Aku duduk di balkon dengan ditemani secangkir teh hangat setelah solat shubuh pagi ini. Teh yang sedari tadi terletak di meja belum juga aku sentuh. Mata ku menerawang ke langit yang mulai menunjukkan semburat jingga di ufuk timur. Ada rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di hatiku. Segera aku mengusap dadaku sembari beristighfar. Suara mengaji anak kedua ku yang kebetulan pulang cuti satu minggu dari dinas nya terdengar oleh telinga ku. Bagiku itu adalah suara termerdu sejagat raya seorang hafidz. Ahh iya, aku adalah seorang janda yang beruntung, aku dikarunia tiga orang anak yang kesemuanya adalah penghafal Al-Qur'an.
Untuk mengurangi rasa yang tiba-tiba mendung di hatiku, aku beranjak dari kursi dan berjalan kearah pembatas balkon. Aku menghirup udara dalam-dalam sembari terus beristighfar.
Aku tahu apa penyebab kegalauan hatiku ini. Hari ini adalah tanggal 25 Maret. itu artinya, tepat lima belas tahun yang lalu. yah, lima belas tahun yang lalu dulu suami ku, Andi menalak ku.
Tak terasa air mata ku mengalir, aku tergugu mengingat semua kenangan yang begitu menyakitkan buat ku. Airmata ku semakin deras mengalir, semua kenangan itu serasa dejavu, serasa baru terjadi pagi ini. Serasa baru pagi ini Andi menalak ku.
"Bunda"
Segera aku menghapus airmata ku dengan hijab sebelum menoleh kearah anak lelaki ku, Mikail.
Segera dia memeluk ku dari belakang dan mencium puncak kepalaku. Sepertinya tak bosan-bosan dia memeluk ku.
"Bunda kenapa? bunda menangis ya?"
Aku menggeleng dan segera menunjukkan senyum terbaik di wajahku yang mulai mengeriput.
Digenggamnya tangan ku dengan hangat, dan menatap manik mataku seakan tidak percaya dan menuntut jawaban.
"Apa yang harus ibu jawab kak"
"Stop menangis bunda. Bunda jangan menangis lagi. Bunda ingat kan apa kata kakak di malam perayaan kelulusan kakak jadi tentara kemarin?"
Deg, jantungku langsung berdetak kaget mengingat bagaimana marahnya anak ku dimalam perayaan itu.
"Bunda itu menangis karena saking bahagianya memiliki anak-anak seperti kalian, bunda bahagia akhirnya bisa berkumpul lagi dengan kalian Nak"
Terdengar suara gradak-gruduk dari arah tangga, aku dan anakku segera menoleh ke arah tangga. Tak lama muncul lah dua wajah yang sumringah. Anak perempuan ku, si sulung Naura dan si bungsu Adam.
"Nyerobot aja sih kak" si bungsu memasang wajah merajuk dan menggelendot manja di tangan ku.
"Heiii,,, akuuu" Naura si sulung ikut-ikutan nyerobot mengambil tangan ku yang sebelah kanan. Akhirnya si kakak mengalah dan menggumam tak jelas.
Si ayuk dan adek langsung terbahak-bahak melihat kakak yang manyun melihat saudaranya bermanja dengan bunda mereka.
"Sudah selesai ngaji nya?" tanya ku pada kedua anak ku yang barusan datang.
Dengan kompak mereka mengangguk.
"Walau kalian sudah hafal Al-Qur'an nya, tapi harus sering diulang-ulang biar ga lupa"
"siap bunda" jawab mereka kompak.
"Ayuk sudah selesai buat sarapannya?" si kakak bertanya.
Naura menggeleng dan menampilkan senyum kuda kepada adiknya itu.
"ya sudah, biar bunda saja yang masak buat sarapan kita".
"No bunda, biar kakak saja yang buatkan sarapannya. Bunda harus nyicip masakan kakak"
"adek bantu ya kak" Adam cepat menyela, dia begitu antusias.
Mikail hanya mengangguk kan kepala, tanpa komando, kedua anak lelaki ku bergegas menuruni anak tangga menuju ke dapur.
Tinggal lah sekarang aku kini berdua dengan anak gadisku. Naura sekarang sudah mau berumur 22 tahun bulan november nanti. Tak terasa gadis kecil yang ku tinggalkan merantau keluar negeri itu telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Kulitnya putih hidungnya mancung, berambut panjang kecoklatan dan sekarang dia sudah tinggi. Tingginya jauh di atas ku. Mungkin itu karena dulu dia aku les kan berenang dengan teman sekantorku sewaktu aku masih menjadi honorer di sekolah swasta.
