(Sudut Pandang : Yuna)
Apa yang kau inginkan, Kak Alice?" Tanyaku langsung to the point. Entah kenapa ketika aku melihat wajahnya sifat blak-blakanku keluar meskipun aku tahu sifat itu tidak sesuai dengan keadaannya.
Alice pun menatapku dengan dingin. Kobaran api putih di tiang terpantul dari dua mata kelabunya. "Apakah kau benar-benar mencintai Gen atau tidak?" Tanyanya juga langsung to the point.
"Tentu saja." Kataku dan aku reflek menyentuh perutku yang berisi anakku dengan Tuan Gen.
"Yah, sebenarnya sebagai istrinya yang kedua aku tidak berhak menanyakannya. Hubungan seperti apa yang kalian jalin selama Gen bisa bahagia itu sudah cukup." Katanya. Tunggu dulu apakah seorang Alice yang dingin dan angkuh itu mengatakan kalau dirinya bukan istri pertamanya? Siapa yang menjadi istri pertama dari Tuan Gen?
"Kau sudah mendengar apa yang ingin kau dengar, kan? Maka menjauhlah dari pintu. Kau menghalangi." Kataku menarik Alice untuk menyingkir dari pintu kamarku.
Tiba-tiba di depanku terdapat 1 portal Treasure Of Babylon berisi pedang. Dengan reflek kutebas portal tersebut dengan pedangku lalu kutangkap pedang yang kutebas tadi dan menodongkan ke leher Alice.
"Aku padahal sudah meluangkan waktuku untuk wanita sepertimu. Aku ke sini hanya ingin memberitahumu." Kata Alice. Dari wajahnya memang tidak cocok menjadi wanita yang sabar dan lembut.
"Memberitahuku soal apa?" Tanyaku dengan nada tinggi.
"Cerita yang cukup panjang tentang Tatsumaki Gen." Katanya. Lengang cukup lama. Aku pun mulai menurunkan pedangku.
Aku pun menyuruh Alice masuk. Alice langsung memerintahkan para dayang untuk pergi dan mengosongkan siapa saja yang berada di dalam kamarku. Kami pun duduk di depan kasurku yang sudah tersedia sofa dan meja ala kerajaan. Di atas meja juga sudah terdapat 2 cangkir teh untuk kami.
"Sebelum kau bercerita. Kenapa kau ingin menceritakan ini? Apa tujuanmu?" Tanyaku memajukan tanganku.
"Kepastian. Mungkin Gen sangat jatuh cinta padamu sehingga sifatnya berubah menjadi seperti itu. Tapi apakah kau masih bisa mengatakan cinta kepadanya setelah mendengar latar belakangnya." Jawab Alice.
"Apakah aku bisa mempercayai ceritamu itu?" Tanyaku lagi.
"Kau percaya atau tidak itu terserah padamu. Tapi kau sebagai salah satu wanitanya wajib mengetahuinya." Jawabnya.
"Gen bahkan belum pernah seperti itu selama 3 tahun pernikahan kami. Dia bahkan tidak pernah menunjukkan sifat aslinya kepadaku. Tapi semenjak aku melihatmu bersama dengannya. Meskipun cuma sedikit sifatnya yang dulu mulai terlihat." Kata Alice.
Alice pun mulai bercerita tentang Gen.
......********......
(Sudut pandang : Alice)
Ini sekitar 17 tahun sebelum pernikahan kami. Bisa dibilang saat itu kami masih remaja. Di dunia asal kami, tidak ada namanya sihir, skill, makhluk-makhluk raksasa, atau pun stat dan level yang bisa kami gunakan sebagai patokan kasta dan kekuatan.
Kami hanya manusia biasa. Pada saat itu negara Indonesia sedang mengalami krisis. Yaitu, krisis dimana teknologi dan budaya yang susah sekali untuk di satukan. Era yang sama ketika Negara Jepang pada abad 17, Era Bakumatsu. Ada fraksi teknologi, yang lebih mengedepankan kemajuan demi kemakmuran dan kesejahteraan Indonesia. Dan Fraksi satunya adalah Fraksi Budaya, dimana orang-orang fraksi budaya ini masih percaya akan menjaga tradisi dan culture-culture justru akan membawa Indonesia menjadi lebih kuat.
