" Apakah jawaban tadi memuaskan? " ucapnya sembari melihat Shofia dan Tia bersaudara yang nampak berusaha mencerna apa yang dirinya jelaskan.
Sesaat sebelum Anma bertanya hal demikian, baik Shofia maupun Tia bersaudara sempat terkejut atas ucapan Anma yang menyinggung sebuah kisah rakyat yang mereka kenal sebagai Elder tale.
" Tunggu sebentar, tuan. Jika anda mengetahui kehancuran itu, apakah anda juga ada disana saat kejadian itu terjadi? " ucap Fra penasaran.
" Bukan hanya ada di sana, karena seperti yang telah saya katakan pada kalian sebelumnya. Saya adalah sosok yang membantunya dikala kejadian itu benar-benar terjadi " balasnya dengan menyombongkan diri
" Jika demikian maka anda adalah sosok yang diberikan jubah sihir oleh tetua Raizazna? " sahut Lindastia menambahkan
" Hm~ yah, atas bantuan yang saya berikan untuk membantu desanya kala itu, dia memberikan sebuah jubah peninggalan dari orang tuanya yang kala itu nampak beberapa sobekan dan noda darah. " balasnya sesaat setelah mengingat kejadian itu.
Mereka yang mendengar ucapan langsung dari Anma seolah tidak percaya bahwa sosok yang ada di hadapannya merupakan pahlawan yang mereka ingin temui apabila sosok pahlawan itu masih hidup.
" Hal menarik yang terjadi setelahnya, Raizaz yang usianya hampir sama seperti kalian datang mengunjungiku dan kembali berterima kasih sembari membanggakan dirinya sendiri atas keberhasilannya menjadi sosok pladin dari kerajaan Dominic atau entahlah saya sedikit lupa nama pasti kerajaan itu." tambahnya dengan nada memuji
" Sa--saya minta maaf atas apa yang telah terjadi sebelumnya karena baik pada saya maupun mereka tidak mengetahui bahwa ada ras lain selain dari ras kami dan ras iblis... " ucap Listia yang menyesal setelah mengingat apa yang sebelumnya telah dirinya lakukan terhadap Anma.
" Ya, tidak apa. Kalian marah karena kalian tidak mengetahui hal apa yang disembunyikan oleh ras kalian sendiri karena mereka hanya mengutamakan kesombongan dan keegoisan tanpa memperdulikan perbedaan yang ada pada ras lainnya. " tambahnya sembari menghela nafas panjang tanda kekecewaan.
Sama halnya seperti beberapa ucapan sebelumnya, mereka yang ada di sana hanya bisa terdiam sembari mencoba memahami setiap informasi yang ada tanpa adanya sebuah keraguan darinya.
Jikalau saat itu ras kalian mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan di antara ras yang beragam seperti yang aku sebutkan tadi, perseteruan yang terus memakan korban seperti ini tidak akan pernah terjadi dan dia tidak akan meregang nyawa seperti itu. " gumamnya dengan melihat ke arah mereka sembari menikmati kudapan yang ada
Merasa bahwa makam semakin larut dan mereka masih membahas hal yang tabu, Anma mulai mengajukan beberapa pertanyaan yang pernah dirinya ucapkan sebagai syarat
" Langsung saja aku tanyakan hal ini kepada kalian. Saat ini aku tengah mencari beberapa orang yang masih termasuk dalam keluargaku. Diantara orang-orang yang masih selamat dan mereka yang telah menjadi artefak, setidaknya ada lima belas orang tersisa dan dua orang penjaga yang masih belum aku temukan. " lanjutnya sembari mengatakan seluruh sosok demi human yang pernah hidup bersama dengannya serta dua sosok yang tidak lain adalah Alpa dan Sese.
Fransiska yang saat itu nampak tidak asing dengan nama Alpa, sempat mengingat sebuah buku yang mana buku tersebut berisikan beberapa nama monster yang terkurung di suatu pulau.
Meskipun dirinya mengetahui sebuah petunjuk mengenai hal itu, dia yang merasa ragu atas kebenaran itu akhirnya mengurungkan niatannya untuk memberitahukan petunjuk itu kepada Anma karena mungkin apa yang ia katakan akan membuat Anma langsung meluapkan amarahnya pada tanah yang ia pijak saat ini.
