[Novel ini tidak bermaksud menyinggung Suku, Agama, Ras dan Antargolongan manapun. Semua cerita dan kalimat yang terkandung dalam novel ini hanyalah Fiksi belaka. Maaf bila ada kesamaan nama, tempat, dan sebagainya, itu merupakan kesalahan yang tidak disengaja. Maaf juga bila terdapat kesalahan kata, penulisan, tanda baca, dan hal-hal lainnya dikarenakan Penulis yang masih Pemula]
Hehe...
*****
Pada suatu masa negeri ini begitu maju…
Sebuah negeri sihir bernama Jammetaria. Negeri dari para Penyihir suci dengan peradaban sihir yg lebih maju dari sekarang.
Para penyihir suci tersebut memiliki kekuatan dan kecerdasan di atas rata-rata. Mereka memiliki sihir yang berlebih daripada manusia umumnya.
Berumur panjang dan rambutnya juga panjang yang tegak menantang langit. Rambut panjang ini bukan sekedar hiasan belaka, namun sebagai perantara kekuatannya, bak penangkal petir terbalik, rambut inilah yang melepaskan kelebihan sihirnya ke udara.
Mereka mendapat julukan sebagai "Jamet", para penghuni dari negeri sihir Jammetaria.
Namun hal itu tak berlangsung lama. Sebuah tragedi yg memusnahkan jutaan jiwa, perang besar antara para penyihir dan Iblis pertama kali terjadi. Perang yang dipicu iblis-iblis yang mengamuk hingga hampir menguasai dunia, Sebuah perang yang hampir memusnahkan sebagian besar peradaban di benua ini. Walau berhasil dimenangkan namun perang itu telah memakan banyak sekali korban jiwa, sebagian besar korban berasal dari para Penyihir Suci itu sendiri.
Mereka yang tersisa lebih memilih untuk pergi menyelamatkan diri dan migrasi ke penjuru dunia. Hingga akhirnya memutus garis keturunannya, sehingga dalam beberapa generasi tidak ada lagi penyihir suci yg tersisa di dunia ini, atau setidaknya itulah yang mereka tau.
Beberapa generasi telah berlalu, penyihir suci dan iblis tidak ada lagi, Negeri yang hancur telah bangkit kembali, namun kehebatannya tinggal menjadi sejarah.
Negeri yang dulu disebut Jammentaria kini telah berubah menjadi Kekaisaran Raveeria. Negeri yang luasnya mencakup sepertiga benua dengan banyak kerajaan di dalamnya. Negeri yang tidak semaju dulu namun masih terus berkembang hingga sekarang, walau terkadang perkembangannya mundur. Negeri ini hanya negeri biasa pada umumnya, Negeri yang besar, damai namun kadang sedikit kacau karena rakyat dan rajanya sendiri, hingga kaisar pun geleng-geleng kepala.
Namun di masa depan…
Akankah ada Penyihir Suci yang lahir kembali di suatu tempat di negeri ini…
*****
1703 AD
Felisia - Ibukota Kerajaan Jayanaria, Kekaisaran Raveeria
Malam itu malam purnama yang sunyi, dimana semuanya tertidur lelap. Hanya sedikit dari mereka tampak terjaga, bahkan beberapa penjaga pun menahan kantuk karena hawa dingin yang mencekam. Disebuah istana kerajaan seorang anak terbangun dari tidurnya.
Dia keluar dari ranjangnya, bergerak keluar dari kamarnya yang mewah bahkan tanpa menyalakan lampu atau penerangan sedikitpun. suasana koridor saat itu lumayan gelap, hanya ada cahaya kecil dari lampu remang-remang yang dipasang di dinding koridor.
Dia berjalan tanpa alas kaki di atas karpet merah sepanjang koridor, tak lama kemudian dia berpapasan dengan seorang penjaga yang tengah berpatroli malam itu.
“Oh Tuan Muda, kenapa engkau berkeliaran sendirian tengah malam begini ?...” tanya penjaga itu setengah sadar juga menahan kantuk.
