🌊Tiga tahun yang lalu, tsunami itu telah melenyapkan segalanya, rumah, mobil dan surat berharga lainnya telah hanyut terbawa tumpahan air yang datang tiba-tiba.
Bahkan anak keduanya pun hilang entah kemana.
Namun mereka masih berharap Arsya masih selamat. walaupun kecil kemungkinan hal itu bisa terjadi, mengingat usianya Baru 3 tahun saat bencana itu terjadi.
Bukan hanya itu, salah satu penghasilan terbesarnya pun sirnah, seakan hilang dan menjauh dari harapan.
🤵Fachrisyah namanya.
Seorang pesepakbola profesional asal Jakarta.
pindahan dari Persija Jakarta ke Persiraja Banda Aceh dengan nilai transfer yang sangat fantastis membuat Fachrisyah menjadi pesepak bola yang kaya raya.
Iya, itu saat tsunami belum meluluhlantahkan Kota Banda Aceh.
Namun kini....
Kaki kirinya sudah diamputasi karena terjepit keruntuhan saat gelombang dahsyat menerjang Banda Aceh.
Kini hidupnya dalam masa sulit, makin tidak menentu, mungkin inilah yang disebut azab dari Allah subhanahu wa ta'ala.
Dahulu Fachri panggilan akrab Fachrisyah hidup berkecukupan, iya disibukkan dengan urusan duniawi saja, hingga lupa akan akhirat, meninggalkan sholat adalah hal yang biasa dia lakukan.
Dengan tubuh yang tidak sempurna lagi, Fachri berusaha untuk tetap semangat menjalani hidup.
Dia yakin, kelak dia akan kembali berjaya karena dia memiliki modal yang yang tak ternilai harganya.
Modal itu adalah istri yang setia dan anak yang sholeh, yang senantiasa berdoa dan mengingatkan dia untuk bertobat, dan tidak melupakan akan kuasa Allah subhanahu wa ta'ala yang telah menciptakannya.
Fachri menitipkan istri dan anaknya kepada Iqbal. Iqbal adalah sopir pribadinya sekaligus sahabatnya yang dulu saat masih berjaya. Dia berniat untuk kembali ke Jakarta.
🌞Hari itu, pagi-pagi sekali Fachri melangkahkan kaki menuju Jakarta ditemani tongkatnya yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
"Bismillahirohmanirohim..... mencoba peruntungan dengan berbekal semangat untuk menghidupi istri dan anak sampai akhir hayat", ucapnya dalam hati.
Iqbal meminjamkan uang lima ratus ribu rupiah kepadanya.
"ini terlalu banyak untukku", ujar Fachri.
"Sudahlah.... kamu lebih membutuhkan", tambah Iqbal sambil memasukkan uang itu ke dalam saku kemeja Fachri yang sudah mulai usang.
Begitulah Iqbal, dia memang tipikal sahabat yang setia.
Fachri menumpang setiap kendaraan yang melintas menuju ke arah selatan pulau Sumatera, mulai dari truk pengangkut kayu, mobil bak terbuka yang mengangkut kambing, dengan harapan uang lima ratus ribu rupiah ini cukup untuk mengantarkannya menuju Jakarta.
PEMMMM.....
PEMMMMMM......
🚢Suara kapal Feri itu menyertai Fachri menyeberang selat Sunda.
"Ini kapal penuh amat ya.....", teriaknya dalam hati.
Kapal Feri itu sudah tidak nyaman lagi tidak ada celah untuk rebahan walaupun hanya sebentar saja.
"Ya Allah..... mudahkanlah perjalananku ini menuju Jakarta aamiin", doa Fachri saat itu di tengah-tengah desakan para penumpang yang sudah mulai resah karena kesempitan.