" Hm~ph.... * Gbrals.... * " Anma menarik nafas panjang untuk sesaat sebelum mengeluarkan sepasang sayap putih mengkilap serta sepasang tanduk melengkung di dahinya serta mengeluarkan sebuah api hitam yang menyelimuti seluruh bagian dari tangan kanannya.
" Dengarlah.... Aku adalah sosok yang ada diantara ras kalian dan ras para iblis~ Namun karena keegoisan kalian ras yang serupa dengan diriku telah kalian masukkan dalam ras yang serupa dengan iblis. Dari saat pertama aku tinggal di tanah ini, aku tidak mempermasalahkan tindak tanduk kalian yang mungkin mengawasiku dari balik bayangan kota ini. Namun hal yang pasti, akan tiba suatu masa dimana aku mungkin akan menghancurkan kalian jika kalian melewati batas yang tidak seharusnya kalian lewati. " tambahnya sembari meremaskan telapak tangannya dan membuat api hitam itu semakin besar.
Mereka yang mendengar perkataan itu langsung tertunduk lemas seakan tidak ada lagi harapan untuk mereka agar mereka dapat selamat dari hal yang dirinya katakan.
Meskipun sempat terjadi beberapa perdebatan serius antara mereka, Anma terus mengatakan hal yang sama kepada mereka dan kepastian atas kehancuran tersebut tidak dapat dihindari meskipun mereka berusaha mencegahnya.
" Jikalau kalian sangat menginginkan kehidupan yang damai, aku akan menawarkan perlindungan kepada kalian yang berarti kalian bisa datang kepada ku untuk meminta bantuan. " ucapnya setelah menghela nafas panjang.
Merasa bahwa ada sebuah cahaya harapan, mereka yang mendengar perkataan itu nampak lebih tenang karena kekhawatiran mereka telah hilang
" Namun, kalian juga harus merahasiakan pembicaraan ini karena mungkin mereka yang merasa bahwa sosok ku adalah ancaman, akan bertindak tanpa memperdulikan norma maupun aturan yang ada demi memperoleh informasi kalian. " tambahnya setelah mengingat kejadian dimana dirinya mengancam seorang yang menggunakan sihir pengawasan.
* Glups * suara dari mereka yang sama sama menelan ludahnya membuat sebuah keheningan setelahnya.
Beberapa pembahasan berat yang mempertaruhkan masa depan dari mereka pun mulai berlalu setelah sebuah kesepakatan berhasil dibuat.
Selain dari pada itupun dirinya berniat memberikan timbal balik kepada mereka mengenai tawaran bantuan jikalau mereka benar-benar membutuhkan bantuannya.
Dalam berbagai pembahasan yang telah dilakukan, dirinya tidak sedikitpun menyinggung persoalan tentang Brotus maupun seorang kepala pendeta yang sempat dia datangi sebelumnya karena merasa bahwa belum saatnya mereka tahu sebuah rencana besar yang telah dirinya siapkan.
" Simpanlah benda-benda ini agar kalian dapat melindungi diri.... " tambahnya dengan menjelaskan hal yang sama seperti yang dia jelaskan pada Brotus mengenai benda bulat dengan lambang petir dan lingkaran
" Maaf jika ini adalah sebuah permintaan yang egois dari saya. Namun bisakah anda ikut dalam turnamen Ouroboros sebagai perwakilan dari kota ini?" ucap Shofia yang sebelumnya telah berencana memasukkan party yang Anma buat sebagai kandidat petarung bersama beberapa party besar lainnya.