Wajahnya begitu mirip dengan ayahnya, Andi versi perempuan kalo kata tetangga kami dulu ketika Naura masih kecil.
"bunda kenapa liatin ayuk begitu?, ayuk cantik ya?" selorohnya sambil tertawa. Aku tersenyum kearahnya.
"Dan ayuk adalah satu-satunya anak bunda yang paling cantik di dunia"
Hahhahaa... suara tawa Naura begitu geli mendengar jawaban ku.
"Bunda tidak lupa ya dengan jawaban bunda dulu, dulu waktu kecil bunda selalu jawab itu kalo aku tanya"
Mataku berkabut, tiba-tiba terasa panas dan langsung mengalirlah air mataku.
"maafin bunda ya nak" bergetar suara ku saat mengucapkan itu.
Segara Naura merangkul ibunya. mengelus pundak perempuan yang sangat dikasihinya itu dengan hangat.
"jangan nangis lagi bunda, ayuk mohon"
Segera ku hapus airmata ku.
"hijabnya mana yuk?, jangan pernah dilepas kecuali saat mandi"
"kan di rumah bunda, ga ada orang"
Aku menggeleng mendengar jawabannya.
"iya, iya nanti ayuk pakai, sekarang juga ayuk bakal ambil hijabnya"
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Lalu bergegas Naura turun.
Kembali aku duduk di kursi dan menyesap teh yang dari tadi terletak di meja. Satu persatu kenangan yang telah puluhan tahun berlalu berkelebat di mataku. Hancurnya pernikahan ku, perjuangan ku menghidupi anak-anak ku, sampai akhirnya mereka kutinggalkan merantau, mengadu nasib ke negeri orang.
Ya Rabb, sesak rasanya mengingat itu. Airmata ku deras mengalir.
"Bunda"
Dengan cepat kuhapus air mataku, aku tak ingin kali ini Adam yang melihatku menangis.
"yuk turun, kakak sudah selesai buat sarapannya"
Dengan penuh kasih di bimbingnya tangan ku menuruni anak tangga menuju meja makan. Semerbak aroma masakan begitu terasa setibanya aku di dapur. Diatas meja telah tersaji empat buah piring berisikan nasi goreng dan telur ceplok.
"Ini masakan chef ternama bunda, jarang-jarang loh ada seorang tentara masak di dapur" seloroh Adam.
Aku tersenyum bangga pada mereka berdua. Segera ku sendok nasi goreng tersebut kemulut, menikmatinya.
"Gimana bun?" tanya Mikail tak sabar
Aku mengangkat kedua jempol ku. Dan mereka bertiga bertepuk tangan.
Pagi ini, walau aku awali dengan tangisan karena mengingat masa lalu ku yang kelam, tapi akan aku jalani dengan bahagia karena ketiga buah hatiku yang sangat aku sayangi.
Aku berjanji dalam hati, aku tidak akan mengingat lagi luka-luka ku. Aku ingin mengisi hari tua ku dengan penuh kebahagian dengan cara ku sendiri.
Aku, aku Indah Yuliani, seorang janda mantan TKW Arab, yang meninggalkan anak nya ke negri orang, yang ditalak suami karena.....
Indah masih betah dalam selimutnya ketika ibunya menggedor pintu kamarnya. Mulanya sang ibu mengetuk tapi tidak ada sahutan, akhirnya ibunya kembali ke dapur dan mencuci piring, selesai mencuci piring, kembali dia mengetuk pintu kamar anak gadisnya, dan masih seperti tadi, tidak ada sahutan. Karena sudah berkali-kali mengetuk dan tidak ada sahutan, maka langkah terakhir yang diambil sang ibu adalah menggedor pintu tersebut.
Kebiasaan gadis itu setelah selesai shubuh balik tidur lagi.
Dengan malas-malasan Indah membuka matanya dan menyahut panggilan ibunya dengan suara parau.
"iya buk"
"Ayo bangun kita ke pasar, sayuran dalam kulkas habis loh. yuk ah, nanti keburu siang".
Indah segera beringsut turun dari ranjang dan meraih jilbab yang tergantung di belakang pintu kamarnya dan membuka kamar.
