NovelToon NovelToon

My Lovely Sister

Bagian 1

"Pagi Ma, Pa," sapa Vira mencium pipi Jasmine dan Stevano begitu sampai di meja makan. 

"Pagi sayang, mana Kakak-Kakak dan adikmu, kenapa belum turun juga? Bagaimana nanti kalau kalian terlambat?" Tanya Jasmine yang hanya melihat putrinya saja.

"Ma, Vier itu adik aku, bukan Kakakku, kenapa Mam selalu bilang jika Vier itu Kakakku?" Kata Vira cemberut.

"Karena kamu lebih pantas jadi adiknya," jawab Jasmine enteng.

"Ma," rengek Vira.

"Benar apa yang Mama katakan, Kamu lebih pantas jadi adik, kamu sudah kelas 1 SMA tapi masih saja manja, Bahkan kamu kalah sama Melviano yang masih kelas 1 SMP," jawab Vier yang baru saja tiba.

"Kenapa Kakak bawa-bawa nama Vian?" Tanya Melviano yang turun bersama Kakaknya pertamanya Alno.

"Ini loh dek, masa Kak Vira tidak mau dianggap adik, karena dia lahir lebih dulu dari Kak Vier, padahal lahir juga selisih 5 menit saja," kata Vier menjawab pertanyaan Vian.

"Kapan Zeline pulang dari rumah Nenek Ma?" Tanya Alno menanyakan adik perempuannya yang paling bungsu yang sudah 3 hari ini menginap di rumah Liliana dan Alexander.

"Mungkin besok, katanya masih kangen sama Kakek-Neneknya, apalagi kamu tahu sendiri, Kakek dan Nenek baru pulang dari luar kota," jawab Jasmine sambil mengambilkan makanan untuk suaminya.

"Bukankah Zeline harus masuk sekolah, Ma?" Tanya Vier.

"Iya, tapi sekolah Zeline juga lebih dekat dari rumah Nenek, jadi Mama rasa tidak masalah, biarkan saja kasihan Nenek pasti kesepian, lagian zeline sendiri juga lebih betah di sana," kata Jasmine yang memang mengakui jika anak bungsunya itu lebih sering menginap di rumah Kakek neneknya. Entahlah mungkin karena marga Gottardo yang terselip di belakang namanya. Ya mereka semua memutuskan selain Vier, anak perempuan terakhirnya itu juga bermarga Gottardo. Dan beruntungnya anak-anak mereka juga tidak masalah dan menerimanya dengan senang hati.

 Jasmine kemudian menatap suaminya yang kini ada disampingnya, "Kamu kenapa sayang sedari tadi yang aku lihat hanya diam saja? Apa mungkin kamu sariawan atau sakit gigi?" Tanya Jasmine pada suaminya.

"Sayang jangan sembarangan kalau bicara, aku diam karena ingin memberi kalian kesempatan untuk bicara, jika aku ikut bicara pasti rumah ini sudah seperti pasar," jawab Stevano, kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Jadi kamu tidak suka rumah ini ramai? Ya sudah kalian semua lebih baik masuk lagi ke perut Mama," kata Jasmine kesal.

"Mama mana mungkin Vian masuk lagi ke perut Mama, nanti jadi apa perut Mama? Kan Vian sudah gede, apa Mama mau perut Mama seperti balon udara?" Tanya Vian yang membuat semuanya menahan tawa.

"Kalian bisanya keroyokan, tidak adil masa 4 lawan 1. Alno ayo kamu bantuin Mama dong sayang!" Pinta Jasmine dengan ekspresi memohon.

"Tentu saja, aku akan membantu Mama lewat doa," jawaban Alno membuat semua yang ada di meja makan tidak bisa menahan tawa lagi melihat Jasmine yang kini memanyunkan bibirnya.

Cup

Stevano mengecup bibir istrinya, dan dengan cepat Alno menutup mata Vian dan Vira yang ada di samping kiri dan kanannya. Sedangkan Vier langsung menutup kedua matanya.

"Kakak lepasin tangan Kakak," protes Vira dan Vian bersamaan.

"Papa, bisa tidak jangan melakukan adegan itu di depan anak kecil," kini giliran Alno yang protes pada Stevano.

"Tau nih Papa kamu," kata Jasmine dengan suara kesal tapi bibirnya terus saja tersenyum.