…
…
Namun anak itu tidak menjawab sama sekali dan terus berjalan, Penjaga itu juga mengabaikannya.
Anak tersebut merupakan salah seorang bangsawan yang tinggal disini. Dia seorang anak yang sangat jenius, meski usianya baru menginjak 10 tahun dia sudah setara dengan penyihir Kerajaan atau Kesatria kerajaan di istana ini, walaupun mungkin dia belum bisa mengendalikan kekuatannya dengan sempurna.
Dia terus berjalan sampai ia berhenti di sebuah pintu lalu Ia masuk. Ayahnya sedang lembur tengah malam, Ruangan itu penuh dengan buku dan dokumen yang menumpuk yang harus di urusnya.
"Wo yah… ada apa nak malem-malem berkunjung kesini ?, Mau pipis kah...?"
Jawab sang ayah dengan ngawur karena sudah terlalu lama berurusan dengan tumpukan dokumen di mejanya.
…
...
Namun sang anak masih saja diam tak merespon. Lalu beberapa detik kemudian tak ada awan tak ada hujan tiba-tiba petir menyambar di dekat istana, membuat kilatnya masuk diantara jendela besar di ruangan tersebut.
Rambut nya yang lurus tiba-tiba tegak berdiri, matanya yang sayu kini bersinar terang seperti dirasuki Iblis, lalu tragedi mengerikan itu terjadi...
Anak itu tiba-tiba berteriak meledakkan semua kekuatannya, membuat semua orang di istana gemetar ketakutan. Para penjaga lari mendekati sumber suara itu.
Sang ayah tidak dapat berkata apa-apa, anak yang sebelumnya sangat ceria kini berubah seperti iblis, para penjaga yang mendekat juga terkejut. Yang dikira serangan dari luar ternyata malah dari seorang anak yang tinggal di sini.
Semakin lama kekuatannya semakin meningkat, rambutnya yang semakin tegak ke atas mengeluarkan percikan-percikan petir. Satu-persatu kaca jendela mulai pecah, bangunan istana semakin bergemuruh. Semua orang di sampingnya mencoba menenangkannya namun tidak ada yang berhasil.
Kerusakan semakin parah, langit-langit dan lantai di atasnya mulai roboh menimpa semua orang yang ada di dekatnya. Beberapa penjaga terbunuh, sebagian besar luka sedang, ayahnya luka berat, dan semuanya pingsan tak berdaya.
Kekuatan nya meredup sedikit dari sedikit. Matanya bersinar kembali, air mata menetes mengingat apa yang sudah dia lakukan. Menangis dengan keras lalu memanggil semua orang yang dicintainya.
"Ayah…."
"Bundaaa……"
"Paman penjagaaaa…… siapa saja tolongg….."
Dia terus menangis dengan keras hingga akhirnya dia memutuskan sesuatu.
"Aku tidak bisa… aku tidak mau… MEREKA SEMUA MATIII…."
Secara ajaib cahaya hijau menyelimuti tubuhnya dan menyebar ke semua orang yang terluka di sini. Sepertinya merupakan sihir penyembuhan yang belum pernah dikuasainya, meskipun efeknya tidak menyembuhkan sepenuhnya namun setidaknya bisa mengulur waktu sampai bantuan datang.
Dia bangkit berdiri walau air mata masih membasahi pipinya, lalu dia meneriakkan sebuah mantra dengan kekuatannya yang tersisa.
Wahai semua kekuatan yang tertidur didalam diriku. Buatlah mereka semua yang ada dalam kehidupanku lupa tentangku, hapuslah ingatan mereka semua yang berhubungan denganku !!!
Sekali lagi kekuatan besar meledak dari tubuhnya, namun tidak ada satupun dari mereka yg terluka karenanya. Sebuah cahaya besar seperti kilat menyinari kota ini dalam sekejap. Tubuhnya yang kekurangan sihir mulai lemas namun masih ada satu hal lain yang harus ia lakukan.