Segera dia membasuh wajahnya dan segera meraih kunci motor. Sang ibu telah siap menunggu di teras dengan tas kantong belanja di tangannya.
Jarak rumah mereka tidak lah jauh dari pasar, cukup bermotor lima menit sudah sampai. Sesampainya di pasar, segera Indah memarkirkan motornya dan langsung menggandeng tangan sang ibu menyusuri blok pasar. Tujuan mereka adalah blok sayur mayur.
Indah begitu cekatan memilih sayuran buat stok satu minggu mereka. Pun dengan berbagai macam ikan dan ayam. Dikira telah cukup berkeliling di pasar Indah mengajak sang ibu untuk pulang. Tetapi sang ibu malah berbelok ke blok daging. Dengan terpaksa Indah mengikuti langkah ibunya.
Selagi sang ibu sedang asyik memilih daging sapi untuk lauk pesanan sang ayah, mata Indah tak sengaja melihat seorang cowok yang seperti tidak asing lagi buatnya.
Tanpa disangka sang cowok pun melihat kearahnya dan menunjuk-nunjuk ke arah Indah. Indah tersenyum pada cowok itu. Cowok itu segera menghampiri Indah dan mengulurkan tangannya. Segera Indah membalas jabatan tangan cowok tersebut.
"Pa kabar Ndah?, lama sekali ya kita ga ketemu"
Sebelum menjawab Indah tersenyum pada cowok itu.
"Iya ya Kak, kira-kira hampir 4 tahun lebih, dan alhamdulillah kabar saya sehat. Kakak sehat kan?"
"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat"
Sang ibu yang telah selesai membayar belanjaannya segera menghampiri Indah. Dengan takzim Andi menyalami wanita paruh baya tersebut. Bu Siti tersenyum hangat ke arah Andi.
"Dah ya kak, saya pulang dulu"
Andi mengangguk takzim kearah bu Siti, lalu Indah dan ibunya pulang.
Sejak pertemuan di hari itu, seminggu berikutnya Andi datang kerumah Indah pada siang harinya tatkala gadis itu sedang malas-malasan di kamar dengan novel di tangannya.
Sang ibu memberi tahu kalau ada Andi yang telah menunggunya di teras. Indah cukup kaget dengan kedatangan Andi, karena tanpa sepengetahuannya Andi tahu rumahnya. Segera dia merapikan rambutnya dan menemui Andi.
"Hai" sapa Andi ketika dilihatnya Indah keluar dari rumahnya.
Indah hanya membalasnya dengan tersenyum lalu ikutan duduk di kursi.
Lalu mereka mengobrol ringan sampai akhirnya Andi mengutarakan maksud dan tujuannya datang kerumah Indah.
"Jalan yuk, mumpung minggu"
Indah melongokkan kepalanya ke arah jalan, menatap langit sebentar. Dan hal itu mengundang keheranan Andi.
"Agak sorean ajalah kak, panas cuacanya. ini loh jam dua"
Andi mengangguk kan kepalanya. Obrolan mereka menjadi semakin seru, apalagi ketika Andi bercerita bahwa satu tahun yang lalu dia merantau ke negeri jiran, Malaysia selama lebih dari dua tahun. Banyak suka duka yang dialaminya di negeri orang. Dan Indah pun bercerita tentang pekerjaannya dan kesehariannya. Setelah tamat dari kuliahnya Indah menjadi guru honorer di dua sekolah swasta. Keseruan tentang murid-muridnya dan bagaimana canggungnya dia ketika pertama kali mengajar.
Tak terasa hari mulai sore, adzan Ashar terdengar dari masjid. Indah izin kepada Andi untuk sholat dan bersiap-siap karena setelahnya mereka mau jalan.
Selesai melipat mukena dan sajadah, Indah memilih baju yang akan dipakainya buat jalan dengan Andi Pilihannya jatuh pada jeans warna hitam agak kecoklatan dengan baju kaos lengan panjang dengan sedikit motif salur, dilengkapi dengan sepatu kets warna putih mix biru muda. Tak lupa dia memoleskan sedikit bedak dan lipstik berwarna nude untuk membuat penampilannya semakin fresh.
Setelah itu dia lalu keluar kamar dan kembali menemui Andi.
" By the way, motornya mana kak?" Indah baru ngeh karena sedari tadi dia tidak melihat ada motor terparkir dihalaman.