"Lihat Alno Mamamu, lain di mulut lain di hati," Ucap Stevano pada Alno sambil menunjuk Jasmine dengan dagunya.

Alno hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian melepaskan tangannya pada Vira dan Vian.

"Lagian kamu, main cium di depan anak-anak," protes Jasmine.

"Tidak perlu diperjelas kali, Ma," kini giliran Vier yang bersuara.

"Ya sudah lebih baik kita ke kamar saja Ma, sekarang!" Ucap Stevano menarik tangan istrinya.

"Mau ngapain kita ke kamar?" Tanya Jasmine polos.

"Tentu saja untuk membuatkan mereka adik lagi," jawab enteng Stevano.

"Papa!" Teriak Alno, Vier dan Vira bersamaan. Sementara Vian memandang mereka bergantian.

"Memangnya jika mau bikin adik harus di kamar, Pa? Kenapa tidak di sini saja? Tanya Vian dengan polosnya, membuat semua Kakaknya hanya bisa menepuk kening.

"Anak kecil belum waktunya tahu," kata Vier bangun dari duduknya, kemudian merangkul Vian yang ada di sebelahnya. "Lebih baik kita berangkat sekarang! Nanti bisa terlambat," tambah Vier lagi. 

"Oh ya Ma, Pa, nanti kemungkinan Vira akan pulang terlambat," kata Vira memberitahu.

"Memangnya ada apa sayang?" Tanya Jasmine.

"Vira ada janji sama teman," jawab putrinya setelah meneguk segelas su**.

"Cewek apa cowok?" Bukan Stevano maupun Jasmine yang bertanya melainkan Alno, anak pertama mereka.

"Cowok kah, tapi tidak berdua saja, masih ada teman yang lain kok," kata Vira yang menjelaskan pada Kakak pertamanya yang paling over protektif terhadapnya.

"Tidak boleh," kata Alno tegas, Jasmine dan Stevano hanya saling melempar pandang.

"Kenapa Kak? Kak Alno selalu begitu, Kak, Vira sudah gede, Vira bisa jaga diri Vira sendiri, jadi Kakak tidak perlu berlebihan seperti itu," kata Vira kesal.

Vier yang melihat perdebatan Alno dan Vira langsung saja mengajak Vian berangkat setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya. Vier sudah sangat hafal jika mereka berdebat akan memakan waktu yang lama, jadi dia lebih baik pergi dari situasi semacam itu.

"Ini demi kebaikanmu, Vira" ucap Alno dengan suara tinggi.

"Selalu itu yang Kakak bilang setiap aku ingin jalan dengan teman-teman aku, jika Kakak seperti ini terus, aku tidak akan pernah punya teman," kata Vira yang kini mulai menangis.

Alno mendekat dan memeluk adiknya, "Jangan menangis, jika kamu tidak punya teman, Kakak mau jadi temanmu Vira, jadi tolong dengarkan apa yang Kakak katakan," kata Alno memohon pada adik perempuannya.

Vira yang dipeluk Alno menyadari ada sesuatu yang terjadi pada Kakaknya itu, hingga dengan cepat dia mendorong tubuh Kakaknya yang masih memeluknya hingga pelukan mereka pun terlepas.

"Sayang," bisik Jasmine pada suaminya.

Stevano yang mengerti maksud istrinya pun akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Sudah siang, apa kalian akan terus berdebat seperti ini? Adik-adik kalian juga sudah berangkat dari tadi. Cepat berangkat sekarang, nanti kalian bisa terlambat, dan kamu Alno bukankah hari ini kamu juga ada kuliah pagi?" kata Stevano dengan tegas.

Vira kemudian mengambil tasnya kemudian mencium punggung tangan kedua orang tuanya lalu berlalu begitu saja.

"Ra tunggu Kakak, kamu berangkat sama Kakak!" Teriak Alno pada Vira yang sudah lebih dulu keluar.

"Pa, Ma, Alno berangkat dulu," katanya dan dengan cepat dia melakukan hal yang sama, yang seperti tadi adiknya lakukan yaitu mencium punggung tangan Mama dan Papanya, dan mengejar adiknya yang saat ini marah padanya.

"Iya kalian hati-hati," teriak Jasmine begitu putranya sudah hampir tak terlihat.