"[Jika dia menerimanya, maka Luna akan melihat secara langsung calon dari gurunya nanti] " pikir Linda sesaat
" Ya~ tentu aku menolak tawaran itu karena aku tidak ingin kembali berurusan dengan pihak kerajaan atau hal semacam itu. " balas Anma dengan tegas sembari mengembalikan kembali bentuk tubuhnya agar serupa seperti ras manusia
" Ta---tapi... anda bilang anda bahwa kami boleh mengajukan suatu permintaan sebagai tanda balas budi~! " balas Linda yang kecewa
" Selain dari itu pun bukankah sedari awal perkenalan tadi sudah dijelaskan bahwa kami merupakan bagian dari keluarga kerajaan, tapi kenapa dengan hal seperti ini tuan justru.... " balas Fra yang melihat sebuah celah dari perkataan Anma sebelumnya
" Hehehe... iya. aku tahu betul siapa kalian dan apa yang kalian inginkan saat ini. Namun, akan lebih baik jika kalian memilih party yang lain. Jika dipikirkan secara logis bukanlah akan terasa aneh bahwa D rank party tiba-tiba dijadikan kandidat turnamen? dan mungkin reputasi dari kota ini pun akan jatuh...." balasnya dengan tenang yang mana itu membuat Fra terpancing ucapan dari Anma
" Ho~oh jadi begitu? Lantas bagaimana jika kami mengubah rank dari party yang anda miliki dan tetap memaksakan keinginan kami" balasnya dengan senyuman
" Hehehe.... inilah yang aku sebut sebagai bukti keegoisan manusia. " balasnya dengan senyum sebagai bukti bahwa mereka telah melupakan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.
Baik Listia, Shofia maupun Linda terdiam karena tidak mampu membantah apa yang Anma katakan sementara Fara memegang mulutnya seakan tidak percaya atas apa yang diucapkan olehnya.
" Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal yang terucap sebelumnya. Jika kalian kembali mengingat ucapan ku sebelumnya mengenai sosok mereka? dan bukankah jika mereka yang aku maksudkan tadi menyadari keberadaan ku mulai bertindak ? Selain daripada itupun sudah jelas akibatnya akan berimbas kepada kalian?" jelasnya melanjutkan
" Maaf jikalau saya lancang. Namun mengingat kembali apa yang telah terjadi, bisakah tuan tetap mengikuti turnamen tersebut karena mungkin anda akan mendapatkan informasi lebih yang berkaitan dengan sosok yang hilang maupun cara menghadapi sosok yang dianggap ancaman seperti yang tuan bilang..." ucap Sofia menengahi pembicaraan itu sembari memancing Anma dengan informasi yang tengah dicarinya.
" Bagaiamana pun, ucapan Shofi memang benar adanya. Mengingat salah satu hadiah dari turnamen itu yang memperbolehkan sang pemenang mewujudkan satu keinginannya. Baik dari harta, tahta ataupun semacamnya, maka mungkin nantinya tuan bisa memperoleh berbagai macam informasi yang telah disebutkan tadi." ucap Lisitia sembari menyarankan kepada Anma untuk mengulik informasi lebih dari pihak atas karena dirinya pun ingin mengetahui hal seperti apa yang disembunyikan oleh kerajaan serta mencari sebuah bukti dari ucapan Anma sebelumnya.
Untuk beberapa saat, keheningan kembali terasa sesaat ketika Anma nampak memikirkan sesuatu setelah mendengar ucapan dari Shofi dan bersama dengan hal itu pun, Tia bersaudara nampak saling menatap satu sama lain seakan mereka tengah membicarakan sesuatu melalui telepati
" Sudahlah sudah. Aku akan memikirkan kembali mengenai permintaan kalian itu. Meskipun aku dan sosok Riz tidak memiliki ikatan darah maupun keluarga, setidaknya kalian sudah aku anggap seperti saudara. Maka dari itu, setidaknya tunggulah beberapa hari kedepan sampai aku menyelesaikan urusan ku yang sempat tertunda karena pertemuan ini" ucapnya mencoba menenangkan mereka.
Lambat laut, mereka yang tengah membahas berbagai hal terkait turnamen yang segera diadakan dan beberapa hal kecil lainnya mulai mencapai batas kemampuan mereka sesaat setelah Anma memberikan sebuah sihir agar mereka yang ada di hadapannya tertidur.
" Maaf, karena waktu yang aku sisihkan untuk kalian semakin menipis, aku harus melakukan hal itu kepada kalian...." ucap Shofia yang membaca sebuah surat yang ditinggalkan di atas meja
" Emh.... apakah yang kemarin itu hanya mimpi? Seharusnya aku mengatakan rencana dari Master untuk mengundang Tuan Anma ke sebuah pertemuan. " ucap Susan sembari mengusap kedua matanya untuk melihat sekeliling
" Hm~? " gumam Susan ketika menyadari bahwa tepat dihadapan dirinya, sosok Shofia dan Tia bersaudara tengah duduk dalam satu ruang seperti saat terakhir kali dirinya berpamitan untuk mengundang sosok Anma
" Selamat pagi, Susan. " ucap Linda setelah melewati Susan yang duduk di sebuah tempat tidur gantung.
