Seseorang ibu dengan cepat menarik tubuh putranya, beberapa tembakan menembus kulitnya membuatnya terjatuh bersama putranya.
Putranya melihat darah yang sudah mengalir, dia ingin langsung ingin berdiri namun ibunya menahannya dengan nafas yang sudah tersengal-sengal.
“Jangan bergerak, perdalam wajahmu ke dada ibu, jangan bernafas saat mereka datang, pura-pura lah mati, jangan menangis, kamu anak yang kuat, tetaplah hidup dan jadi anak yang baik, jaga kesehatanmu sayang,” ucap ibunya dengan cepat dan air mata yang sudah menetes begitu saja.
Saat merasakan langkah kaki sudah semakin mendekat, Bianca langsung menarik kepala putranya kedalam pelukannya agar wajah putranya bisa dipenuhi darahnya.
Kedua orang tersebut menodongkan kedua senjata apinya, tapi kedua ibu dan anak tersebut tidak bergerak sama sekali.
“Cepat periksa!” pintah salah satu dari mereka.
“Sudah tidak bernafas, dan anaknya juga sudah tidak, wajahnya sudah sangat penuh dengan darah, sangat bernasib buruk jika berkeluarga kaya,” ucap seseorang yang memeriksa.
Dengan berusaha keras Cakra menahan air matanya, ia menahan diri agar tidak bergerak, menahan nafas sebisa mungkin dan menghembuskan nafasnya pelan jika sudah tidak sanggup menahannya. Ini adalah hal yang sangat menyakitkan bagi keturunan bangsawan Cakrawala Casugraha.
“ahg, kasihan sekali, andaikan saja ibunya masih hidup aku akan menikahinya, masih sangat cantik dan mudah,” ucapnya.
Hati Cakra benar-benar seperti sangat pilu, dia hanya menahan tubuhnya yang sudah ingin berteriak memeluk ibunya, mau membunuh orang yang telah membuat dirinya kehilangan kedua orangtuanya, namun dirinya masih belum bisa apa-apa, dia masih anak remaja.
Air mata Cakra menetes tapi tidak kentara oleh kedua orang tersebut karena darah yang sangat merah di wajah nya, hingga air mata tersebut seperti darah yang sedang mengalir keluar dari mata Cakra.
“Lakukan segera” pintanya kepada orang yang tadi menemaninya. Dering ponselnya berbunyi, Cakra dengan cepat memasang telinganya sekuat mungkin untuk mendengar suara yang sedang menelfon, walaupun dirinya tidak bisa melihat sedikitpun wajah pembunuh tersebut namun dia berharap bisa tau dengan suara, Cakra yakin jika ini adalah sebuah insiden karena harta, dia baru saja mendengar nya dari pembunuh bayaran saat mengatakan nasib orang kaya.
“Tugas sudah selesai, jangan tinggalkan jejak sedikit pun, saya tau kalian adalah pembunuh yang sudah sangat ahli, jadi jangan pernah membuat sedikitpun kesalahan” ucap seorang dari dalam telfon.
“Dia....” gumam Cakra dengan hati yang sudah sangat hancur.
Saat itu Cakra dan ibunya dibuang ke laut, beruntung sekali Cakra sangat ahli dalam berenang, dia mengambil nafas dalam-dalam sebelum dia dibuang ke laut, dia memegang tangan ibunya tidak mau jika ibunya tersapu oleh ombak, kedua orang tersebut tidak terlalu jauh membuang mereka karena dengan kebetulan suara mobil polisi sangat ramai terdengar, kedua orang tersebut langsung mengambil jalur yang berbeda.
Seorang pemuda dengan wajah dingin tidak pernah menunjukkan senyumannya dari sekian tahun semenjak kematian ibu dan ayahnya.
Sekertaris berdiri di depannya dengan raut wajah penuh ketakutan, badannya gemetaran dan air matanya tak pernah berhenti mengeluarkan air matanya.
“Ma...ma.af tuan” ucapnya dengan nada patah-patah sangat takut dengan orang yang duduk didepannya.
Pranggg...
Suara gelas jatuh didepannya, kakinya merasakan sakit terkena beling kaca yang terpercik saat pecah. Tapi dirinya tidak berani mengeluh kesakitan hanya bisa menahan rasa sakit kakinya.
“Katakan!” ucapnya singkat dengan suara dingin nan menyeramkan.
