NovelToon NovelToon

Kesayangan Sang Pewaris

1. Pertemuan tidak terduga

...Sebelum lanjut baca, author mau mengingatkan! Ini real halu author sendiri tanpa plagiat!!...

...Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan....

...° Happy Reading °...

Malam hari dengan udara cukup dingin disertai hujan yang begitu deras, menyapu seluruh jalanan di kota. Seorang gadis belia tengah berusaha untuk sampai di tempat tujuannya, ia rela kehujanan demi masa depan sang kakak yang sudah berada di ujung tanduk.

Gadis itu bernama Grael Arabella, anak bungsu dari dua bersaudara, dia mempunyai kakak yang begitu sayang terhadap dia dan ibunya, yang bernama Gracia Anabella. Semenjak ayah mereka meninggal dunia, Gracia yang menjadi tulang punggung keluarga.

Usia Grael dan sang kakak terpaut tujuh tahun. Bagi Grael, sang kakak adalah segala-galanya, karena itulah dia nekat menerjang derasnya hujan menggunakan sepeda motor, dia juga tidak menghiraukan tubuhnya yang sudah menggigil akibat angin yang begitu kencang.

"No, please ... jangan lampu merah!" grutu Grael yang mencoba menambah kecepatan pada sepeda motornya agar bisa lolos dari lampu merah.

Dalam hitungan detik, Grael berhasil lolos dari terjebaknya lampu merah. Dia pun tersenyum dan terus melajukan sepeda motornya, tetapi pada saat dia ingin berbelok di persimpangan jalan, ada sebuah mobil panjero dari arah berlawanan yang tiba-tiba muncul dan menyorotkan lampu darurat mobil pada Grael, sehingga membuat Grael terkejut.

Suara klakson pun dari masing-masing pengendara saling bersahutan, sehingga tabrakan itu tidak dapat dihindari. Grael langsung jatuh dari sepeda motornya dan terkulai lemas di aspal.

"Aaw ... sakit!" keluh Grael, dia mencoba untuk bangun dan berdiri.

"Anda tidak apa-apa?" tanya seorang laki-laki tua paru baya yang baru saja turun dari mobil.

Tensi Grael langsung meninggi, ketika dia ditabrak sampai terjatuh dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya, mendapatkan pertanyaan yang tidak masuk akal, dia menarik napas panjangnya dan memberikan komentar panjang kali lebar tanpa berhenti.

"Astaga! Pake tanya segala, jelas-jelas Bapak yang nabrak saya sampai terjatuh, dan badan saya pada sakit semua, terus motor saya juga rusak! Masih bertanya saya gak apa-apa?" Grael terus menjelaskan tanpa ada jeda sedikitpun seperti motor gp yang sedang balapan dengan kecepatan maksimal.

Pria paru baya itu hanya melongo mendengar cara bicara gadis yang ada dihadapannya, mengeluarkan segala amarah yang meluap-luap. Ketika gadis itu telah berhenti berbicara, dia mengeluarkan segenggam uang cas dari saku jasnya.

"Maafkan atas kelalaian saya dalam mengendara, ini ada uang kompensasi untuk anda, saya harap bisa untuk berobat dan memperbaiki motor anda yang rusak, maaf saya sedang buru-buru," ucap pria paru baya tersebut.

Grael tidak habis pikir dengan cara prilaku orang kaya yang seenaknya menangani masalah dengan uang, harga dirinya terinjak-injak saat dia disodorkan uang lalu jalan begitu saja, walapun pria baru baya itu beretikat baik sudah meminta maaf tapi Grael masih tidak terima.

"Buka!" teriak Grael yang mengetuk kaca mobil belakang, dia tahu pasti Bosnya yang sudah menyuruh sang sopir.

Kaca mobil terbuka, Grael tidak percaya bila di dalam mobil tersebut adalah seorang aktris papan atas yang sangat terkenal, artis tersebut juga termasuk salah satu idola Grael.

Grael membuka mulutnya lebar-lebar karena sanking terkejutnya, dia juga sampai lupa niat dia mengetuk pintu kaca mobil. Belum sempat Grael tersadar dari terkejutannya, dia sudah di lempari uang dalam jumlah besar lalu mobil itu langsung jalan begitu saja.

Betapa syoknya Grael, ketika dirinya mendapat hinaan seperti itu. Dia tidak menyangka bila arti favoritenya begitu angkuh, kini Grael merasa harga dirinya bukan hanya sekedar diinjak-injak saja oleh orang tersebut tetapi juga hancur sehancur-hancurnya.

