NovelToon NovelToon

Panglima Perang Kerajaan Xili

Pengkhianatan

Braakkk

Tubuh gadis itu membentur meja dengan keras, mengakibatkan luka yang cukup serius di bagian kepala karena di dorong kencang.

"Aakkkhhh," ringisan terdengar dari mulut kecilnya dengan tangan memegangi kepala yang terasa nyeri.

Wajahnya mendongak lemah, menatap kedua pasangan selingkuhan di hadapannya. Dia masih tak percaya jika pria yang di cintai-nya ternyata tega berkhianat dengan menjalin hubungan bersama kakak tirinya.

"Ke-kenapa? Kenapa kalian lakukan ini padaku?" Tanya gadis itu lirih. Dia masih penasaran ingin mengetahui apa alasan mereka melakukan itu kepadanya.

Pria itu maju mendekat ke arahnya dan mengulurkan tangan mencengkram wajah si gadis dengan cukup kuat, sehingga membuatnya meringis kesakitan.

Terlihat bibir gadis itu mendesis menahan sakit, karena cengkraman kuat di kedua pipinya yang di lakukan pria pujaannya. Pria itu berdiri dan menarik tangan wanitanya, serta merangkul pinggang rampingnya dengan mesra.

"Kau ingin tahu apa alasannya? Mudah. Kau lihat, penampilan kakakmu sangat berbeda jauh denganmu. Dia cantik, pandai, berbakat, dan yang pasti ... mau melayaniku di ranjang. Dia juga selalu menuruti apa yang aku perintahkan. Tidak sepertimu, sudah jelek, bodoh, dan selalu menolak jika ku sentuh. Apa aku pantas mempertahankan mu di sisiku?"

Ucapan pria itu sangat menusuk di hati. Tega sekali dia berbicara seperti ini padanya. Sedangkan, mereka telah bertunangan.

Gadis itu berusaha berdiri, namun tetap tak bisa karena tulang punggungnya yang patah akibat terbanting cukup keras. "A-aku sudah setia padamu, pangeran. Kau menyuruhku untuk meracuni pangeran ke tiga pun, aku melakukannya. Aku mempertaruhkan nyawa demi melaksanakan tugas darimu, tapi kau membalas ini padaku!" Desisnya lirih.

Pria itu menarik sudut bibirnya, sambil menggelengkan kepala. "Justru itu. Karena kau bodoh, makanya aku manfaatkan untuk membunuh adik ke-tiga. Kau tahu kenapa? Karena aku tak ingin mengotori tanganku yang suci ini." Ucapnya dengan mengelus tangannya sendiri sambil tersenyum licik. "Jika kau masih hidup, pasti kau akan membocorkan rahasia ini pada mereka. Jadi, sebelum kau tertangkap, lebih baik aku membunuhmu. Bukan masalah jika kau tertangkap, karena kau akan di temukan dalam keadaan menjadi mayat. Siapa yang akan mengintrogasi mayat? Hahaha," sahutnya dengan tergelak cukup keras.

Jika di bilang bodoh, dia memang sangat bodoh dan juga lemah. Sehingga, tak menyadari akan pengkhianatan kedua pasangan tak tahu diri ini. Mungkin karena tertutup cinta palsu pangeran pertama, dia menjadi buta segalanya.

"Jika aku yang langsung membunuhnya, maka gelar putra mahkota akan langsung di berikan pada pangeran ke-tiga sebagai ahli waris yang sah dari ratu. Walaupun aku putra pertama, namun aku hanya seorang anak dari selir. Kaisar pasti memilih pangeran Zhu Zhaoling sebagai penerus tahta. Maka, aku akan tersingkirkan." Lanjutnya menatap serius gadis di hadapannya dengan tatapan mencemooh.

Setelah berkata, pangeran pertama langsung menendang tubuh gadis lemah yang sedang sekarat itu sampai terpental cukup jauh. Dia menyuruh para pengawalnya untuk memasukan tubuhnya kedalam karung, kemudian menyeretnya keluar untuk di buang ke jurang kematian.