“Sa..sa..saya ti-tidak sengaja tu..an” ucapnya tanpa berani menatap laki-laki yang ada didepannya.
“Keluar sekarang,” ucap asistennya Elang membuat wanita tersebut segera pergi dengan sangat ketakutan.
“Apa yang kamu lakukan?” Ucap nya dengan suara sangat kesal.
“Hanya masalah kopi saja Bos, kakinya sudah berdarah, bukankah itu sudah cukup untuk menghukumnya,?” ucap Elang membuat Cakra berdiri menamparnya dan bergegas keluar.
Elang hanya bisa menghembuskan nafasnya memegang pipinya yang terasa sangat panas.
Cakra merenung di dalam kamarnya menatap foto dirinya dan kedua orangtuanya, tersenyum manis, penuh kebahagiaan terlihat didalam foto tersebut, hatinya sungguh sangat sakit melihatnya, dia langsung berlari keluar dari dalam kamarnya. Cakra jarang sekali pulang kesana, dia tidak ingin mengingat kenangan dirumah tersebut, hatinya sangat hancur bila mengingat kejadian yang sangat kejam tersebut.
Pelayan yang bertugas disana berbaris menundukkan kepalanya saat tuannya hendak keluar. Dengan penuh hormat mereka membukakan pintu untuk tuannya, tidak ada yang berani membuka suara sedikitpun, hanya terdengar langkah kaki laki-laki arogan.
“Dimana Hadi,?” tanya Cakra tanpa menoleh ke arah pelayan rumahnya.
“Sedang memasak tuan, kepala pelayan meminta untuk tinggal sebentar lagi, kepala pelayan ingin memasakkan untuk tuan” ucap salah satu dari mereka tanpa berani mengangkat kepalanya.
Hadi adalah kepala pelayan yang setia kepada keluarganya, Hadi adalah salah satu orang yang sudah dipercaya oleh Cakra. Semenjak ibu dan ayah nya menikah Pak Hadi sudah melayani keluarganya.
“Aku memanggilnya” ucapnya membuat salah satu pelayannya mengangguk dan pergi memanggil kepala pelayan mereka.
“Bubar” ucapnya yang seketika membuat mereka langsung bubar dengan cepat.
Cakra duduk di sofa menunggu kedatangan kepala pelayan, wajahnya terlihat sangat menakutkan dari sebelumnya, dirinya mengingat kembali kedua orangtuanya.
“Maaf tuan, membuat anda menunggu” ucapnya sopan.
“Aku akan melakukannya sekarang.” Ucap Cakra tanpa menoleh sedikitpun ke arah Hadi. Cakra kembali berdiri dan pergi begitu saja.
Saat sudah melihat Cakra pergi dengan cepat dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Asisten Elang.
“Awasi tuan, dia akan melakukan balas dendam, saya sudah tidak bisa menahannya lagi, wajahnya sungguh sangat menakutkan” ucap kepala pelayan, sedari dulu dia dan Elang lah yang selalu membujuk Cakra agar tidak melakukan hal gila tersebut, mereka mengatakan ‘Jika sudah dewasa tuan bisa melakukannya. Tuan masih belum bisa melakukan balas dendam saat umur yang masih sangat mudah, tunggu lah saat hari itu tiba’.
Sejujurnya Pak Hadi dan Elang sangat tidak ingin jika tuannya melakukan hal yang membuat Cakra bisa kehilangan nyawanya. Pak Hadi sangat merasa bersalah kepada Cakra karena saat malam itu dirinya tidak ada di rumah saat kejadian, dia tidak bisa melindungi tuan dan nyonya serta tuan mudahnya.
“Halo Bos, jangan lakukan sekarang, saat ini masih terlalu cepat, Bos juga belum memastikan dengan benar siapa yang membunuh kedua orang tua Bos.” Ucap Elang di sambungan telfon.
“Aku tidak butuh nasihat lagi, dan tidak butuh bantuan kalian, aku sudah tau tanpa menyelidi lagi, aku sudah tidak tahan” ucapnya dingin.
“Orang kita masih menyelidiki Bos, jadi....” ucapnya terhenti oleh Cakra yang berteriak di sana.
“AKU BISA MELAKUKANNYA....!” ucapnya dengan suara agak tinggi, Elang tau bagaimana reaksi wajah Bosnya saat ini, dia melihat ponselnya dan ternyata sudah dimatikan oleh Cakra.
