NovelToon NovelToon

Pernikahan Di Atas Kertas

Kecelakaan berujung pernikahan

Reyna Paramita adalah gadis polos berusia 22 tahun. Kesehariannya tidak begitu menarik. Setiap harinya Reyna bekerja sebagai penjual nasi uduk dipagi hari dan gorengan disiang hari. Status Reyna yang hanya lulusan SMP tidak memberinya banyak pilihan. Dizaman digital seperti sekarang ini sulit mendapatkan pekerjaan dengan ijazah SMP. Reyna bukannya tidak pernah mencoba, dia sudah sering menawarkan diri pada toko-toko atau perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan agar mau memakai jasanya namun tidak ada satupun yang mau menerimanya bahkan sekedar menjadi pencuci piring saja mereka tidak mau, alasannya mereka bilang minimal harus tamat SMA agar bisa diterima bekerja. Reyna tidak menyerah begitu saja, dia terus memikirkan cara agar bisa mendapatkan uang agar dapat membantu ayahnya yang sudah rentah. Reyna tidak sampai hati membiarkan ayahnya bekerja sendirian diujung senjanya. Dan berbekal resep warisan ibunya, Reyna kini membuka warung nasi uduk juga macam-macam gorengan.

"Na ayah pergi dulu ya" pamit Nain ayah Reyna.

Reyna sedikit berlari kepada ayahnya.

"Yah Reyna kan sudah bilang ayah gak usah kerja lagi. Ayah kan sudah tua, ntar kalau ayah jatuh siapa yang bantu" bawel Reyna pada ayahnya yang susah dibilangin. "Reyna jugakan udah jualan nasi uduk dan untungnya juga lumayan buat makan kita sehari-hari yah" lanjutnya.

Nain tersenyum tipis seraya mengelus rambut hitam putri manis didepannya.

"Na ayah tahu kamu khawatir sama ayah tapi ayah ini kepala keluarga. Sudah seharusnya ayah cari uang buat kamu. Ayah mau kumpulin uang agar kamu bisa lanjutin sekolah kamu. Memangnya kamu mau seperti ini terus? Zaman sekarang kalau cuman tamat SMP susah dapat kerjaan Na......"

"Tapi ayah....."

"Tapi apa? Kamu juga pasti maukan lanjutin sekolah seperti anak-anak yang lain" sambung Nain.

"Iya tapikan ayah sudah tua. Reyna gak mau ayah sakit. Didunia ini Reyna cuman punya ayah. Kalau ayah kenapa-kenapa...."

"Ayah hanya akan pergi jika ayah sudah menemukan laki-laki baik yang akan menjaga kamu dengan baik" potong ayah agar Reyna berhenti mengkhawatirkannya.

Reyna terdiam sesaat. Ia coba memahami perkataan ayahnya barusan.

"Mana ada laki-laki baik seperti ayah" celetuk Reyna manyun. Ia sedikit kesal karna ayahnya tidak mau mendengarkannya. Reyna juga tidak suka dengan ucapan terakhir ayahnya.

"Ya udah ayah pergi ya"

"Hati-hati yah" ingat Reyna sambil mencium tangan keriput ayahnya.

"Ayah tunggu. Ayah sudah bawak bekalnya?"

Nain hanya diam saja. Ia tahu anak gadisnya itu pasti akan mengingatkannya lagi kalau ia sudah tua. Siap-siap putri kesayangannya itu akan memberikan petuahnya.

"Tu kan pasti ayah lupa. Bentar Reyna ambilin dulu"

Reyna masuk kedalam rumah.

"Ayah tu sudah tua. Udah dirumah aja jangan kerja terus. Nanti ayah sakit. Ntar kalau ayah sakit, siapa yang jagain Reyna. Ini makanannya jangan lupa dimakan nanti" celoteh Reyna seraya memberikan bekal.

Nain hanya bisa diam mendengar celotehan putrinya itu. Bawelnya Reyna yang selalu ditunggu Nain setiap kali akan berangkat kerja. Walaupun terdengar berisik tapi ocehan putrinya itu cukup mengobati rasa rindu pada sang istri yang sudah 4 tahun tiada karna putrinya itu sangat mirip dengan mendiang sang istri.