Sementara wanita di samping pangeran pertama, yaitu kakak tiri si gadis hanya tersenyum senang. Akhirnya, penghalang cintanya telah di singkirkan oleh pangeran langsung tanpa dia turun tangan.

"Terimalah nasib sialmu, Yun Xin'er. Aku sudah memperingatkan mu untuk menjauhi pangeran Zhu Zhaohan, ternyata kau tak mau mendengarnya. Jangan salahkan aku tak berbelas kasih padamu!" Gumam Mingna.

Para pengawal pangeran Zhaohan menggendong tubuh Xin'er sampai tebing Guani. Tebing curam dengan dasar tak terlihat itu sering di sebut juga dengan jurang kematian. Tempat itu adalah tempat untuk mengeksekusi para pemberontak ataupun musuh yang tertangkap setelah diintrogasi.

Dengan kesadaran yang sangat sedikit, Xin'er berusaha memberontak saat di dalam karung tersebut. Namun apalah daya, tubuhnya yang sudah lemah kehabisan banyak darah membuat ia perlahan memejamkan mata hingga ajal menjemputnya.

Karung berisikan tubuh Xin'er di turunkan secara kasar oleh mereka. Ikatannya pun di lepas untuk melihat Xin'er yang terakhir kalinya. Mereka penasaran rupa gadis yang akan di buang oleh mereka atas dasar titah sang pangeran.

Saat di buka, wajah cantik Xin'er terlihat jelas namun sangat pucat karena telah menghembuskan nafas terakhirnya. Ya, dia sudah mati karena kehabisan oksigen saat berada dalam karung. Di tambah, kepalanya yang terluka cukup parah sehingga dia tak mampu bertahan lebih lama.

"Sudah mati, kah? Yah, sayang sekali. Padahal, barusan dia masih memberontak." Sahut salah satunya.

"Nona secantik ini sayang sekali harus mati mengenaskan. Andai saja dia masih hidup, kita bisa bersenang-senang dulu dengannya." Timpal yang lainnya sambil terkekeh.

"Ya sudah, ayo kita lempar dia ke jurang sesuai perintah pangeran! Kita harus pergi dari sini setelah menyelesaikan tugas yang pangeran berikan sebelum ada yang datang!" Seru kedua pengawal tersebut.

Mereka pun mengangkat dan mengayunkan tubuh Xin'er, kemudian melemparnya ke bawah tebing Guani. Jurang kematian dengan kedalaman ratusan meter itu sudah menelan banyak korban. Dapat di pastikan tak ada yang selamat jika terjatuh ke dasar jurang. Kini, gadis lugu itu pun menjadi korban dari kekejaman tebing curam tersebut.

SHUUUTTT

Tubuh Xin'er meluncur ke bawah dan jatuh cukup kencang di dasar jurang tersebut.

BRUUKKKK

Setelah memastikannya, mereka pun bergegas pergi meninggalkan tebing Guani sebelum ada yang melihat.

Darah segar keluar dari sekujur tubuhnya dengan di barengi hancurnya seluruh tulang di tubuhnya.

"Jika aku di beri kesempatan hidup, maka aku akan membalas semua perbuatan mereka. Menjadi hantu ataupun seekor binatang, aku pasti akan membunuh mereka semua dengan tanganku sendiri."

• • • • •

HAAHHH

Seorang gadis terbangun dari tidur panjangnya. Dia terduduk dengan nafas terengah seperti habis lari maraton.

"Nona ... Nona keempat sudah sadar. Syukurlah!" Seorang gadis muda langsung berhambur memeluk erat tubuh gadis itu dengan riang gembira.

Si gadis terhenyak akan perlakuan gadis muda yang sedang memeluknya. Dia juga sampai bengong menatap dua orang di hadapannya, serta ruangan dimana ia berada saat ini. Sebuah ruangan dengan dekorasi jaman dulu, serta pakaian yang mereka pakai sangat aneh.