Dia berjalan dengan lemas dan sempoyongan, berusaha sejauh mungkin dari istana. Dia tak mau suatu saat kekuatannya yang tak terkendali akan mengakibatkan tragedi yang jauh lebih besar. Tak berapa lama kemudian dia pingsan dengan tak seorangpun yang mengingatnya, termasuk foto dan semua barang yang terkait dengannya ikut menghilang.
Tak lama setelah itu Fusena Audrey terbangun dari mimpi buruknya. Ia merenung sejenak di tempat tidur sambil berharap dia bisa melupakan masa lalu yg kelam untuk selamanya. Setelah itu bersiap untuk menjalani hidupnya yang biasa saja.
Matahari sudah terbit beberapa saat lalu, Audrey bangkit dari tempat tidur, membersihkan badan dan bersiap untuk hari yg baru.
Setelah itu dia mengganti baju tidurnya dengan setelan penyihir yang biasa digunakannya sehari-hari. Ia menoleh ke cermin dan dengan muak melihat wajahnya, tidak maksudnya Rambutnya.
Rambut yang sangat aneh dan kaku berbentuk lancip runcing ke atas. Setiap kali ia berusaha menyisirnya, rambut itu akan kembali ke bentuk asalnya seperti per. Itulah yang membuat dia muak mengenai penampilan anehnya.
Dia sudah beberapa kali mencoba mencukur habis, tapi secara ajaib rambutnya kembali ke bentuk semula dalam semalam, hingga dia semakin kecewa dan menyerah untuk melakukannya kembali.
Untungnya dia memiliki topi penyihir berbentuk kerucut seperti umumnya, yang merupakan salah satu benda yang wajib dimilikinya. Ngomong-ngomong topi penyihir berbentuk kerucut ini bukan cuma dibuat tanpa alasan, alasan utamanya ialah karena penyihir suci terdahulu memiliki rambut runcing ke atas sama seperti Audrey saat ini, jadi akan lebih nyaman kalau dibuat kerucut.
Ia memakai topi tersebut dan sangat pas dengan rambut lancipnya. Dia tidak melepaskan topi itu ketika di luar. Ketika dia berpenampilan seperti biasanya dia sedikit terlihat seperti perempuan.
Apalagi dengan mata ungu dan rambut abu-abu yang mengkilap sedikit panjang keluar di antara topi membuat nya semakin imut. Ditambah lagi setelan penyihir berwarna coklat yang biasa ia kenakan, sebuah jubah penyihir yang agak panjang dengan celana pendek hitam pas dengan tubuhnya yang mungil, Membuat siapa saja yang melihatnya dari jauh menganggap nya seorang perempuan.
Ya seperti perempuan mungil berdada-rata yang mirip papan cucian, tapi untungnya dia 100% laki laki.
Setelah selesai bersiap-siap ia ke dapur untuk sarapan dan mempersiapkan apa yang biasa ia lakukan sehari-hari. ia membuka kotak pendingin yang ada di dapurnya mengambil beberapa kilo daging olahan berbentuk bulat untuk dijual, lalu mengambil kuah serta bahan lain yang sudah ia siapkan sejak semalam.
Pertama dia menerbangkan sapu sihir dengan ketinggian rendah di luar rumahnya, menaikan gerobak jualan ke bagian belakang sapu terbangnya. (Mirip seperti penjual cilok atau bakso dengan motornya, namun kali ini motornya diganti jadi sapu terbang)
Ia memasukan semua yang diperlukannya ke dalam gerobak lalu menyalakan kompor portable di gerobak tersebut menggunakan sihir api miliknya, untuk menghangatkan kuah, lalu bersiap untuk berangkat.
Tentu saja, yang dia jual adalah Bakso, sebuah makanan yang lumayan populer di kerajaan ini.
Ia berangkat dari rumahnya di yang berada hutan pinggiran ibukota dengan menaiki sapu terbang. Suasana udara pagi ini sedikit dingin, angin berhembus sepoi-sepoi di atas pepohonan hutan bersamaan dengan asap kuah Bakso yang menyebar kemana mana.