Cakra dengan wajah penuh emosi melajukan mobilnya entah kemana, dirinya hanya bisa menancap gas dengan kecepatan tinggi. Mobilnya berhenti tepat di ruang mewah nan megah, dirinya menurunkan kacanya menatap rumah tersebut dengan mata yang sudah penuh dengan Api kemarahan yang membara.
“Maaf tuan, mobil saya ingin masuk, jadi bisakah anda tidak menghalangi jalan,?” ucap perempuan cantik tersebut.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Cakra menutup kacanya dan melajukan mobilnya lagi. Kaki panjangnya melangkah kedalam perusahaannya, semua orang menunduk saat dia lewat, tidak ada yang bersuara sedikitpun.
Saat sudah sampai dilantai dimana ruangannya berada, dia lebih dulu menatap Elang dengan tatapan mata dingin, tidak ada kehangatan yang terpancar di matanya hanya terlihat kebencian.
“Kenapa tidak memberitahu ku jika dia mempunyai anak,?” ucap Cakra.
“Bukankah saya sudah pernah mengatakannya Bos,?” Saut Elang.
“Lakukan sekarang” ucapnya langsung melangkah pergi, Elang yang mendengar nya mengerti apa yang dimaksud oleh Bosnya, dia hanya bisa pasrah dan melakukannya.
....
Alana dengan wajah sangat ceria memakan cilok, dia sangat menyukainya hingga membeli beberapa porsi, dia makan dengan sangat lahap. Tangan mungilnya mengelus perutnya yang sudah kenyang, saat hendak berdiri tiba-tiba tubuhnya melayang tanda seseorang sedang menggendongnya, mulutnya yang ingin teriak di tutupi menggunakan kain, kesadarannya seketika hilang.
Alana dengan wajah sangat ceria memakan cilok, dia sangat menyukainya hingga membeli beberapa porsi, dia makan dengan sangat lahap. Tangan mungilnya mengelus perutnya yang sudah kenyang, saat hendak berdiri tiba-tiba tubuhnya melayang tanda seseorang sedang menggendongnya, mulutnya yang ingin teriak di tutupi menggunakan kain, kesadarannya seketika hilang.
Alana membuka matanya dan sangat kaget dirinya dalam keadaan terikat di sebuah gudang, air matanya mengalir begitu saja seraya berteriak meminta pertolongan.
Pintu terbuka dengan penuh harap seseorang yang membukanya adalah penolong untuk dirinya, Alana melihat wajah yang dingin tapi kegagahannya sangat membuat mata seperti habis dicuci bersih.
Alana mengamati wajah tersebut, sangat tak asing, dia memutar otaknya mengingat-ingat orang yang berdiri didepannya tanpa bersuara sedikitpun, hanya memasang wajah tanpa ekspresi.
“Tuan, tolong saya, saya di culik, kita pernah bertemu sebelumnya” ucap Alana cepat dengan wajah penuh harap.
“Hahahaha” tawa yang nyaring tapi sangat menakutkan, Alana meneteskan air matanya, tubuhnya gemetaran seketika.
“Apa kamu anak Iblis itu,?” tanya Cakra berjongkok didepan Alana, menarik dagu Alana untuk menatapnya.
“Sa..saya tidak mengerti” saut Alana.
“Bukankah Ayahmu itu Iblis,?” ucap lagi Cakra dengan tatapan mata tajam.
Air mata Alana mengalir terus tanpa mengeluarkan suara, dirinya sangat takut melihat wajah Cakra, walaupun sangat tampan tapi wajahnya sangat menyeramkan baginya.
“Ayahku orang baik tuan” saut Alana pelan.
“apa katamu? Baik? Lelucon yang bagus” ucap Cakra datar, mata hitam pekat yang sangat menakutkan tersebut menatap Elena dengan tajam.
Sekali lagi dirinya kehilangan kesadaran saat seseorang membiusnya, Alana membuka matanya melihat kamar yang ditempatinya sangat mewah, Alana berfikir jika dirinya diselamatkan oleh orang kaya.
Alana ingin membuka pintu namun usahanya sia-sia, pikiran positifnya buyar seketika, hanya ada ketakutan lagi yang menyelimuti dirinya, Alana berlari ke jendela ingin kabur melewati jendela namun matanya membulat sempurna melihat kebawah sana, sangat tinggi dirinya saat ini berada di gedung pencakar langit.