"Oh, saya pakek angkot kesini tadi Ndah"
Wajah Indah langsung melongo mendengar jawaban Andi. "Ohh" hanya itu jawabannya.
Andi lalu berpamitan dengan ayah dan ibunya Indah. meminta izin kepada mereka berdua untuk mengajak Indah jalan sore ini.
Lalu mereka berjalan bersebelahan, Indah memainkan tas selempangnya dan tersenyum pada tetangganya yang kebetulan duduk di teras dan melihat kearah mereka berdua. Ketika sampai di jembatan, Andi berbelok kekiri.
"eh kak, arah pasar itu kanan bukan kiri" Indah memperingatkan. Andi terus saja berjalan. Dan Indah mematung di atas jembatan sambil melihat bingung ke arah Andi. Tak lama sebuah mobil Kuda Grandia berwarna merah berhenti di depan Indah. Dan Andi turun dari mobil dan membukakan pintu depan mobil mempersilahkan Indah naik. Indah galau, antara mau naik apa putar badan balik lagi ke rumah.
"Kok malah bengong?" tanyanya.
"Ga jadi deh kak jalannya. Aku pulang aja"
"Loh kenapa?"
"Aku malu kalo jalannya naik mobil. Ntar dikira tetangga aku jalan sama om-om lagi"
Andi tertawa mendengar jawaban Indah. Setelah sedikit penjelasan dari Andi, akhirnya Indah bersedia naik dan mereka jalan juga sore itu. Di dalam mobil Indah menanyakan kenapa Andi berbohong dengan mengatakan kalo tadi dia naik angkot. Andi memberi alasan iseng saja. Tujuan mereka sore itu adalah makan di tempat makan cepat saji. Setelah selesai makan mereka menuju alun alun kota yang telah ramai dengan pengunjung.
Tak terasa jam telah hampir menunjukkan pukul tujuh, Indah segera mengajak Andi untuk pulang karena khawatir jikalau orang tuanya di rumah kebingungan karena anak gadisnya belum juga pulang.
Setelah sampai dan berpamitan dengan kedua orang tua Indah, Andi bergegas pulang kerumahnya. Sepanjang jalan dia senyum-senyum sendiri. Sesekali mulutnya bersenandung mengikuti lagu dari mp3 yang ada di mobilnya.
"Semoga ini awal yang baik" harapnya.
-------------++++
Seperti hari-hari aktif biasanya, Indah selalu terburu-buru jika pagi hari. Tugasnya sebagai pengajar di sebuah Madrasah Tsanawiyah menuntut nya untuk selalu tepat waktu datang ke sekolah sebelum bel masuk berbunyi.
Sebenarnya tempatnya mengajar tidak lah terlalu mengikat, setelah jam mengajar habis setiap guru boleh pulang duluan walau sekolah belum usai. Karena masih lajang, oleh Waka Kurikulum Indah diberi jam mengajar pagi. Jadi sebelum pukul 08.30, dia sudah harus ada di sekolah dan bisa pulang setelah jam mengajarnya habis. Biasanya Indah jam 10 atau 11 sudah bisa pulang kerumah. Beristirahat sebentar dan jam 12.30 harus berangkat lagi kesekolah kedua tempatnya mengabdi.
Karena itu adalah hari Senin, jalanan lumayan agak ramai dengan orang-orang yang mau memulai aktifitas mereka. jam 07.20 Indah sudah sampai di sekolah. Telah banyak siswanya yang datang.
"Morning miss" sapa mereka.
"Morning too" balas Indah dengan senyuman kearah mereka.
Kegiatan sekolah pagi itu diawali dengan upacara bendera terlebih dahulu. sekitar satu jam, upacara bendera pun selesai dan semua siswa masuk ke kelasnya masing-masing. Begitupun Indah, jam pertamanya hari ini adalah kelas 7.b. Dengan sigap Indah berjalan menuju kelasnya dan setelah selesai berdoa, memberi motivasi dan mengulang pelajaran minggu lalu, Indah memulai materi pelajarannya hari ini.
Tak terasa dua jam pelajaran bahasa inggris yang diampunya telah habis, setelah jam pergantian pelajaran berbunyi dan menutup pelajaran dan mengucapkan salam, Indah keluar dari kelas.
"Thank you very much for your attention class, see you next week. Have fun and be save, love you all"
"you are welcome miss, love you too" balas seluruh siswa
Indah berjalan lagi menuju ke kelas selanjutnya, kelas 9.c. Indah mengucapkan salam ketika memasuki kelas dan seluruh siswa menjawab salamnya.
