"Aku namai bayi ini Hendrik, yang artinya penguasa atau pemimpin. Kelak dia akan menjadi penggantiku memimpin Black!" Hans menggendong seorang bayi laki-laki mungil yang baru saja dilahirkan.
Bayi laki-laki pertamanya.
Karena tak kekurangan uang dan kekuasaan, Hendrik tumbuh menjadi pria yang sehat dan pintar.
Ibunya selalu menemaninya dan mengajarkannya hal-hal baru setiap hari sampai ketika dia berumur 5 tahun segala kesempurnaan hidupnya mulai berubah.
Malam itu Hendrik yang berumur 5 tahun dan terkenal memiliki IQ diatas rata-rata tiba-tiba terbangun oleh suara kegaduhan di rumahnya.
Perlahan Ia membuka pintu lalu berjalan kearah ruang tengah dan melihat ibunya sedang ditampar oleh ayahnya.
Plak...!!!!!
"Perempuan tak berguna! Beraninya kau menampar kekasihku?!" Teriak Hans pada Novita.
"Ke,, kekasih?! Kau bilang kekasih?! Kau berani membawa kekasihmu kerumah ini dan mempermalukan aku di depan kekasihmu?! Perempuan murahan yang telah merusak rumah tangga kita?!" Teriak Novita berlinang air mata sembari memegangi pipinya yang telah lebam bekas tamparan suaminya.
"He,, sangat lancang berteriak padaku!!! Kau pikir untuk apa aku menikahimu? Aku menikahimu hanya untuk memberikan keturunan! Sekarang aku sudah punya Hendrik, jadi tugasmu sudah selesai di sini! Malam ini juga kau di usir keluar dari rumah ini!" Teriak Hans lalu memberi kode pada beberapa pengawalnya dan menyeret Novita keluar dari kediaman itu.
Hendrik yang terkejut melihat ibunya di seret lalu keluar dari tempat persembunyiannya dan mengejar ibunya.
"Hentikan dia!" Teriak Hans kepada pengawalnya lalu beberapa pengawal memegangi Hendrik saat Hendrik hendak meraih ibunya.
"Tidak..! Ibu...! Ibu...!!" Teriak Hendrik berderai air mata melihat ibunya diseret keluar.
"Kurung dia di kamarnya!" Hans kembali memberi perintah tanpa memperdulikan anaknya yang menangis histeris lalu para pengawal mengikuti perintah pria itu dengan mengurung Hendrik di kamarnya.
"Anakku!!! Anakku!!!" Dari jendela kamarnya Hendrik melihat ibunya berada di pagar sembari berteriak-teriak memanggilnya.
"Ibu,,, ibu,,,....!!!!" Hendrik menangis tak karuan sampai akhirnya beberapa pengawal mendekati Novita lalu pengawal itu mendorong Novita supaya pergi dari kediaman Hans.
"Tidak..! Jangan usir ibuku...!!!" Kembali teriak Hans.
"Putraku..!!"
Bruk....!!
Ciiitt.....
Plang...!!!
Bung..!!!
Hendrik yang sedari tadi berteriak memanggil ibunya langsung terdiam saat mendengar suara aneh dari depan rumahnya.
Pria itu memegangi pembatas jendela dengan tangannya yang pucat saat melihat kobaran api di luar pagar rumahnya.
Sebuah kecelakaan terjadi!
Malam yang tenang itu berubah menjadi malam penuh kepahitan saat seorang Bibi yang selalu menemani Hendrik memberitahu Hendrik bahwa yang mengalami kecelakaan di depan rumah mereka adalah Novita, Ibu Hendrik.
"Ibu...!!!!" Teriak Hendrik penuh histeris.
Hendrik menangis tak karuan.
Pria itu keluar dari kamar dan berlari ke lantai bawah.
Ia melihat ayahnya sedang menonton TV bersama para perempuan muda, sementara ibunya sudah,,, meninggal.
Sejak hari itu pria berumur 5 tahun yang sangat pandai dan aktif dalam segalah hal berubah menjadi pria kecil yang selalu mengurung diri di kamarnya.
Bahkan ketika ayahnya membawa banyak wanita ke rumah, ia akan diam dan tidak memperdulikan suara-suara aneh yang mereka ciptakan.
Hendrik hanya akan keluar dari kamar saat dia hendak pergi ke dapur untuk makan.
Ia tak pernah berbicara dengan ayahnya, ia tumbuh menjadi pribadi pendendam yang suka kesendirian.
Tapi dendamnya hanya pada ayahnya saja, jika ada abak-anak lain yang memukul atau mencemoohnya, dia merasa senang dan berterima kasih.