Bagian 2

"Vira tunggu Kakak!" Kata Alno menarik tangan Vira.

"Lepas," kata Vira datar.

"Vira, mengertilah Kakak melakukan ini demi kebaikanmu, tidak semua orang yang terlihat baik itu benar-benar baik Vira. Jadi dengarkan Kakak, dan lakukan saja apa yang Kakak katakan, apa kamu mengerti?" Kata Alno dengan suara yang lembut.

"Lepas, aku mau berangkat," kesal Vira karena sedari tadi, Kakaknya itu masih menahannya.

"Kakak akan mengantarmu," kata Alno menarik tangan Vira menuju ke motor sportnya. Alno pun kemudian melepas tangannya yang sedari tadi memegang tangan adiknya, "Naik sekarang!" Katanya sambil menyodorkan helm. Kemudian Alno pun memakai helmnya sendiri. Melihat Kakaknya yang masih sibuk dengan apa yang dilakukannya, Vira pun menaruh helm yang tadi kakaknya kasih di atas motor itu dan Vira pun berlari.

Sayangnya, dia kalah cepat dari Kakaknya. Alno yang tidak ingin adiknya terlambat pun menggendong Vira seperti membawa karung beras.

"Kakak, turunkan aku! Kakak!" Kata Vira memukul-mukul punggung Alno.

"Tidak akan, jika Kakak turunkan kamu, kamu pasti akan kabur lagi," katanya kemudian menurunkan Vira di samping motornya, sambil memegang tangan Vira dengan satu tangannya sementara tangan yang lain mengambil helm yang ada di atas motor yang tadi Vira letakkan. Hingga Vira tidak bisa berkutik sama sekali.

Kemudian Alno memakaikan helm itu di kepala adiknya dan mengangkatnya agar duduk di boncengannya.

"Kakak, aku bisa sendiri, aku bukan anak kecil!" Protes Vira.

Alno mengabaikan apa yang adiknya katakan, dia kemudian naik di atas motornya.

"Pegangan!" perintahnya.

"Tidak!" Ucap Vira melipat kedua tangannya di depan dada.

"Pegangan Vira, nanti kamu jatuh," perintah Alno lagi tapi sama sekali tidak digubris oleh adiknya. Hingga kemudian Alno langsung saja menjalankan motornya dan membuat Vira spontan langsung berpegangan, tidak bukan hanya berpegangan, lebih tepatnya melingkarkan kedua tangannya di perut Alno, Vira memeluk Alno erat, hingga Alno pun tersenyum merasakan itu. Dan Alno pun mengendarai motor itu dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang kini mulai sepi, karena hari yang sudah semakin siang.

Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di depan sekolah Vira. Alno menghentikan motornya, Vira pun turun dari motor diikuti Alno yang juga ikut turun.

"Kakak mau apa?" Tanyanya.

"Tidak, Kakak hanya ingin memastikan bahwa kamu benar-benar masuk kelas," jawab Alno enteng.

Vira mengacuhkan apa yang Kakaknya tadi katakan, karena dia sudah sangat hafal dengan jawaban Kakaknya itu, jika mengantarnya. Dan anehnya Vira tetap saja menanyakannya, walaupun sudah tahu jawabannya. Vira hendak melepaskan helm, tapi Alno lebih dulu menarik tangannya hingga tubuhnya menabrak dada bidang pria yang ada di hadapannya.

"Kakak!" Kesal Vira yang kaget atas tindakan Kakaknya itu.

"Sini biar Kakak lepaskan," katanya kemudian membantu melepas helm yang ada di kepala Vira.

Setelah terlepas, Alno pun mengecup pipi Vira lalu mengelus lembut kepalanya, "Belajar yang benar," katanya kemudian naik ke atas motor dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju ke kampusnya.

"Wah Kakakmu begitu tampan Vira, kamu beruntung punya Kakak yang sangat menyayangimu," ucap Sisil yang baru saja menghampiri Vira.

Vira hanya memutar bola matanya malas.

"Sudahlah ayo masuk kelas, sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai," Vira mengajak Sisil untuk segera menuju ke kelas mereka.

"Ra!"

"Hmm," Vira hanya menjawab dengan gumaman.

"Vira ayo dong kenalkan sama Kakakmu!" Pinta Sisil dengan tangan yang bergelayut manja padanya.