"how are you all? hope you all well. and ready to start our lesson"
"fine miss, thank you" kompak mereka menjawab.
Sebelum memulai materi, Indah kembali merangsang pola pikir siswa untuk mengingat kembali materi minggu kemarin dan memotivasi mereka buat belajar. Dirasa sudah bisa menguasai kelas, Indah lalu memulai materi hari itu.
Indah adalah guru favorit seluruh siswa, selain baik dan ramah Indah juga tidak pelit dengan nilai, hal itulah yang membuat siswa-siswanya menyukainya. Jika masih ada materi yang belum difahami oleh siswanya, tak segan Indah mengulang materi tersebut sampai mereka seluruhnya faham.
Bel istirahat berbunyi, dan Indah menutup pembelajaran hari itu. Setelah mengucap salam Indah keluar dari kelas diikuti oleh seluruh siswa yang mau ke kantin.
Sampai di kantor, Indah duduk bergabung dengan guru-guru senior untuk meminum teh dan memakan cemilan yang telah tersedia. Indah adalah guru paling muda di sekolah itu. Ada empat yang masih lajang, tapi Indah lah yang paling muda sehingga mereka memanggilnya dengan sebutan adik.
Setengah jam Indah bercengkrama dengan teman-teman sekantornya sebelum akhirnya bel masuk berbunyi. Guru-guru yang ada jam pelajaran mulai mempersiapkan diri mereka buat masuk kelas. Dan Indah mulai bersiap-siap pulang. Setelah berpamitan dengan kepala sekolah dan staff tata usaha Indah mulai memutar motornya di parkiran dan pulang kerumah.
----++++ ++++------
Indah selalu bersemangat setiap memulai aktifitasnya. Walaupun cuaca diluar panas tapi itu tidak menghalanginya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang pendidik.
Siang ini Indah ada jam di kelas XII Ipa 1 dan XII Ips 1. itu artinya pukul 15.30 Indah baru keluar dari kelas. Rutinitas nya sebagai seorang tenaga pendidik honorer telah dijalaninya selama hampir dua tahun. Walau gaji yang didapatkan tidak seberapa, tapi itu sangat dimanfaatkan olehnya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus minta lagi dengan kedua orang tuanya.
Sebenarnya Indah banyak mendapat tawaran pekerjaan dari teman-teman kakaknya, tapi itu semua tidak cocok dengan ijazahnya sebagai sarjana pendidikan, itulah mengapa Indah menolaknya. Alasannya begitu klise, ilmu yang didapat nya dibangku kuliah jadi tidak berguna jika bekerja di kantoran.
+++++++
Sudah dua minggu Andi tidak pernah datang lagi ke rumah Indah sejak kedatangannya pertama kali. Kesibukan pekerjaannya menuntutnya untuk selalu fokus di kantor dan terpaksa menahan perasaannya untuk menemui Indah.
Andi bekerja di sebuah perusahaan anak cabang sebagai seorang audit. Perusahaan tempatnya bekerja adalah perusahan yang bergerak di bidang pendistribusian barang-barang pemenuhan kebutuhan ke gerai-gerai terkait. Sebuah perusahaan terbesar nomor tiga di Indonesia dengan ceo-nya yang menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia.
Sesuai dengan tanggung jawab dan pekerjaannya. Sudah bisa dipastikan berapa pendapatannya perbulan.
Andi sering pergi keluar kota untuk mengaudit stok point -stok point anak cabang di bawah naungan cabangnya.
+±+++++++
Indah sedang duduk di teras sambil membaca majalah ketika tiba-tiba ada sebuah motor berhenti di halaman rumahnya. Indah segera menutup majalah dan melihat kearah orang yang datang yang sedang melepaskan helm di kepalanya. Setelah helm terbuka, tampaklah kalau itu adalah Andi yang datang.
Segera Andi turun dari motornya dan berjalan kearah teras.
"Assalamualaikum" ucapnya
"Waalaikumussalam" Indah menjawab
Andi segera duduk di kursi bersampingan dengan Indah.
"Untuk ibu sama bapak" ucapnya sambil menyerahkan kantong plastik berwarna putih yang dibawanya pada Indah.
"Apa nih kak?"