"What the Fuuccckkkk!" teriak Grael yang mengamuk sendiri di tengah persimpangan jalan sembari memaki idolanya.

Grael sangat kecewa dengan artis favoritenya yang bernama Erlangga Louise, walapun Erlangga memiliki wajah yang tampan, senyum yang memikat kalangan para fansnnya. Namun, begitu angkuh dan sombong.

***

Hotel bintang sepuluh.

Suara makian dari atasan ke kebahawan sangat jelas terdengar di telinga Grael, dia tidak menyangka bila usahanya sia-sia. Hatinya ikut merasa sedih ketika Kakak tersayangnya dibentak oleh atasannya, karena kelalaian dari sang kakak yang lupa membawa dokumen tersebut.

"Maaf ya, kak." Grael menangis memeluk Gracia saat sang kakak sudah selesai berbicara kepada atasannya.

"Sudah gak apa-apa, kakak yang salah kok. Makasih ya sudah mau nganterin, Maaf ya, karena kakak ... kamu sampe kaya gini." Gracia mengelus rambut sang adik yang lembab akibat terkena air hujan.

"Gak apa-apa kok, Kak. Ya sudah ... kalau gitu, Grael langsung balik ya kak, Fithing!" Grael melepaskan pelukkannya.

"Tunggu, dek! Nih, kunci berangkas Kakak, kamu ganti baju dulu trus makan sebelum pulang." Gracia memberikan kunci kepada sang adik.

Grael mengangguk dan segera pergi dari sana, langkahnya begitu lemas ketika dia menyadari telah melewatkan jam makan malam. Gadis itu pun melanjutkan langkahnya untuk segera sampai di lift, belum sempat dia berbelok untuk naik lift, tubuhnya ditabrak oleh seseorang yang sedang berlari, hingga membuat keduanya terjatuh.

"Aaww ... sakit!" keluh Grael yang merasakan sakit di bokongnya.

"Anjrit, woy! Loe, punya ma ... ta ...." ucapan Erlangga terpotong saat melihat Gadis yang bertabrakan dengan dirinya.

"Loe, lagi? Eh deng ... eemmphh!" belum sempat Grael selesai bicara, bibirnya sudah dibekap duluan oleh tangan Erlangga.

Grael berusaha memberontak agar bisa terlepas dari tangan pria itu, tetapi dia justru ditarik oleh Erlangga agar mau ikut bersamanya.

Tangan Erlangga terus menggengam tangannya, sembari berlari dari kejaran para fans fanatik. Sesaat Grael menikmati suasana romatis ketika dia melihat wajah panik Erlangga sembari menggengam tanganya.

Senyum terlukis di wajah Grael, tetapi hanya sesaat sebelum dia kembali teringat betapa sombongnya Erlangga yang sudah menginjak-injak harga dirinya.

"Wooii, Erlangga di sini!" teriak Grael ketika mereka mengumpat di tangga darurat.

"Astaga! Loe bisa diam gak?" bentak Erlangga dengan sewot.

"Gak!" jawab Grael dengan ketus.

"Mau loe apa? Masih kurang duit yang gue kasih? Hah!" Erlangga memepet tubuh Grael hingga mentok ke dinding.

Perkataan Erlangga benar-benar menusuk relung hati Grael, dia tidak percaya bila idolanya bertolak belakang dibalik layar lebar. Hatinya sudah memblokir rasa suka dan ngefansnya terhadap Erlangga.

Grael tersenyum sinis, dia ingin membalas rasa sakitnya dengan memanggil para fans fanatik tersebut. "Hai," panggil Grael.

"Diam gak!" bentak Erlangga. Namun, Grael tidak peduli, dia berteriak lagi dan lagi sampai akhirnya Erlangga menutup mulut Grael dengan tangannya.

Grael pun tidak kehabisan akal, dia menggigit tangan Erlangga dengan kuat, sampai tangan sang empu mengeluarkan darah.

"Aaaakkkhh, aaakkhh, sakit!" teriak Erlangga yang mendorong kening gadis itu agar melepaskan gigitannya.

"Gila, loe!" umpat Erlangga yang ingin meninggalkan Grael setelah gigitan itu terlepas.

Tangan Grael mencoba meraih tangan Erlangga saat pandangan matanya mulai buram, tubuhnya langsung ambruk seketika, saat Erlangga membuka pintu darurat dan melangkahkan kaki pertamanya.

Erlangga langsung menangkap tubuh Grael dengan cepat, dia menepuk-nepuk pipi sang gadis agar tersadar. Namun, Grael tetap tidak sadarkan dirinya.