"Bukannya kau sudah kenal dan kita satu kelas," jawab Vira melepaskan tangan Sisil dan berjalan lebih dulu meninggalkan salah satu sahabatnya itu.

"Vira tunggu!" Teriak Sisil mengejar langkah Vira dan kembali melingkarkan tangannya lagi.

"Sisil lepasin!" Perintah Vira yang merasakan tangan Sisil melingkar dengan erat.

"Kenalkan dulu pada Kakakmu, nanti ku lepaskan," kata Sisil sambil memperlihatkan deretan giginya.

"Jadi kamu mengancamku, lagian kamu sudah mengenalnya Sisil," kesal Vira.

"Bukan Vier, lagian Vier juga sudah memiliki Sheira, tapi Kakakmu yang tadi, yang mengantarmu, ayolah Vira, ya, ya," Sisil mengedipkan matanya berharap Vira memenuhi keinginannya.

"Hmm baiklah, sekarang lepaskan!" Vira menatap Sisil tajam sementara yang ditatap justru tersenyum.

"Terima kasih Vira, kau memang sahabat terbaikku," kata Sisil yang kemudian langsung memeluk Vira.

Vira menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat tingkah sahabat yang paling dekat dengannya itu, bukan tidak tahu, Vira sebenarnya tahu jika sahabatnya itu sudah sering curi-curi pandang pada Kakaknya itu, jika Kakaknya mengantar maupun menjemputnya.

"Baiklah Ayo masuk!" Kata Sisil menarik tangan Vira dengan senyuman yang mengembang sempurna.

"Oh ya Vira aku mau ke toilet dulu, kamu duluan ya," Sisil bergegas pergi meninggalkan Vira.

Vira pun berjalan sendiri menuju kelasnya, sampai di depan kelas, ponsel Vira bergetar, Vira melihat ponselnya dan ternyata adalah Alno.

"Nanti pulang Kakak jemput, tunggu Kakak dan jangan kemana-mana, Vier bilang dia akan pergi bersama kekasihnya," begitulah bunyi pesan yang dikirimkan Kakaknya.

"Tidak perlu Kak, aku bisa pulang bersama temanku, jadi Kakak tidak perlu khawatir,"  Vira mengetikkan pesan balasan.

Dan baru beberapa detik langsung ada centang biru pada pesan yang baru dikirimkannya.

Apa Kakaknya itu terus memperhatikan ponsel, hingga dia dengan kilat kembali mengetik pesan.

"Jangan membantah Vira, ini demi kebaikanmu, Kakak tidak ingin terjadi sesuatu padamu, jadi turuti saja apa yang Kakak katakan," Alno membalas pesan Vira dan kemudian memasukkan ponselnya ke saku celananya.

Melihat itu, mood Vira yang tadi sudah sedikit membaik, kini kembali memburuk hanya karena pesan dari Kakaknya Alno.

"Selalu saja seperti itu, aku sudah besar dan aku juga ingin jalan-jalan dan main seperti teman yang lainnya," balas Vira tapi sepertinya ponsel Alno sudah tidak aktif.

"Kebiasaan," Vira terus saja menggerutu dengan cemberut, menghentakkan kakinya dan melangkah masuk ke dalam kelas. Tapi begitu sampai di dalam kelas tiba-tiba..

"Tuh dia orangnya!" Kata seorang Siswa yang bernama Andre menunjuk ke arahnya membuat Vier dan Ken menoleh bersamaan.

"Aduh pacarku yang cantik, pagi-pagi uda cemberut saja sayang," ucap Andre menggoda Vira yang datang dengan wajah yang ditekuk.

Dan hal itu membuat Andre langsung mendapat jeweran di kedua telinganya hingga memerah, siapa lagi pelakunya jika bukan Ken dan Vier.

"Rasain tuh!" Kata Vira yang senang karena kedua saudaranya itu selalu menolongnya di saat-saat dia membutuhkannya.

"Kok gitu sih Ra, harusnya itu kamu tolong aku," kata Andre dengan wajah memelas.

Vier dan Ken menatap Andre tajam, hingga Andre pun langsung spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan, takut akan tatapan keduanya. Dan hal itu membuat, Ken, Vier dan Vira tertawa karena berhasil membungkam mulut Andre.