Karena mengalami krisis seperti perang saudara. Negara-negara Eropa, Timur tengah, dan Asia timur mengambil kesempatan itu dengan kedok memberikan bantuan kepada Indonesia, terutama kepada fraksi Teknologi. Salah satunya melalui pendidikan. Itu adalah awal kami dimana kami harus memulainya.
"Alicia, masa depanmu, masa depan anakmu, masa depan generasi selanjutnya, akan menjadi taruhannya. Jika kita menang maka negeri ini akan makmur dan sejahtera. Tidak akan ada lagi pertumpahan darah dan kekerasan. Jadi aku mohon...." Kata laki-laki paru baya yang baru saja memeluk Alice.
Wajah Alicia pun memancarkan semangat dan tekad.
"Baiklah, ayah. Doakan aku." Kata Alicia dengan penuh harap memeluk ayahnya kembali.
"Tentu, Berkatku bersamamu putriku." Kata pria paru baya yang ternyata adalah ayah Alicia.
Disaat itulah Alicia harus melangkah maju. Seorang wanita yang membawa nasib masa depannya dan keluarganya. Untuk memasuki Akademi Internasional : Smart Unite. Sekolah yang dibuat oleh pihak netral sehingga anak-anak generasi emas bisa dengan tenang untuk belajar dengan tenang.
Akademi itu bahkan di akui oleh UNICEF, Oxford, dan beberapa lembaga pendidikan ternama kelas dunia. Terletak di pulau terpencil di tengah peta Indonesia dengan membuat pulau buatan dan membuat akademi di atasnya beserta fasilitasnya. Hanya mereka yang terpilih dan layak untuk bersekolah disana. Murni dengan persyaratan tes. Tidak ada jalur dalam. Karena di SU (SMART UNITE) mengantisipasi adanya gerakan fraksi yang menyeludup ke dalamnya.
Fasilitasnya berupa mall, wahana, dan tempat-tempat umum lainnya sehingga para murid tidak perlu ke pulau utama untuk mencari hiburan dan kebutuhan. Murid-murid akan di sediakan untuk 1 orangnya berupa 1 kamar apartemen dan 1 ponsel. Ponsel itu tidak bisa digunakan untuk menghubungi dunia luar sehingga para murid tidak bisa menghubungi siapapun yang berada di luar pulau buatan. Tidak ada akses atau sarana untuk keluar dari pulau buatan itu. Untuk antisipasi para pihak fraksi untuk berkomunikasi dengan dunia luar, jadi SU benar-benar netral dan tidak berpihak kepada siapapun.
Sudah banyak lulusan sana yang menjadi orang sukses. Tapi yang sangat mengejutkannya. Setiap 1 generasi hanya meluluskan 1 orang saja. Itu masih jadi misteri. Karena yang berada di sana hanya orang-orang pintar dan jenius maka cukup sulit untuk memastikan kebenaran dibalik sekolah itu.
...********...
"Jadi apa yang kau inginkan, Thers? Hm? Masuk ke akademi SMART UNITE? " Tanya anak laki-laki terlihat seperti berumur sekitar 15-16 tahun melalui radio sambungan.
"Iya. Bukankah kau pernah bilang ingin bersekolah di sekolah biasa dan hidup normal layaknya murid normal." Kata wanita dari saluran radio itu.
"Aku memang bilang seperti itu. Tapi tidak ketika negara kita sedang krisis perang saudara seperti ini. Perang bodoh ini harus dihentikan. Para penganut fraksi disini begitu menyebalkan dan meresahkan." Kata laki-laki itu.
"Sayang, aku memang memberimu hak khusus untuk bergerak bebas tapi jangan lupa kalau kita harus bersikap netral pada negara ini. Semua ajaranku yang kuajarkan padamu bukan semestinya kau gunakan sebagai alat perang di masa ini. Selamatkanlah beberapa orang yang pantas saja dan jangan terlalu mencolok. Aku juga sudah susah-susah untuk membangunnya untukmu." Kata wanita itu dengan nada sedikit khawatir. Laki-laki dalam radionya pun melepas napas berat.
"Baiklah kalau begitu. Kalau kau sampai memaksaku, Thers." Kata laki-laki itu. Akhirnya dia mengalah dengan wanita yang sudah merawatnya ketika masih kecil.
"Terima kasih. Pulanglah pagi ini." Kata wanita itu dengan lembut.
