NovelToon NovelToon

World Order System : The Mafia

Sekaleng Bir

Selamat Datang dan Terimakasih telah berkunjung ke Novel ini.

Karya ini, merupakan pemenang kompetisi menulis Ketegori Pria Urban yang di adakan oleh MangaToon/NovelToon.

Aku tidak berharap banyak, tapi semoga kalian betah, dan mengikuti ceritanya sampai akhir.

Selamat Membaca.

****

"Noah, Kita sudahi saja hubungan ini!"

"Hah? ... Lucy, Jangan bercanda. Ini aku membawakan burger. Bukankah, kau belum makan malam?"

"Noah, aku tidak bercanda. Hubungan ini, kita sudahi saja."

Hampir dua tahun mereka menjalani hubungan, belum pernah sekalipun Lucy meminta putus. Tentu saja sekarang ini, Noah hanya menganggapnya bercanda.

"Lucy ... Ini tidak lucu. Ini, ambilah. Aku harus kembali."

"Noah aku—"

"Yo, Noah. Sepertinya kau memang bodoh. Apa kau tidak mendengarkan kata-kata gadis ini? Dia bilang, hubungan kalian sudah berakhir."

Noah dibuat terkejut. Seorang pemuda yang di kenalnya, baru saja muncul dan menyela pembicaraan mereka.

"Greg, kenapa kau di sini? ... " Sesuatu yang janggal langsung bisa Noah rasakan saat itu juga "Maksudku, kenapa kau bisa keluar dari kamar Lucy?"

Greg tak langsung menjawab. Pemuda itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya dan berjalan mendekat dan berdiri di belakang Lucy.

Mata Noah terbelalak saat melihat apa yang dilakukan Greg saat itu.

"Noah, apa dengan begini, kau baru mengerti?"

Greg memeluk Lucy dari belakang dan langsung mencium leher gadis itu. yang membuat Noah benar-benar terkejut adalah, tangan greg masuk ke selah baju Lucy dan terlihat menggenggam salah satu diantara dua gundukan di sana.

"Greg ... ! Apa yang kau lakukan, sialan!"

Saat Noah hendak maju dan menghentikan apa yang dilakukan greg pada pacarnya itu, tiba-tiba Lucy kembali bicara.

"Noah, aku bersama Greg sekarang. Apapun yang kami lakukan. Tidak ada hubungannya denganmu. Pergilah.!"

Noah langsung terdiam membatu. Otaknya benar-benar tidak siap menerima apa yang baru saja terjadi. Bahkan dia tetap diam saat Greg, menarik Lucy kembali ke dalam kamarnya.

"Lucy ... Sudah tinggalkan saja si bodoh ini. Mari kita lanjutkan apa yang tadi kita mulai. Setelah itu, aku akan mengajakmu makan di restoran mewah."

"Bruk!"

Noah tetap terdiam di tempatnya bahkan saat pintu tertutup. Dan itu tetap berlangsung setidaknya lima menit lamanya.

Kejadian itu, di saksikan beberapa gadis lain yang juga mendiami beberapa kamar lain di asrama itu. Noah bahkan tidak memperdulikan saat mereka merekamnya.

*****

"Anak muda, apakah kau keberatan untuk memberikan itu padaku?"

Noah terperanjat saat tiba-tiba suara seseorang muncul di sebelahnya. Saat dia menoleh, ternyata suara itu berasal dari pria yang sudah tua renta. Namun, sebuah senyuman ramah tersungging di wajahnya.

"Ya, Kek? ... Apa tadi katamu?

Senyum itu seketika menghilang. Saat ini kakek tua itu menatap Noah, heran. Jika dia tidak salah menerka, pria muda yang kini duduk di bangku taman kota ini, pasti habis menangis.

"Ada apa denganmu? Sepertinya hidupmu sangat kacau sekali."

Noah tersenyum masam. Wajahnya sedikit canggung saat ini. "Ya, hidupku sangat kacau."

Noah tidak ingat kapan terakhir kali dia menangis. Sejak kecil, hidupnya memang tak pernah mudah. Namun kali ini, sepertinya dia sudah sampai pada batasnya.

Akan tetapi, saat seseorang memergokinya sedang menangis, itu membuatnya sedikit canggung. Noah langsung menunduk menahan malu.