Waktu beranjak siang. Reyna mulai membereskan jualannya. Ia akan bersiap-siap lagi untuk jualan gorengan. Hari ini Reyna sangat senang karna nasi uduknya habis terjual. Salah satu yang membuat nasi uduk Reyna laris adalah sambal merahnya. Warisan resep sambal dari ibunya sangat manjur. Rata-rata langganannya memuji sambal buatannya.

Matahari perlahan tenggelam. Reyna terus melihat jarum jam. Kini sudah jam 5 sore tapi ayahnya belum pulang juga. Biasanya sebelum jam 5 sore ayahnya sudah ada dirumah. Reyna semakin cemas takkala hari mulai gelap. Reyna memutuskan mencari ayahnya ke jalan-jalan yang sering dilewati ayahnya.

"Ayah" pekik Reyna keras.

"Ayah...ayah dimana" sambungnya.

Reyna menyelidik sekelilingnya. Ia melihat beberapa orang berkumpul tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hmm permisi pak. Saya mau tanya pak. Bapak lihat gak ayah saya namanya Nain. Dia tinggi, badannya kurus dan...."

"Oh pak Nain yang jual perabotan rumah tangga itu ya"

"Iya pak benar"

"Aduh neng tadi ayah kamu kecelakaan ditabrak mobil warna hitam"

"Trus ayah saya sekarang dimana pak" sahut Reyna panik.

"Tadi kalau tidak salah dibawak ke klinik Medica"

Reyna buru-buru berlari ke klinik yang dimaksud.

"Permisi sus tadi ada pasien kecelakaan, namanya pak Nain. Sekarang dia ada dimana ya sus?" tanya Renya dengan nafas tersengal.

"Iya benar tadi ada pasien kecelakaan. Kalau boleh tahu, mbak ada hubungan apa dengan pasien?"

"Saya anaknya. Dimana ayah saya?" tanya Reyna tak sabar.

"Sekarang pasien sudah dibawak ke rumah sakit Mitra Sejahtera....."

Tanpa mendengar penjelasan suster lebih lanjut, Reyna langsung saja pergi dari klinik. Sampainya dirumah sakit Mitra Sejahtera, Reyna bergegas menghampiri recepsionist untuk menanyai keberadaan ayahnya.

Kamar VVIP 01....

Kekhawatiran Reyna semakin memuncak begitu melihat ayahnya yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan infus menutupi bagian hidungnya. Airmata Reyna tak terbendung melihat sosok laki-laki yang sangat dicintainya harus mengalami sesuatu yang paling ia takutkan selama hidupnya.

"Ayah...ayah" panggil Reyna pelan. "Reyna datang ayah." sambungnya lirih. "Siapa yang melakukan ini sama ayah" airmata semakin deras mengaliri pipinya.

Reyna terus memanggil ayahnya namun tidak ada respon dari pria rentah itu. Tubuh kurusnya dan kulit keriputnya membuat siapapun yang melihatnya akan menaruh prihatin. Diusia Nain yang sudah tua, harusnya dia bisa menikmati masa tuanya dengan menikmati kopi disenja hari atau secangkir teh hangan dipagi hari, tidur dengan nyaman dikasur yang empuk, atau tertawa lepas bersama putri kesayangannya diwaktu libur. Namun itu hanyalah angan yang sulit dilakukan karna nyatanya di usia senjanya, Nain harus tetap bekerja guna mencukupi kebutuhan putrinya yang semakin beranjak dewasa. Belum lagi Nain tetap bersikukuh untuk menyekolahkan anaknya sampai jenjang perkuliahan. Nain ingin anaknya seperti anak yang lain bisa menikmati masa-masa sekolah dengan santai tanpa harus bekerja keras.

Pagi menjelang. Reyna menggeliat meregangkan otot-otot tubuhnya. Matanya tampak masih sembab karna terlalu banyak menangis semalam. Tanpa Reyna sadari ayahnya sedang mengamatinya sejak tadi.

"Ayah. Ayah sudah sadar" Reyna lega sekali melihat ayahnya yang sudah membuka mata.

"Kamu tidurnya nyenyak sekali. Ayah tidak tega bangunin" kata Nain lemah.

"Ayah harusnya bangunin aja. Reyna sangat khawatir dengan keadaan ayah. Semalam Reyna panggilin ayah gak bangun-bangun. Ayah gak papa kan. Bagian mana yah yang sakit? Sini Reyna pijitin" tawar Reyna masih dengan kekhawatirannya yang berlebihan.

