Rissa Arabella William, pemimpin mafia yang bersifat misterius, pemimpin dari 'Red Blood' ini tidak pernah diumbar siapa orangnya.
Namun, jangan sangka, ternyata Rissa selain misterius, kadang juga bisa bersifat bar-bar dan menjadi manja, tapi hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui nya. Bahkan anggota nya sendiri pun tidak tahu akan hal itu.
Rissa masih duduk di bangku kuliah sekarang, sifatnya kadang membuat orang merinding, apalagi jika sudah terpancing emosi.
Rissa saat ini sedang berjalan ke arah parkiran bersama tiga sahabat nya di tempat perkuliahan tersebut, sahabatnya juga belum mengetahui siapa Rissa sebenarnya, tapi walaupun begitu Rissa tetap menyayangi mereka.
"Guys! Gue duluan ya," Ujar Rissa saat sudah sampai di parkiran.
"Yahh!! Cepet banget, gak mau nongkrong dulu?" Tanya Kevin.
"Beberapa hari ini Lo gak pernah mau nongkrong atau jalan-jalan sama kita," sahut seorang cewek sambil mengerucutkan bibirnya, Amanda nama salah satu sahabat nya.
"Iya bener." Ujar Jane membenarkan.
"Sori ya guys, kapan-kapan lagi.. gue ada urusan soalnya. Bye!!" Lalu dengan tergesa-gesa Rissa menaiki motor nya, dan memasang helm full face nya.
"Dadahhh. Nanti kita nongkrong deh!" Lanjut nya sambil berteriak, karena ia sudah menjalankan motornya.
"Lu semua gak curiga?" Tanya Kevin pada Amanda dan Jane.
"Curiga apa?" Amanda balik bertanya, sedangkan Jane mengerutkan keningnya penasaran.
"Dia kayak nutupin sesuatu dari kita, tapi.. apa ya," jawab Kevin.
"Udah ah, positif thinking aja! Mungkin si Rissa memang ada urusan."
"Jangan-jangan.. dia.. mau berantem!" Pekik Jane mendramatisir.
"Hush! Udah lah, pulang aja kuy, gak mood gue," ajak Amanda.
"Iye deh, dasar nyonya," ejek Kevin dengan bergumam, untung saja Amanda sudah jalan duluan ke arah kendaraan nya.
"Lu berdua berantem terus dah! Pacaran aja dah!" Setelah mengucapkan itu, Jane langsung menyusul Amanda yang sudah berteriak memanggil nya.
"Idih gak ya laww!" Lalu Kevin berlari menyusul mereka.
...🌺🌺🌺...
Rissa turun dari motornya, dan berjalan dengan tergesa-gesa masuk ke dalam sebuah gedung, air muka nya sangat memerah menandakan bahwa ia sedang benar-benar marah.
Brakkk...
Ia membuka pintu dengan tidak santai, mata nya menyorot tajam.
"Siapa yang culik adek gue?" Tanya Rissa dengan wajah yang mengeras.
"Ma.. Maaf Bos. Tadi saya sedang berjalan ke supermarket, dan tidak sengaja melihat adik Bos dibawa masuk ke dalam Mobil. Lalu, saya kejar, tapi saya kehilangan, karena s.. saya tidak membawa kendaraan," jelas salah satu anggota nya.
"Roby," panggil Rissa dengan nada yang tajam.
"I.. iya bos," jawab orang yang menjelaskan tadi. Anggota lainnya ikut merinding mendengar panggilan itu.
"Kenapa, Lo sangat ceroboh!"
"Ma.. maaf bos." Roby menundukkan kepalanya ketakutan, karena ia tahu betapa kejamnya gadis di depan nya ini. Rissa menghela nafas berat.
"Untuk kali ini Lo lepas Roby, karena gue mau lepasin adek gue."
"Siapin anak-anak! Kita cari adek gue!" Perintah nya mutlak.
"Baik!"
"Mereka berani mengganggu kehidupan orang-orang tersayang gue, maka gue akan membalas nya, bahkan bisa lebih parah." Batin Rissa, ia tersenyum miring dengan tatapan menyorot tajam.
......🌺🌺🌺......
Ketikan di Laptop di lakukan oleh salah satu dari anggota Red Blood, mencari dan meng-hack beberapa lokasi yang sempat dilewati oleh mobil yang menculik adik dari Rissa.