"Ok." Kata laki-laki itu mematikan saluran radio yang ada di telinganya.
"Bersekolah ya? Meskipun waktunya kurang pas...." Laki-laki itu ngedumel sambil memainkan ponsel yang ia pegang. Ia pun mencari nomor di ponselnya lalu melakukan panggilan. suara menunggu panggilan pun terdengar di ponsel yang ia tempelkan ke telinganya.
"Pak A. Seperti biasanya aku memesan perjamuan." Kata laki-laki itu.
"Iya. Untuk 20 orang. Di pelabuhan Merak, di timur dermaga. Ada bangunan tua disana. Jika kau menemukan makanan berceceran maka disanalah tempatnya." Kata laki-laki itu. Anak laki-laki itu pun mematikan ponselnya secara sepihak. Anak itu pun memeriksa magazine yang ada di dalam pistol Desert Eagle-nya.
"Baiklah sebaiknya aku segera pergi sebelum Thers menelponku lagi." Kata laki-laki itu. Dia pun keluar dari ruangan gelap itu berisi dengan 20 mayat orang dewasa yang tewas tertembak dan tersayat. Punggung telapak tangannya dia gunakan untuk mengelap bercak darah dan potongan-potongan daging yang menempel di pipinya.
...********...
Hari ujian masuk pun telah tiba. Semua calon murid disana berkumpul di pulau buatan itu. Alicia sebagai anak berprestasi dan banyak memenangkan lomba olimpiade sains dan matematika, merasa cukup gugup untuk memulai ujiannya. Ayahnya tidak dapat mengantarnya karena calon murid hanya bisa diantar oleh orang tuanya maksimal dari pelabuhan. Jumlah kuota yang disediakan saja tidak dibatasi. Mungkin karena pendaftarnya terlalu banyak sehingga para wali pendaftar tidak bisa ikut mengsntar sampai ke SU.
"Untuk semua calon murid. Diharapkan untuk segera menuju ke gedung yang sesuai dengan tulisan di kartu ujian kalian. Keterlambatan maksimal adalah 1 menit menuju ruang ujian. Jadi diharapkan sekali lagi untuk para calon murid SMART UNITE untuk segera mencari ruangan ujiannya." Peringatan itupun selesai.
"Ya ampun gawat. Aku bahkan tidak tahu ruangan mana A-3 lagi. Semua orang sepertinya sudah mengetahui letak ruangan mereka." Gumam Alicia ketakutan. Tiba-tiba ada seorang calon murid laki-laki yang tidak sengaja menyenggolnya karen juga sedang terburu-buru.
"Oh maafkan aku. Aku sedang terburu-buru." Kata laki-laki itu. ditangan yang ia gunakan untuk melambai tertulis ruangan A-3.
Alicia pun segera berlari membuntutinya karena dia dengan laki-laki itu ternyata satu ruangan. Orang-orang semakin sedikit. Mereka sudah semuanya masuk ke dalam ruangan ujian masuk.
Karena di setiap ruangan difasilitasi teknologi canggih maka pintu akan otomatis menutup dan mengunci apabila waktu sudah mendekati ujian. Itu yang dibaca Alicia ketika dia ingin mendaftarkan diri ke SU.
Setelah berjalan cepat mengikuti laki-laki yang satu ruangan dengannya, Alicia malah kehilangan jejak laki-laki itu. Alicia cukup kebingungan karena semua orang berada di depan ruang ujian. Kemudian secara tidak sengaja, Alicia melihat papan ruangan yang tepat berada di atasnya. Bertuliskan "Ruangan A-3" Ia pun segera masuk ke dalamnya. Ketika pertama kali masuk, Alicia cukup terpukau melihat isi ruangan itu. Bersih, rapi, dan harum. Bahkan jauh melebihi dari fasilitas yang ada disekolahnya. Bahkan lantainya seperti baru dan mengkilat yang padahal sekolah itu sudah berdiri tepat setelah 1 tahun awal perang saudara antar fraksi. Di dalam ruangan pun masih sedikit pesertanya.
Alicia pun segera menuju tempat duduk yang sesuai dengan nomor yang ada dikartu ujiannya. Tersisa 10 detik lagi. mereka yang belum menemukan ruangan mereka semakin panik. Di tiga detik terakhir, seorang laki-laki yang menabrak Alicia pun masuk. Pintu pun tertutup rapat dan terkunci.