Perlahan gadis itu mendorong pelan tubuh gadis yang sedang memeluknya. "Siapa kamu dan juga mereka? Kenapa aku berada di sini? Tempat apa ini?"

Semua orang mengerutkan kening mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut gadis itu. "Apa maksud pertanyaan nona? Apa nona tak ingat siapa aku?" Tanya gadis itu dengan wajah sedihnya. "Nona, Mengshu ini pelayan pribadi nona. Ini tabib Jang, tabib yang merawat nona. Itu bibi Tangli, kepala pelayan di kediaman perdana mentri ini." Jelas gadis yang bernama Mengshu.

Bibi Tangli mendekat. "Nona keempat paling dekat dengan hamba. Selalu manggil hamba dengan sebutan nenek," sahut wanita tua yang usianya hampir enam puluh itu.

Gadis yang di panggil nona keempat itu tampak mengangguk. "Lalu, siapa aku? Kenapa kalian memanggilku nona keempat?" Tanya-nya masih bingung.

Mereka menatap dengan serius, kemudian saling memandang. "Apa nona hilang ingatan?" Tanya Mengshu dan bibi Tangli pada tabib Jang. "Tapi, bukankah nona hanya terjatuh ke danau?"

"Saya juga tidak mengerti kenapa nona keempat seperti ini. Tapi saya memastikan, dia tidak hilang ingatan!" Ujar tabib Jang tampak bingung.

Di kurung

Namaku Sin Yoona. Aku seorang prajurit perempuan satu-satunya di batalion. Aku tergabung dalam kesatuan perwira pembela negara(KPPN) di negaraku. Saat ini, kami sedang menjalankan misi penyelamatan di perbatasan negara.

Para tawanan yang kebanyakan lansia, di sandera oleh musuh dengan tangan dan kaki terikat rantai. Alasan mereka di tawan yaitu karena mereka tak sengaja menyebrang ke perbatasan dan dianggap pemberontak saat menggembala ternak.

Namun para musuh hanya menangkap para lansia karena mereka adalah makhluk paling lemah diantara rakyat lainnya. Mereka pun memaksa para aparat negara supaya tunduk dan patuh pada perintah mereka dengan menyandera tawanan itu. Jika kami tak mau, maka mereka akan di bunuh secara sadis.

Demi penyelamatan mereka, kami menggempur pertahanan musuh untuk membebaskan para tawanan. Dengan berbekal senjata dan amunisi, kami terus berperang siang dan malam.

Korban berjatuhan dimana-mana. Para rekan seperjuangan kami banyak yang gugur di medan perang. Mereka tak bisa di selamatkan dan mati sebagai pahlawan.

Pertempuran berlangsung selama lima hari. Musuh pun akhirnya dapat di lumpuhkan dan di pukul mundur oleh kami, namun sesuatu terjadi saat kami membawa para tawanan dan rekan yang selamat.

Tiba-tiba, sebuah bom meledak di area perbatasan dan gerbang masuk ke negara kami. Mungkin para musuh sudah mengantisipasi ini dan menyiapkan sebuah rencana khusus. Semua prajurit yang berada di posisi paling belakang tewas terkena ledakan bom tersebut, termasuk aku.

Aku ikut gugur dalam pertempuran itu. Namun apa yang terjadi sekarang? Aku tak mati, dan malah berada di tempat asing. Jiwaku terperangkap masuk kedalam tubuh seorang gadis lemah seperti nona keempat ini. Mungkin, raja neraka berbelas kasih untuk menghidupkan ku kembali. Tapi, kenapa harus tubuh selemah ini?????

©©©©

Para tabib hebat di kota Yongsheon ini di panggil ke kediaman perdana mentri, demi menyembuhkan nona keempat. Orang tuanya pun datang untuk melihat kondisi putrinya yang kabarnya hilang ingatan.