Tepatnya 15 hari perjalanan dari Aceh ke Jakarta, sangat berbeda saat dulu pindah dari Jakarta ke Aceh, tidak lebih dari 2 jam karena pakai pesawat terbang, bahkan sekarang ketika tiba di pelabuhan merak tidak ada satupun yang menyambutnya seperti dulu saat masih ngetop-ngetop nya.
Langkahnya sudah mulai terseok-seok, kepala mulai pening, maklum sudah 2 hari belum bertemu nasi.
"Kangen sih.... tapi ini uang kurang bersahabat dengan kantong ku hehehe....", tawanya dalam hati.
Fachri mulai bingung apa yang harus dikerjakan di sini, jadi buruh panggul rasanya tidak mungkin, wong bawa badan saja butuh bantuan tongkat. Perlahan pandangannya mulai kabur dan seketika itu tubuhnya tersungkur di trotoar.
👮Fachri terbangun dari tidurnya di antara puluhan polisi yang sedang bertugas memantau situasi pelabuhan.
"Pak..... Pak.... Alhamdulillah sudah siuman dia", seorang yang pemuda menepuk lengan nya.
"Aduh kepalaku.... ini di mana ya?.... kayak kantor polisi.... kok saya bisa ada di sini?", sambil memegang kepala Fachri mencoba bangkit untuk duduk.
"Bapak ditemukan tergeletak di trotoar oleh anak ini", tegas pak polisi sambil menengok ke arah pemuda itu.
"Bapak namanya siapa? Mengapa tidak bawa KTP?" polisi itu bertanya sambil memberikan air mineral gelas dan sedotannya.
"Nama saya Fachrisyah", jawab Fachri
"Silakan diminum dulu", perintah Pak polisi
Setelah minum langsung Fachri menjelaskan kenapa dia bisa sampai disini, tidak banyak pertanyaan yang mereka layangkan, sepertinya mereka pernah mengenal muka yang mirip Fachri di layar kaca tapi mereka enggan bertanya maklum sudah setahun yang lalu rambut kumis dan jenggot nya tidak pernah dicukur lagi, berbeda saat masih aktif memainkan si kulit bundar dijamin tidak ada wanita yang berkedip kecuali lagi kelilipan.
Lalu Fachri dianjurkan untuk kembali ke Aceh karena tidak memiliki KTP dan tujuan yang jelas, dengan sedikit intimidasi mereka memaksa dan mengancamnya bahkan mengancam sampai akan dimasukkan ke penjara.
Untunglah saat terdesak pemuda yang menolongnya tadi menawarkan jasanya untuk membantu dan menjamin keberadaan Fachri di sini.
"Siapa namamu nak?" tanya Fachri saat bergegas keluar dari kantor polisi.
"Ali Reza.... biasa dipanggil Ali", jawab pemuda itu sambil tersenyum.
Entah apa yang ada dipikiran pemuda itu, tapi sepertinya dia senang dengan kehadiran Fachri.
"Bapak pasti tidak mau pulang ke Aceh kan?" tegas Ali bernada harap.
"bener, susah payah saya melintasi pulau ini, terima kasih nak Ali atas bantuannya", sambil menggenggam tangan Ali.
"Kalau begitu ikut Ali ke rumah", sambil menarik tangannya, Ali menyetop bus jurusan Merak menuju Tangerang
Di dalam bus Ali mengeluarkan 2 buah roti dan memberikan roti itu ke Fachri.
"Ini ada sedikit makanan buat ganjel perut kita, 10 menit lagi kita akan sampai di rumah", kata Ali.
"baaaang... kiri....", teriak Ali sambil berdiri.
🕌Gapura Pondok Pesantren Fatahillah berdiri di hadapan mereka saat mereka turun dari bus.
"Assalamualaikum....", teriak Ali saat menghampiri rumah yang sederhana di dalam pesantren itu.
"Wa alaikum salam", perempuan tua itu menjawab salam dari Ali dengan lemah lembut.
"Umi kenalin ini Pak Fachri dari Aceh", Ali memperkenalkan Fachri kepada ibunya.