Melihat itu, sepertinya sang kakek mengerti. Tanpa ditawarkan, Kakek tua itu duduk di sebelahnya.

"Sebesar Apa masalah yang membuat pemuda gagah sepertimu, terlihat seperti kehilangan semangat hidup?"

Noah menggeleng. "Aku tak pernah menganggapnya masalah sebelumnya. Tapi, hari ini aku begitu malu. Bahkan, saking malunya aku jadi membenci diriku sendiri."

"Hahaha ... Biar ku tebak. Pasti ini tentang gadis, bukan?"

Noah, mengangguk pelan, lalu menggeleng. "Yah begitulah. Eh, tidak!" Noah tampak berfikir dan menimbang sesuatu. "Sepertinya Aku tidak menangisi gadis itu. Ini hanya karena apa yang dilakukannya padaku, sangat membuatku malu."

Noah menoleh, kening nya mengernyit heran. Dia berfikir, kenapa kakek di sebelahnya ini merasa akrab sekali padanya.

"Kek, apa kau kesini sengaja untuk menertawakan ku?"

Sang kakek menggeleng. "Tidak. Tapi ... "

Pria tua itu menggantung kata-katanya. Namun matanya mengarah ke sesuatu yang kini ada di tangan Noah. Benda itu adalah sebuah tas kertas.

Noah memperhatikan kakek itu sekali lagi. Kali ini, dia memindai seluruh tubuh kakek itu. Dari apa yang dikenakannya, Noah bisa menyimpulkan bahwa kakek ini mungkin seorang gelandangan.

"Kakek, Kau lapar? ... Ini, aku punya dua potong burger. Ambilah."

Noah langsung menyadari saat melihat arah pandangan lelaki tua itu, dia langsung menyodorkan apa yang ada di tangannya.

Tanpa menunggu lebih lama, sang kakek langsung menyambarnya. Tak lama, dia mengeluarkan satu potong burger dan langsung melahapnya.

Noah, kembali menunduk dan mengusap wajahnya. Dia kembali memikirkan apa yang beberapa saat yang lalu di alaminya.

"Aish ... Apa yang begitu memalukan. Lupakan saja dia dan cari penggantinya. Aku lihat, kau cukup tampan. Akan mudah bagimu menaklukkan banyak wanita di masa depan."

Noah tersenyum saat melihat pria tua itu makan dengan semangatnya. Entah kenapa, hal tersebut membuatnya bahagia.

Sekilas, burger yang dimakan kakek itu tak lagi terasa sia-sia di belinya. Setidaknya, bagi noah, kini ada orang yang masih mensyukuri makanan tersebut.

"Ini tidak sesederhana itu, kek! Aku rasa kau tidak akan mengerti."

"Hoho, anak muda. Kau meremehkan ku? Saat muda, aku di kelilingi banyak wanita. Kau bisa bertanya padaku, aku akan memberikanmu beberapa tips."

Kata-kata kakek itu, sama sekali tidak meyakinkannya. Namun, Noah tetap meladeninya. Setidaknya kehadiran kakek ini sedikit menghiburnya.

"Jadi, tips apa yang akan kau berikan?"

"Hahahhaa ... Anak muda. Kau harus menceritakan terlebih dahulu masalahmu. Jika tidak, aku tidak tau tips apa yang akan aku berikan."

Noah mengangguk. "Cukup adil. Baiklah, aku akan menceritakannya. Tapi, berjanjilah untuk tidak akan menertawakanku."

"Aku tidak bisa menjanjikan itu. Tapi, apapun masalahmu, aku akan memberikan kau jalan keluarnya."

Noah menggeleng tidak percaya, bagaimana seorang gelandangan akan memberikan solusi atas masalah yang tengah dihadapinya saat ini. Sementara, kehidupannya jauh lebih buruk dari apa yang sedang Noah alami saat ini.

Akan tetapi, Noah merasa beruntung saat ini ada teman untuk berbagi. Lagipula, dia tidak mengenal lelaki tua ini. Jadi, dia memilih untuk menceritakannya.

"Baiklah,Kek. Aku akan menceritakannya. Sebenarnya, kejadiannya seperti ini ... "

Mulailah Noah menceritakan kejadian yang sangat memalukan yang baru saja dia alami beberapa waktu yang lalu. Noah juga menceritakan bagaimana kehidupannya pada kakek itu.