Terpampang lokasi yang tepat di mana adik nya berada, kini Rissa dan pasukannya sedang bersiap untuk pergi. Rissa menutupi rambut dan wajah nya, agar identitas nya terjaga. Ada lebih dari 40 orang disiapkan untuk penyergapan itu.
"Seperti rencana, jadi ayo bergegas, jangan lama-lama!"
"Baik, Nona!" Sahut semua kelompok nya.
......🌺🌺🌺......
Saat, Rissa dan kelompoknya sampai di tempat yang dituju, Rissa yang terlebih dahulu masuk. Sendiri. Karena itu rencana yang ia buat, ia tahu kalau para penculik pasti berbuat nekat.
Anggota kelompoknya sudah stay di posisi masing-masing, menjaga sang pemimpin dan juga adik nya dari ancaman.
Rissa perlahan memasuki gedung terbengkalai itu, mata nya menelusuri setiap sudut, gedung ini tidak terlalu besar, bahkan gedung ini hanya memiliki satu lantai.
"Apa ini gak terlalu sepi ya?" Tanya Rissa dalam hatinya, ia berjalan semakin masuk ke dalam gedung tersebut.
"Lo berani juga datang ke sini!" Seru seseorang entah dari mana asalnya, karena gedung itu tidak memiliki pencahayaan yang cukup.
"KELUAR LO! JANGAN JADI SETAN, YANG BISA NYA GAK KELIATAN DOANG! CK! LEMAH!" Teriak Rissa dengan nada yang menusuk.
"Sialan kau bocah!!"
"Bocah!?? Lu kali bocah prik! Jangan biasain main hantu-hantuan deh, makanya lu sembunyi sembunyi gini!"
"Bacot! Lu gak mau apa liat adek kesayangan Lo ini?" Tanya seseorang yang lainnya, Rissa tahu yang ia hadapi ini bukan hanya satu dua orang saja. Ia bisa merasakan banyak mata yang memandang nya.
Patttss...
Lampu sorot menyala, menampilkan sang adik yang tengah di ikat di kursi, dengan wajah yang tertunduk, entah sedang pingsan atau tidak. Melihat pemandangan tersebut, mata Rissa semakin mengeras.
Lalu ia dengan cepat berlari, sembari memberikan kode pada anggotanya yang ada di tempat persembunyian mereka.
Rissa dengan cepat menggendong adiknya yang masih terikat di kursi, membuka ikatan nya sama saja membuang waktu. Disaat yang sama, baku tembak terjadi antara orang orang 'Red Blood', dengan orang-orang yang bahkan wajah nya tidak terlihat.
Setelah sedikit menjauh, Rissa membuka ikatan sang adik, lalu mendongakan wajah adik nya, betapa kaget nya wajah sang adik ada beberapa lebam, bahkan ada darah yang sudah mengering.
"Maafin kakak. Maafin kakak udah lalai ngejaga kamu, Keyla." Rissa memeluk adiknya sebentar lalu menguraikannya, yang hanya dibalas gelengan kepala adiknya, Keyla. Rissa menatap Roby yang berada di sampingnya.
"Tolong jagain Adik gue, Roby. Gue percayain dia ke Lo." Lanjut Rissa. Gadis itu berdiri dan berlari masuk kembali ke dalam gedung, untuk menuntaskan kemarahan nya. Orang-orang yang menculik Keyla sudah bersimbah darah karena bekas tembakan, namun masih bernafas walau terputus putus.
Rissa mengambil pisau belatinya, lalu mencabik-cabik badan orang-orang yang telah menculik adiknya. Darah bercucuran dari mana-mana, bahkan wajah dan tangannya penuh dengan darah.
"Maaf b.. bos," panggil salah satu dari anggota Red Blood, Giovani. Rissa berdeham, sambil memejamkan mata nya, untuk menetralkan amarahnya.
"Informasi mengenai nama kelompok yang menculik Nona Keyla, sudah di dapatkan. Um.. dan ada satu kabar buruk."
"Namanya dulu."
"Nama kelompok Shadow Legion."
"Berita buruk."
"Salah satu dari mereka masih berkeliaran disekitar gedung ini, kami sedang mencarinya," jelas Giovani dengan menundukkan kepalanya, takut akan respon sang pemimpin.
"APA YA—" Ucapan Rissa terpotong, karena sebuah timah panas menembus dada nya. Semua anggota Red Blood terkejut, sang penembak berhasil dibekuk, dan dibunuh secara habis-habisan.