"Kebetulan Umi masak sayur lodeh, ayo bersih-bersih terus segera makan sama Umi", kata Umi Ali.
"Subhanallah..... Allah telah mengarahkan diriku ke jalan Nya", bisik Fachri dalam hati.
"Pak Fachri", sahut Ali.
"Saya punya tugas untuk membersihkan masjid, sebelum zuhur kita sudah harus ada di masjid", tambah Ali.
Ali begitu bersemangat seakan-akan tidak kenal lelah walaupun baru saja menempuh perjalanan jauh.
Fachri pun ikut bersemangat menjalani kehidupannya hari ini.
"Pesantren ini sepi? Pada ke mana santrinya?" tanya Fachri sambil menengok sekeliling pesantren.
"Lagi pada libur Pak, sebagian besar mereka pulang ke daerah masing-masing", jawab Ali sambil menyapu lantai masjid.
Tiba-tiba muncul sosok pemuda dari samping masjid dengan pakaian sederhana menghampiri mereka.
"Assalamualaikum", sesosok pemuda yang muncul dari samping masjid dengan pakaian sederhana menghampiri mereka.
"Wa'alaikumussalam", serempak mereka menjawabnya.
"Sampai jam berapa mas Ali, kelihatannya semangat sekali hari ini", tanya seorang pemuda yang baru datang itu.
"Tadi pagi akhi (saudara laki-laki dalam bahasa Arab)"
"Perkenalkan ini Pak Fachri", Ali mengenalkan Fachri kepada pemuda itu.
"Nama saya Joko irama, ya nggak jauh beda ama bang Haji Rhoma irama gitu....☺️", canda Joko sambil mengajak berjabat tangan.
"hehehe.... Afwan bercanda", begitulah Joko saat berbicara selalu penuh dengan canda gurau.
"Oh iya sudah masuk waktunya nih", bergegas Joko menghampiri mimbar dan mengambil mic yang ada di atas mimbar.
📢Tak berapa lama setelah Joko memegang mic, azan pun berkumandang
"Subhanallah, indah nian suaranya", itu bisik Fachri dalam hati.
"Entah mengapa jantung ini jadi berdebar, apa karena suara anak itu yang indah atau memang hati ini sangat merindukan siraman rohani yang sangat diharapkan?" terawang Fachri saat itu.
"Allahu Akbar, inilah sholat pertamaku sejak 20 tahun yang lalu saat masih di sekolah", tambah Fachri dalam hati
Sesosok tubuh tinggi besar berjenggot lebat masuk dari pintu utama masjid dengan gagahnya.
"Assalamualaikum", salam orang yang baru masuk itu
"Wa'alaikumussalam", jawab semua orang yang sudah berada dalam masjid sambil menghampiri orang itu mencium tangannya.
"Dia Kyai Hasan, Pimpinan Pondok Pesantren ini", sambil menarik tangan Fachri menuju Kyai Hasan.
Setelah sholat sunah rawatib dilanjutkan sholat zuhur berjamaah yang di imami Kyai Hasan, lalu beliau memberikan tausiah kepada para santri yang saat itu tidak pulang kampung.
"Begitulah Allah subhanahu wa ta'ala, dia memberikan kekuasaan kepada siapa yang dia kehendaki dan dia mencabut kekuasaan kepada yang dia kehendaki", dengan suaranya yang lantang Kyai Hasan menjelaskan ayat-ayat Allah subhanahu wa ta'ala mengenai kekuasaan Illahi.
"Allah subhanahu wa ta'ala akan memberikan ujian sebatas kemampuan kita", jelas Kyai Hasan memberikan semangat dan harapan kepada jamaah yang hadir saat itu.
"Kalaulah benar ini ujian dari Allah, maka sepertinya saya pun juga bisa bangkit dari keterpurukan ini", gerutu Fachri dalam hati.
Kalimat yang disampaikan Kyai Hasan membuat aliran darahnya begitu cepat mengalir ke seluruh tubuh.