Saat Noah bercerita, lelaki tua itu menyimak dengan seksama. Sesekali dia mengangguk dan sering kali menggeleng. Semua itu berlangsung, hingga Noah menyelesaikan ceritanya.

"Jadi, Kek. Bagaimana menurutmu?"

"Kau tidak malu dengan kemiskinan mu, tapi kau hanya tidak terima saat seseorang merendahkanmu?"

"Ya. Itu maksudku." Tegas Noah.

"Ini, minumlah!"

Mata Noah melebar. Baru saja pria tua itu menyodorkan sekaleng bir padanya. Tentu saja itu membuatnya heran, bagaimana seorang yang tidak sanggup membeli makanan, malah memberinya sekaleng bir.

"Jadi, ini tips yang kau maksud?!"

"Ya, habiskan lah. Maka, ke depan, kau tidak akan memiliki masalah itu lagi."

Sekaleng bir. Apa yang bisa di lakukan hanya dengan sekaleng bir. Tapi, jika difikirkan lagi, bir cukup tepat untuk saat ini.

"Terimakasih." Noah menerima bir itu, lalu membuka dan langsung meminumnya.

"Apa kau tau tujuh dosa besar?"

Noah menolah saat Kakek itu bertanya. "Ya. Tentu saja."

"Kesombongan, Ketamakan, Iri Hati, Kemarahan, Nafsu, Rakus dan Malas. Apakah itu, yang kau ketahui?"

Noah kembali mengangguk.

"Anak muda, semua sifat itu lahir pada diri manusia, bagaimana bisa itu dikatakan dosa. Tapi sebaliknya, Hanya ada satu Dosa besar di dunia ini. Dan kau mau tau apa itu?"

Noah mengernyit heran. "Apa maksudmu hanya ada satu Dosa besar? Dan, Apa itu?"

"Kebodohan ... Ya. Kebodohan. Manusia tidak terlahir untuk bodoh. Dan ada banyak jenis kebodohan di dunia ini."

Entah kenapa, Noah tidak bisa untuk tidak menyetujui kata-kata kakek tersebut.

"Noah, Gadis itu tidak salah. Wanita ingin mengendalikan pria. Itu sudah menjadi hukum dunia. Namun seorang pria sejati akan berusaha menaklukkan dunia serta hukum-hukumnya"

Noah sedikit tertegun. Dia teringat bagaimana Lucy yang selama ini, begitu mendominasinya. Sementara dirinya hanya sibuk mencoba membahagiakan gadis itu sambil berusaha bertahan hidup dengan kondisinya.

"Dunia ini sangat kejam. Untuk bisa hidup dengan tenang, kau harus lebih kejam daripada dunia itu sendiri. Ingatlah kata-kataku ini."

"Kakek, aku tidak—"

"Noah. Aku rasa, ini pertemuan kita yang pertama dan terakhir kalinya. Aku harap, setelah ini, kau bisa menikmati hidupmu sebaik mungkin."

Noah heran mendengar kata-kata pria tua itu. Namun, saat dia hendak menjawab. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing. Pandangannya terasa buyar.

"Kek—"

Itulah kata-kata Noah sebelum akhirnya dia kehilangan kesadarannya. Dan tertidur di bangku taman, dimana dia menangisi nasibnya tadi.

Beberapa saat setelahnya, bir yang dia minum tadi, ternyata bukan bir biasa. Bir itu, kini sedang bereaksi di lambungnya.

Cairan itu bergerak memasuki seluruh usus dan organ tubuhnya. Akhirnya semuanya tersebar ke seluruh pembuluh darah hingga ke syaraf-syaraf milik Noah.

[Tahap Pemasangan]

...

[Tahap penyesuaian]

...

[Penyesuaian Dunia]

...

[Penyesuaian Waktu]

...

[Penyesuaian Pengguna]

...

[Penyesuaian Dikonfirmasi]

...

[Sistem di Aktifkan]

[Nama Pengguna \= Noah Evans]

[Status \= Manusia Bumi]

[Jenis Sistem \= Penguasa]

[Nama Sistem Pemandu \= Bell]

Bell

Noah terbangun di bangku taman, saat hari sudah terang. Dia mengingat bagaimana dia bisa tertidur disini. Namun, dia tidak terlalu perduli.