" Ah, iya. Selamat pagi juga nona Linda " balasnya yang masih belum tersadar atas sesuatu yang dirinya lewatkan.
" Jadi, mengenai surat itu dan pembicaraan kita kemarin malam benar-benar terjadi? " ucapnya pada Shofia yang masih menahan surat itu dengan jarinya.
" Sepertinya begitu. Namun mengingat beberapa kejadian yang sepertinya hampir sama seperti saat ini, aku rasa semua yang telah terjadi itu benar adanya " balas Shofia yang menyadari bahwa hal yang sama pernah terjadi sebelumnya dan ingatan mengenai sosok perempuan yang dianggap sebagai anak dari Anma pun terlintas walaupun hanya sesaat.
" He~emh.... akupun setuju dengan ucapanmu. " balasnya setelah menyeruput teh yang telah dirinya seduh
" Hey, Linda?! Meskipun beberapa hal besar telah terjadi beberapa waktu lalu, kenapa kamu justru nampak tenang seperti itu?! " ucap Shofi yang nampak kesal
" Mna~ mna~. tenang lah Shofi. Kehawatiran yang kamu rasakan saat ini pun juga masih ada dalam benakku. Tapi, setidaknya sadarlah atas perkataan yang dirinya katakan kala itu sembari melihat kenyataan yang ada di hadapanmu saat ini " balas Linda dengan tenang sembari memastikan kedua kakaknya masih tertidur
" Tapi kan ini, itu, lalu~ Argh!!! ya sudahlah aku tidak peduli " balas Shofi sembari melemparkan surat yang dirinya pegang sesaat setelah merasa muak atas hal yang terjadi.
" Hm~?? Surat ini... " ucap Susan sesaat ketika surat yang Shofia lempar berada di dekatnya
" Hehehe... tenanglah, tenanglah. " ucap Linda sembari mengusap kepala Shofia yang kini tertunduk lesu di atas meja
" Ne Mas... -ter " ucap Susan yang membatalkan niatnya untuk bertanya sesat setelah Shofia memintanya untuk mengurungkan pertanyaannya dengan tatapan kesal.
" Hehehe... maaaf ya, Susan. Mungkin dirinya masih syok atas apa yang telah terjadi. " ucap Linda sembari melambaikan tangannya sebagai tanda agar Susan mengabaikan apa yang ada dihadapannya.
...----------------...
" Jadi benar, saat ini dia tengah sibuk dengan mereka? " ucap Quinn disaat melihat para maiden yang tengah bertarung dengan sosok hitam yang tidak lain adalah entitas asli dari sosok monster yang meninggali mansion
" Itu benar, nona Quinn. Sesaat sebelum saya sampat menghentikan mereka, tuan sempat meminta saya untuk menjaga kalian hingga dirinya kembali. " ucap Arc sembari memandang sebuah surat dari Anma
* Swungsssss!!! * sebuah serang bertipe dasar angin di arahkan oleh Flora yang saat itu ikut dalam penyerangan sosok hitam itu
* Diiiing!!! Diiiing!!! sprash!!! Swings!!! Craaaaaa!!!!?* dengan beberapa bantuan dari Ryuu yang terfokus untuk melemahkan pertahanan sosok hitam itu, Cokti dan Hena langsung menyerang bersamaan yang mana Cokti menyerang tubuh bagian bawah dan Hena menyerang tubuh bagian atas sementara Bacta mendukung serangan keduanya dengan mega sound sesaat setelah ketiga temannya menghindar
" Dan, bagaimana dengan dia? " ucap Arc ketika melihat sosok Hena yang tengah bertarung di antara para maids lain dan Flora
" Bisa dibilang bahwa dia memiliki kekuatan yang hampir serupa dengan unit pendukung sekelas Sylvi maupun Luna. " balas Quinn dengan wajah serius
" Namun itu hanaya sebuah bayangan yang terlintas oleh diriku sesaat karena mungkin juga dia mampu menjadi sosok yang hampir sama seperti Morag. " tambahnya sesaat setelah menunjuk ke arah Hena yang nampak menggunakan dua buah katana dengan mudahnya
" Jika demikian, mungkin tuan sengaja memberikan pengetahuan itu kepada Hena. Mengingat beberapa unit utama pun sempat diberikan hal yang sama seperti saat itu " balas Arc yang sempat merasa kesal atas apa yang dirinya lihat
" Hena!!! Gunakan teknik Dholu's Blade...!!! " ucap Quinn sembari menguji kebenaran atas apa yang arc katakan.