Tepat setelah anak laki-laki itu masuk, semua pintu tertutup dan terkunci. Beberapa pendaftar mencoba untuk membukanya tapi itu usaha yang sia-sia.
"Woi! buka pintunya!" Kata salah satu anak laki-laki yang terkunci dari luar.
"Kumohon buka pintunya. Kami bahkan hanya telat 1 detik." Rengek salah satu anak perempuan yang ada di dekat jendela lorong.
calon pendaftar yang masih diluar dan terlambat banyak melontarkan keluhan dan bahkan makian agar mereka masuk. Semua orang yang ada diluar panik karena tidak bisa masuk.
"SEMUANYA DIAAAAM!!!!!" Bentak suara wanita dewasa dengan sangat kencang dari ujung lorong.
Wanita itu berjalan dengan beberapa orang dewasa yang lain yang ada di samping dan dibelakangnya.
"Biarkan kami masuk! Kami bahkan hanya terlambat-" Sebelum anak laki-laki itu menyelesaikan kata-katanya wanita dewasa tadi segera menamparnya dengan sangat keras. bahkan saking kerasnya seluruh lorong menjadi diam karena suara tamparannya.
Anak laki-laki itu pun terjatuh ke lantai. Wajah anak itu tampak sangat syok setalah ditampar.
"A-a-apa yang anda lakukan?!" Bentak laki-laki itu sambil memegangi pipinya.
"Nomor induk 234 : Gary Flint. Apakah orang tua atau walimu tidak memiliki cukup waktu atau kesempatan untuk mengajarimu tentang sopan santun di tempat umum?" Tanya wanita itu dengan nada mengancam. Seketika seluruh lorong menjadi tegang. Atmosfer di gedung menjadi sangat canggung.
Gary bahkan tidak bisa membantahnya lagi. Para pendaftar yang lain pun yang awalnya ingin angkat suara menjadi ciut.
"Pastikan kalian menjaga nada kalian jika di tempat umum. Terutama dengan seseorang yang lebih tua. Saya sebagai salah satu guru pembimbing di sekolah ini cukup malu melihat ada salah satu pendaftar disini yang membuat keributan seperti anjing menggonggong seolah tidak pernah diberikan sstu tulang selama hidupnya." Ternyata wanita monster itu adalah guru di SU.
"Tuan Gary Flint setelah ini temui bagian keamanan untuk untuk mendapat beberapa kata-kata motivasi untuk anda." Meskipun wanita itu begitu keras dan lantang dia tetap menghormati para pendaftar dengan menyebut nama mereka dengan jelas. Bahkan memberi imbuhan "tuan". Jika itu di sekolah luar jelas tidak mungkin.
Para guru pun memasuki setiap ruang ujian yang sudah ditetapkan. Dan kebetulan yang baru saja angkat suara tadi adalah guru pengawas di ruangan A-3. Ruangan yang di tempati Alicia sekarang ini.
"Semuanya duduk yang sesuai dengan kartu ujian kalian. Maaf atas keterlamatan saya untuk masuk ke ruangan ini. Saya pengawas di ruangan ini, nama saya Ferra Puspita." Kata bu Ferra setelah dia meletakkan 1 pack kertas.
"Sebelum ujian ini dimulai, apakah tidak terbesit di benak kalian " apa alasan kami pihak sekolah mengunci setiap pintu ketika ujian ingin dimulai?"" Pertanyaan itu jelas membuat seluruh kelas makin terdiam.
"Di dalam dunia kerja, terutama di perusahaan ternama dan terkenal. Jika kalian beruntung, atasan kalian mungkin akan memecat kalian di hari pertama kalian hanya karena kalian terlambat masuk kerja." Jelas Guru Ferra.
"Jika kalian, dari kebiasaan kalian ke sekolah, tidak mencoba untuk lebih disiplin, Ibu yakin kalian semua sudah dikeluarkan dari sekolah ini." mendengar ucapan itu seluruh calon pendaftar mulai bersorak kembali.
Ketika ada salah satu pendaftar ingin memukul jendela security segera mengamankannya. Tidak hanya satu pendaftar tapi ada beberapa pendaftar yang juga langsung diringkus habis oleh para security.
"Dan jika kalian memberontak karena tidak dapat menerima argumen dan nasehat, kalian memberontak.....Maka jangan berharap kalian mendapat perlakuan lembut." Jelas Guru Ferra.