"Ayah baik-baik saja. Kamu lanjutin saja tidurnya. Disana tu ada sofa" ucap Nain seraya memainkan matanya ke arah sofa.

"Gak ah Reyna udah gak ngantuk kok. Reyna mau jagain ayah sampai ayah sembuh dan kita pulang sama-sama dari sini" suara Reyna sedikit bergetar. Dalam hatinya ia merasa ayahnya sedang tidak baik-baik saja. Ia tahu ayahnya sedang menahan sakit.

"Oh ya orang yang nabrak ayah kemana? Apa dia gak tanggungjawab atau dia kabur? Kurang ajar banget tu orang kalau beneran dia kabur" umpat Reyna geram.

"Saya yang tabrak ayah kamu dan saya disini tidak kabur. Saya juga akan bertanggungjawab sampai ayah kamu dipasti baik dan bisa pulang dari sini" ucap pria itu tegas.

Reyna terpaku seakan tersihir dengan pesona pria didepannya.

"Nama saya Arham Pramana Adyguna. Panggil saja Pram"

Pram berparawakan tinggi. Badannya tegap dan berbentuk layaknya pria yang rajin berolahraga. Hidungnya mancung, rambutnya hitam tertata rapi, dan ada brewok tipis disisi kiri kanan wajahnya yang tampan. Pram ada keturunan Paskitan dari ayahnya. Dia pria mapan yang sudah mempunyai perusahaan sendiri sejak berusia 25 tahun dan sekarang dia berumur 32 tahun. Memang perusahaan itu warisan dari orangtuanya namun berkat kepiawaian Pram, perusahaan yang dipegangnya maju pesat dan terus menghasilkan laba tinggi setiap tahunnya. Karna kehebatan Pram dalam berbisnis itulah yang membuatnya terkenal dikalangan pebisnis terutama pebisnis pemula. Banyak yang minta pendapat serta wejangannya bagaimana memulai bisnis yang baik. Pram juga lumayan sering muncul di seminar-seminar untuk memberi ilmu yang ia punya kepada para pelajar perkuliahan.

Nain memperhatikan Pram. Ia merasa akan terjadi sesuatu yang akan menentukan masa depan putrinya. Dan tiba-tiba saja tubuh Nain bergetar hebat. Reyna dan Pram panik. Tak lama dokter dan suster datang.

Beberapa menit kemudian....

Keadaan Nain kembali stabil. Dokter meminta Reyna agar mengikutinya. Di ruangan dokter, Reyna hanya terpaku seperti patung. Paparan yang dokter berikan sangat membuatnya takut. Ayahnya mengalami komplikasi.

"Jadi selama ini ayah sakit jantung. Dan ada luka dibagian hatinya. Tapi kenapa ayah tidak memberi tahuku tentang penyakitnya. Kenapa ayah?" tanya Reyna dalam hati.

Airmata keluar begitu saja dari sudut matanya. Hatinya terasa pedih sekali sebagai anak ia tidak mengetahui keadaan ayah yang sangat dicintainya.

"Dan sekarang dokter bilang umur ayah tidak akan lama lagi. Apa yang harus Reyna lakukan agar ayah sembuh?" tanya Reyna lagi pada dirinya sendiri.

"Ayah saya akan sembuh dok. Dokter tidak berhak menentukan umur ayah saya"

"Saya tahu tapi...."

Reyna segera bangkit lalu meninggalkan ruangan. Ia tidak yakin bisa tetap tenang jika terus mendengar penjelasan dari dokter yang menangani ayahnya. Reyna tidak akan bisa menerima kenyataan itu.

Sampainya dikamar ternyata Nain sudah siuman.

"Ayah" Reyna menghambur memeluk ayahnya. Ia mencoba tetap kuat dan sebisa mungkin menahan airmatanya tidak keluar.

"Dokter bilang apa?"

Reyna tidak menjawab.

"Kamu sudah tahukan?"

Reyna mengankat kepalanya dari dada ayahnya.

"Jadi ayah sudah tahu tentang..."

Nain mengangguk sebelum Reyna menyelesaikan bicaranya. Ia lalu melihat kearah Pram dan melambaikan tangannya memberi isyarat pada Pram agar mendekat padanya. Nain menarik tangan Pram dan Reyna lalu menyatukan kedua tangan itu diatas tangannya. Pram merasa ada yang aneh.

"Ini ada apa ya?" tanya Pram bingung.

Nain hanya tersenyum menatap wajah dingin Pram.