Bagian 3

"Kamu tidak pulang? Apa mau barengan sama aku saja?" Tanya Ken yang baru akan keluar dari kelas kepada Vira sepupunya, apalagi Vier saudara kembarnya sudah berpamitan lebih dulu karena akan menonton dengan sang kekasih.

"Hmm Ken bolehkah aku minta tolong?" Terlihat Vira memegangi kepalanya.

"Ada apa? Kamu sakit? Ayo sekarang kita ke uks!" Ken langsung saja panik.

"Hmm tidak perlu, tolong mintain obatnya saja, aku akan tidur bentaran, rasanya tidak kuat jika harus dibawa berjalan," ucap Vira yang kemudian menenggelamkan kepalanya di atas kedua tangannya yang terlipat di meja.

"Tapi.."

"Tidak apa-apa Ken ada kami disini," jawab Sisil yang baru selesai membereskan buku pelajarannya.

"Iya Ken kita akan menemani Vira," sahut Mery, teman Vira yang lain sambil tersenyum ke arah Ken.

"Baiklah! Tolong jaga Vira, aku tinggal dulu." Ucap Ken kemudian berlari untuk mengambilkan apa yang dibutuhkan sepupunya itu.

Vira mengangkat kepalanya dan langsung menatap kedua temannya, "Ayo cabut!" Vira langsung berdiri begitu mendengar suara langkah kaki menjauh.

"Kasihan sekali Ken, kamu tega banget sih Ra," ucap Mery kesal, apalagi harus melihat pria yang disukainya dibohongi Vira.

"Kamu mau aku dekatkan dengannya tidak? Kalau tidak mau ya sudah sono samperin dia, dan bilang kalau Vira hanya pura-pura sakit," kata Vira cuek, Vira sangat tahu jika sehabis ini Mery pasti akan memilih mengikutinya.

"Kamu selalu saja mengancam," gerutu Merry.

"Oh ya memang kenapa sih Ra, jika Ken tahu kita akan pergi, biar dia juga bisa sampaikan pada orang rumah agar Mama dan Papamu tidak khawatir," Sisil memang kurang setuju dengan apa yang Vira lakukan.

Mereka memang janjian, tapi kenapa Vira tidak ijin baik-baik saja, masa iya keluarganya tidak mengijinkan sementar Vier yang berdua saja dengan kekasihnya saja boleh kemanapun," tambah Sisil dalam hati.

"Nanti aku kabari Mama di jalan, ayo sekarang kita pergi, selagi Ken belum datang," kata Vira kemudian menarik kedua temannya untuk segera keluar dari ruang kelas. Untungnya mereka tidak bertemu dengan Ken saat hendak keluar.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil jemputan Merry. Dan setelahnya Merry menyuruh supir pribadi keluarganya untuk segera melajukan mobilnya menuju tempat yang telah mereka sepakati.

Di depan sekolahnya Vira melihat Alno baru turun dari motornya.

"Ah, tunggu sebentar, lebih baik kita ke kantin dulu, aku lapar," kata Vira menarik kedua temannya menuju ke kantin agar Alno tidak melihat mereka.

"Tapi bagaimana jika nanti kita bertemu Ken?" Tanya Sisil.

"Tidak akan arah kantin dan uks berbeda, jadi kalian tenang saja," jawab Vira berpura-pura tenang.

"Kenapa kita harus pergi seperti ini Vira, bukankah lebih baik Ken tahu, mungkin saja Ken akan ikut dengan kita, akan bagus jika ada seorang pria yang ikut dan bisa menjaga kita," kata Merry penuh harap.

"Tidak bisa," ucap Vira dan Sisil bersamaan.

Kemudian mereka pun berhasil lolos tanpa diketahui oleh Alno.

***

Sementara itu di tempat lain, Ken yang sudah mendapatkan obat dari guru piket uks, segera berlari tanpa berpamitan terlebih dulu. Dia langsung berlari menuju kelasnya.

Begitu sampai dan masuk ke dalam kelas, tidak ada seorangpun disana termasuk Vira dan kedua temannya.

"Kemana dia?" Gumam Ken.

"Bahkan tas mereka pun sudah tidak ada, apa mereka membohongiku?" Tambahnya lagi.

Ken mengambil ponselnya dan segera menekan nomor Vira tapi hanya suara operator yang menjawab panggilannya.