"B.. BOS!" Rissa terjatuh dengan tangannya memegang dada nya, lalu terbatuk-batuk mengeluarkan darah, semua Red Blood langsung menganga tak percaya, sang pemimpin tertembak. Giovani dengan cekatan mengangkat tubuh Rissa dengan hati-hati, lalu membawanya keluar.
Di luar, Roby dan Keyla masih menunggu, Roby mengobati wajah Keyla dengan obat P3K yang ada dalam mobil. Tapi mereka dikejutkan dengan Rissa yang sedang di gendong Gio.
"KAKAK!" Teriak Keyla, dengan mata berkaca-kaca. Keyla segera menyusul Gio yang tengah masuk ke dalam mobil. "Kakak gue kenapa?!" Tahan Keyla.
"Gak usah tanya-tanya dulu! Gue mau ke rumah sakit, masuk cepetan!" Keyla langsung masuk ke mobil, mobil tersebut melaju dengan kecepatan tinggi.
Roby yang melihat itu, langsung memerintahkan anak-anak untuk menghilangkan hasil pekerjaan mereka, dan ikut menyusul Gio.
...🌺🌺🌺...
"Kak! Lo yang kuat ya!! Jangan tutup mata Lo!" Bentak Keyla yang panik. "Kak, maafin Keyla. Maaf gak dengerin kakak! Harusnya gue ikutin saran kakak untuk bawa bodyguard, tapi tetep ngeyel." Keyla menahan air matanya.
"Kamu, gak perlu minta maaf. Kakak yang lalai jaga kamu, kakak gak kuat." Ujar Rissa terbata-bata. "Kakak mau tidur, jangan bangunin dulu ya," kata Rissa.
"GAK KAK! JANGAN TUTUP MATA KAKAK!" Rissa perlahan menutup matanya yang sedari tadi berusaha ia buka, namun tetap saja sakit yang dirasa membuat nya tidak kuat menahan.
Gio yang sedang menyetir, memandang penuh kekalutan. "Maaf Tante, aku gak bisa jagain mereka dengan benar."
"KAKAK!!"
...🌺🌺🌺...
BERSAMBUNG...
Seorang gadis cantik nan imut, sedang tertidur pulas di ranjang rumah sakit. Perlahan mata indahnya terbuka.
"Ukh... Dimana ini?" Desis nya pelan dengan suara serak, gadis itu mengangkat tangan nya mengelus dada nya dan sedikit menekan nya, yang terkena timah panas itu. "Kok? Gak sakit ya?" Tanya nya pada diri sendiri. Gadis itu menatap seluruh sudut kamar, dan mata nya membelalak saat melihat cairan infus.
CKLEEK...
Pintu kamar terbuka, dan seorang suster masuk. "Dok! Dokter!! Pasien sudah sadar," kata suster tersebut memanggil Dokter.
"Syukurlah kalau kamu sudah sadar, nak. Apa yang kamu rasakan, apa ada yang sakit?" Tanya Dokter itu.
Gadis itu, Rissa menyernyitkan dahi nya. "Say.. saya baik-baik saja, boleh tolong ambilkan air, Dokter?" Tanya Rissa dengan terbata-bata.
"Oh iya, Silahkan, Nak Vina." Dokter itu membantu Rissa meminum air putih itu. Namun, Rissa heran nama nya bukan Vina, tapi mengapa ia dipanggil Vina.
"Terima kasih Dok. Tapi, maaf nama saya Rissa bukan Vina, Dok." Jawab nya.
"Tapi itu nama kamu Nak Vina."
"Tap—" Omongan Rissa terpotong, karena ada sepasang suami istri yang masuk ke dalam kamarnya, wajah mereka sungguh asing di matanya.
"SAYANG! KAMU SUDAH SADAR!" Pekik wanita paruh baya, yang mendekati sang anak.
"Mah, tenang mah, jangan teriak, ini rumah sakit." Suaminya berusaha menenangkan sang istri, dan ikut menyusul sang istri yang sudah memeluk anaknya.
"Ma.. maaf, tapi kalian siapa ya?" Tanya Rissa masih bingung, siapa orang-orang yang di hadapan nya ini. Pertanyaan itu membuat hati sepasang suami istri itu mencelos.
"Vina... gak ingat mama?" Tanya wanita itu. Rissa menjawabnya dengan gelengan.