"Aakkh, shhit!" umpat Erlangga yang akhirnya membawa dia ke kamar hotelnya.

Langkah Erlangga semakin mendekat dengan kamar hotelnya, sembari melirik ke kanan dan ke kiri untuk waspada terhadap orang yang mencurigai dia.

Tangan Erlangga menggesek kartu pada pintu kamarnya, begitu pintu kamar dibuka dia menutup pintu itu menggunakan kaki lalu menaruh gadis belia tersebut di atas tempat tidurnya.

"Sial," umpat Erlangga saat mengetahui tubuh sang gadis begitu panas, dia segera menelepon managernya untuk membawa seorang dokter wanita.

Beberapa menit kemudian, usai sang dokter memeriksa kondisi dan mengganti pakaian gadis itu, dia langsung memberikan beberapa obat untuk diminum dan dioleskan pada luka di tubuh gadis tersebut.

"Kalau dia belum bangun juga, paksa pacar kamu minum obat dengan mulut kamu!" ujar Dokter Nadin pada keponakannya.

"Dia bukan pacarku, Tan." Erlangga menansfer tambahan kepada Nadin sebagai uang penutup mulut.

"Kamu nyogok saya, sebagai Dokter apa sebagai Tante, kamu?" Nadin melipat kedua tangannya di depan dada.

"Maaf, Tanteku sayang ... ini rahasia kita." Erlangga memeluk Nadin dan mengecup pipi Nadin agar tidak merajuk.

Nadin adalah adik dari ibu kandung Erlangga yang sudah meninggal. Bagi Erlangga, Nadin seperti sosok ibu yang sudah merawat Erlangga dengan tulus ketika ibu kandungnya telah meninggal saat Erlangga berumur tujuh tahun.

"Ingat ... jangan macam-macam sama anak gadis orang! Dia lagi sakit, tubuhnya banyak luka. Kamu harus benar-benar perhatian pada pacar kamu, kalau sudah bangun bawa dia kerumah, kenalin ke Tante!" Nadin menyentil kening Erlangga dan segera pergi dari sana.

"Siap, bos!" Erlangga memberi hormat kepada Nadin dan menutup pintunya kembali.

"Aaakh, kenapa gue bilang siap ya? Dia kan bukan pacar gue! Cuma benalu," gumam Erlangga pada dirinya sendiri.

Erlangga mendekati Grael saat melihat gadis itu menggigil kedinginan, dia menjadi panik dan mencari air minum serta obat yang ada di atas meja samping tempat tidur.

"Hai, bangun! Minum obat dulu." Erlangga menggoyangkan tubuh Grael agar terbangun, tetapi dia menggenggam tangan Erlangga dengan kuat.

"Astaga!" Erlangga menyentuh kening Grael yang begitu panas, tanpa basa- basi dia meminum obatnya lalu memberikan kepada Greal lewat mulutnya.

Erlangga terus memberikan semua obat yang ada di dalam mulut sampai gadis itu meminumnya, begitu selesai dia juga memberikan beberapa obat salep kepada Gadis itu.

Perasaan bersalah langsung menusuk ke relung hati Erlangga ketika melihat beberapa luka di sekujur tubuh Grael. Usai memberikan obat salep, dia berinisiatif untuk memeluk tubuh Grael yang terus menggigil, sampai akhirnya dia ikut terlelap bersama hilangnya menggigil di tubuh Grael.

To be continued...

Hallo assalamualaikum, sobat readers tersayang ... terima kasih ya, sudah berkenan mampir di karya keduaku. Semoga kalian suka ya dengan ceritanya.

Author menunggu tanggapan yang positif dari kalian untuk cerita ini, mohon dikomen ya ... jangan lupa sedekah like, vote, rate dan hadiahnya... mumpung di bulan puasa biar dilipat gandakan pahala kalian yang sudah like, komen apalagi vote dan hadiahnya.. hehe🤭 aamiin.

Oke! selamat berpuasa untuk kalian sobat readers tersayang, bagi yang menjalankannya... salam sayang untuk kamu dan orang yang kamu sayang.😘😘😘😘

2. Ingin berada didekatnya.

Suara kicauan burrung begitu merdu, ketika mengusik telinga Erlangga yang sedang tertidur lelap sembari memeluk tubuh wanita yang ada di sampingnya. Perlahan dia merentangkan tubuh dan membuka matanya ke arah samping.

Tanpa dia sadari, bibirnya tersenyum lebar, perasaannya menjadi tenang saat memandang wanita yang ada di samping kini mulai membaik. Dia segera bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah kamar mandi.