"Xin'er, apa kamu baik-baik saja?" Tanya seorang pria tua dengan kekhawatirannya.

Terlihat jelas di wajah pria tua itu, bahwa ia sangat mencemaskan putri di hadapannya yang sedang di periksa oleh tabib.

"Xin'er, katakan pada ayah. Apa yang kamu rasakan saat ini?" Tanya pria tua itu lagi.

Gadis itu hanya terdiam sambil mengamati mereka. Rasa nyaman bercampur sayang terasa olehnya, saat tangan pria tua itu menggenggam tangannya.

"A-aku baik-baik saja!" Ucapnya walau sedikit ragu.

Pria tua yang memanggil dirinya ayah itu langsung memeluk tubuh si gadis. "Syukurlah, ayah senang mendengar kamu baik-baik saja nak. Jika tidak, ayah akan merasa bersalah pada mendiang ibumu. Bagaimana ayah mempertanggungjawabkan di hadapan makam ibumu." Ucapnya dengan sedih.

Gadis itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya, membalas pelukan sang ayah. "Ayah jangan khawatir, aku pasti baik-baik saja!" Ujarnya menenangkan hati sang ayah.

Saat sedang merasakan pelukan hangat ayahnya, tiba-tiba terdengar suara dari belakang membuat Xin'er dan ayahnya menoleh. "Xin'er, syukurlah kamu tidak apa-apa nak. Ibu dan kakakmu sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatanmu."

Walaupun nada bicaranya sangat sedih, tapi ekspresi yang di buat-buat itu sangat kentara di mata Xin'er. Dia tahu jika wanita tua di hadapannya itu hanya sedang berakting supaya terlihat baik di hadapan semua orang. "Cih," gumamnya sambil memutar bola matanya malas.

Sin Yoona seorang ahli perang. Dia tahu mana orang yang sedang berbohong dan tulus di hadapannya, maka dari itu dia bisa langsung menebak apa yang akan di katakan wanita tua dihadapannya itu yang mengaku sebagai ibu.

"Ibu sangat sedih saat mendengar kamu tenggelam ke danau," ucapnya sambil menangis. "Dan saat bibi Tangli bilang bahwa kamu hilang ingatan, ibu bertambah sedih." Lanjut wanita tua itu masih menunduk dengan tangan menutupi wajahnya.

Seorang wanita mendekat dan mengusap bahunya pelan. "Sudahlah ibu, jangan menangis lagi! Xin'er baik-baik saja. Iya kan, tabib Jang?" Kata wanita itu bertanya pada tabib pribadi mereka.

"Betul, Nyonya Yun. Kondisi Nona keempat sudah stabil. Mungkin saat bangun tadi nona keempat syok, sehingga tak mengenali kami." Sahut tabib Jang.

"Baiklah tabib Jang. Terima kasih atas bantuan tabib, karena sudah menyelamatkan putriku!" Ucap ayah Xin'er dengan ramah.

Tabib Jang menunduk. "Ini sudah kewajiban saya, tuan perdana mentri. Kalau begitu, saya pamit undur diri. Tolong ramuannya di minum sesuai aturan, pagi dan malam. Supaya tubuh nona keempat cepat pulih," sahut tabib Jang sopan sambil menyerahkan racikan obat yang di buat olehnya sebelumnya.

Segera Mengshu mengambil alih ramuan obat yang di berikan oleh tabib Jang kepada tuannya. "Tuan, biar aku yang menyimpan obat nona keempat." ujarnya yang di angguki tuannya.

"Baik Mengshu, kedepannya kau jaga Xin'er dengan baik!" Kata Yun Xiaoyu, ayah Xin'er sambil beranjak dari duduknya. "Oh iya Mengshu, saya ingin tahu kejadian saat Xin'er jatuh ke danau waktu itu. Seorang pengawal bilang, saat di danau Xin'er tidak sendirian. Apakah ini murni kecelakaan atau ...," Sebelum perkataan ayah Xin'er selesai, ibu tirinya langsung menyela.