* Swuuubrs!!! * sebuah hentakan energi tiba tiba membuat maids lain mulai menjaga jarak dari sosok Hena
" Double Blade Deluxe Vortex" ucapnya lirih sesaat setelah membuka kedua matanya dan memancarkan cahaya merah dan aura merah muda dari seluruh tubuhnya
* Swungst * Hena melesat dengan cepat ke arah sosok hitam tadi dan setelah dirinya menyilangkan kedua katana itu, tubuh dari sosok hitam itu mulai terbelah menjadi beberapa bagian sebelum akhirnya meledak menjadi butiran debu berwarna merah muda layaknya bunga sakura yang tertiup angin
" [Egh?!! apa yang barusan terjadi?] " ucap Hena dalam hati
" Wah!!! kamu benar benar hebat ketua!!! " ucap Ryuu yang mendekat dan memeluk Hena yang disusul oleh Flora dan maids yang ikut dalam pertarungan tadi.
" Kamu benar Arc. Sepertinya kemampuan itu berasal dari dirinya. " ucap Quinn yang terlihat kecewa.
" Memang sedari awal aku merasa ada sebuah energi yang tidak asing dari dirinya. Namun, aku tidak menyangka bahwa itu adalah energi yang sama dari Morag." balasnya sembari berjalan menuruni tangga dari lantai dua.
Bersama beberapa pembicaraan kecil mengenai masa lalu diantara keduanya dan sosok bernama Morag, mereka berdua pun mulai menyapa Flora dan para maiden yang sedang membersihkan bekas pertarungan tadi.
" Hena~ maukah kamu mencoba mengadu kekuatan dengan arc? " ucap Quinn tanpa keraguan
" Eh? Tapi nona, Quinn, aku merasa bahwa aku akan kalah menghadapi tuan Arc. " balas Hena disaat maids lain nampak begitu iri.
" Sudahlah tidak apa, aku pun hanya ingin melihat seperti apa kekuatan yang ada dalam dirimu. Lagipula arc pun tengah menggunakan perlengkapan yang melemahkan dirinya. Jadi, ini adalah kesempatan yang tidak akan datang dua kali " ucap Quinn sembari mencoba membujuk Hena aga dirinya mau menunjukkan kekuatannya.
" Ta---tapi... " balasnya yang merasa takut atas kekuatan dari Arc yang tidak lain adalah pemimpin dari Re Legium
" Sudahlah lakukan saja, ya.... dan untuk Flora dan yang lainnya, kalian bisa ikut denganku ke lantai dua untuk mengawasi. " lanjutnya setelah menepuk Arc untuk berbicara dengan Hena.
" Tu---tuan Arc.. " ucanya menyapa sosok Arc dengan rasa takut yang terus berusaha dirinya sembunyikan.
" Halo, Hena... Untuk lebih santai dengan ku, kamu bisa memanggilku Anes dan berhentilah bersikap kaku seperti itu...." balasnya menyapa sembari menjelaskan sesuatu
" Ba---baiklah Tuan Anes. " balas Hena mengulangi.
" Hehehe... bukankah sudah aku bilang bahwa kamu tidak perlu seformal itu kepadaku sampai menambahan kata " Tuan "seperti itu. Panggil saja aku Ka Anes maupun Anes karena sekarang adalah zona pribadi milik tuan dan setidaknya luangkanlah sedikit waktu untuk membaca ini.... " balas Arc sembari memberikan sebuah surat yang seharusnya hanya ditujukan untuk dirinya, Quinn dan Flora.