Beberapa menit usai Erlangga masuk ke dalam kamar mandi, suara amukan dari seorang wanita cantik membangunkan Grael dari tidurnya. "Er ... langga!"

"Dasar perempuan, jjalang!" wanita itu memukul tubuh Grael dan menarik rambutnya dengan kencang.

Rasa sakit luar biasa yang Grael rasakan, ketika dirinya menjadi amukan seorang wanita yang tidak dikenal, dia menjerit kesakitan saat rambutnya ditarik kuat oleh wanita seksi itu yang dia kenal sebagai Angelina Joya, penyanyi yang sedang naik daun.

"Astaga ... Angel! Lepasin gak?" teriak Erlangga yang melepaskan tangan wanita cantik itu dari rambut Grael.

"Gak! Perempuan jjalang kaya dia harus dikasih pelajaran." Angelina terus menarik rambut Grael dengan kencang.

"Aaakkhh ... sakit!" teriak Grael yang tidak mau mengalah dengan Angelina.

"Aaaakkh! Berani kamu jambak rambut saya!" ucap Angelina yang sudah naik pitam.

"Angelina!" pekik Erlangga yang menampar pipi Angelina.

Suara tamparan di pipi Angelina membuat ketiganya terdiam, hanya deru napas Grael dan wanita seksi itu yang masih menggebu-gebu usai perkelahian sengit di antara mereka.

"Ka-kamu, berani menampar aku?" tanya Angelina dengan sorot mata yang menahan tangis.

"Keluar!" pinta Erlangga dengan nada pelan tapi tegas.

"Er? Aku ini pa—”

"Keluar!" teriak Erlangga dengan kasar dan itu berhasil membuat Grael dan Angelina terkejut.

Diam-diam Grael merangkak pelan turun dari tempat tidur untuk menjauh dari mereka berdua, tetapi Erlangga mencegahnya dengan memegang tangan dia. Sorot mata Angelina begitu panas saat melihat Erlangga memegang tangan wanita lain dihadapannya.

Rasa panas yang Angelina rasakan bukan hanya di pipi aja, melainkan juga pada hatinya. Dia segera pergi dari kamar Erlangga dan menatap sinis ke arah gadis tersebut sembari memegangi pipinya yang terasa perih.

Setelah Angelina keluar dan membanting pintu dengan keras, Grael menatap Erlangga yang masih mematung memegang tanganya. Dia mencoba untuk melepaskan cengkraman dari tangan pria tersebut tapi kini dia justru mendapat tatapan yang menakutkan.

"Lepasin, gak?" pinta Grael yang membalas tatapan sinis ke Erlangga.

Erlangga nampak tidak percaya dengan keberanian yang ada pada gadis itu, di saat wanita lain kagum, dan sangat mengidolakan dia. Gadis itu justru berbeda dari wanita lainnya.

Sorot mata yang tidak kenal takut, sorot mata yang membuat Erlangga semakin menyukai cara pandang unik pada gadis tersebut. Erlangga menyunggingkan senyum tipisnya lalu perlahan mendekat ke wajah Grael.

Semakin dekat, semakin membuat Grael menjadi gugup. Debaran jantung Grael semakin berdegup kencang saat Erlangga melihat ke arah bibirnya, Grael yang kehilangan keseimbangannya akibat memundurkan tubuhnya kebelakang, menarik tengkuk leher Erlangga agar tidak terjatuh. Namun, perkiraan Grael salah.

Tubuh mereka pun terjatuh di atas kasur, kini kedua bola mata mereka saling bertemu. Erlangga yang ingin melihat reaksi wajah dari gadis itu terus memancing agar sang wanita masuk ke dalam perangkapnya.

"Permisi, Tuan muda," ucap Pak Ben sebagai asisten pribadinya Erlangga.

”Aakkhh!" teriak Grael mendorong tubuh Erlangga hingga terpelanting.

"Maaf, tuan!" Pak Ben langsung membalikan tubuhnya kebelakang.

"Shitt, tunggu diluar," ucap Erlangga dengan santai.

"Eh ... tunggu, tunggu, biar saya yang keluar." Grael turun dari atas kasurnya dan segera berlari dari sana saat Erlangga hendak memakai baju.

Senyuman Erlangga mengembang, saat melihat tingkah Grael berlari sambil menutupi wajahnya agar tidak melihat dirinya yang ingin memakai baju. Pak Beni senang melihat Tuan mudanya bisa tersenyum kembali setelah sekian lama Erlangga sulit untuk tersenyum.