"Jika kamu memang mau bertanggungjawab maka menikahlah dengan putri saya" pinta Nain dengan suara lemahnya.

Mata Pram sontak melebar dan segera menarik tangannya.

"Apa anda sedang memeras saya? Saya sudah bilang saya akan bertanggung jawab sampai akhir. Saya akan membiayai semua biaya rumah sakit sampai anda sembuh. Apa anda meminta saya untuk menikahi putri anda? Itu tidak akan pernah terjadi" ucap Pram menggebu.

"Tolong yang sopan bicara dengan ayah saya" Reyna tidak suka dengan cara Pram bicara pada ayahnya.

"Kalau ayah kamu tidak meminta yang aneh-aneh saya tidak akan bicara seperti ini" balas Pram.

"Kamu pikir saya mau menikah dengan pria angkuh seperti kamu" sahut Reyna marah.

"Bagus" sambar Pram cepat.

Nain yang melihat pertengkaran itu segera melambaikan tangannya.

"Sudah...sudah cukup. Jangan bertengkar disini" suara Nain semakin kecil.

"Nak Pram" mendengar suara Nain yang semakin mengecil membuat Pram sedikit simpati tapi tetap dia tidak bisa menerima permintaan Nain. Itu sangat mustahil.

"Maaf tapi saya benar-benar tidak bisa...."

Nain kembali menarik tangan Pram.

"Nikahin putri saya. Hanya itu pertanggungjawaban yang saya minta dari kamu" setelah mengatakan itu Nain kembali tak sadarkan diri.

Kondisi Nain semakin melemah. Komplikasi yang terjadi semakin memperparah kondisinya ditambah dengan usianya yang sudah rentah. Dokter mengatakan jikapun dilakukan operasi, tingkat keberhasilannya sangat tipis.

Reyna tampak sangat frustasi. Wajahnya kusut tak terurus. Ia juga sudah tidak punya tenaga untuk berdiri. Reyna hanya duduk diam disamping ayahnya sambil berdoa agar Tuhan memberi kesembuhan untuk ayahnya dan meminta agar Tuhan berbaik hati agar memberi umur yang lebih lagi untuk ayahnya.

Hanya Reyna dan ayahnya diruangan itu sedangkan Pram tidak tahu pergi kemana. Reyna tidak peduli dengan yang lain. Ia hanya fokus dengan kesembuhan ayahnya.

4 jam setelah Nain tidak sadarkan diri.

"Ayah...ayah jangan pingsan lagi. Reyna sangat khawatir. Reyna takut yah" mohon Reyna sangat memelas.

" Menikahlah dengannya"

"Dengan cowok tadi yah. Reyna gak mau yah. Ayah liat sendirikan, cowok itu sombong banget yah. Dia sudah pergi. Dia juga gak mau menik...."

"Dia akan datang dan akan menikahi kamu. Menikahlah dengannya sebelum ayah pergi" pinta Nain lagi dengan suara yang mulai terbata-bata.

"Udah udah ayah jangan banyak ngomong dulu. Kondisi ayah masih sangat lemah. Ayah harus banyak istirahat"

"Berjanjilah pada ayah, kamu akan menikah dengannya. Itu permintaan terakhir ayah" minta Nain penuh harap.

Haaaaaaaa

Reyna membuang nafas panjang.

"Kenapa harus dia yah? Aku akan menikah dengan pria yang ayah pilih tapi bukan dia yah" Reyna sedikit melunak. Ia tahu ayahnya tidak akan berhenti bicara jika ia terus mengelak.

"Dan dia pria yang ayah pilih untuk menjaga kamu setelah ayah pergi"

"Ayah apa sih. Kenapa bilang pergi terus. Ayah akan sembuh. Ayah tidak akan pergi kemana-mana"

"Jadi?"

"Iya, Reyna akan menuruti semua yang ayah mau. Janji" kata Reyna seraya mengacungkan jari kelinkingnya sebagai tanda janjinya pada sang ayah.

Senyum tipis putri dihadapannya bagaikan angin segar bagi Nain. Ia sekarang lega dan beban dipundaknya sedikit berkurang rasa khawatirnya pada Reyna jika nanti Tuhan memanggilnya kembali.