Sebenarnya banyak yang mau ditanyakan pada saat itu namun memang tidak ada sesi tanya jawab. Bahkan setelah selesai, seketika itu pula Kyai Hasan dan seluruh Santri bergegas meninggalkan masjid
"Nak Ali bisa antarkan bapak ke rumah Kyai Hasan", pinta Fachri
"Dengan senang hati ☺️", jawab Ali begitu bersemangat.
"Sekalian minta tolong beliau untuk mengizinkan Pak Fachri untuk tinggal di sini", tambah Ali.
"Terima kasih ya nak Ali, semoga Allah senantiasa memberikan berkah dan rahmatNya kepada nak Ali dan keluarga", doa Fachri tulus kepada Ali.
"Aamiin", ali menyambut doa Pak Fachri.
Sesampainya didepan pintu rumah Kyai Hasan
"Assalamualaikum", salam mereka.
"Wa'alaikumussalam", sambil membuka pintu Kyai Hasan menyambut mereka dengan senyuman yang khasnya.
"Silahkan duduk dulu, saya lagi membereskan buku-buku di kamar, sebentar ya.....lagi nanggung", jelas Kyai Hasan.
"Afwan Kyai kami mengganggu", tandas Ali.
"Ah ndak kok, cuman kebetulan aja ada waktu untuk beresin", jawab Kyai Hasan.
"Tunggu sebentar ya", Kyai Hasan mengulangi perintahnya kepada mereka
"Kyai Hasan memiliki seorang putra dan seorang putri".
"Yang putra sudah 10 tahun sedangkan yang putri baru 7 tahun", bisik Ali untuk menjelaskan sekilas biografi Kyai Hasan.
Hal itu mengingatkan Fachri pada Gibran dan Arsya. Karena usia anaknya juga tidak jauh berbeda dengan anak Kyai Hasan.
Ghibran sudah 12 tahun sedangkan Arsya kalaupun masih hidup mungkin sudah berusia 6 tahun ingat nya dalam angan.
Selesai merapihkan buku-buku, Kyai Hasan langsung menghampiri mereka.
"Ada yang bisa bapak bantu mas Ali?" tanya Kyai Hasan pada Ali.
"Ini Pak Fachri, beliau meminta saya untuk mengantarkannya menghadap Kyai", jelas Ali.
"Mohon maaf sebelumnya Kyai Hasan, nama saya Fachri, saya berasal dari Jakarta, namun tinggal di Aceh sejak 5 tahun yang lalu", jelas Fachri pada Kyai Hasan.
Satu jam sudah mereka menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah Kyai Hasan
Dan sepertinya Kyai pun sudah paham apa yang Fachri inginkan.
"Terus terang kami sangat membutuhkan guru untuk mengajar, namun sepertinya Pak Fachri bukan termasuk guru yang kami maksud".
"Kalaupun Pak Fachri ingin tinggal sementara disini dan sekedar bantu-bantu di pesantren ini saya sih sangat menerima dengan senang hati", kata Kyai Hasan.
Tiba-tiba Kyai Hasan menyeletuk....
"Kenapa Pak Fachri tidak menjadi pelatih sepakbola saja?" tanya Kyai Hasan.
"Dari pembicaraan kita tadi, saya melihat Pak Fachri berpotensi untuk menjadi pelatih sepakbola loh", tambah kyai Hasan.
Begitulah kalau Kyai Hasan sedang berbicara, tidak ada hentinya, kayak gitarnya Haji Rhoma Irama🤔 ngga ada ujungnya😆.
Namun Ali dan pak Fachri hanya terdiam dan mengangguk-ngangguk kan kepala saja.
"Kelihatannya serius sekali ini pembicaraannya", ujar seorang wanita berjilbab berwarna putih yang datang menghampiri Ali dan Pak Fachri dengan membawa tiga gelas teh manis hangat.