***

"Wah, gila ... kenapa gue bisa ada di sana?" ucap Grael pada dirinya sendiri saat sudah berada di ruang loker sang kakak.

Grael mengambil baju salin sang Kaka, lalu membuka bajunya. Namun dia baru sadar, saat mau membuka baju yang dia pakai sekarang, berbeda dengan baju yang kemarin.

"Aaaakkkhhh!" teriak Grael dengan kencang, dia langsung menangis ketika pikirannya berargumen tentang kejadian semalam yang dia lalui bersama Erlangga.

Suasana pada loker tersebut bisa dibilang cukup sepi, karena semua staf karyawan hotel berada pada jam kerja, sehingga Grael bisa melampiaskan rasa sedihnya tanpa ada yang mengetahui.

"Gak, gak mungkin! Tenang Grael, loe harus rileks, tarik napas ... buang ... tarik lagi ... aaaakkkhhh! Emak ... maafin Grael, Mak." Grael memukul kepalanya sendiri sembari menangis.

Tidak lama kemudian, Grael keluar dengan baju seragam cadangan sang kakak, dia tidak mau ibunya sampai curiga bila dia pulang dengan pakaian yang berbeda.

Grael melangkahkan kakinya keluar menuju lobby utama, rasa lapar yang dia rasakan terus melanda ketika dia mengingat bahwasannya dia belum makan dari semalam. Grael pun memutuskan untuk membeli makanan yang berada diluar hotel.

Nasi uduk menjadi salah satu menu sarapan yang dia suka, Grael mengantri demi satu bungkus nasi dengan satu teh manis panas. Pada saat dia sedang menunggu antrian, sepasang mata telah mengawasinya dari kejauhan. Orang itu terus memperhatikan Grael yang berpenampilan staf karyawan hotel, sampai akhirnya orang tersebut mengetahui bahwa gadis itu bernama Gracia Anabella.

"Gracia, nama kampungan! Pak Ben, kita balik ke hotel," ucap orang tersebut yang tersenyum melihat wajah Grael.

"Baik, Tuan muda." Pak Ben menjalankan laju mobilnya.

Perasaaan yang tidak sabar ketika ingin mengerjai gadis tersebut menjadi kesenangan tersendiri buat Erlangga, entah mengapa rasanya dia ingin terus sang gadis berada didekatnya dan membuat wanita itu marah sekaligus kesal.

Mobil pun kembali ke hotel, Pak Ben yang selalu sabar untuk menghadapi sikap Tuan mudanya yang berubah-ubah, hanya bisa menjalankan tugasnya.

"Pak Ben? Suruh manager hotel untuk memanggil Gracia menemui saya! Saya ingin dia melayani keperluan saya, selama di hotel ini." Erlangga turun dari mobilnya ketika Pak Ben membukakan pintu mobil.

"Baik, Tuan muda." Pria paru baya tersebut mengangguk dengan senyuman dan menyerahkan kunci mobil pada Valet parking.

"Jam berapa Rio sampai?" tanya Erlangga kepada Pak Ben mengenai sahabatnya sekaligus manager dia.

"Dua jam lagi dia akan tiba, Tuan muda." Pak Ben menekan tombol lift ketika mereka sudah berada di depan lift.

***

Ketukan pintu terdengar oleh telinga Erlangga, senyumnya langsung berkembang ketika dia menebak dibalik pintu tersebut adalah gadis yang sudah dia tunggu.

Erlangga berdiri menghadap jendela besar yang ada di samping tempat tidur, dia sudah tidak sabar ingin melihat reaksi gadis tersebut ketika wanita itu diminta untuk melayaninya segala keperluan dia selama di hotel.

"Permisi, Pak. Saya Gracia Anabella, ada yang bisa saya bantu?" tanya Gracia dengan ramah saat dirinya sudah memasuki kamar Erlangga.

Erlangga berbalik menghadap suara yang sangat berbeda dengan apa yang dia harapkan, ada sedikit rasa kecewa di hatinya ketika dia melihat sosok wanita yang jauh berbeda dengan ekspektasi-nya.

"Pak Ben!" panggil Erlangga kepada asisten pribadi dan langsung dimengerti oleh pria paru baya itu.

To be continued...

Terima kasih sudah membaca karya keduaku ... semoga suka ya ... Jangan lupa tinggalkan jejak komen, like, hadiah, dan votenya ya.. 😘

3. Cinta Pertama

Alarm pada ponsel Grael berbunyi, dia mematikan suara tersebut dan bergegas untuk pergi ke kamar mandi. Pagi ini Grael sangat tidak bersemangat untuk memulai harinya dengan senyuman, rasanya enggan untuk berangkat ke sekolah saat mengingat dirinya pernah tidur di hotel bersama Erlangga.