Hanya saja, Noah merasa baru melewati sebuah mimpi yang aneh.

"Sistem? ... " Gumamnya. "Ah! Sepertinya, Aku terlalu banyak berfikir." Serunya, sendiri.

Berjalan menelusuri trotoar kota Silverstone, Noah merasa perutnya sangat lapar. Dia baru ingat bahwa sejak malam, perutnya hanya berisi sekaleng bir.

Noah memutuskan untuk masuk ke sebuah restoran sederhana. Sesaat setelah memilih tempat duduk dan memencet sebuah bel di atas meja, seorang pelayan pun datang menghampirinya.

Tidak butuh waktu begitu lama setelah pelayan itu pergi, pesanannya pun datang.

Sambil menghabiskan makanan, Noah terus memikirkan apa yang akan dia lakukan setelah ini.

Baru saja dia tadi malam putus dengan cara paling menyakitkan, ditambah lagi dengan keadaan dimana dia harus pindah.

Sudah beberapa bulan yang lalu, Noah sudah tidak betah tinggal dengan Robert, temannya.

Itu karena, Silvia pacar Robert sering menginap. Hal itu, membuat Noah tidak nyaman.

Sebenarnya Noah bisa saja kembali ke asrama mahasiswa di kampusnya. Namun ada beberapa aturan ketat yang harus dia ikuti, yang membuatnya tidak leluasa untuk mencari pekerjaan paruh waktu.

Terlebih, saat ini dia benar-benar memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar uang semesternya.

Noah tidak begitu pintar hingga dia bisa mendapatkan beasiswa. Namun, juga tidak begitu bodoh.

Universitas tempatnya belajar saat ini, adalah salah satu universitas terbaik di negaranya.

Hanya orang yang memiliki nilai tinggi saja yang bisa kuliah di sana. Atau, anak-anak yang beruntung. Beruntung karena terlahir di keluarga Kaya-raya.

Ya, universitas Goldwest diisi oleh banyak anak-anak orang kaya dan para pejabat publik.

Lucy, yang sudah sejak tadi malam resmi menjadi mantan pacarnya itu, bisa kuliah di sana karena memiliki otak yang cukup cerdas.

Sedangkan Greg, dia adalah contoh anak yang beruntung itu. Bisa belajar sambil menjaring gadis-gadis sesuka hatinya.

Kali ini, pemuda itu menargetkan Lucy. Dan bisa dipastikan, semua orang di kampusnya, sudah mengetahui itu saat ini.

"Ah, sial. Aku jadi memikirkannya lagi!"

Mengingat apa yang dilakukan Lucy dan Greg tadi malam, membuat nafsu makan Noah menguap begitu saja.

Dia langsung mendorong makanan yang ada di mulutnya dengan minuman dan menyudahi sarapannya.

Akan tetapi, saat dia mencoba merogoh saku untuk mengambil dompetnya, seketika wajahnya berubah.

Dia tidak bisa menemukan apapun di sana. Bahkan setelah dia memeriksa semua saku yang ada di pakaiannya.

"Sial! Sial! Sial!"

Noah benar-benar kesal. Rasanya, kesialan memang tidak pernah menjauh darinya. Saat itu, tiba-tiba dia langsung mengingat orang tua yang malam sebelumnya berbicara padanya.

"Apa dia memasukkan obat bius kedalam bir itu?" Batinnya.

Tentu saja itu masuk akal. Karena, hanya setelah meminum satu kaleng bir pemberian kakek itu, dia langsung pusing dan kehilangan kesadaran.

"Ah, Sial."

Umpatnya, bahkan sekarang dia juga tidak bisa menemukan ponselnya.

Noah mengedarkan pandangan berharap ada seseorang di dalam restoran itu yang dia kenal, agar bisa membantunya.

Namun, karena restoran itu tidak begitu ramai, Noah tidak menemukan siapapun yang dia kenal.

Noah yang sudah begitu putus asanya, menatap meja nanar. Akan tetapi, sebuah tulisan yang tertempel di sebuah benda di atas meja, membuat kening nya berkerut. Seolah dia mengingat sesuatu.

"Bell?!"

Baru saja Noah menggumamkan kata itu, sebuah kejadian mengejutkannya. Tiba-tiba saja di pandangannya muncul panel dengan beberapa pilihan.