"Tuanku, kamu jangan memikirkan hal itu lagi. Kasihan Xin'er jika kita terus mengingatkan kejadian buruk itu." Ucapnya sambil mengelus kepala Xin'er dengan sedikit pelan. Padahal, dia selalu berbuat buruk pada gadis itu jika di belakang suaminya. "Dia gadis yang polos dan sangat lugu. Aku khawatir akan ada banyak orang yang memanfaatkannya karena kepolosan putri kita ini," sahutnya dengan dramatis. Namun, wajah dan hatinya sangat bertolak belakang. Dalam hatinya dia sangat senang jika Xin'er mati.

Yoona yang berada di tubuh Xin'er dalam sekali lihat saja bisa tahu maksud perkataan ibu tirinya. Dia yakin jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh wanita tua saat si pemilik tubuh tenggelam ke danau waktu itu. Xin'er menepis keras tangan yang mengelus kepalanya itu.

Plakk

"Singkirkan tangan kotor mu itu, nenek lampir! Jangan sok baik di hadapanku!" Tegas Xin'er dengan nada tinggi, membuat mereka semua tercengang terutama ibu dan kakak tirinya.

"Xin'er, apa yang kamu katakan? Dia ibumu. Kenapa kau berkata seperti itu padanya? Dia hanya mencemaskan keadaanmu saja," bentak ayahnya dengan keras.

Ibu tirinya berpura-pura menangis di hadapan mereka. "Jangan menyalahkan Xin'er atas sikapnya, tuanku! Aku yang salah karena tak memberikan perhatian padanya. Aku sering mengabaikannya, hiks!" Ucapnya sambil menangis.

Yun Mingna langsung merangkul ibunya. "Xin'er, kamu tega sekali berkata seperti itu pada ibu. Ibu hanya mengkhawatirkan keadaanmu saja. Kau malah mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya," ucap kakak tirinya itu.

Xin'er memutar bola matanya jengah melihat drama kedua wanita licik di hadapannya itu. Dia melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan sudut bibirnya. "Penuh kepalsuan," cibirnya kemudian.

"Xin'er. Jaga sikapmu itu!" Bentak ayahnya.

Yun Muning meraih lengan suaminya. "Jangan membentaknya, tuanku! Wajar jika dia tidak menghormati ku, karena aku ini hanya seorang ibu tiri. Tapi asal kamu tahu, aku menganggap dia sebagai putri kandungku walaupun aku tak melahirkannya ke dunia. Jadi jika kau marah, marahlah padaku jangan padanya." Ucapnya.

"Istriku, Xin'er beruntung punya ibu yang baik sepertimu. Seharusnya dia patuh padamu, bukan malah menentang mu." Ujar tuan Xiaoyu dengan lembut. Kini wajahnya berbalik menghadap putrinya. "Tangsin!" Panggil tuan Xiaoyu pada seorang pengawal pribadinya.

Seorang pria bertubuh kekar sudah berjongkok memberi hormat di hadapan tuannya. "Iya, tuanku. Hamba Tangsin, menghadap tuan perdana menteri!" Ucapnya sambil memberi hormat.

"Karena Xin'er tak sopan kepada ibunya, mulai hari ini aku menghukum dia untuk tidak keluar dari kamarnya!" Perkataan tuan Xiaoyu membuat mereka membelalakan mata. "Jaga tempat ini dan jangan biarkan Xin'er keluar dari kamarnya selama seminggu. Biarkan dia merenungi kesalahannya." Lanjut tuan Xiaoyu seraya melangkah pergi.

"Baik, tuanku!" Jawab Tangsin.

Xin'er berlari mengejar ayahnya. "Tidak ayah, jangan hukum aku dengan mengurung ku di sini. Aku akan merasa bosan, ayah. Tolong!" Pintanya dengan memelas pada ayahnya.