"Ka.. kalau Papah?" Tanya laki-laki paruh baya itu.
"Maaf." Lagi Rissa menggelengkan kepalanya kembali, apa ini maksudnya, kenapa ia di tempat yang asing, bahkan orang-orangnya tidak pernah ia kenal.
"Dok!! Anak saya kenapa?!" Ujar Laki-laki itu pada Dokter yang masih berada di tempat tersebut.
"Saya cek lagi ya, Nak Vina. Kamu tahu siapa yang di depan kamu?" Rissa hanya menggeleng, "enggak dok," jawabnya. Dokter menghela nafas nya.
"Kamu tau, nama panjang kamu?" Tanya Dokter lagi.
Rissa mengangguk dan menjawab tanpa ragu, "Rissa Arabella." Wanita paruh baya menatap anaknya dengan mata berkaca-kaca.
"Mungkin akibat kecelakaan itu, kepala Nak Vina terbentur, dan membuat nya hilang ingatan sementara. Mohon bantu Nak Vina, agar ingatan nya kembali, perlahan saja jangan langsung dipaksakan." Jelas sang Dokter. Wanita itu sudah menangis, dan suaminya membalas dokter dengan mengangguk pasti. Lalu Dokter dan suster itu pamit undur diri, dan keluar dari kamar itu.
"Maaf ini dimana ya?" Tanya Rissa, atau lebih tepatnya Vina yang yang diisi jiwa Rissa.
"Ini di rumah sakit sayang."
"Vina." Panggil Laki-laki yang berada di samping nya.
"Ya om?"
"Jangan panggil Om ya. Papa aja."
"Iya pah." Hanya dibalas senyuman. "Oiya lah, boleh aku tau siapa-siapa saja keluarga ku?" Tanya Vina, sembari menggaruk pipinya yang tidak gatal. Halus juga kulit nya.
"Kenalin kami ya, nama Papah, Raditya Rafa Callandra. Dan, nama mamah, Maya Praduta Laoranz. Ingat ya. Oiya kamu juga punya dua kakak, yang pertama nama nya Carlos Tevez Callandra, dan yang kedua Calos Vonasi Callandra. Dan nama kamu Clarissa Davina Callandra." Jelas Raditya.
Vina mengganguk, dan ber-oh ria. "Mah, pah, aku di rumah sakit karena apa?"
"Kamu.. kecelakaan karena mobil, kamu di tabrak." Maya mengelus-elus rambut anaknya. Dan Vina merasa hatinya menghangat, karena usapan itu.
"Ini ya rasanya kasih sayang orang tua?" Batinnya.
"Em... Aku mau ke kamar mandi dulu ya, mah, pah." Vina hendak turun dari tempat yang ia tiduri, tapi ada yang menahannya.
"Biar mama bantu," ucap Maya.
"Gak usah mah. Aku bisa sendiri." Setelah mengucapkan itu, Vina turun dan masuk ke kamar mandi. Kedua orang tuanya hanya dapat menatap punggung Vina.
...🌺🌺🌺...
Di dalam kamar mandi, Rissa yang kini berada di raga Vina sedang mondar-mandir tidak jelas. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin.
Cermin oh cermin siapa yang paling cantik di dunia. Eh salah.
"Muka gue kok glowing banget, mana halus lagi!" Vina mengelus wajahnya. "Ini kalo Keyla tau, diketawain gak ya, gue jadi putih gini?" Seakan sadar Vina membelalakkan matanya.
"Keyla. Dia baik-baik aja kan?!" Pekik nya tertahan. Menghirup, dan menghembuskan nafas nya, mencoba menenangkan diri.
"Lo harus hati-hati Ris! Disini sangat asing, kamu harus sabar, dan bisa dapetin ingatan raga ini." Rissa sadar, saat ini dirinya sedang bertransmigrasi menjadi seorang Vina, dari keluarga Callandra.
Rissa memegang kepalanya yang tiba-tiba merasa sakit, dan berputar putar. Apa ini!
Adik sialan! Lo udah diperingatin jangan ganggu Vero!
Kapan sih Lo pergi dari dunia! Jahat mulu di otak Lo!
Siapa yang bilang Lo boleh duduk sini?! Sana! Lo bukan adik gue! Gue gak punya adek kayak Lo!
Rissa meringis, meremas rambut nya, ingatan ingatan menyakitkan membuatnya menjadi limbung.