Noah segera memejamkan matanya beberapa kali serta menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat, berfikir bahwa itu hanyalah ilusi. Namun panel-panel itu tidak hilang juga.

"Apa aku berhalusinasi?" Gumamnya sekali lagi. Namun, setelah beberapa kali kedipan dan beberapa kali gelengan kepala lagi, panel-panel itu tetap tidak hilang.

"Apa ini?"

Noah mulai memperhatikan tulisan-tulisan yang ada di sana. Beberapa bar terbagi di pandangannya.

"Jadi, ini bukan mimpi?!"

Noah pernah melihat panel ini sekali, itu saat dia tertidur di bangku taman, sesaat setelah menghabiskan bir yang di habiskan oleh orang tua gelandngan yang meminta burgernya itu.

Namun, saat itu hanya terasa seperti mimpi baginya. Sekarang, hal ini terlihat nyata. Saat ini, didepannya Noah bisa melihat dengan sangat jelas.

[Konfirmasi Pengaktifan Untuk Pertama Kali]

[Nama Pengguna \= Noah Evans]

[Status \= Manusia Bumi]

[Level Pengalaman(LP) \= 50]

[Level Mentalitas(LM) \= 20]

[Level Vitalitas(LV) \= 15]

[Level Sense (LS) \= 10]

[Level Intuisi (LI) \= 2]

[Keahlian Spesial (KS) \= -]

[Poin (P) \= -]

[Poin Spesial (PS) \= -]

[Level Sistem \= 1]

[Minimal Belanja Bulanan (MBB) \= 100.000.000,]

[Mata Uang \= Dollar]

[Saldo \= Tanpa Batas]

[Bank \= Seluruh Dunia]

[Jenis Transaksi \= Semua]

[Jenis Sistem \= Penguasa]

[Nama Sistem Pemandu \= Bell]

[ Aturan Pengguna pada Sistem:

Pada level 1 Pengguna harus menghabiskan MBB $100.000.000,

Setiap $100.000 yang di habiskan, pengguna akan mendapatkan 1 Point Sistem (P).

Setiap Poin yang di dapat, bisa ditukarkan dengan. LP, LM, LV, LI dan KS.

Poin Spesial (PS) adalah poin yang didapat setelah melakukan misi rahasia dari Sistem.

Harga Tukar P dan PS akan disesuaikan dengan Level Sistem Pengguna.

Hukuman kegagalan menghabiskan MBB dan kegagalan misi pada setiap level, adalah pengurangan Level. Saat level menjadi NOL, maka Sistem akan mati dan pengguna juga akan MATI.

Sistem juga akan hilang saat pengguna Mati.

Misi Utama pengguna adalah menjadi Penguasa.]

Noah menelan ludah beberapa kali saat mencoba menganalisa apa yang tertera di sana. Dia melihat pilihan transaksi di sana mencakup semua jenis. Mungkin, sidik jari juga termasuk.

"Apakah ini bisa di gunakan di dunia nyata?" Batinnya.

Karena ini lebih mirip fitur sebuah Game, Noah tidak yakin bahwa Sistem ini berfungsi di dunia nyata.

Akan tetapi, waktu terus berlalu. Beberapa pelayan sudah beberapa kali memperhatikan gelagatnya. Hal itu membuatnya semakin gelisah.

"Apa aku coba saja?"

Noah benar-benar dilema. Mencoba sesuatu yang aneh seperti ini lebih terlihat seperti orang gila. Tapi, semakin lama dia berfikir, akhirnya dia menyerah.

"Jika tidak berhasil, maka aku akan mencari cara lain untuk membayarnya."

Noah berdiri, dan langsung datang kemeja kasir. Saat ini, jika upayanya gagal, dia akan berpura-pura seperti orang bodoh saja.

Mungkin hanya akan disuruh bekerja atau entahlah, Noah tidak perduli.

"Hello, Nona. Aku melupakan ponsel dan dompet ku, Bisakah aku membayar tagihanku dengan sidik jari?"

Meski gugup, Noah memberanikan diri untuk bertanya pada kasir restoran itu.

"Ya, tentu saja. Sebentar!"

"Oh, baik. Terimakasih."