Semua isi kamar Grael yang terdapat poster, stiker dan segala jenis barang yang terdapat gambar Erlangga Louise dipindahkan dalam satu kotak box ukuran besar dan disimpan dalam kolong tempat tidurnya.

"Astaga! Kenapa masih ada sih?" Grael menggosok stiker di kaca wastafel.

Perasaan Grael benar-benar berubah 180° celsius dari ngefans sampai akhirnya berubah menjadi benci, rasanya ingin sekali menusuk orangnya seperti dia menggosok striker wajah Erlangga dengan sikat gigi yang sudah tidak terpakai.

Grael mencoba mengingat-ingat kembali kejadian kemarin malam, apakah dirinya benar-benar melakukan hal seperti itu dengan Erlangga atau tidak. Untungnya saat Grael tidak pulang semalaman, Ernata dan Veby mau bekerja sama dengan dia, sehingga sang ibu tidak terlalu curiga dengan dirinya.

"El, udah bangun belum? Hayo bangun, sekolah!" teriak sang ibu yang menggedor pintu kamar Grael.

"Iya, Bu! Grael udah bangun, bentar lagi turun." Grael langsung bergegas mandi dan meninggalkan stiker yang susah untuk dihilangkan.

Beberapa menit kemudian, saat dirinya sudah siap untuk berangkat ke sekolah, dia memilih untuk sarapan terlebih dahulu bersama ibunya. Sangat jarang Grael bisa makan bersama dengan sang kakak karena Gracia memilih untuk ngekos bersama teman satu kerjanya.

"Bu, Grael berangkat Sekolah dulu ya," ucap Grael sehabis sarapan.

"Iya, hati-hati di jalan," ucap sang ibu yang bernama Larisa dan dijawab oleh Grael. "Iya, Bu."

Grael pun naik angkutan umum untuk sampai di tempat sekolahnya, saat dia sedang menunggu di halte bus sekolah. Mata Grael tertuju pada sosok laki-laki yang sudah dia kenal selama ini, yang sudah membuatnya merasakan debaran cinta untuk pertama kalinya.

Dia adalah Rangga Louis, cinta pertama Grael. Seorang laki-laki yang memiliki paras rupawan dan memiliki jiwa sosial, berteman tanpa memandang status. Sosok laki-laki yang menjadi incaran setiap wanita.

"Lebak halus, lebak halus, lebak halus, ayo, ayo ... berangkat!" teriak supir kenek untuk memanggil para penumpang ketika sudah tidak ada yang ingin naik.

"Eeehhh ... bang, tunggu!" Grael tersadar dari lamunannya ketika suara teriakan kenek begitu nyaring di telinga.

Grael yang mencoba mengejar bus tersebut, hanya bisa pasrah saat bus sudah semakin menjauh.

"Aakhh, gara-gara ayang beb nih!" umpat Grael pada dirinya sendiri hanya karena melihat orang yang mirip dengan Rangga.

***

SMK Pemersatu Bangsa.

Suara bel masuk sekolah terdengar jelas di telinga para murid yang sudah berada di dalam area sekolah, semua murid langsung pada masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Terdapat pula siswa yang terlambat datang sekolah, termasuk Grael dan juga beberapa anak murid lainnya.

"Bew, liat noh ... si Grael telat lagi." Veby melempar kertas ke arah Ernata.

"Udah biasa, gak heran gue! Kalau gak telat, bukan Grael namanya," sahut Ernata.

"Iya, bener juga loe." Veby tertawa mendengar ucapan sahabatnya.

Ungkapan kata Bew adalah kata panggilan mereka sebagai bestie, persahabatan mereka terjalin ketika mereka baru mengenal satu sama lain saat masa-masa MOS di sekolah tersebut.

Di sisi lain.

Semua anak-anak yang terlambat datang ke sekolah, dikumpulkan di lapangan. Mereka disuruh berbaris dan membuat penyataan untuk tidak datang terlambat lagi ke sekolah dengan mengucapkan secara keras dan lantang.

'Astaga, mana gue doang cewek sendiri! Malu ... njir!' ucap batin Grael yang berdiri baris urutan ke dua.