"Reyna maafkan ayah. Ayah sangat memaksa kamu untuk menuruti kemauan ayah. Tapi mungkin inilah hal terakhir yang bisa ayah lakukan untuk kamu. Ayah bukannya sembarangan memilih pria untuk mendampingi kamu tapi ayah punya keyakinan kalau pria itu bisa bertanggungjawab untuk menjaga kamu. Maafkan ayah nak" gumam Nain dalam hati.

Nain membelai lembut rambut hitam panjang putri yang kini menempel didadanya. Sebagai Ayah, Nain sangat khawatir dengan masa depan putrinya. Apalagi sejak kecil, Reyna sudah hidup susah bersamanya. Nain ingin putrinya hidup lebih baik lagi bersama pria yang bisa memberinya sesuatu yang selama ini tidak bisa ia berikan.

Keesokan harinya.

Pukul 10.00 pagi....

Pram datang bersama dua orang pria. Dan satu pria membawak beberapa berkas disampulin kertas berwarna hijau.

Nain tersenyum senang. Ia tahu Pram pria yang baik dan akan bertanggungjawab. Nain merasa lega, ia yakin tidak salah memilih pria untuk menjadi suami putrinya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Reyna Paramita Binti Zulkarnain dengan mas kawin tersebut TUNAI" ucap Pram lantang.

1 minggu kemudian...

Reyna menatap lirih foto ayah bersama dirinya yang tergantung didinding. Mungkin airmata tidak cukup untuk menggambarkan rasa sedih dan kehilangan yang ia rasakan sekarang. Ia tidak menyangka ayahnya pergi begitu cepat. Banyak angan yang sudah Reyna rajut untuk ayahnya tapi kini semua angan itu hanyalah angan belaka yang tidak mungkin bisa ia wujudkan setelah ayahnya pergi.

"Ayah kenapa begitu cepat waktu untuk kita bersama?" Reyna mengusap foto dirinya bersama sang ayah tercinta. Terasa pilu menyayat hati setiap kali mengingat kebersamaan manis bersama sang ayah. "Aku janji ayah aku akan jadi putri yang kuat untuk ayah"

Reyna mulai membereskan pakaiannya. Ia akan meninggalkan rumah yang selama 21 tahun ia tempati bersama ayahnya. Ia akan pindah ke rumah Pram yang kini sudah sah menjadi suaminya.

"Reyna putri ayah yang malang. Sekali lagi ayah minta maaf telah membawakmu ke pernikahan yang tidak kamu inginkan. Ayah tahu tidak selamanya ayah bisa menjaga kamu. Hanya ini yang bisa ayah lakukan untuk yang terakhir kalinya. Ayah tahu ini tidak mudah untuk kamu. Mungkin setelah ini kamu akan banyak menangis dalam pernikahan ini tapi ayah yakin nanti kamu akan menemukan kebahagiaan abadi. Cobalah untuk menerima pernikahan ini. Patuhi dan jagalah kehormatan suamimu. Jangan pernah tinggalkan suamimu dalam keadaan apapun. Jagalah rumah tanggamu sampai akhir seperti ayah menjaga cinta ayah untuk ibumu. Ayah tidak pernah pergi karna ayah selalu ada dihatimu. Ingatlah kamu sekarang tidak sendiri. Kamu sudah menjadi seorang istri. Hiduplah bahagia bersama suamimu. Maafkan ayah nak"

Reyna semakin menangis tersedu setelah membaca surat yang ditulis ayahnya sebelum meninggal. Ia terus menjerit memanggil ayahnya.

Ayahhhhhh

Hanya sebuah dongeng

Mobil hitam yang Reyna tumpangi perlahan memasuki pekarangan hijau yang sangat luas. Rumputnya tertata rapi begitu dengan tanaman disekitarnya. Ada juga beberapa kembang warna warni yang sedang mekar sempurna. Mobil akhirnya berhenti tepat didepan rumah yang sangat besar dan mewah. Sekilas dari luar rumah dihadapan Reyna tampak sepeti istana dicerita dongeng. Reyna lalu memalingkan pandangannya pada Pram yang sudah berjalan lebih dulu didepannya.

"Wahh ini benar-benar seperti cerita dongeng. Seorang pangeran yang tampan beserta istana megahnya" ucap Reyna dalam hati. Ia merasa kagum atas pemandangan indah yang tersaji didepan matanya. "Aku mimpi gak sih?" Reyna meraba-raba wajahnya berpikir kalau ia sedang bermimpi.