Namun, tuan Xiaoyu tak memperdulikannya. Dia melangkah pergi keluar kamar Xin'er di susul Muning dan Mingna. Kedua wanita itu tampak senang karena Xin'er di hukum langsung oleh ayahnya.

Hahaha, walaupun aku tak memberikan pelajaran pada gadis bodoh itu, setidaknya ayah menghukumnya untuk tidak keluar kamar selama seminggu. Dengan begitu, aku bisa menemui pangeran Zhaohan. Batin Mingna kegirangan.

"Ayah ... ayah, jangan mengurungku!" Teriak Xin'er namun pintu segera di tutup oleh Tangsin.

"Maaf Nona keempat, saya hanya menjalankan tugas perdana mentri!" Ujarnya kemudian mengunci pintu kamar dari luar.

Xin'er terkurung di kamar bersama pelayan pribadinya, Mengshu.

"Nona keempat, tenangkan hatimu. Nyonya memang sudah biasa seperti itu," sahut Mengshu menenangkan. "Ayah nona akan lebih percaya dengan apa yang di lihat. Jadi ..."

"Jadi, kita harus memperlihatkan sisi baik kita padanya." Ujar Xin'er. "Kita harus bisa membuka topeng si nenek lampir itu di hadapan ayah." Lanjutnya penuh semangat dengan mengacungkan kepalan tangan di depan.

Walaupun Mengshu tak mengerti akan perkataan nona nya, dia ikut bersemangat sambil mengacungkan kepalan tangan. "Semangat!"

Kematian Nyonya Yun

Yun Xin'er. Gadis lugu dan polos itu, putri kedua dari pasangan Yun Xiaoyu dan Yun Xinwa. Saat usia sembilan tahun, ibunya meninggal karena sakit keras yang dideritanya. Para tabib mengatakan jika penyakit nyonya Yun tidak bisa disembuhkan, karena penyakit Nyonya Yun bukan penyakit biasa. Dia seperti terkena sihir atau guna-guna, yang mengakibatkan lumpuhnya semua syaraf vitalnya.

Berbagai cara di lakukan oleh perdana mentri Yun demi kesembuhan sang istri. Namun, kondisi ibunya Xin'er semakin bertambah buruk dan tak lama kemudian ia pun meninggal dalam keadaan sakit parah.

Kulit ditubuhnya mengelupas seperti terkena luka bakar, sampai mengeluarkan bau tak sedap. Tak ada yang mau menguburkan jasadnya atau mengurus pemakamannya dengan alasan takut terkena kutukan dari penyihir.

Sehingga, jasad Nyonya Yun dimakamkan oleh perdana mentri sendiri bersama putra sulungnya saja, Yun Xiaolang. Tak ada yang mau mendekati kediaman perdana mentri saat itu, sampai datanglah seorang wanita yang bernama Ji Muning. Ji Muning adalah teman kecil dari ibu Xin'er, dan masih kerabat jauh dari perdana mentri Yun.

Nyonya Muning datang tiba-tiba dengan alasan berbela sungkawa atas meninggalnya nyonya Yun. Dengan wajah teramat sedihnya, dia mendatangi perdana mentri sambil menceritakan kisah tentang dirinya dan mendiang nyonya Yun saat di desanya.

Padahal dia dan ibunya Xin'er itu tak bersahabat dekat, malah bisa di bilang sebagai musuh karena pernah mencintai satu pria yang sama. Pria itu sebenarnya mencintai Xinwa dan begitupun sebaliknya, tetapi karena kelicikan Muning akhirnya pria itu menikahi Muning.

Muning menjebak Gu Heng sehingga mereka melakukan hubungan terlarang pada saat Gu Heng dan Xinwa menjalin hubungan. Akhirnya, Xinwa memutuskan pergi ke kota dan bertemu dengan Yun Xiaoyu. Pada saat itu, Yun Xiaoyu belum menjadi perdana mentri dan masih menjabat sebagai mentri di kerajaan Xili.