" Jadi, alasan tuan pergi kesana adalah ini? " ucap Hena disaat dirinya membaca surat dari Arc
" Sebenarnya akupun sempat merasa iri kepada kamu, Hena. Karena sejauh ini, beliau hanya memberikan beberapa hal sepesial seperti yang kamu terima ke orang-orang yang nampak sepesial bagiannya. " lanjut Arc yang mengubah nada bicaranya.
" Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya Ka Anes... Di malam itu beliau tiba-tiba melakukan ini dan itu hingga akhirnya beberapa saat setelah saya tersadar saya telah ada dalam bentuk ini " ucapnya menjelaskan
" Hm~, ya. Tentunya aku tidak meragukan apa yang telah terucap olehmu. Maka dari itu, setidaknya ijinkanlah aku untuk bertarung denganmu, Hena. " balasnya sembari bersiap dalam posisi menyerang
" He~?! " Hena langsung kebingungan disaat Arc tang berada dalam bentuk manusia mulai bersiap menyerang dirinya menggunakan sepasang senjata yang keluar dari dalam tubuhnya
" Hena!!! semangat!!!! " Teriak Flora menyemangati
" Ayo ketua!!! kamu pasti bisa memberikan beberapa serang kepada tuan Arc!!!! " teriak Ryuu menyusul
" Papa!!!! Semangat!!!! " Teriak Crsi yang tiba tiba muncul dan mengejutkan seluruh maids yang ada tanpa terkecuali Flora
Dengan sebuah senyuman dan lambaian tangannya ke arah Crsi, Arc mulai membuka sebuah bariarel area untuk melindungi area di sekitarnya agar tidak rusak terlalu parah
" B-trial unit!! code 2367-Anes.....-!! " ucapnya dengan menghantamkan kedua tangannya sebelum akhirnya mengeluarkan sepasang meriam panjang dengan setiap sisi yang setajam pedang
* Swugh swugh swugh gbralssss* Sesosok naga merah mendarat di sebuah area kosong dengan sebuah lambang kaki naga serta dilindungi oleh lingkaran pentagon
Di atas sebuah bukit tandus yang tidak jauh dari sebuah kastel besar yang bobrok, sosok naga merah tadi sempat melemparkan beberapa tubuh demi human sebelum berubah menjadi bentuk dragonoid dan menangkap tubuh yang sebelumnya terlempar
" Untuk sekarang kalian bawa tubuh mereka ke ruang pemulihan segera sementara aku akan kembali dan mengangkut sisanya " ucap sosok naga itu pada beberapa pleton prajurit yang mulai datang sembari membawa sebuah kargo besar
" Akh... ya ampun. Sci.... apa yang sebenarnya kamu lakukan sampai terjadi hal semacam ini..." ucap seorang demi human yang sebagian tubuhnya nampak seperti ras minatour sementara sebagian lainnya berbentuk tubuh manusia namun ditutupi oleh kabut hitam sesaat setelah melihat tubuh Sci yang di bawa menggunakan sebuah tandu oleh beberapa demi human berpakaian kesatria
" Maaf ya, Azel. Bibi gagal mencegah ini semua " ucap Willa dengan nada lirih sesaat setelah menyentuh separuh tubuh dari sosok itu yang menampakkan tubuh minatour
" Tidak apa bibi. Kalian telah melakukan hal yang terbaik untuk Sci.... " balasnya setelah menahan bibinya yang hampir jatuh akibat kehabisan kekuatan.
" Baguslah jika kalian bersedia. Dengan adanya bantuan kalian, mungkin pelabuhan itu akan kembali ke tangan kita... " ucap sosok dragonoid sembari bersiap membawa beberapa sosok demi human yang nampak kuat dengan kargo yang ada.