Tak lama kemudian dia sampai di gerbang utama kota, terlihat tembok besar yang megah seperti benteng juga pintu gerbang yang lumayan tinggi. Terlihat juga antrian para pengunjung dari kota atau kerajaan lain, entah itu petualang, pedagang, bangsawan, atau sekedar wisatawan gabut yang punya banyak uang. Semuanya diperiksa dengan ketat dari identitas sampai barang apa saja yang dibawa, namun hal itu hanya berlaku bagi mereka yang pertama kali berkunjung.
Tapi Audrey tidak peduli...
Audrey tentunya bisa masuk dan keluar dengan mudah di kota ini, Meskipun Audrey tidak tinggal di dalam ia masihlah warga ibukota.
Sesampainya ia di dalam kota, banyak terlihat bangunan-bangunan besar berlantai 3 sampai 6 di sepanjang jalan yang kebanyakan merupakan penginapan juga toko-toko. Jalanan itu cukup lebar, terbuat dari batu dan marmer, di pinggir-pinggir jalan juga ditanam pohon besar yang cukup lebat setiap 100 meter, Banyak orang yang berlalu-lalang dan terbang di sini, tak lupa deretan kereta kuda pedagang yang tengah parkir di pinggir jalan.
Dan yang tak kalah mencolok adalah bangunan istana megah di puncak bukit yang hancur sepertiga nya, kini tengah direnovasi, walau 4 tahun sudah berlalu namun hingga kini pembangunan tak kunjung selesai.
Mereka semua yang tinggal di istana menganggap bahwa kehancuran itu disebabkan karena kesalahan konstruksi, bukan karena serangan pihak luar dan tidak mungkin ada yang berfikir itu disebabkan seorang anak kecil.
Maap hehe… waktu itu kan gak sengaja. Yang dipikirkan Audrey dalam hati sambil tertawa kecil.
Ia melanjutkan perjalanan dan sampai di alun-alun tenggara kota ini yang merupakan pusat kuliner dan perdagangan, sekaligus menjadi tempat berjualan yang paling strategis. Saat dia sampai dan bersiap melakukan jualan nya seperti biasa para pelanggan mengerubungi nya.
Walau tidak cuma dirinya yang berjualan Bakso disini, namun Bakso yang dijualnya sangat berbeda dari yang lain, dan itu merupakan sebuah kisah yang akan diceritakan lain kali.
Satu porsi baksonya dijual dengan harga 1 Perak saja atau 1 Perak 2 Perunggu ditambah topping lain.
Sebagai perbandingan semua negara di dunia ini hanya menggunakan satu mata uang yang sama yaitu Emas, Perak, dan Perunggu sehingga tidak terjadi yang namanya inflasi, Walaupun bentuk dan desainnya berbeda tapi nilainya tetap sama.
Sebagai perbandingan...
1 Emas : Rp 100.000,00
1 Perak : Rp 10.000,00
1 Perunggu : Rp 1.000,00
Pembeli bisa memilih antara makan ditempat atau dibungkus, dia tidak menyediakan kursi dan meja karena di alun-alun ini sudah tersedia banyak meja taman melingkar dengan payung di tengahnya ,karena memang dasarnya tempat ini sengaja dibuat menjadi pusat kuliner dan perdagangan.
Namun dia mempunyai banyak mangkok yang disimpan di gerobak nya, kalaupun kurang ia bisa juga mengambil dari sihir penyimpanannya. Mangkok putih bergambar burung Phoenix warna Merah, Sebuah mangkok yang sangat umum yang mana hampir semua orang pernah memilikinya.
Tak sampai sore hari jualannya sudah terjual habis, biasanya ia menghasilkan 3 Emas 6 Perak hingga 6 Emas 3 Perak setiap kali berjualan. Tentu saja Auto Cuan, namun dia tidak seserakah itu, dia tidak berjualan setiap hari, hanya beberapa hari seminggu. Ia lebih memilih hidup santai dan bebas dengan uang secukupnya (walau sebenarnya sudah bisa disebut banyak) dari pada bekerja terlalu keras dan menjadi Budak dari Kekayaan.