Gadis muda yang berada di sebalik meja kasir itu, segera memasukkan nominal tagihan Noah pada alat pemindai sidik jari.

"Silahkan letakkan jari anda di sana."

Noah semakin gugup saat meletakan jarinya pada alat itu. Namun, begitu jarinya sudah dalam posisi yang benar, tiba-tiba dia mendengar sebuah suara.

"Ting ... "

Suara itu bukan berasal dari alat pemindai. Tapi, saat itu juga, sesuatu juga berubah di pandangannya. Saat dia memeriksa, nominal MBB di sana sudah berubah.

[MBB \= $99.999.992,]

"Terimakasih Tuan, pembayaran anda sudah berhasil."

Noah tersentak saat kasir muda itu mengkonfirmasi bahwa pembayarannya sudah berhasil.

Itu berarti, Sistem ini benar-benar bisa bekerja di dunia nyata. Otak Noah yang tidak terlalu bodoh itu, segera memproses kejadian tersebut.

Mengingat Saldo di Sistemnya tertulis tidak terbatas, Secara tidak langsung, saat ini Noah telah menjadi orang terkaya, di Dunia.

Sebuah senyum mulai terkembang di wajahnya. Dan tak lama, sebuah tawa dan berikutnya, Noah mulai terbahak-bahak.

"Hahahahhahaha!"

"Yes! ... Yes! ... Yes!"

Noah tak memperdulikan tatapan kasir muda itu dan seluruh orang yang ada di dalam restoran tersebut.

Pemuda yang baru saja putus dan di hina mantan pacarnya itu, keluar dari restoran masih dengan tawanya.

Saat ini, jika ada yang melihatnya, Noah benar-benar terlihat seperti orang gila.

Tapi, apa peduli nya. Meski gila sekalipun, itu tidak akan mengubah fakta bahwa, sekarang dia adalah orang terkaya di Dunia.

Alice Sanders

Setelah mencoba berulang-ulang, akhirnya Noah tau bahwa Bell adalah nama Sistemnya.

Cukup dengan memikirkan kata Bell saja, atau menyebutnya langsung, Panel Sistem akan muncul atau tertutup dengan sendirinya.

Karena ponselnya hilang, Noah menyempatkan diri menguji Bell sekali lagi saat membeli ponsel baru. Dan ternyata itu benar-benar berfungsi.

Siang itu Noah memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Sebenarnya, tidak bisa disebut sebagai miliknya. Karena Noah hanya membayar sebagian kecil biaya sewa. Bisa dikatakan, Noah hanya setengah menumpang di sana.

Saat tiba di depan pintu tempat tinggalnya itu, Noah mendengar pertengkaran Robert dan pacarnya, Silvia.

"Silvia, dia temanku. Bagaimanapun, kami membayar sewa apartemen ini, berdua."

"Robert. Jika begitu kau bisa menyuruhnya mencari tempat lain, Agar aku bisa tinggal di sini."

"Silvia, kita bisa tinggal di sini bersama—"

"Hah?! Kau mengajakku tinggal di sini bersamanya? Kau tidak takut apa yang akan dilakukannya padaku saat kau tidak ada?!"

"Noah bisa dipercaya. Dia begitu setia pada Lucy dan Lucy sangat pintar dan juga, cantik. Tidak mungkin dia akan melirik gadis lain."

"What the F**k , apa kau baru saja mengatakan bahwa Lucy itu, lebih cantik daripada diriku? ... Begitu?!"

"Silvia, bukan begitu maksudku—"

"Ah, sudahlah. Jika kau tidak menuruti kata-kataku, maka aku akan ... "

"Kau akan apa?"

"Aku akan membuatmu, menyesal!"

Noah mendengar langkah kaki mendekat. Segera dia berbalik hendak pergi. Namun, saat itu pintu sudah terlanjur terbuka.

Noah merasa canggung karena tertangkap basah, telah menguping pembicaraan mereka.

Silvia memiringkan tatapannya saat melihat Noah. "Huh, dasar parasit!"

Setelah mengatakan itu, Silvia berderap pergi. Noah memperhatikan tubuh Silvia yang sedang berjalan membelakanginya.

"Huh, meski kau membayarku, aku tetap tidak tidak akan menyentuhmu." Gerutunya.