"Kue, tadi sepulang dari kantor mampir dulu ke toko kue"
"ohh, makasih kak. "
Andi mengangguk.
"Lain kali ga usah repot-repot bawa beginian kak"
Andi tertawa ringan dan Indah beranjak dari kursinya lalu masuk ke rumah membuatkan teh hangat dan menyuguhkan kue yang tadi di bawa Andi padanya.
"Diminum kak"
Andi mengangguk.
"By the way malam minggu kok sendirian, ga ada yang ngapelin apa?" tanya Andi
Indah mengangkat bahunya seraya tersenyum
"Berarti ada kesempatan" gumamnya
"Apa kak?
"Ah, nggak. Nggak papa" jawab Andi gugup
Malam minggu itu diawali mereka dengan cerita ringan. bercerita soal kesibukan masing-masing selama seminggu. Obrolan mereka terkadang di selingi tawa ringan dari keduanya. Tak terasa jam sudah hampir menunjukkan jam sembilan malam. Dan Andi sudah gelisah karena sedari tadi tidak punya kesempatan buat menyatakan perasaannya. Lebih tepatnya tidak punya nyali buat menyatakan perasaannya pada gadis pujaannya itu.
Indah seperti menangkap gesture gelisah Andi lalu bertanya.
"Kakak kenapa? kok kaya gelisah gitu?
Andi menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menghela nafas. Untuk beberapa menit keduanya diam membisu. Dan Andi merutuk dalam hati. Dia mengumpat dalam hati, mengumpati dirinya sendiri mengapa begitu nervous nya.
"Ndah,.." akhirnya kata itu keluar dari mulut Andi setelah diam beberapa menit
"Hmm.." Indah menjawab
"Sebenarnya, sebenarnya.." Andi kembali menggaruk-garuk kepalanya.
Indah mengerti gelagat Andi. Hatinya pun deg-degan menunggu lanjutan kata-kata Andi.
"Saye tu suke kat awak. Suke sangat. Mule kite ngedate pekan lalu sebenarnye awak sudah nak nyatekan cinte ni lah. Tapi awak tak siap, tak punya mental. Mau tak awak jadi pacar saye? Dari dulu saye dah suke kat awak tu. tapi keburu kite pisah, awak pergi kat Malay dan awak di Indon"
Mulut Indah ternganga mendengar ucapan Andi, sebenarnya dia mau terbahak-bahak, tapi dia khawatir Andi tersinggung. Sementara Andi entah sadar entah tidak dengan bahasanya itu saat menyatakan perasaannya pada Indah. Yang dia tahu, saat itu hatinya merasa lega seperti beban di pundaknya telah hilang.
"Maksudnya?" Indah berusaha menggoda Andi. Andi terhenyak mendengar jawaban Indah. Ditelannya ludah dengan susah payah dan meraih gelas teh dan meminumnya untuk menetralkan perasaaannya.
Karena tak tahan, Indah akhirnya tertawa melihat ekspresi Andi. Andi semakin malu melihat Indah mentertawainya. Pupus sudah harapannya. Belum apa-apa, hatinya telah patah.
Indah cepat menyudahi tawanya, dia tidak mau Andi tersinggung dengan sikapnya. Dia tahu bagaimana gugupnya Andi saat menembaknya tadi.
Tidak ingin malu lebih lama lagi, Andi berniat pamit pulang pada Indah. Segera dia menghabiskan teh yang ada di meja. Jam di pergelangan tangannya sudah menjunjukkan jam sembilan lebih tiga puluh lima menit.
"Maafin yang tadi Ndah, lupain aja. Maaf kalo tadi itu buat kamu bingung. Aku pamit ya Ndah" Andi sudah mau beranjak dari kursi lagi ketika Indah menjawab
"Loh, tapi kan aku belum jawab"
"Maksudnya?" kejar Andi
"Iya, aku mau kok jadi pacar kakak. I suke juge kat awak" Indah menjawab dengan tersenyum tersipu.
"Serius Ndah? desak Andi
Indah mengangguk malu sembari menundukkan kepalanya. Sementara Andi tersenyum sumringah dan mengangkat tangannya ke depan dada sambil mengucapkan "yess"
Indah hanya tertawa melihat tingkah konyol Andi. Lalu Andi pamit pulang, hatinya begitu berbunga-bunga. Sepanjang jalan pulang kerumah dia tersenyum senyum sendiri.
Akhirnya dia dan Indah jadian juga
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!