Pak guru langsung menyuruh anak murid yang paling pinggir untuk memulai terlebih dahulu, kemudian dilanjut berikutnya. Sebelum hukuman jatuh ke urutan Grael, Pak kepala sekolah datang terlebih dahulu untuk memanggil anak baru agar tidak dihukum karena hari pertama dia masuk ke sekolah.

"Pak gak adil, Pak! Huuu!" protes semua anak murid lainnya yang merasa cemburu.

"Tahu ih, Bapak ih ... kalau gitu, saya juga anak baru Pak," celetuk Grael.

"Anak baru apanya?" tanya Pak kepala sekolah.

"Anak baru saya, Pak! Baru ... baru masuk, tadi telat," jawab Grael yang membuat anak murid dan guru sekaligus kepala sekolah ikut tertawa.

"Kamu mah, telat menyadari cintaku, Yank." Salah satu anak murid cowok yang menggoda Grael.

"Jiaaahh!" sorak semua anak murid lainnya, sontak membuat lapangan menjadi ramai.

"Eh ... sudah, sudah, sudah. Yang lain lanjutkan hukumannya, Rangga ikut saya!" Pak kepala sekolah tertawa melihat tingkah anak muridnya, walaupun ada rasa kecewa bagi siswa yang datang terlambat.

'Ah, siapa tadi? Rangga!' batin Grael terkejut melihat anak baru yang lewat dihadapannya.

Rangga tersenyum ke arah Grael dan mengedipkan matanya saat dia melewati gadis itu, lalu berlalu mengikuti langkah kaki Pak kepala sekolah ke ruangannya.

'Astaga! Serius, itu Rangga? Ya ampun ... image gue langsung anjlok,' keluh Grael dalam hati.

***

Kelas XI-A.

Selesai menerima hukuman, Grael masuk kembali ke dalam kelas, teman-temannya langsung menyambut kedatangan Grael dengan tawa dan canda. Grael pun duduk di samping Ernata.

"Ciee, selamat ya Bew ... yang menjadi cewek tercantik di antara siswa lainnya yang telat," ledek Ernata kepada Grael sembari tertawa.

"Malu ... cuy!" Grael menutupi wajahnya dengan tas

"Kapok gak, kapok gak?" timpal Veby yang duduk di belakang Ernata.

"Kapok," rengek Grael kepada kedua sahabatnya.

Kedua sahabat Grael tertawa melihat raut wajah temannya yang menyesal datang terlambat, mereka langsung terdiam saat guru masuk dan memulai jam pelajaran yang kedua.

Suasana di dalam kelas menjadi hening, saat guru killer yang mengajar matematika mulai membuka suaranya untuk memberikan materi kepada anak muridnya.

Dua jam kemudian, jam bel istirahat berbunyi, pelajaran pun telah usai. Semua murid di dalam kelas langsung menarik napasnya dalam-dalam untuk menetralisirkan saraf mereka yang terasa tegang.

"Aahhh, berasa belajar di ruang horor, gue," celetuk Veby saat sang guru sudah keluar dari kelas.

"Lah, gue ampe nahan napas," timpal Ernata.

"Ngeluh aja loe pada, kantin yuk! Laper gue." Grael berdiri mengajak ke dua sahabatnya.

Mereka berjalan bersama menuju kantin sekolah, saat mereka tengah asik bercanda melewati lapangan. Mereka melihat begitu ramai anak murid perempuan di sisi lapangan.

"Tumben, jam istirahat lapangan rame. Ada apa sih?" tanya Ernata yang penasaran.

"Ada yang jual tali kollor kali." Grael menjawab pertanyaan Ernata dengan asal.

"Eh ... dodol, ngelawak aja loe," ucap Ernata yang tertawa mendengar celetukan temannya.

"Biasa ... ada anak baru cowok, kelas dua B," jawab salah satu anak murid perempuan yang ikut menonton bola basket.

"Yang mana sih orangnya?" tanya Veby dengan semangat.

"Weeh, yang ganteng aja loe gercep." Ernata mengusap wajah Veby sembari tertawa.

Veby hanya tertawa mendengar ungkapan dari sahabatnya, matanya sembari mencari anak baru yang menjadi booming seantero sekolah, ketika matanya sudah melihat wajah yang membuat kaum siswi meleleh, dirinya menjadi salah tingkah.

"Eh ... busyyeed dah, ganteng bener." Veby melihat Rangga tanpa berkedip saat anak baru itu sedang duduk bersama teman-temannya di tengah lapangan, usai selesai pelajaran olahraga.