Pemuda itu terus melihat pacar temannya itu hingga masuk kedalam lift.  Namun, sebelum menghilang, gadis itu mengacungkan jari tengahnya pada Noah.

Wajahnya yang sangat di benci Noah itu baru benar-benar menghilang, saat pintu lift tersebut, tertutup.

"B*tch" Umpatnya.

Noah sedikit melamun beberapa saat memikirkan apa yang di katakan Silvia. Bagaimanapun, Noah memang ikut membantu membayar apartemen ini. Meski tidak sebanyak yang di keluarkan Robert.

"Bro, sejak kapan kau berada di sini?"

Noah tertegun saat tiba-tiba Robert juga sudah berada di pintu.

"Ah tidak. Eh, maksudku, baru saja!"

"Ayo masuk! Ada yang hal ingin aku bicarakan denganmu."

"Robert! Sepertinya ... aku melupakan sesuatu. Aku akan kembali ... "

Tanpa menunggu tanggapan Robert, Noah segera pergi dari sana. Mengingat apa yang baru saja dia dengar, tentu saja Noah sudah atau hal apa yang akan di bicarakan temannya itu.

Noah bukan tidak mau pindah. Bahkan dia memang benar-benar berencana untuk indah saat ini.

Hanya saja, jika dia mengikuti Robert kedalam, Noah tau bahwa dirinya akan mendapati kenyataan bahwa Robert akan mengusirnya. Sehalus apapun caranya.

"Tidak. Setelah ini, aku tidak akan membiarkan siapapun merendahkanku lagi."

Noah berlalu, dengan sebuah tekad di hatinya. "Aku Noah Evans. Akan menjadi penguasa agar tidak ada seorang pun yang bisa menghinaku lagi."

****

Setengah jam kemudian, tanpa disadarinya Noah sudah berdiri di depan salah satu gedung Apartemen paling mewah di kota Silverstone.

Tentu saat ini Noah membutuhkan tempat tinggal. Karena uang yang dimilikinya sekarang tidak terbatas, Noah berfikir untuk membeli sebuah apartemen untuk tempat tinggalnya.

Lagipula, menurut Bell dia harus menghabiskan setidaknya seratus juta dollar dalam satu bulan agar levelnya tidak turun.

Karena Sistem benar-benar berfungsi, tentu saja hukumannya akan berfungsi pula.

Selama ini, Kemiskinan tidak mampu membunuhnya. Akan konyol sekali jika kekayaan lah yang akan memisahkan tubuh dan nyawanya.

Akan tetapi, ada masalah yang mengganggunya. Jika dia tiba-tiba bisa membeli sebuah apartemen mewah, bisa saja otoritas keuangan negara mencurigainya.

Noah belum begitu mengerti tentang bagaimana Sistem bisa membuat uangnya di bank dunia menjadi tidak terbatas.

Jadi menurutnya, lebih baik sedikit berhati-hati daripada mendapat masalah yang belum tentu bisa dia selesaikan saat ini.

"Noah! Itu kau bukan?"

Noah menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya. Sempat tidak mengenali orang itu, namun detik berikutnya dia mengingatnya.

"Ya. Nona Sanders. Ini aku."

Noah menelan ludah saat melihat seorang wanita cantik berumur awal tiga puluhan datang menghampirinya.

Pakaian wanita itu sangat seksi. Mini dress merah yang dipakainya membuat hampir seluruh bagian kakinya yang putih mulus itu, terekspos sangat jelas.

"Apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau sedang mencari pekerjaan?"

Alice Sanders. Noah pernah bekerja paruh waktu di Club miliknya sebagai OB. Wanita ini cukup baik. Setidaknya, pada Noah.

"Oh tidak Nona Sanders, kebetulan aku hanya lewat. Bagaimana denganmu, apa yang kau lakukan di sini?"

"Soal itu ... Aku ... " Alice terlihat sedikit ragu untuk mengatakannya. "Ah sudahlah. Tidak penting ...  Apakah kau sedang sibuk?"

Noah menggeleng. "Tidak. Apakah kau membutuhkan bantuanku?"

Karena Alice begitu baik padanya, Noah tidak segan-segan menawarkan bantuan pada mantan bos nya itu.

"Oh, tidak ... tidak. Jika kau tidak sibuk, Ayo ikut aku. Temani aku minum."