"Subhanallah..... cantik dan anggun sekali wanita ini", gerutu Pak Fachri dalam hati.
Walau ingin sekali memandang wajahnya namun sepertinya Pak Fachri tidak sanggup untuk terus memandang wajahnya yang putih bersih dan bersinar.
🤦♂️"Astaghfirullah ucap Fachri saat itu terbayang wajah istri dan anaknya di Aceh
"Iya nih mi.... (maksudnya Ummi) Pak Fachri ini lagi cari pekerjaan", jelas Kyai Hasan pada sang istri yang datang langsung komentar serunya pembicaraan mereka
"Tapi tadi abi tanya, mau kerja apa? eh.... Pak Fachri malah bingung.... hahaha😆", mereka pun tertawa walau pun enggak jelas yang mereka tertawa kan itu apa.😁
"Sudah hampir masuk sholat Ashar nih", ujar Ali mengingatkan kami untuk segera ke masjid.
"Kalau begitu terima kasih banyak Kyai, kami pamit dulu", sambil bangkit dari tempat duduk mereka mencium tangan Kyai Hasan dan bergegas pergi.
Sambil menepuk pundak Fachri, Kyai Hasan mengatakan sesuatu yang membuat Ali dan Fachri merenung.
"Innamal A'malu binniyati, segala perbuatan bergantung pada niatnya", ujar Kyai Hasan.
"Maka, teguhkan niatmu, niatkan semua aktivitas kita hanyalah kepada Allah subhanahu wa ta'ala", tegas Kyai Hasan.
"Berprasangka baiklah kepada Allah subhanahu wa, karena Allah itu tergantung prasangka hambaNya", sambil tersenyum Kyai Hasan menyudahi pertemuan mereka saat itu.
Ali dan Fachri pun merasakan hari ini begitu indah dan penuh keberkahan.
Langkah semakin ringan kearah kehidupan yang lebih baik.
Wajah Fachri berseri-seri menatap masa depan yang semula terkubur, kini bangkit kembali.
🌜Malam harinya
“Belum tidur nak Ali..." sapa Fachri, saat suara jangkrik berbunyi nyaring bersahutan, saat yang lain telah tertidur nyenyak, saat suasana pesantren gelap dan sepi.
“Eh pak Fachri... belum! Lagi ngga bisa tidur...” sambil mempersilahkan Fachri duduk disampingnya.
Saat itu Ali memandang Fachri penuh misteri.
Fachri terdiam sambil berfikir sepertinya ada yang ingin Ali katakan.
“Sepertinya...? wajah pak Fachri sudah tidak asing lagi dimata saya..." jelas Ali sambil mengerutkan jidatnya.
“Dari kita bertemu di pelabuhan... saya juga sudah menduga... kayaknya pak Fachri tidak asing Dimata saya... mangkanya pak Fachri saya bawa kesini...!“ Jelas Ali mengulangi kalimat yang sama.
Makin tidak mengerti Fachri dibuatnya, Ali membuatnya makin terus berfikir.
🤩“Rupanya pak Fachri adalah pemain bola idola saya di Persija Dulu...” tebak Ali sambil memegang tangan Fachri.... Ali sepertinya sudah sangat mengenal sosok idola sepakbolanya itu.
“Akhirnya pesantren ini akan mempunyai pelatih bola yang sangat hebat.” sindir Ali sambil tersenyum.
“Maksudmu...?” ujar Fachri sambil mengerutkan jidat.
“Mungkin kyai Hasan benar... pak Fachri memang cocok jadi pelatih sepakbola...” Ujar Ali.
“Ah... ente bisa aje... saya mantan pemain... bukan pelatih...” bantah Fachri.
“Oh...ya... besok pagi saya akan ajak pak Fachri ke Markas kami...” Tegas Ali.
“Kami...?” Fachri bingung apa dimaksud dengan kami.