"Si*al," umpat Ken karena merasa dib*d*hi oleh sepupunya itu.

Ken pun mengambil tasnya dan berlalu keluar dari ruang kelas menuju ke depan menunggu supir yang menjemputnya.

"Pantas saja," ucapnya yang melihat seseorang yang sangat dikenali ada di sana.

"Ken!" Panggil pria itu padanya.

Ken berjalan mendekat dan mencium punggung tangan Alno, seperti kebiasaan yang diajarkan orang tua mereka, untuk menghormati yang lebih tua.

"Kakak mau jemput Vira?" Tanya Ken pada Alno.

"Oh ya apa kamu melihatnya, Kakak sudah menunggu dari sepuluh menit yang lalu tapi dia tidak keluar-keluar, tapi Kakak lihat sepertinya sudah sepi banyak yang sudah pulang juga.

"Tuhkan benar seperti apa yang aku duga, ini yang membuat dia langsung kabur," ucap Ken dalam hati.

"Ken!" Alno menaik turunkan tangannya di depan wajahnya.

"Ah itu Kak, Vira tadi baru saja pergi bersama teman-temannya," jawab Ken.

"Apa? Sama siapa? Laki-laki atau perempuan? Dan kenapa kamu tidak melarangnya Ken, kau tahu kita tidak tahu bagaimana orang-orang di luar sana? Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya?" Alno mengusap wajahnya kasar.

"Kak kenapa Kak Alno begitu khawatir sekali? Vira sudah besar dan dia pasti juga bisa menjaga dirinya sendiri, lagian jika dia juga pergi bersama teman-temannya, dan aku yakin mereka tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh. Vira saat ini sudah tiba dimana dia ingin bermain bersama temannya, jalan bareng, nonton bareng, berbelanja bareng, saat sekarang Vira pasti ingin bersenang-senang seperti itu Kak," Ken yang melihat sikap Alno pun akhirnya mengutarakan pendapat yang hanya bisa disimpan selama ini.

"Kamu tidak mengerti Ken, kamu tidak punya adik perempuan, jadi kamu bisa dengan enteng berbicara seperti itu," jawab Alno datar.

Ken hanya bisa menghela nafasnya, dia sudah sangat hafal pada sikap posesif Alno terhadap adiknya Vira.

"Oke, aku tahu itu, tapi yang aku lihat, Kakak hanya melakukan itu pada Vira, tapi bagaimana dengan Zeline? Bukankah dia juga adik perempuan Kak Alno?" Lagi-lagi Ken mengungkapkan apa yang ada dipikirannya selama ini.

"Vira dan Zeline beda Ken, Zeline masih kecil dan dia hanya ada disekitar lingkungan rumah, walaupun keluar dia juga masih terus diawasi nenek dan Kakek bahkan Opa dan Oma pun diam-diam menyuruh orang untuk selalu menjaganya dari jauh," Alno begitu frustasi karena lagi-lagi anak dari pamannya itu mengatakan hal yang tidak pernah dia mengerti.

Alno mengambil ponselnya kemudian menekan angka 1 yang terhubung langsung dengan nomor Vira.

"Lihatlah Bahkan nomornya tidak aktif," kesal Alno.

Ken pun hanya diam saja, apalagi melihat raut wajah Alno yang berubah dingin.

"Sudahlah, apa kamu punya nomor kedua teman Vira  yang sekarang pergi bersamanya?" Tanya Alno yang tidak ingin membuang-buang waktu lagi hanya untuk berdebat dengan adik sepupunya itu.

"Aku tidak punya Kak," jawaban yang Ken berikan langsung saja membuat Alno menjambak rambutnya sendiri, dia benar tidak tahu lagi harus berbuat apa, karena dia pun tidak bisa mengecek lokasi keberadaan Vira sekarang.

"Kakak pergi dulu!" Alno berpamitan pada Ken menepuk bahu Adik Sepupunya itu, lalu naik ke motornya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Ken pun mengambil ponselnya, dan kembali menghubungi nomor Vira dan memang masih tidak aktif. 

"Kemana kamu Vira, jika sampai terjadi apa-apa denganmu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri," gumam Ken kemudian masuk ke dalam mobil jemputan yang kini sudah ada di hadapannya.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!