Karena kasih sayang yang diberikan Xiaoyu terhadap Xinwa begitu tulus, akhirnya Xinwa pun memutuskan untuk menikah dengan pria tersebut. Mereka di karuniai seorang putra yang tampan dan cerdas bernama Yun Xiaolang. Pernikahan mereka teramat sangat bahagia dengan kehadiran si tampan diantara mereka, ditambah lagi kenaikan jabatan Yun Xiaoyu menjadi perdana mentri.

Yun Xiaoyu diangkat langsung oleh raja Xili, yaitu kaisar Zhu Zihu sebagai perdana mentri kerajaan Xili karena kinerjanya yang bagus serta kemampuannya dalam mengurus tugas negara. Betapa beruntungnya mereka yang mendapatkan kasih sayang dari yang mulia kaisar langsung. Mereka pun di berikan tempat tinggal baru, yaitu paviliun Josheng yang terletak di sebelah utara kota Yongsheon.

Muning yang mendengar kabar pernikahan Xinwa dengan seorang perdana mentri kerajaan Xili, menjadi sangat iri. Dia menyesal telah merebut Gu Heng dari tangan Xinwa, hanya karena ingin membuat Xinwa patah hati. Ternyata, nasib baik lebih memihak Xinwa. Dia dinikahi seorang Perdana Mentri yang kekayaannya jauh diatas Gu Heng yang hanya seorang petani ladang.

Ji Muning pun bertekad merebut kembali apa yang di miliki Xinwa, yaitu suami tampan beserta kekayaannya. Dia membayar seorang tabib untuk membuatkan ramuan pelumpuh syaraf, serta ramuan pembusuk agar Xinwa mati secara perlahan dan dengan mengenaskan.

Gejala penyakit aneh itu terjadi setelah Xinwa melahirkan Xin'er, dan semakin bertambah parah seiring waktu sampai dia menghembuskan nafas terakhir di usia Xin'er sembilan tahun.

Semua orang mengira jika Xinwa terkena sihir, sehingga mereka tak mau mendekatinya dan membantu proses pemakamannya. Akibatnya, kediaman perdana mentri tak pernah terjamah semua orang. Mereka pun mengucilkan putra dan putri serta para pelayan di kediaman perdana mentri tersebut.

Sampai Ji Muning menyatakan bahwa dirinya akan merawat dan membesarkan kedua anak Xinwa karena mimpi di datangi Xinwa. Dalam mimpi, Xinwa menitipkan kedua anaknya pada Muning dan meminta Muning menikah dengan Yun Xiaoyu. Jika mereka menikah, maka kutukan penyihir akan lenyap dari keluarga perdana mentri. Padahal, itu hanyalah karangannya semata agar bisa mendapatkan kedudukan sebagai istri dari perdana mentri Yun.

"Maafkan atas kelancangan hamba, tuan Perdana Mentri! Hamba hanya menyampaikan pesan Xinwa lewat mimpi saja, tidak mengurangi atau melebihkan." Ucapnya sambil menunduk hormat.

Yun Xiaoyu tampak berpikir keras. Di samping dia tak mau mengkhianati cintanya kepada mendiang istri tercinta, namun ia tak mau putra dan putri kecilnya menderita karena di kucilkan masyarakat. Setelah memikirkan matang-matang, perdana mentri Yun pun berkata. "Baiklah. Karena itu pesan mendiang istri saya, mari kita menikah secepatnya! Saya akan memberikan semua fasilitas yang kamu butuhkan dan kamu pun harus merawat kedua anak kami dengan sebaik mungkin. Xiaolang dan Xin'er adalah harta berharga bagi saya, maka kamu harus menjaga dan merawat mereka dengan penuh kasih sayang." Tutur Perdana Mentri Yun dengan tegas.