Setelah selesai berdagang biasanya ia hanya berjalan jalan di sekitar kota, untuk membeli buku atau sesuatu dan terkadang ia mampir ke tempat pamannya. Yang pastinya bukan berasal dari keluarga lamanya.
Waktu sudah sekitar pukul 3 sore, matahari mulai terbenam, suasana kota yang dari tadi sangat ramai perlahan menjadi tenang dan cahayanya mulai berubah kekuning-kuningan.
Hari itu akan segera selesai namun terkadang ada hal yang paling dirindukan. Audrey menatap istana itu sekali lagi, lalu kembali pulang ke rumahnya di hutan dan bersiap mengulang hari baru untuk berikutnya.
Di Sebuah hutan dekat ibukota dimana tembok ibukota sudah terlihat, di jalan setapak di bawah pepohonan rindang, tampak 2 orang sedang berjalan.
Seorang laki-laki berambut coklat dengan baju zirah logam dengan dasaran merah yang tampak seperti petualang pemula. Juga seorang perempuan cantik berbaju putih, berambut coklat muda mendekati pirang yang tampaknya lebih pendek dari laki-laki itu.
"Yosh, sebentar lagi kita sampai di ibukota."
"Akhirnya… Akhirnya… Akhirnya… Semua impianku segera dimulai, mendaftar menjadi petualang, membasmi Monster, bertambah kuat, menjadi rank A, dan akhirnya menjadi ksatria kerajaan wkekekkkekk$(#;$-(@($;*)#+;#(#(#?;$!$"
"Untuk daftar di guild jadi petualang kita masih kurangan satu orang Hendry!!"
(Dia berisik)
"Hendry…."
(Dia masih berisik)
"Jangan berisik Hendry !!!"
(Dia tambah berisik)
"Hen…"
(Dia semakin Berisik)
"Ano HENDRY!!!, bisa diem gak, Berisik tau…"
"Gimanapun juga aku ini kakakmu!"
"Tch, lewat sehari aja belagu."
"Hah…" aura yang menyeramkan tiba-tiba muncul darinya, rambut panjangnya terangkat dan berkibar menunjukkan kemarahannya, kepalanya menunduk dan matanya semakin gelap tajam menatap Hendry dengan tatapan membunuh.
"Ano… kak… Kak Eliana…" dia sekarang sudah menyadari kesalahannya, mengucapkan kata terlarang bagi kakaknya berarti kematian baginya, sekarang dia hanya bisa ketakutan sambil berharap dia masih hidup untuk berikutnya.
Wahai angin sepoi-sepoi yang berada di sekitarku, berkumpullah kalian semua di ujung tongkatku, buatlah bola angin berkecepatan tinggi yang menerbangkan semua musuhku, jauhkanlah adikku yang berisik juga bodohh ini dariku….. SONIC BOOM…
Wosshhhhh….
"Tu... Tunggu kaaaaakkkkkkkkkkk…" Hendry terhempas ke depan dengan kecepatan yang sangat tinggi, namun sesuatu yang tak diduga-duga terjadi.
Sekumpulan sapi dan banteng liar mengamuk seperti dikejar-kejar sesuatu muncul dari kiri jalan, menghantam kembali Hendry tepat sebelum menyentuh tanah, terhempas kekanan untuk sekali lagi lalu jatuh ke dalam semak-semak dengan kepala dibawah.
"Hen.. Hendry !!!" Kakaknya kini sudah tidak marah dan sekarang sedikit mengkhawatirkan adiknya.
Tak berapa lama kemudian dari balik pepohonan yang lebat, dari arah yang sama dari hewan-hewan itu keluar, Muncul seorang penyihir berjubah coklat yang berdiri di atas sapu terbangnya.
Penyihir tersebut tentu saja Audrey. Dia memegang tongkat sihirnya yang panjang dan mengarahkannya ke hewan-hewan tadi.