Grael yang melihat ke arah Rangga sedang meminum air di botol, membuatnya menjadi semakin gugup. Perasaan yang dulu dia pendam hanya sebatas mengagumi dari jauh, kini harus terulang lagi, walaupun begitu. Grael tetap bersyukur kalaupun dia harus memendamnya lagi dan hanya mencintai dalam diam.

Beberapa saat, ketika Grael terus melihat ke arah Rangga, kedua mata mereka saling bertemu, dan pada saat itu juga Rangga mengedipkan mata untuk kedua kalinya saat mereka bertemu kembali.

Suara riuh dari siswi yang melihat Rangga mengedipkan mata menjadi semakin ramai, semua siswi melihat sorot pandang Rangga yang menuju ke arah Veby, sontak membuat Veby menjadi percaya diri.

"Ciiee ... Veby," sorak semua siswi yang melihat ke arah Veby.

Rangga yang tahu ada kesalahpahaman, dia bangun dari duduknya dan ingin menghampiri Grael, tapi dengan cepat Grael menarik kedua temannya untuk segera ke kantin.

Selepas mereka sampai di kantin, mereka pun memesan makanan dan duduk menunggu pesanan mereka datang. Pada saat mereka baru duduk, tiba-tiba Anjas datang mendekati mereka bersama kedua temannya.

"Boleh gabung kan?" tanya Anjas yang sudah duduk di depan mereka bersama teman-temannya usai pelajaran olahraga.

Perasaan Grael semakin tidak menentu saat Anjas datang bersama Rangga dan Irfan. Aroma keringat dari tubuh mereka yang usai berolahraga, menjadi ciri khas mereka sebagai cowok dengan parfum yang mereka gunakan. Irfan yang memilih duduk di samping Grael sedangkan Rangga memilih untuk duduk berhadapan dengan Grael.

"Udah pada pesan?" tanya Irfan yang bertanya kepada semua teman cewek tapi arah matanya melihat ke arah Grael.

"Udah," jawab teman-temannya Grael.

Grael tidak menjawab pertanyaan dari Irfan, dia memilih untuk fokus membaca isi pesan dari orang yang tidak dikenal.

"Siapa sih?" Irfan langsung mengambil ponsel Grael dan melihat isi pesan tersebut.

"Irfan, ih!" kesal Grael kepada Irfan dan sang empu hanya tertawa.

"Irfan iseng, aja!" Veby merebut ponsel Grael dari tangan Irfan, lalu memberikannya kepada sahabatnya itu.

"Kalian berdua pacaran?" tanya Rangga dengan spontan.

"Gak!" jawab Grael dengan cepat dan lantang.

Semua menjadi terdiam, ketika Grael begitu semangat membela dirinya untuk memberitahu kepada Rangga soal hubungan mereka.

"Sebentar lagi," jawab Irfan sembari merangkul Grael.

"Apaan sih, Fan." Grael menepis tangan Irfan dari pundaknya, dia melanjutkan membaca isi pesan dari orang asing tersebut yang memberitahu bahwa dia sudah membawa kabur baju yang seharga ratusan juta dan harus dikembalikan malam ini juga kepada Erlangga.

Wajah Grael langsung berubah menjadi pucat ketika membaca isi pesan tersebut, ternyata dari orang yang dia benci. Grael langsung memasukan ponselnya kembali saat pesanan mereka sudah datang.

"Kenapa, bew?" tanya Ernata.

"Ah, hah. Gak apa-apa, kita makan," jawab Grael yang langsung menyantap makanannya.

Rangga terus memperhatikan gelagat aneh pada Grael, wajah gadis itu terlihat menahan emosi ketika mendapat begitu banyak pesan notifikasih, sehingga membuat Grael tersedak dan meminum es cappucino milik Rangga tanpa dia sadari.

"Bew, loe salah minum." Vebby memberitahu kepada Grael.

"Uups, sorry." Grael memasang wajah melasnya sebagi permintaan maaf.

Grael sangat malu ketika Rangga terus menatap ke arahnya yang sudah menenggak minumannya di atas bekas bibir Rangga, hanya kata-kata itu yang dia keluarkan. Tiba-tiba, bel masuk pun berbunyi tepat ketika semua pada selesai makan.

"Uda gak apa-apa," ucap Rangga yang langsung menenggak habis minuman sisa yang diminum oleh Grael, lalu mengajak kedua temannya untuk masuk ke dalam kelas. "Njas, Fan, masuk yuk!"

To Be continued...

Terima kasih sudah membaca cerita Grael, semoga suka ya..

Jangan lupa juga untuk like, komen, hadiah, dan votenya ya..

Salam sayang untuk kamu sobat readers.😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!