Mati aja Lo!!
Cih menjijikkan!
AHAHAHAHA!! LO DAPAT GANJARANNYA CLARISSA DAVINA!
Tepat saat Vina membuka pintu kamar mandi, ia limbung, lalu tak sadarkan diri, mambuat Raditya dan Maya, langsung menghampiri nya. Lalu semua gelap.
...🌺🌺🌺...
"Gimana dok keadaan anak saya? Kenapa dia pingsan? Cepet dok jawab?" Samar-samar Vina mendengar suara itu, sangat sulit untuk membuka matanya, rasanya kepala nya berputar, dada nya merasa sesak.
"Tenang Bu, pak. Vina hanya kelelahan, dia butuh istirahat, karena ia baru sadar." Jelas Dokter, sambil menenangkan orang tua pasiennya.
"Gue akan balas perbuatan mereka! Lo tenang aja Clarissa, mereka akan dapat ganjaran nya!" Wajah Vina mengeras. Memaksakan diri untuk membuka matanya.
Perlahan mata indahnya terbuka, nafas nya terengah-engah merasakan dada nya sesak karena ingatan-ingatan yang mengalir dengan lancar.
"Mahh.. Pahh." Raditya dan Maya menoleh ke arah anaknya yang perlahan membuka matanya. Dokter yang memeriksa nya sudah pamit undur diri.
"Nak, kamu baik-baik aja? Jangan buat mama khawatir," ujar Maya dengan nada bergetar. Vina tersenyum manis kepada orang tua nya.
"Mah.. Pah.. Sedikit banyak nya, ingatan ku perlahan kembali," jawab nya. "Tapi ingatan itu menyakitkan ya." Vina menyentuh kening nya dan berkata lirih.
"Mereka jahat ya. Aku salah apa?" lanjutnya. Maya dan Raditya menggeleng, "kamu gak salah apa-apa, Vina. mereka yang salah, salah mereka yang berani-beraninya nyakitin anak mama ini."
Raditya menggeram pelan, mata nya memerah menahan amarah. Siapa yang sudah membuat anak nya terlihat kesakitan, tangannya mengepal, "Nak, siapapun mereka, papa akan membalas mereka atas perbuatan keji mereka."
Vina tersenyum, "Ingin menyerang? Tentu. Dan ini salah satu rencana gue. Gue harus bermain cantik." Vina tersenyum miring sekilas.
"Vina mau pulang ya pah, mah." Pinta Vina.
"Gak! Kamu masih sakit! Tadi aja pingsan," kata Raditya.
"Please!! Tadi aku cuman berusaha mengingat, Mah.. Pah.." mohon nya pada Raditya dan Maya. Raditya dan Maya saling pandang, lalu menghela nafas mereka.
"Baiklah, papa tanya dulu ya ke Dokter."
"Tapi kalau Dokter nya belom bolehin gak pa-pa ya, sayang." Vina mengerucutkan bibirnya, lalu membalas perkataan Papa nya, "gak! Pokoknya mau pulang. Titik, gak pake koma!"
"Oke oke," ujar sang papa yang terlihat tertekan. Lalu pamit pergi ke ruangan Dokter.
...🌺🌺🌺...
Esoknya, Vina dibolehkan pulang, karena ia memohon kepada papa nya untuk kembali ke ruangan Dokter agar diperbolehkan pulang. Karena pada awalnya Dokter belum memperbolehkan nya untuk pulang.
"Vin? Lo jangan khawatir ya, gue bakal bales orang yang nyakitin Lo. Gue lakuin ini, karena gak mau ada orang yang terbully! Siapapun itu!"
Vina menatap keluar jendela mobilnya, kendaraan yang berlalulintas cukup ramai. Dia lupa menanyakan sesuatu, walaupun ada ingatan Vina, namun itu baru beberapa, belum semua ingatan Vina diberikan padanya.
"Pah, mah. Kita di kota mana?" Tanya nya tiba-tiba. Membuat Raditya dan Maya terkekeh lirih.
"Kita di Jakarta, sayang." Jawab Maya. Vina hanya ber-oh ria.
"Lumayan jauh dari kota gue, Kota Bogor." Batin Vina.
Beberapa kilometer telah ditempuh, akhirnya sampai di kediaman keluarga Callandra. Vina sudah mewanti-wanti besarnya rumah keluarga Callandra.