Sesaat kemudian kristal biru pada tongkat sihirnya bersinar, partikel air muncul di udara, semakin banyak lalu membeku membentuk banyak bongkahan es yang cukup tajam. Es-es tadi melesat dengan cepat dan tepat mengenai kepala hewan-hewan liar tadi lalu mereka terjatuh sebelum sempat menyerang Hendry.
Hendry segera bangun dari semak semak dan berniat mengucapkan terimakasih kepada penyihir tersebut namun…
"He… Hendry !!!" Kakaknya lebih terkejut daripada sebelumnya
Sesosok Minotaur setinggi 2 setengah meter muncul dari semak-semak belakang Hendry, berdiri tegak layaknya manusia, otot-otot besar seperti binaragawan, bertanduk tajam seperti banteng dan berniat meratakan Hendry dengan satu pukulan utuh.
Akhirnya kau muncul, yang dipikirkan Audrey dalam hati dan mata yang mengincar kepala makhluk itu.
Dengan cepat Audrey membuat dan menghempaskan dua belati air dengan sihirnya dan memenggal kepala makhluk itu, darahnya muncrat dan membasahi pepohonan namun untungnya tidak ada yang terkena darah tersebut baik Hendry maupun Audrey.
"Ho… hoahh… terima kasih banyak nona, kau telah menyelamatkanku dua kali." Yang dikatakan Hendry dengan sedikit ngelag karena barusan belati air super tajam telah melewati samping kiri dan kanan kepalanya.
"Tidak kok, ini juga karena salahku, binatang yang kuburu tadi lepas lalu lari ke jalanan." Dikatakan Audrey sambil tersenyum tipis.
Jlebb…
Beberapa detik kemudian dia menyadari sesuatu, dadanya sakit seperti ditusuk sesuatu yang tajam.
"N… Nonaaa...?"
"Hah ?"
"AKU INI LAKI-LAKI TAU !!!" Audrey sedikit marah dan dengan polosnya ingin menunjukkan sebuah Pedang Suci yang bersemayam di balik celana, namun hal itu ditahan Hendry dengan panik.
"Iya iya iya iya, aku percaya kok."
Akhirnya keduanya menghembuskan nafas lega, lalu Eliana pun mendekat dan menghampiri keduanya.
Eliana memukul kepala adiknya dari belakang dan sekali lagi menunduk berterima kasih kepada Audrey.
"T-Tuan Penyihir, pokoknya Terima kasih banyak telah menyelamatkanku nyawa adikku."
"Ok, santai aja lagi pula ini sebagian juga salahku kok"
"Perkenalkan namaku Eliana Saraswati dan ini adikku Hendry Saraswanto, kami berdua sedang melakukan perjalanan ke ibu kota"
"Dan ka…" Eliana dengan cepat menampar mulut adiknya dan memberikan tatapan tajam agar dia tidak mengoceh hal yang Tidak perlu.
"Ok salam kenal..., O iya namaku Fusena Audrey, Panggil aja Audrey, gak usah tuan Penyihir segala."
"Lalu Audrey, kenapa kamu berburu di sini ? ,Untuk misi di Guild kah?, Tapi kok sendirian?" Tanya Hendry dengan agak penasaran.
“Hemmm… Enggak Kok”.
Selagi berbicara, Audrey berjalan sendirian ke bawah pohon dimana saat itu gerobak miliknya ditaruh. mereka berdua semakin penasaran hingga Audrey kembali dan menyodorkan dua buah mangkok.
“Ini silahkan… Gratis Kok.”
“Eeeeehhhhh…” Mereka berdua terkejut.
“Kamu pedagang rupanya ?” Tanya Hendry dengan cukup heran.
“Iya.”
“Kalau beneran Pedagang gpp deh kami bayar, lagian hari ini kita juga belum makan siang.” Eliana mengeluarkan dompet dan bersiap mengambil uang.
“Beneran gratis kok, gpp, lagian tadi juga aku yang salah. Buruanku tadi kabur lari ke jalan juga karena salahku.”