Muning tampak mengangguk pasrah. Dalam hati dia sangat kegirangan karena merasa telah berhasil mengelabui perdana mentri, serta mengalahkan Xinwa yang telah tiada.

"Sekali lagi kau kalah, Xinwa. Aku tetap pemenang dalam pertarungan kita. Hahaha!" Batin Muning memekik kegirangan. Dia tak sabar ingin hidup sejahtera di kediaman perdana mentri yang semua kebutuhan serba di layani oleh pelayan, tak seperti di rumahnya dulu yang harus melakukan apapun sendiri karena tak memiliki pelayan seperti disini.

Beberapa hari kemudian, mereka melangsungkan pernikahan dan Muning berhasil membuat rakyat kota Yongsheon percaya lagi pada perdana mentri serta mereka pun bersikap seperti biasa kembali. Itu menjadikan perdana mentri Yun yakin akan hilangnya kutukan karena menikahi Ji Muning, janda beranak dua.

Perkataan Muning berbeda dengan apa yang di lakukan. Janjinya dulu kepada perdana mentri Yun untuk menjaga dan merawat kedua anaknya dengan penuh kasih sayang, hanya bohong belaka. Disaat perdana mentri bertugas di kerajaan, kedua anaknya di perlakukan buruk. Mereka di siksa dan di hukum setiap melakukan sedikit kesalahan saja. Bahkan, Muning tega memberikan hukuman cambuk kepada Xin'er kecil sampai gadis itu menderita trauma.

Hari-hari yang dilalui Xiaolang dan Xin'er begitu buruk jika ayah mereka pergi bertugas, mereka akan ditindas oleh ibu serta kakak tiri mereka. Moheng dan Mingna mempunyai sifat seperti ibunya, kasar dan tak berperasaan. Keduanya memperlakukan adik tiri layaknya pelayan rumah.

"Jadi, benar dugaan ku kalau si nenek lampir itu seorang penyihir buruk rupa!" Seru Xin'er sambil menatap bibi Tangli dan Mengshu.

Bibi Tangli tertawa kecil mendengar nama panggilan untuk Muning. "Sejak kapan kau seberani itu memanggil Nyonya dengan sebutan penyihir buruk rupa? Nenek terkejut dengan dirimu yang sekarang sampai berpikir jika nona keempat bukanlah Xin'er yang nenek asuh dulu, melainkan orang lain." Ucap bibi Tangli terkekeh.

Xin'er terkekeh sambil menggaruk tengkuknya. "Ah, nenek terlalu banyak mikir! Aku tetap Xin'er yang dulu, kesayangan Nenek kok!" Elaknya dengan cengengesan.

"Andai Nenek tahu kalau pemilik tubuh sudah meninggal dan aku bukanlah dirinya. Apakah Nenek masih sayang padaku?" Batin Yoona menatap sendu kearah bibi Tangli.

Namun, suara cempreng pelayan pribadinya membuyarkan lamunan Yoona. "Tapi Mengshu setuju dengan Nona Xin'er. Nyonya dan kedua anaknya itu memang seperti penyihir buruk rupa, baik di luar tapi jelek di dalam. Kita harus segera membuka kedok mereka bertiga!" Kelakar Mengshu dengan penuh semangat.

Xin'er dan bibi Tangli saling menatap sebelum mereka menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. "Jika mereka mendengar ocehan mu, apa kamu masih berani bicara besar seperti itu?" Cetus keduanya menggoda Mengshu.

Seketika Mengshu menoleh ke kiri dan kanan, takut ada yang mendengar sambil menutup mulutnya. "Apa ada seseorang di sini yang mendengar ucapan'ku, nona?" Bisiknya penuh hati-hati.

Melihat ekspresi ketakutan Mengshu, seketika Xin'er dan bibi Tangli tertawa lepas. "Ppffttt, hahaha. Aku hanya mengerjai mu, Ashu!" Cetus Xin'er membuat Mengshu cemberut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!