"Lumayan lah, Besar. Kek istana," batinnya sambil tersenyum kaku.
"Ayo masuk nak." Vina mengangguk, dan mengikuti Raditya dan juga Maya yang melangkah masuk melewati beberapa Bodyguard dan Maid yang menunduk.
"Muke gile! Maid sama bodyguard nya banyak bener. Eh, tapi gue lebih banyak sih.. Mwehehehe," ujar nya dalam hati, sedikit menyombongkan diri tidak apa-apalah. Yang penting sedikit. Sedikit.
Orang-orang yang berada di ruang tamu, menoleh pada mereka bertiga yang baru saja masuk. Menatap Vina dengan pandangan yang menusuk.
"Cih! Gue kira, Lo udah mati," sarkas seorang pemuda.
Vina menatap bingung, pada pemuda itu, "Dia siapa, mah? Pah?" Tanya Vina sambil menunjuk ke arah pemuda itu. Seisi ruang tamu itu menganga heran, terkecuali Raditya dan Maya.
"Gue amnesia, jangan sok heran Lo pada!" Desis Vina.
"Yang sopan Lo! Sama Abang Lo, Vina!" Bentak pemuda lainnya. Vina menunjuk nya.
"Lo? Abang gue? Cih, Abang macam apa yang menghina adik nya sendiri!" Tunjuk Vina pada nya.
"Dia Abang kamu yang pertama dan kedua, Vin. Yang sopan ya," ujar Veronica dengan lembut, dan tersenyum manis. Yang dibalas anggukan sahabatnya, Laura.
Membuat Vina ingin muntah, melihat wajahnya. "Kalian berdua, kenapa membawa kedua perempuan itu?" Tanya Raditya dengan nada tajamnya, mata nya melotot.
"Kan udah biasa, pah," jawab santai pemuda yang tadi menghina Vina.
"Papah berapa kali bilang jangan bawa mereka lagi, Carlos!" Bentak Papa nya pada Carlos.
"Pah, udahlah, biarin mereka." Maya menarik Raditya dan Vina untuk pergi dari ruang tamu itu. Vina menyernyit.
"Avrenzo."
...🌺🌺🌺...
BERSAMBUNG...
Rissa, ah ralat Vina tersenyum senang karena hari ini ia sudah diperbolehkan untuk bersekolah, setelah dua hari membujuk orang tua nya. Ia memoles tipis bibirnya, dan sedikit berdandan .
"Pagi, mah, pah!" Sapa nya dengan ceria, saat sampai di meja makan. Ia tidak melirik kedua abangnya yang tentu saja belum terbiasa melihat perubahan sang adik. Kedua Abang nya terpana melihat kecantikan dan keimutan sang adik.
Adik? Bahkan mereka tidak pernah menganggap Vina adik.
"Kamu mau pakai selai apa Vina? Mama siapin."
"Makasih mah, aku mau selai coklat aja mah," pinta Vina. Mama nya mengangguk, lalu menyiapkan roti milik Vina, milik Raditya, dan milik nya.
"Oh ya, Vin. Motor yang kamu mau udah di depan, ya." Ucap Raditya pada Vina. Kedua Abang nya menatap heran Raditya.
"Pah.. bukannya Vina gak bisa naik motor?" Tanya Calos. Carlos membenarkan. Raditya tersenyum miring.
"Tau apa kalian tentang adik kalian?" Tanya nya menusuk. Vina hanya menikmati sarapannya, sembari melihat drama keluarga di depannya ini.
"Pah.. mah.. aku udah selesai, aku duluan pergi ya." Pamit Vina, beranjak dari tempat duduk nya, setelah menyelesaikan sarapannya. Lalu mencium pipi mama dan papa nya.
"Ini kuncinya ya, hati-hati sayang." Vina mengacungkan jempol nya.
"Dadah Sayang," lambai Maya pada Vina.
Dari kamar dia sudah memakai celana yang ditimpa rok sekolahnya. Dia memandang puas motor miliknya.
"Sepertinya yang kuinginkan," batinnya tersenyum senang. Lalu Vina menaiki motor barunya, dan memasang helm full face nya.
"Sejak kapan Lo bisa bawa motor?" Tanya Carlos yang tiba-tiba muncul dari arah belakang. Vina hanya melirik nya dari balik helm nya. Tanpa aba-aba ia meninggalkan Carlos dan Calos yang menganga atas kelakuan adiknya.