“Pokoke sekarang kita tidur, semoga besok menjadi hari yang indah, aamiin…” tambah Ali
🌄Keesokan harinya. Disebuah lapangan sepakbola
“Bagaimana...? Bagus bukan...?” Ali memamerkan lapangan sepakbola kepada Fachri.
😭Fachri terdiam, tak terasa satu demi satu airmatanya menetes membasahi pipi.
“Apa ada pak... apa ada kata-kata saya yang salah...?” tanya Ali yang bingung melihat Fachri menangis.
“Tidak ada yang salah.” Jawab Fachri sambil mengusap air mata.
Hampir tiga tahun tak pernah lagi mencium aroma lapangan sepakbola. Fachri mencoba mengingat masa lalu.
“Trus, siapa saja yang latihan disini...?” Tanya Fachri pada Ali
“Para santri dan warga sekitar pesantren...” Jelas Ali sambil mengeluarkan bola dari tasnya.
“Paling sebentar lagi juga pada datang...” jelas Ali kembali saat Fachri mengangguk-angguk.
Tak lama kemudian
“Assalamu’alaikum.” Muncul tiga orang dari laki-laki masuk dari sisi kiri lapangan bola.
“Wa’alaikum salam.” Jawab mereka serempak.
“Kenalkan ini pak Fachri, pelatih baru kita...” Ali memperkenalkan fachri dengan sebutan pelatih pada tiga pemuda yang baru datang itu.
😁Sontak Fachri tatap mata Ali, dibalas cengiran oleh Ali.
Tak lama kemudian datang seorang anak kecil, usia berkisar 10 tahun menghampiri kami dengan seragam sepakbola lengkap dengan sepatu bola warna biru.
“Nah ini striker andalan kita baru dateng...” Seru Ali dengan suara yang cukup mengagetkan.
“Kenalin ini Sameer anaknya Kyai Hasan...” Dengan suara khasnya Ali memperkenalkan Fachri dengan Sameer.
“Alhamdulillah bang Sameer! Kita kedatangan pelatih baru... pak Fachri namanya...” Tambah Ali.
“Toyyib (bahasa arabnye baik), kita mulai saja latihan hari ini.” Ujar Ali dengan penuh semangat.
⚽Fachri langsung memimpin latihan mulai pemanasan sampai dengan teknik pasing dan menghentikan bola, beberapa materi saat awal masuk club sepakbola Fachri ajarkan pada mereka.
Walau masih menggunakan tongkat....... dia masih bisa menendang menahan bola dengan dada bahkan menjugling bola.
🌻Hari demi hari terus berlalu.
Lima hari sudah Fachri berada di pesantren itu, sepertinya santri-santri yang sering latihan bola itu mulai suka pada gaya Fachri dalam melatih.
”Benar apa yang dikatakan Kyai Hasan........ hidupku di sepakbola,” Fachri berkata dalam hati.
KUKURUYUK🐓
“Pak Fachri, tunggu...!” Ali memanggil dari arah belakang saat Fachri berjalan menuju masjid.
“Ada apa mas Ali, baru jam setengah empat pagi udah lari-lari.” Tanya Fachri pada Ali yang sepertinya terburu-buru menghampiri.
“U..hu..uu..hu.. pak Fachri... u..hu..uu..hu.” Sambil mengatur nafasnya Ali memandang pak Fachri penuh harap.
“Tenang... tenang dulu... tarik nafas... tahan… keluarkan…” Fachri coba menenangkan Ali.
“Nah... gimana? Ada apa nih? Kenapa ente tergesa-gesa...?” Tanya Fachri pada Ali.
“Ada kabar gembira...” Jawab Ali.
“Kita dapat tantangan dari jawara kampung seberang sungai...” Tambah Ali
“Mereka Juara bertahan tingkat kabupaten... ya…. lumayan lah buat tim yang baru merintis seperti kita...” Jelas Ali.
“Kapan mereka mau bertanding dengan kita.” tanya Fachri pada Ali.