Reyna tersentak begitu sadar dari lamunannya. Ia tidak melihat lagi sosok Pram suaminya. Pintu rumah sudah terbuka dan Reynapun langsung saja masuk ke dalam rumah besar yang dia sebut istana itu. Baru saja masuk, Reyna seketika dibikin takjub berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Waw rumah ini besar sekali" puji Reyna kagum.

Ditambah lagi berbagai furniture yang terlihat sangat mahal yang memiliki nilai jual tinggi pastinya dan semuanya disusun dengan baik ditempatkan di sudut yang pas. Nuansa putih mendominasi rumah itu membuat rumah tampak semakin bersih dan nyaman.

"Kamu mau tetap berdiri disana?"

Suara berat Pram memecahkan keheningan.

Reyna membalas dengan senyum tertahan seraya berjalan mendekat pada Pram. Reyna masih merasa canggung walaupun kini ia sudah menjadi istri Pram.

"Kamu tahukan pernikahan kita hanya untuk formalitas saja. Pernikahan ini terjadi hanya untuk memenuhi ambisi ayah kamu"

"Jangan bicara asal tentang ayah saya" sahut Reyna dengan sorot mata tajam.

"Nyataya memang begitu sifat ayah kamu. Dia tahu saya pria mapan yang memiliki segalanya. Sedangkan dia hanyalah pria tua yang miskin, penyakitan tidak punya apa-apa. Lalu memaksa saya menikahi anaknya dengan alasan tanggungjawab. Dan dia...."

"Jangan menghina ayah saya" potong Reyna mendelik.

"Ayah kamu pantas untuk dihina begitupun dengan kamu. Mana ada seorang ayah yang mau menikahkan putrinya dengan laki-laki yang baru dilihatnya kalau bukan karna uang" ucap Pram menggebu dan mengeraskan suaranya. "Dan saya harus menikahi perempuan seperti kamu. Kamu sangat...."

"Memangnya saya perempuan seperti apa? Kamu pikir saya mau menikah dengan kamu. Kalau bukan karna ayah, saya tidak akan mau menikahi pria sombong seperti kamu" hinaan Pram untuk ayahnya sangat menyakitinya. Belum hilang kesedihannya atas kepergian ayahnya dan sekarang ia harus mendengar hinaan dari pria yang sudah menjadi suaminya.

"Kalau begitu kamu bisa pergi dari sini" usir Pram kasar seraya menunjuk ke arah pintu.

Reyna seketika terdiam. Pikirannya mengingat kembali isi surat dari ayahnya.

"Ayah aku harus bagaimana? Ayah menyuruhku bertahan dengan pernikahan ini tapi suamiku sendiri yang mengusirku. Ayah" gumam Reyna dengan pikiran mengawan.

"Kenapa diam?"

Bahu Reyna bergedik begitu Pram membuka pembicaraan lagi.

"Kamu tidak mau pergikan dari sini. Lagian mana ada wanita yang mau pergi dari rumah ini. Semua wanita itu sama, gila uang" Pram tidak menahan bicaranya sedikitpun.

Pram seperti sangat antusias mengeluarkan uneg-unegnya. Ia tidak menerima pernikahannya dengan Reyna. Semuanya begitu mendadak diluar kendalinya. Pram juga merasa aneh, kenapa pernikahan ini bisa terjadi? Kenapa ia mau menikahi wanita yang tidak ia cintai? Apalagi Reyna sama sekali tidak masuk kriteria cewek idamannya.

"Ingat pernikahan ini hanya di atas kertas. Sampai kapanpun saya tidak bisa mencintai kamu jadi jangan mengharapkan apapun dari pernikahan ini. Kamu bisa menikmati semua kemewahan dirumah ini tapi jangan menuntut apapun dari saya. Ngerti" Pram beranjak menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada dilantai 2.

Reynapun mengekor dibelakang Pram.

"Mau kemana kamu?"

Reyna tertunduk bingung.

"Mau tidur sama saya" sudut bibir kiri Pram sedikit tertarik. "Jangan mimpi" sambungnya.

"Kamar kamu dibawah" Pram berbalik menurunin tangga. Ia menuntun Reyna menuju kamarnya.

Tak berapa lama tibalah Pram dan Reyna di depan kamar berukuran kecil yang tidak jauh dari dapur. Walaupun kecil tapi kamar yang akan ditempati Reyna lebih besar dari kamar rumah ayahnya.