" Paman!!!! Tunggu aku!!!! " ucap Azel sesaat setelah melihat sosok dragonoid kembali berubah menjadi naga merah dan membawa beberapa kargo berisi arc wizard, dark knight dan demi human yang nampak kuat pergi ke suatu tempat di sebrang lautan
" Maaf Azel!!! Karena kamu adalah sosok yang sangat berharga bagi kami setelah dirinya, Aku tidak ingin kamu pergi untuk peperangan kalih ini!!!" balasnya setelah menoleh ke Azel yang nampak berharap untuk bisa ikut bertarung
" Azel.... Bibi tahu bahwa kamu sangat ingin membantu negri yang krisis ini. Namun, kamu pun harus mengetahui bahwa selain dari kamu, Azreal, Sci dan beberapa putra mahkota harus tetap hidup untuk menjadi pelindung negri ini... " ucap sosok Wilna yang keluar beberapa saat setelah sebuah lubang muncul di atas tanah
" Tapi bi.... bukankah saat ini merebut pelabuhan itu kembali adalah hal yang penting? dan bukankah akan lebih baik jika aku ikut bertarung bersama mereka?! " balas Azel yang nampak marah
" Tenanglah... untuk saat ini jadilah anak yang baik dan turuti apa yang bibi katakan... " balas Willna setelah mengusap dada dari Azel yang diselimuti kabut hitam
" Hm~mph.... Baiklah bi... aku akan menjadi anak baik dan menuruti apa yang bibi mau... " balas Azel setelah mengingat sesuatu yang membuatnya berubah pikiran setelah Wilna mengusapkan tangannya
" Kalau begitu simpanlah senjata itu dan kembalikan juga zirah kitin itu ke tempatnya semula... " ucap Wilna sembari memaksa Azel untuk berbalik ke arah kastel dan memintanya melepaskan perlengkapan yang dirinya kenakan
Sesaat setelah berada dalam sebuah ruangan dengan sebuah tanda berupa palu besar yang di ikat oleh rantai dalam sebuah perisai, Azel mulai melepaskan sebuah zirah kulit dari seekor monster dan menampakkan sebuah tubuh perempuan ideal dengan sepasang tanduk besar yang berwarna putih mengkilap
" Meskipun zirah ini tertutup oleh kabut hitam ini, aku tidak menyangka bahwa bibi akan menyadarinya... " gumamnya sembari melihat ke arah cermin yang menunjukkan tubuhnya
" Dan yah, meskipun tubuh ini masih diselimuti kabut misterius ini, aku masih tetap percaya diri dengan bentuk tubuhku ini. Hehehehe.... " lanjutnya setelah melakukan beberapa pose menggoda di depan cermin agar menunjukkan lekuk tubuhnya
" *stak* He~?? bukankah ini... " ucapnya sesaat setelah mendengar sesuatu yang jatuh dan menemukan sebuah batuan kristal merah yang nampak familiar baginya.
Beberapa saat setelah dirinya menatap batu itu, dia yang teringat sesuatu langsung langsung pergi ke suatu tempat dengan terburu-buru.
...----------------...
Dalam sebuah hutan yang hanya menampakkan tanah tandus dan pepohonan yang kering, Azel mengusap sebuah tugu yang nampak seperti makam yang tersembunyi dan sesaat setelah mengawasi sekitar sembari merapal mantra, tugu yang nampak seperti makam itu mulai menunjukkan sebuah pintu bawah tanah yang membawanya ke sebuah ruangan yang tersegel oleh banyak pentagon sihir dan artefak misterius.
" Jikalau tidak salah, Bibi Lili pernah berkata bahwa serpihan terakhir ada untuk diriku agar aku tidak melupakan hal baik dikala kejadian itu terjadi. " ucapnya sembari menatap harap sebuah lubang kecil dari sebuah artefak kristal berwarna merah yang menutupi sebagian pintu besi dihadapannya.