"Dia cuman caper paling," ujar Carlos dengan nada dingin.
"Kita liat aja," kata Calos menatap tajam pagar yang dilewati oleh Vina tadi.
...🥀🥀🥀...
Vina mengendarai motor nya dengan kecepatan sedang, menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang ada di kota itu. Dengan bantuan ingatan Vina, yang membuat nya sampai ke sekolah tanpa tersesat.
Saat motornya melewati gerbang sekolah nya. Ia menjadi pusat perhatian, membuat nya tersenyum miring.
"Gue akan buat perubahan besar." Ia tertawa keras dalam hatinya.
Ckitt...
Ia memarkirkan motornya.
Siapa itu? Anak baru?
Cowok kah?
Udah liat aja si!
Vina membuka helm nya, lalu menyugar rambutnya, meletakkan helm nya di kaca spion, mematikan mesin motor nya, dan turun dari motornya.
Siapa itu?!
Byuset, cantik bener..
Wah itu si Clarissa Woi!
Wih si pembully Vero itu?
Serasa ngaca gua.
Bangun begok, cantikan dia daripada Lo pada!
Ouch! Ucapan mu sangat menyakitkan.
Vina berjalan masuk ke sekolah itu tanpa menghiraukan perkataan-perkataan anak-anak sekolah itu. Sekolah Menengah Atas Williamson, ia sadar sekolah ini ternyata milik keluarga nya.
"Cih! Kakek gak liat apa ya anak anak sekolah sini gak ada ahlak semua!" Ia berdecih pelan.
Di ingatan nya, Vina kini duduk di kelas 11 MIPA 3. Ia berjalan menaiki tangga, dan sampai di lantai kelas 11. Ia melihat ada anak-anak geng motor, ia mengetahui nya karena ada Vero, gadis yang pada hari itu ada di rumahnya.
"Kalau ngobrol, jangan di jalan" peringat Vina dengan dingin, menatap satu persatu orang-orang yang menutupi jalan lorong itu.
"Loh. Lo ngapain kesini?! Gak ada gunanya juga Lo sekolah!! Bikin malu keluarga doang!" Cerca pemuda dengan rambut cepak. Vina menatap penuh amarah pada pemuda itu, lalu maju mendekati pemuda itu.bIa melirik name-tag milik pemuda itu.
"Vinsensius. Jangan coba-coba hina gue." Nada nya terdengar tajam, dan bahkan aura Vina sekarang sangat menyeramkan.
"Udah berani ya, Lo sekarang?!" Tunjuk pemuda yang bernama Vinsensius itu. Vina menghempaskan jari Vinsensius yang menunjuknya.
"Tangan Lo banyak dosa. Gak usah sok nunjuk," balas Vina.
Vinsensius naik darah, tangannya terangkat dan melayang untuk menampar Vina. Gerakan Vina lebih cepat, ia menangkap tangan itu dan mengunci nya, menabrakkan badan Vinsensius ke dinding.
"Gue bilang sekali lagi, jangan coba-coba nyentuh gue bahkan setitik pun," bisik nya dingin.
Krek...
Bunyi dari tangan kiri Vinsensius yang ditekan, membuat Vinsensius berteriak kesakitan. Melihat itu, teman dari Vinsensius ingin maju.
"Maju sedikit lagi. Tangan nya akan benar benar patah." Ujar Vina tajam. Membuat yang lain bergidik ngeri.
"Hiks... Vina.. kasian Kak Vinsen. Lepasin.. Hiks... tangan dia... dia kesakitan hiks.." pinta Vero dengan menangis. Vina yang melihat itu merasa menyernyit jijik.
Tiba-tiba dari belakang nya, tangan besar menarik kasar bahunya. Membuat Vinsensius bisa terlepas.
Plak...
Pipi kiri Vina terasa panas, ia yakin tamparan itu pasti berbekas. Orang-orang berkumpul melihat drama apa lagi yang terjadi.
"Lo benar-benar ngajak ribut Mulu ya, Vina!" Bentak Carlos yang ternyata sudah sampai bersama Calos.
Vina mengusap pipinya yang terkena tamparan, "Lo nampar gue?"
"Iya! Kenapa?!"
Vina langsung menendang perut Carlos dan memukul pelipis Carlos dengan sangat keras, membuat Carlos terhuyung jatuh ke lantai. Anak-anak sekitar situ terkejut melihat perubahan Vina. Bukan hanya penampilan, kini Vina berubah menjadi badass sekali.
