lia menjelaskan kepada Nyonya Ana sebelum dia pergi, bahwa dia telah mencoba bereksperimen membuat fermentasi perawatan kulit produk  CBM dengan tumbuh tumbuhan.

Temuan dia dan hasilnya lebih baik. Nyonya Ana menyuruh Lia untuk mempersiapkan semua dan akan diuji coba di laboratorium.

Seberkas cahaya menerangi kehidupan Lia. Nyonya Ana membawa terang untuk Lia. Cahaya itu memancar secara alami lahir dari ketulusan hati seorang Mama. Mama yang telah petualang dalam dunia usaha dan mama yang telah menggapai bintang di langit. Nyonya Ana bukan keturunan konglomerat atau berdarah ningrat, dia hanya seorang gadis desa anak seorang janda miskin, berpendidikan rendah yang mengadu nasib menjadi penjual alat kecantikan. Pada masa remaja Nyonya Ana, dipandang oleh masyarakat bahwa itu identik dengan penjual diri berkedok penjual barang, penjual kecantikan, cara berdandan dan cara berpakaian memperkuat pandangan negatif mereka.

Keberuntungan terjadi karena adanya pertemuan antara persiapan dan kesempatan tepat pada waktunya. Lia telah mempersiapkan diri dalam bidang penjualan dan manajemen , lalu dia bertemu dengan Nyonya Ana yang memberikan kesempatan dalam bidangnya.

Nyonya Ana akan fokus pada pekerjaan kemanusiaan yang telah didirikan yaitu, panti asuhan dan panti jompo. Kesempatan mengelola perusahaan ini diberikan kepada Lia bukan kepada Ratih, karena Nyonya Ana sudah tahu pekerjaan Ratih dan perbuatannya dan berulang kali Nyonya Ana memperingatkan Ratih akan perbuatannya itu, tetapi dia tidak peduli. Nyonya Ana masih mendidik dia terus agar menjadi baik. Nyonya Ana pernah mengatakannya, “Ratih, kekayaan saya tidak akan habis dengan segala rekayasa dan tipu daya terhadap keuangan perusahaan ini, tetapi kalau ku biarkan nanti kamu akan terjerumus pada keserakahan dan berakibat kehancuran bagi dirimu sendiri dan aku tidak mengeluarkan kamu dari perusahaan karena aku ingin mendidikmu menjadi baik. Perhatikan kata kataku ini dengan baik."

Ilustrasi Tokoh Shinta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!