"Tapi bu, bukannya ibu seharusnya menasehati mereka dahulu atau memberikan teguran atas kesalahan pertama mereka?" Kata salah satu teman seruangan Alice.
"Nona Diana Will, apakah para pencuri dan pembunuh yang tertangkap mendapat nasehat ketika mereka sedang dihakimi.....Tentu saja tidak. Mereka segera mendapat ketukan palu tanpa bisa memperotes apapun." Jelas Guru Ferra.
"Tapi kasus pencurian dan pembunuhan berbeda dengan yang ada di sekolah. Mereka hanya telat, bu. Seharusnya hukumannya tidak seberat itu." Bantah salah satu dari pendaftar laki-laki yang duduk paling depan.
"Apakah kalian lupa tentang pengisian formulir pendaftaran yang kalian isi? Disana tertera peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika ujian. Kalian pun juga menyetujuinya dengan menandatanganinya.Itu artinya kalian sudah siap menanggung resiko apa yang kalian perbuat selama ujian masuk." Setelah mendengar penjelasan dari Bu Ferra. mereka yang ingin melakukan pembelaan kepada para pendaftar menjadi bungkam.
" Dengarkan saya. Peraturanlah yang membedakan kita manusia dengan binatang. Hak dan kewajiban. Kalian semua memilikinya. Mereka yang menggunakannya dengan benar ysng akan mendapatkan apa ysng mereka inginkan. Apakah kalian paham sekarang?" Tanya bu Ferra.
Semua pendaftar hanya menundukkan pandangan mereka ke permukaan meja. Bu Ferra kemudian meliaht jam ysng ada dipergelangan tangannya.
"Dengan begini, siapapun yang tidak sempat masuk ke dalam ruangan sudah dianggap gugur, silahkan tunggu kapal yang akan mengantar kalian pulang 30 menit lagi. Jangan biarkan kejadian konyol ini terjadi lagi. Kalian kehilangan waktu ujian kalian sebanyak 15 menit. Semua orang ambil 1 kertas. Ambil sesuai urutan meja." Jelas Bu Ferra.
Semua pendaftar mulai mengambil kertas ujian mereka satu per satu. Hingga tiba giliran Alicia untuk mengambil kertas. Ketika dia ingin kembali duduk Alicia tidak menyangka kalau dia akan duduk berjejeran dengan laki-laki yang ia buntuti tadi. Laki-laki yang tidak kurus dan tidak gemuk, bermata ungu berkilau, berambut pirang dengan rambutnya yang berantakan dimana rambut belakangnya seperti tidak pernah di sisir.
Cukup lama Alicia memandanginya. Karena merasa ada sesorang yang melihatnya laki-laki itu menengok ke arah Alicia. Alicia pun segera tersenyum kepadanya kemudian duduk dan mulai mengerjakan lembar soalnya. Sedangkan laki-laki itu hanya memandangi Alicia dengan kebingungan.
Menurut Alicia untuk kesulitan tes ujian masuk ini cukup membuat otaknya bekerja 2 kali lebih. Tidak hanya Alicia tapi juga beberapa anak-anak yang lain.
"Pukul 12.00 tepat ujian ini berakhir. Pastikan kalian tidak ada ysng mengosongi lembar jawabnya." Jelas Bu Ferra.
Tentu saja seperti itu. Jika kalian tidak menjawab 1 soal maka poinnya adalah nol. Tapi meskipun jawabannya salah mereka akan tetap mendapatkan nilai 1/2 di satu soalnya. Tak terasa 2 jam berlalu. Mereka yang telah menyelesaikan ujian di persilahkan untuk keluar ruangan dan menuju ruang tunggu di lobi depan.
Satu per satu para pendaftar keluar ruangan. Alicia termasuk 5 orang pertama yang selesai. Hingga tiba 20 detik terakhir. Laki-laki yang duduk di samping Alicia tadi baru mengumpulkan lembar jawabnya.
Ketika Bu Ferra melihat pekerjaan anak laki-laki itu bu Ferra sempat terkejut. dari total 100 soal yang ada, anak laki-laki itu hanya menjawab 50 soal. Tapi bukan itu yang mengejutkan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah semua jawaban yang dia jawab semuanya benar. Dan semua itu soal yang sangat sulit untuk dikerjakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!