“Anggap saja ini sebagai permintaan maaf.”
Mereka berdua menoleh satu sama lain dan mengangguk dengan yakin.
“Baiklah kalau gitu kami terima.” Ucap Eliana
“Terima kasih....” Ucap Hendry
Mereka berdua makan di bawah pepohonan, di atas sebongkah batang kayu besar yang telah roboh. Selagi mereka berdua makan Audrey tengah membersihkan kekacauan yang dibuatnya, menyeret daging mentah itu ke tempat yang sama dan mengumpulkan semuanya dan sedikit bercakap cakap dengan mereka berdua .
“Tapi cukup langka juga ya .…” Ucap Eliana”
“Langka gimana ?”
“iya langka, seorang penyihir kuat sepertimu memilih pekerjaan sebagai pedagang dan bukan sebagai seorang petualang” Ucap Hendry.
“kebanyakan dari mereka yang memiliki sihir kuat sepertimu memilih bekerja sebagai petualang, dan kebanyakan mereka yang bekerja sebagai pedagang dan pekerjaan lainnya biasanya mereka yang tidak bisa menjadi petualang.” Ucap Eliana dengan sedikit merenung melihat kuah bakso yang dimakannya
“Ya mungkin itu memang takdir, juga jalan yang kupilih saat ini.”
“Walau masa depan tidak ada yang tau.”
Audrey dengan santainya menyeret seekor mayat Minotaur yang telah dibunuhnya tadi, tepat didepan mereka berdua yang sedang makan lalu menyatukannya bersama daging daging tadi.
…
…
“Lah itu mayat Minotaur segede Gaban juga diambil ?" Eliana terkejut melihat apa yang dilakukan audrey.
“iya malah termasuk bahan wajib nya malah.” dia menjawabnya dengan santai seolah olah itu hal yang wajar.
Mereka berdua terdiam membeku, mulut mereka terbuka dengan bakso menggelinding keluar dan jatuh kembali ke dalam mangkok.
…
…
“LU GILA YA !!??” saking terkejutnya sikap Eliana yang tenang berubah.
“lah emang kenapa, bukannya dipenjuru dunia memakan daging monster adalah hal yang wajar, selama tidak beracun berarti tidak masalah kan.” Jawab Audrey dengan santainya.
“Be… bener juga sih.”
“Tapi ini Minotaur lo Minotaur…”
“Bahkan kebanyakan petualang menganggap monster itu sebagai ancaman, dan kau dengan santainya buat sebagai bakso.”
“sungguh menghancurkan harga diri monster.”
“udah lah kak lagi pula sekarang kamu juga makan dengan lahap” Hendry berusaha menenangkan kakaknya yang lepas kendali.
Wajah Eliana memerah tersipu malu dan kembali memikirkan kata-kata yang sudah keluar dari mulutnya.
“O iya Audrey, maaf udah keceplosan.” Eliana sudah menyadari kesalahannya dan kini meminta maaf dengan tulus.
“iya kok hehe, santai aja.”
Setelah percakapan yang panjang lebar Audrey bersiap untuk pergi, dia menaikkan gerobak ke sapu terbangnya lalu mendekati setumpuk daging yang diburunya. Ia mulai menyimpan daging-daging itu, mulanya ia mengacungkan tongkatnya, lingkaran sihir muncul di tanah dan daging-daging itu tenggelam kedalam lingkaran sihir yang sebenarnya itu adalah ruang dimensi atau biasa disebut sihir penyimpanan. Ia harus segera kembali dan menyimpan daging-daging itu di kotak pendingin. Jika dibiarkan terlalu lama daging-daging itu akan membusuk, dikarenakan di sihir penyimpanannya tidak memungkinkan untuk membekukan waktu.
“Ok sudah dulu ya..” Audrey sudah bersiap terbang di sapu sihirnya.
“Iya… semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi.”
“Pasti… Suatu hari nanti.”
Audrey melesat terbang kembali ke rumahnya sementara mereka berdua melanjutkan perjalanan ke ibu kota.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!