"Hei culun,, kemari!" Seorang pria bernama Victor berteriak pada Hendrik yang baru saja memasuki gerbang kampus.
Hendrik langsung berlari ke arah Victor dan berdiri di depan Victor sembari tertunduk.
"Sepatuku kotor." Ucap Victor menggoyangkan kaki kanannya.
"Aku akan membersihkannya." Ucap Hendrik segera berlutut di depan Victor lalu mengeluarkan sapu tangannya dan dengan hati-hati membersihkan sepatu Victor.
"Sudah selesai." Ucap Hendrik setelah sepatu Victor terlihat mengkilap setelah ia mengelapnya dengan bersih.
"Bagus,, sekarang ikut kita." Ucap Victor merangkul Hendrik lalu menyeretnya memasuki kampus.
Mereka segera pergi ke belakang kampus, lebih tepatnya di gedung lama yang sudah jarang di gunakan.
Di sana tercium bau asap rokok yang menyengat, puntung rokok bertebaran di mana-mana namun diabaikan oleh mereka yang terus berjalan ke ujung bangunan.
"Duduk di situ." Perintah Victor pada Hendrik.
"Baik." Jawab Hendrik segera duduk di atas rumput yang terlihat basah oleh embun yang tertampung dari semalam.
"Mana setoranmu hari ini?" Ucap Victor menatap Hendrik.
Hendrik segera membuka tasnya dan mengeluarkan tumpukan uang ratusan ribu lalu menyerahkannya pada Victor dan teman-temannya.
"Wahh, banyak sekali," Victor dan kawan-kawannya membagi rakus uang ratusan ribu itu dan memasukkannya ke saku mereka masing-masing.
"Itu uang jajanku untuk 2 hari, jadi besok aku tidak punya uang lagi." Ucap Hendrik tak berani menatap Victor dan teman-temannya yang sedang membakar tembakau.
"Tak masalah, besok kau libur." Ucap Victor tanpa berkedip.
"Benarkah? Terima kasih." Kata Hendrik tersenyum.
"Begitu saja berterima kasih, sekarang cepat pergi dari sini!" Salah satu teman Victor mengusir Hendrik.
Hendrik segera berdiri dan berlari meninggalkan tempat itu dengan celana yang basah karena emun yang ia duduki di atas rumput.
"Ha ha ha.... Dia mengompol!" Teriakan Victor dan teman-temannya membuat Hendrik merasa sangat malu lalu terus berlari meninggalkan gedung Tua.
Ketika keluar dari gedung Tua Hendrik menyeka pantatnya dan menyadari bahwa celananya memang sangat basah tapi terlambat untuk bersembunyi karena banyak mahasiswa lain sudah melihat kearah Hendrik.
"Hei si culun...! Apa di rumahmu tidak ada toilet?!"
"Si culun ini benar-benar jorok! Kenapa kau kencing di dalam celana? Kenapa tidak kencing ke dalam mulut mu saja?!"
Ha ha ha....
"Aku lihat dari hari ke hari kacamata si culun ini semakin besar saja, mungkin besok kacamatanya akan lebih besar dari wajahnya!"
Ha ha ha....
Ha ha ha....
Ha ha ha....
Seluruh mahasiswa menertawakan Hendrik yang berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Hendrik berbelok ke arah toilet dan mengunci dirinya sendiri di dalam salah satu bilik toilet sembari mengeluarkan tisu dari tasnya.
Ia hendak menyeka celananya yang basah ketika dia meremas tisu itu dan kembali melemparkannya ke dalam tasnya.
'Tidak, aku tidak boleh terlihat baik di depan mereka semua!' kata Hendrik menguatkan tekad nya lalu dia memakai tasnya kembali dan keluar dari toilet.
Ia berjalan menyusuri koridor kampus dengan celana yang basah dan diolok-olok oleh seluruh mahasiswa yang melihatnya.
"Tukang ngompol."
"Sudah kuliah tapi masih ngompol, dasar bodoh!"
"Dia sangat bau!"
"Hidungku rasanya akan meledak!"
Hendrik tidak pernah menghiraukan mereka, dia hanya berjalan tertunduk seolah tidak mendengar mereka dan membiarkan semua orang membicarakannya sebagai si culun yang payah.
"Dasar culun!!!"
"Culun bodoh ngompol celana!"
Sepanjang hari itu Hendrik sudah mendengar banyak celaan dari teman teman sekampusnya tetapi Hendrik tidak memperdulikan mereka dan hanya bersikap biasa menjalani hari itu.
Sore hari ketika dia kembali kerumahnya, ia melihat ayahnya baru saja tiba bersama dua orang perempuan muda yang dibalut pakaian minim.