Karena sudah terlanjur mengatakan bahwa dirinya sedang memiliki waktu luang, Noah terpaksa mengikuti Alice.

Dengan mobilnya, setengah jam kemudian Alice dan Noah sudah berada Club miliknya. Namun, saat sampai di sana, Noah mendapati Club itu sedang tutup.

"Nona, Sanders. Kenapa tempat ini tutup?"

"Sudah, jangan banyak tanya. Ayo masuk."

Seperti apa yang di katakan Alice sebelumnya, wanita itu benar-benar butuh teman untuk minum.

Dari wajahnya, Noah bisa melihat bahwa sekarang wanita cantik ini, sedang ada masalah.

"Nona Sanders, apakah kau sedang ada masalah?"

Karena fikiran yang sudah sedikit dipengaruhi alkohol, Alice mengangguk.

"Ya. Aku memiliki masalah. Club ini akan segera di sita Bank. Itu kenapa aku menutupnya. Besok bank akan mengambil semuanya."

"Kau memiliki hutang di bank? Bagaimana bisa?"

Sepengetahuan Noah, selama dia bekerja disini. Club milik Alice ini cukup ramai pengunjung. Jadi, sedikit aneh jika tiba-tiba dia memiliki hutang hingga tak sanggup membayarnya.

"Ah, tidak penting lagi. Tetap saja aku tidak akan mampu membayarnya."

Noah hanya mengangguk mengerti. Tidak semua hal bisa di bagi. Saat ini Alice hanya butuh teman untuk minum, itu saja.

Namun, Saat itu tiba-tiba Noah teringat sesuatu. "Nona Sanders, berapa banyak hutangmu pada bank itu?"

"Hahahahhaha! Kenapa kau bertanya? Apakah kau mau membantuku membayarnya?" Alice kembali bertanya, sambil bercanda yang terdengar sangat, hambar.

"Aku tidak tau. Tapi, jika aku bisa, aku akan membantumu."

Alice menghirup nafas dalam dan melepasnya kasar. "Lima belas juta dollar dan harus di bayar besok. Jika tidak, bank akan mengambil semuanya." Jawabnya putus asa.

Noah kembali mengangguk. Dia tampak mempertimbangkan sesuatu. "Nona Sanders, jika aku bisa membayar hutangmu, bagaimana?"

Meski dia menganggap Noah hanya bercanda, namun Alice tetap menjawabnya. "Kau akan jadi pemilik Club ini. Dan aku akan bekerja untukmu. Hahahaha!"

"Baiklah, jika begitu, aku akan melunasi hutangmu."

Alice menggeleng.  "Noah, kau pemuda yang baik. Aku tau itu. Tapi ini lima belas juta dollar. Bukan uang yang sedikit."

"Ya. Aku tau. Tapi bagaimana jika aku benar-benar memilikinya?"

Alice langsung memegang kedua pipi Noah dengan kedua tangannya. Wajahnya dia dekatkan pada pemuda itu dan menatapnya serius.

"Anak muda, jangan bercanda seperti itu denganku saat ini. Apakah kau benar-benar memilikinya?"

"Ya aku memilikinya." jawab Noah yakin dengan wajah terjepit kedua tangan Alice.

"Jika kau bisa menebus Club ini, aku akan bercinta denganmu, kapanpun kau mau." Tantang Alice.

"Nona Sanders, tidak perlu sampai begitu."

"Tidak, aku serius. Jika kau benar-benar bisa menebus dan mengambil alih Club ini, Maka kau bisa pegang kata-kata ku!"

"Baiklah, kalau begitu. Tapi, aku punya beberapa syarat."

"Aku akan menyetujui semuanya. Aku tidak perduli jika uang itu hasil darimu merampok bank atau menipu. Jika kau memang memilikinya. Cepat tolong aku menyelamatkan Club ini."

Alice benar-benar putus asa. Jika Noah benar-benar memilikinya, dia tidak peduli uang itu darimana. Yang jelas, saat ini dia hanya ingin menyelamatkan Club yang sudah di wariskan keluarganya ini.

"Baiklah, apakah alat pembayaran dengan menggunakan sidik jari di sini, masih berfungsi?"

"Tentu saja. Kenapa?"

"Bawa itu kesini, aku akan mentransfer uangnya ke rekening mu, sekarang!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!