" Aku harap ini berhasil " ucapnya sembari mendekat kan pecahan kristal tadi ke bagian kristal besar yang berlubang
* Swups * sebuah lengan hitam langsung menarik tubuh dari Azel untuk masuk kedalam ruangan yang terkunci rapat oleh berbagai macam sihir dan item penghalang tadi
" Apa!!!! Siapa itu tadi!!! " Azel berteriak di dalam kegelapan itu sebelum akhirnya melihat seorang yang nampak familiar baginya
" Sepertinya ini lebih cepat dari perkiraan ku sebelumnya... " ucap Sosok wanita berrambut merah yang keluar dari sebuah bayangan milik Azel
" Bibi Lili?!! " ucap Azel yang terkejut
" Hehehe, Halo keponakanku... Azelia.... " ucap sosok itu sembari mengusap kepala dari Azel
" Bibi!!! Bibi!!! Bibi Lili!!! " ucap azel yang terus berulang sembari memeluk tubuh dari sosok Bibi Lili
" Sudahlah sudah... bibi sudah ada di sini... Jadi tenangkanlah dirimu dan berhenti menangis " balasnya sembari memeluk tubuh dari Azel untuk menenangkannya
" He~ bibi!!! " Lanjut Azel yang semakin menjadi
Setelah menghela nafas panjang dan menunggu waktu yang cukup lama, pada akhirnya Azel menjadi lebih tenang dan berhenti menagis dipelukkan bibinya
" Jadi, apakah kamu sudah selesai menangis? " ucapnya bertanya sembari mengusap air mata dari Azel
" Hehe, sudah bi... " balasnya yang merasa malu atas apa yang telah terjadi
" Jadi, perlu berapa lama hingga kamu sampai ke sini? " ucap Bibi Lili sembari melepaskan pelukannya dan mulai menyalakan beberapa lilin yang ada dalam ruangan itu
" Aku tidak tahu pasti bi. Namun jika dihitung dari hari dimana bibi memutuskan untuk pergi menghilang, setidaknya ini sudah tahun ke 9 " balasnya sembari merasa bersalah karena melihat sebuah api biru yang masih membakar baju dari bibinya
" He~m... Bibi kira baru 700 tahun semenjak kejadian itu, tapi ternyata sudah lebih dari 1000 tahun...." balasnya sembari menggantungkan sebuah jubah hitam yang terbakar
" Heheh.. iya bi. " balasnya sembari mendekat ke arah Bibi Lili untuk menyanpaikan sesuatu
" Jika kamu kemari untuk mengatakan hal yang berkaitan dengan anak itu, bibi akan mengambil paksa kunci terakhir dan menendang mu keluar dari ruangan ini " ucap Bibi Lili yang kini hanya memakai sebuah armor minimalis yang hampir hancur
" Ah, iya bi.. maaf. " balasnya yang merasa takut atas tatapan intimidasi yang diberikan oleh bibinya
" Jika kamu berhasil menemukan kunci itu, itu berarti sosok yang berharga bagi ku telah kembali... " gumamnya sembari membuang armor yang rusak itu ke dalam sebuah kuali berisi lelehan besi dan hanya meninyisakan beberapa helai kain yang menutup tubuhnya
" Sosok yang berharga bagi bibi? bukankah saat itu bibi bilang bahwa "Serpihan terakhir ada untuk diriku agar aku tidak melupakan hal baik dikala kejadian itu terjadi? " lalu apakah itu berarti bibi akan mengingatkan ku kembali atas apa yang terjadi ribuan tahun lalu?" balas Azel yang nampak penasaran dengan apa yang bibinya katakan
" Tidak Azel. Ucapan itu bukan untuk dirimu, melainkan ucapan itu untuk diriku sendiri agar aku tidak melupakan dirinya. " balasnya sembari membuka sebuah lemari yang hanya berisikan sebuah besi panjang
" Ano... bibi, apa itu? " ucap Azel yang semakin penasaran
" Ini...? ini hanyalah tongkat besi biasa. Tapi * Gbralssss * disini masih tersimpan sebuah kekuatan dari dirinya yang aku sebut sebagai saudara." balasnya sembari mengeluarkan sebuah akar serabut bercahaya setelah menghancurkan sebuah besi panjang di hadapan Azel
" Akh.... Flora~ sepertinya ayahmu telah kembali.... " ucapnya sembari mencengkram erat akar serabut itu hingga meneteskan darahnya
Azela yang terkejut atas apa yang diucapkan oleh Bibi Lili langsung mengawasi area sekitarnya untuk mencari keberadaan orang lain di sekitar mereka berdua
" Heheh... kamu tidak perlu sehawatir itu Azel. Flora adalah sosok yang menganggapku sebagai adik dan sosok ayah bagi Flora adalah sosok yang paling berharga bagiku bahkan lebih berharga dari apapun yang ada di dunia ini." ucapnya dengan wajah yang nampak bahagia sesaat setelah sebuah armor bercahaya membalut sebagian tubuhnya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!