Belahan dada mereka terbuka lebar-lebar dan ****** ***** mereka hampir terpampang karena pakaian mereka yang tidak cukup panjang untuk menutupinya.
"Hendrik!!! Ikuti dengan Ayah!" Teriak Hans kala ia melihat putranya lalu pria itu kembali bersikap biasa menikmati belaian dari kedua perempuan yang berada di rangkulannya.
Di ruang tamu, Hans duduk bersama dua perempuan, yang satu duduk dipangkuannya dan yang lain duduk di sisi-nya sembari memeluk Hans.
Tangan Hans berada di pinggang kedua perempuan itu dan sesekali menyentuh dada perempuan yang duduk di pangkuannya.
"Putramu datang," perempuan yang duduk di pangkuan Hans menarik tangan Hans supaya menjauh dari badannya saat melihat Hendrik memasuki ruangan.
Hans tampak tidak puas dengan tindakan perempuan itu, tetapi dia akhirnya melihat kearah Hendrik yang kini berdiri dengan pakaian kusutnya.
"Ayah sudah mendengar semua cerita di kampus! Katanya kau kembali lagi diperas dan diolok-olok di kampus?! Lalu kau hanya diam saja?!!!" Teriak Hans meminta penjelasan dari putranya.
Sayangnya, kejadian-kejadian yang lalu kembali terjadi. Hendrik tidak pernah mengatakan sepatah katapun dari mulutnya ketika ayahnya sedang memarahinya, pria itu hanya diam berdiri dan menunggu ayahnya selesai berbicara.
"Kalau kali ini kau tidak bisa mengeluarkan suara, maka ayah akan memukulmu Sampai mati!" Teriak Hans pada Hendrik.
Hendrik tetap diam.
"Anak tidak tahu malu!! Beraninya tidak menjawab pertanyaan orang tua!" Teriak Hans segera berdiri lalu mendekati Hendrik dan melayangkan sebuah pukulan ke wajah Hendrik.
Dengan segera Hendrik tersungkur ke lantai beserta darah yang mengalir dari sudut bibirnya karena terluka oleh tamparan yang keras dari ayahnya.
"Bangun!!" Teriak Hans.
Hendrik langsung bangun dan berdiri sembari tertunduk dihadapan ayahnya. Dia tidak mau mengangkat wajahnya dan tidak mau melihat ayahnya!
"Anak tidak berguna!! Angkat wajahmu!" Teriak Hans pada putranya tapi Hendrik tetap menunduk.
"Angkat wajahmu anak Sialan!!!" Teriak Hans mencekat wajah Hendrik dan mengangkat wajah pria muda itu.
"Sekarang katakan! Apa kesalahanmu?!" Teriak Hans memandangi wajah Hendrik yang tampak datar.
Namun, Hendrik hanya menatapnya tanpa ekspresi dan tidak membuka mulutnya.
Hal itu membuat Hans merasa sangat marah lalu menghempaskan wajah Hendrik.
"Menjijikkan! Anak tidak berguna!! Bisa-bisanya aku punya anak seprtimu!!" Teriak Hans kembali memukul Hendrik hingga pria itu kembali tersungkur dengan luka lebam di wajahnya.
Berdiri di tempatnya, wajah Hans naik-turun memandang marah pada putranya yang kini berusaha memungut kecamatannya yang telah retak.
Hans melihat Hendrik yang begitu lemah menggapai kacamatanya, hal itu semakin membuat amarah memuncak hingga pria itu berjalan mendekati putranya lalu menginjak tangan putranya yang hendak mengambil kacamatanya.
"Aagghh!!!" Hendrik berusaha menahan suaranya supaya tidak keluar saat ia merasakan rasa sakit yang luar biasa pada tangannya.
Melihat putranya yang tidak memiliki niat untuk melawan dan hanya berpasrah, Hans menjadi semakin marah lalu mengangkat kakinya dan berbalik menginjak kacamata Hendrik.
Krak... Kaca mata itu telah hancur.
"Kalau besok aku masih mendengar kau diolok-olok di kampus, aku akan mengirimmu menemui ibumu!!!" Teriak Hans dengan marah lalu pria itu berbalik menuju dua perempuan yang sedang menunggunya sembari memakan kacang.
"Pukuli dia!" Teriak Hans pada bawahannya saat ia telah duduk bersama dua perempuannya dan anaknya masih terdiam di sana.
Dalam sekejap 2 pengawal memasuki ruangan lalu menyeret Handrik keluar dari sana.
Mereka segera memukuli dan mengolok-olok Hendrik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!