"Gue udah bilang, jangan sentuh gue, walau setitik." Vina pergi masuk ke dalam kelas. Melihat itu orang-orang yang berkumpul disana juga ikut membubarkan diri.
Vina duduk di pojok kelas, sesuai ingatan nya. Ia melihat sekeliling, benar-benar tidak ada yang melirik nya sedikit pun. Vina hanya tersenyum miris.
"Segitu nya kah, sampai-sampai raga ini gak punya teman satupun? Miris banget sumpah Vin." Vina menghela nafas, ia menelungkupkan wajahnya. Namun, terbangun lagi untuk membuka celana nya di kamar mandi.
...🥀🥀🥀...
Vina berjalan santai ke arah kamar mandi untuk mengganti celananya. Tepat saat membuka pintu, Vina dapat mendengar seseorang sedang menangis sambil meringis pelan.
"Sumpah gak lucu. Gak mungkin kan disini ada hantu."
Dia melangkah masuk dengan perlahan, dan menemukan seseorang perempuan berkacamata sedang membersihkan tubuhnya yang penuh dengan tepung. Vina membekap mulutnya, terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia melihat jaket yang sedang ia pakai, lalu melepaskan nya.
"Lo pake punya gua aja." Ujar nya sambil memberikan jaketnya pada perempuan itu. Perempuan itu terkejut akan kedatangan Vina.
"Maaf... gak usah. A.. aku permisi" Setelah mengatakan itu, perempuan itu pergi dari hadapan Vina, dan keluar dari kamar mandi. Vina hanya bisa menatap punggung yang menjauh itu.
"Susah banget cari temen," ujar nya lirih tertunduk. Lalu dia mengganti celananya dan keluar dari kamar mandi.
Vina menghela nafas pelan, "anak tadi.. kenapa ya? Kayak nya dia habis dibully, tapi siapa?" Gumamnya. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Gue gabut, pengen bolos," pikir Vina. Vina menggeleng pelan, "gak ah, mau tobat." Vina mengerucutkan bibirnya.
"Bacot!! Mending lakuin aja sih!"
"Cepetan Bersihin sepatu gue!!"
"Ayo! Jangan bisanya nangis!"
Vina mendengar samar-samar cacian tersebut, lalu bersembunyi di balik dinding. Matanya mengintip, dan ia menyernyit.
"Bukannya itu yang di kamar mandi?" Batinnya.
Perempuan berkacamata itu hanya menggeleng, dan sedikit memberontak. "Maaf aku gak sengaja." Perempuan itu tertunduk, dengan keadaan yang berantakan.
Vina merasa iba.
"Mana sifat gue yang gak pernah berbelas kasihan!" Vina mengepalkan tangannya, lalu ia keluar dari tempat persembunyiannya.
"Bangun. Mereka gak berhak ngebuat Lo kayak gini." Vina membantu perempuan berkacamata itu berdiri, tapi ketiga gadis di depannya tidak terima karena Vina mencampuri urusan mereka.
"Lo! Lo siapa!? Jangan ikut ikut campur!
"Gue? Gue siapa?" Vina menyeringai.
"Gue Clarissa Davina Callandra. Pencabut nyawa para kaum pembully. Seperti anda, nona." Jawab Vina tajam, menyeringai, dan menaikkan sebelah alisnya. Membuat orang-orang sekitaran mereka bergidik, dan tidak ikut campur akan urusan mereka.
Matanya bergetar. Ketiga perempuan itu berbalik, "AWAS LO! HIDUP LO GAK AKAN TENANG!"
Dari dulu kok, hidup gue gak tenang.
Vina berbalik menghadap perempuan berkacamata itu, "Lo gak papa?" Yang hanya dibalas gelengan.
"Terima kasih udah bantu aku, aku balik dulu," tanpa menunggu jawaban Vina, perempuan itu dnegan tergesa-gesa pergi dari hadapan Vina. Vina tidak sempat menahannya.
Vina hanya terdiam. Dia tahu, orang yang dibully, bukan hanya fisik nya yang dirusak mental nya juga. Miris sekali anak-anak zaman sekarang.
"Hidup mereka gak akan tenang." Geram Vina, matanya memerah menahan amarah.
...🥀🥀🥀...
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!