“Nah… itulah, kenapa saya lari-lari... mereka ingin tandingnya hari ini jam delapan pagi.” Jelas Ali.
“Okey…Habis sholat Subuh kita kumpul di lapangan... hubungi yang lain...” Perintah Fachri pada Ali.
“Siap Pak Pelatih...” Canda Ali.
Pagi itu tim Ali sudah kumpul dilapangan, namun ada satu yang kurang, Sameer belum datang sehingga jumlah kami baru 10 orang.
“Ali... mana Sameer...? Apa sudah diberitahu...?” Tanya Fachri pada Ali
“Sudah pak pelatih...” Jawab Ali.
“Namun sepertinya bu Hajjah tidak mengizinkan Sameer untuk bermain.” Jelas Ali
Sejenak mereka terdiam.
“Okey… kita tetap tanding mesti 10 orang, jadi sekarang siap siap untuk pemanasan...” seru Fachri kepada Ali dan kawan-kawan.
”Eit... tunggu dulu... ini ada nasi bungkus dari ummi...” Seru Ali menawarkan nasi bungkus.
“Alhamdulillah.”
😆begitu kompaknya mereka... mungkin saking laparnya... hahaha.
“Assalamu’alaikum...” Serombongan pemuda memberi salam.
“Wa’alaikum salam.” Jawab Ali dan kawan-kawan membalas salam.
Ternyata kesebelasan MATARAM FC sudah datang dengan berpasukan lengkap.
”Lapangan ente bagus juga Ustadz.” salah seorang laki-laki tua menyalami Fachri dan memanggilnya dengan sebutan ustadz.
“Maaf, saya bukan ustadz, tapi mirip ustadz.” Jawab Fachri.
Ha..ha..ha.. mereka tertawa mengakrabkan suasana.
“Ali cepat segera cari pengganti Sameer, kalo bisa dua orang satu buat cadangan.” Fachri memerintahkan Ali dengan nada berbisik.
Sepuluh menit kemudian Ali membawa dua orang santri. Yang satu adalah santri yang sering adzan di pesantren Joko namanya, mereka pernah berkenalan saat hari pertama di pesantren ini.
“Pak Pelatih.” Sahut Ali pada pak Fachri saat datang membawa pemain yang diminta.
“Ini pemain yang pak pelatih minta.” Tambah Ali.
“Ente Joko kan?” Tanya pak Fachri.
”Kalo ente?” Tanyanya kembali pada santri yang kedua.
“Nama saya Sugiyanto anak kampung sini.” Jawab Sugiyanto sambil menunjuk arah rumahnya yang dekat sekali dengan lapangan.
“Saya sering melihat latihan disini... saya pun suka bermain bola tapi tidak ada yang ngajak main... jadi saya enggan untuk ikut latihan disini...” Sugi menjelaskan perihal dirinya pada pak Fachri.
“Baik kita sudah tak punya banyak waktu...” Tegas Fachri sambil bergegas berjalan menuju lapangan.
“Oke... karena kita kekurangan penyerang... kita mengandalkan serangan balik.” Fachri memerintahkan pasukannya dengan begitu sigapnya.
“Kita pakai formasi Empat Lima Satu... Empat bertahan Lima Gelandang dan Satu Penyerang...” Fachri menerangkan formasi dengan nada bicara sangat serius.
“Tak ada pilihan....... Ali antum kiper...... Ahmad antum penyerang tunggal, gunakan kecepatan antum untuk mengecoh penjagaan lawan, sehingga gelandang yang lain bisa shooting tendangan dari luar kotak penalti, dan tugas antum menanti bola muntah.” Jelas Fachri kepada seluruh pemain.
“Dan Sugi, mohon bersabar antum cadangan, kita perlu bicara dulu untuk menentukan posisi antum sebagai apa.” Tambah Fachri
"Ayo semuanya semangat....." teriak Fachri
💪"Semangat...." balas semua peserta ☺️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!