Dia duduk di pojokan sana, menangis memeluk lututnya, dirinya semakin ketakutan, dirinya tidak tau mengapa harus bernasib seperti ini, Alana merasa jika dirinya tidak pernah memiliki musuh, otaknya kembali memutar ingatannya saat laki-laki menyeramkan mengatakan soal ayahnya yang Iblis.
“Ayahku baik, dia menyayangiku hiks..hiks.” ucap Alana, air matanya semakin membasahi kedua pipinya yang sangat mulus.
Diperusahaan Casugraha, Asisten Elang sangat kaget mendengar ucapan dari Bosnya, dirinya seakan mematung sampai lupa bagaimana cara bernafas.
“Halo, apa kamu sudah mendengar apa yang akan dilakukan oleh Bos,?” tanya Elang saat melihat ponselnya sudah di angkat oleh Kepala pelayan.
“Yah, dia akan menikahi anak Dika, aku juga tidak sampai berfikiran sejauh itu, Bos sangat ingin membalas dendam kepada keluarga dengan menikahi putri mereka dan menyiksanya” ucap Pak Hadi membuat Elang duduk dengan wajah penuh kebingungan.
“Akan banyak nyawa yang melayang nantinya jika keluarga Mahdika mengetahui putrinya di culik” ucap Elang.
“Kamu Asisten tapi sangat secemas itu, kamu tenangkan pikiran kamu, Tuan mudah melakukannya sekarang karena perusahaan sudah sangat berkembang, tidak ada lagi perusahaan yang bisa menyaingi kita, Tuan mudah sudah berhasil membawa perusahaan almarhum ayahnya, bahkan perusahaan Mahdika tidak bisa menyentuhnya sedikitpun, jika Tuan mudah ingin membalas dendam dari dulu perusahaan Mahdika sudah bangkrut, tapi aku juga tidak tau mengapa tuan mudah tidak melakukannya langsung” ucap Pak Hadi.
“Dia sangat berusaha keras membuat perusahaan Ayahnya yang hampir bangkrut menjadi sepesat ini, dan soal balas dendam Bos, dirinya mungkin akan melakukannya dari dulu tapi bukankah kita selalu memberikannya alasan untuk tidak dulu melakukannya hahaha, ini semua karena idemu tidak ingin membiarkan Bos melakukan hal buruk” ucap Elang.
“Aku juga tidak tau kenapa kamu tidak ada dendam juga dengan keluarga mereka,” ucap Elang.
“Aku melakukannya karena satu hal, tuan mudah tidak tau pasti siapa dalang dari kejadian saat itu, Tuan mudah hanya bilang jika suara telfon yang menembaki ibunya adalah suara Pak Dika padahal Pak Dika dan Ayahnya Darya adalah sahabat baik” ucap Pak Hadi.
“Saat di kantor polisi, polisi juga tidak menemukan bukti sedikit pun, jika keluarga Mahdika adalah dalangnya, mereka mengatakan ini adalah pembunuhan bersih dari penjahat profesional, mereka tidak bisa menemukan jejak sedikit pun, semua orang kita turun tangan menyelidiki dan tidak menemukan apapun” lanjut Pak Hadi.
“Kita biarkan dia, apa yang ia lakukan tidak bisa di rubah lagi, keputusannya tidak bisa di elak, jika kita melarangnya sedikit pun dia pasti tak segan juga untuk membunuh kita” ucap Elang.
Pria dengan mata hitam pekatnya duduk di balkon menghisap sebatang rokok menatap langit biru di sana, pembalasannya akan segera ia mulai, wajah ibunya terlintas dipikirannya, mengingat bagaimana ibunya melindunginya.
“Aku sudah besar Ibu, Maafkan aku tidak bisa menjadi anak yang baik seperti yang ibu inginkan, Cakra tidak mungkin berdiam diri melihat kejadian masa lalu, keluarga kita yang harmonis menjadi hancur, kematian ibu dan ayah sangat tragis, Putramu ini akan membalas semua apa yang telah mereka perbuat, Cakra akan melakukannya secara perlahan-lahan tapi sangat menyiksa mereka.
Cakra berdiri dari tempat duduknya, melangkahkan kaki panjangnya menuju ke kamar dimana perempuan yang di culiknya berada, tangannya membukanya dan melihat perempuan tersebut masih duduk di pojokan menangis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!