"Hemm setidaknya dia masih memberiku kamar" ucap Reyna bersyukur. Reyna tidak tahu kalau kamar itu sebenarnya kamar untuk art.

Pram merebahkan tubuhnya dikasur empuk kesukaannya. Matanya memandang intens langit kamarnya. Ia coba flashback kembali dengan semua yang terjadi. Semuanya berlangsung begitu cepat. Ia tidak menyangka harus menikah dalam situasi yang sama sekali tidak diinginkan setiap pengantin pada umumnya. Parahnya Pram menikahi wanita yang gak dia kenal. Bukan ini yang dia harapkan.Jika tidak ada pesta setidaknya Pram ingin menikahi wanita yang ia cintai.

"Apa ini hukuman untukku?" Pram memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya dan berharap semuanya kembali seperti semula saat ia bangun nanti.

Didalam biliknya Reyna tidak bisa tidur. Pikirannya kemana-mana. Ia rindu dengan ayahnya. Biasanya disituasi seperti ini ada ayahnya yang selalu memberinya wejangan yang akan membuat pikirannya lebih plong dan tenang. Reyna kembali melihat jam dilayar ponselnya yang telah menunjukkan angka 22.25 pm. Masih tidak bisa tidur, Reynapun keluar kamar untuk mencari angin segar. Sepertinya otaknya butuh asupan oksigen yang lebih.

Suasana malam yang gelap sedikit membuat Reyna merinding ditambah lagi keadaan rumah yang sangat sepi. Reyna merasa setiap langkahnya ada yang mengikuti. Ia menyusuri setiap sudut rumah yang masih asing baginya hingga bertemu dengan dinding kaca yang diluarnya terdapat kolam berenang yang berukuran cukup besar. Reynapun bersandar dikursi yang ada dipinggir kolam. Kepalanya menengadah ke langit menikmati pemandangan langit yang indah dengan gemerlap bintang.

"Disini lebih nyaman" Reyna memejamkan matanya. Kalau saja Reyna tidak mendengar derap langkah kaki, mungkin ia sudah tertidur lelap.

"Siapa ya yang lewat barusan?"

Reyna mengecek sekelilingnya tapi tidak ada siapapun. Ia pun berjalan ke tengah rumah.

"Jangan-jangan maling" duganya.

Ada suara lagi dan kini arahnya berasal dari dapur.

"Jangan-jangan malingnya lapar" Reyna buru-buru berjalan ke dapur.

Dengan langkah yang sangat hati-hati, Reyna mengerahkan semua keberaniannya untuk menangkap si maling.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Aaaahhhhh

Sontak Reyna berteriak nyaring.

"Heh heh apaan sih" tangan Pram refleks menutupi mulut Reyna. "Berisik banget"

"Maaf aku pikir ada maling" ungkap Reyna dengan kepala menunduk.

"Maling? Rumah ini dijaga 2 satpam. Tidak semudah itu maling masuk kesini. Dengar ya, saya tidak mau dengar kamu teriak-teriak lagi disini. Ini rumah bukan hutan. Ngerti" seperti biasa Pram bicara tanpa menyaring ucapannya.

Sedangkan Reyna yang masih tampak shock hanya bisa tertunduk jengkel menganggukkan kepalanya mengiyakan perintah Pram. Reyna tidak bisa berbuat banyak selain menurut. Ini rumah Pram dan ucapan Pram tadi siang seakan menjelaskan kalau Reyna tidak punya hak apapun disini.

Hangatnya sinar matahari pagi menembus jendela kamar. Pram sudah bersiap berangkat kerja. Dengan setelan jas berwarna abu-abu serta celana panjang berwarna senada membuat Pram terlihat semakin menawan. Pesona dan kharismanya terpanjar jelas. Tak lupa jam tangan mahal melingkar dipergelangan tangan Pram membuat penampilannya hari ini semakin mewah.

"Mas Pram sarapan dulu. Aku sudah buatin nasi goreng telur. Rasanya enak, kamu pasti suka" cegat Reyna cepat sebelum Pram berangkat ke kantor.

Pram acuh saja tanpa menghiraukan ajakan Reyna yang sedari tadi sudah mempersiapkan sarapan untuknya. Melihat Pram tidak menganggapnya, Reyna segera berlari ke arah Pram.

"Mas sarapan dulu biar kerjanya enak kalau perut kenyang" ajak Reyna lagi.

"Minggir atau kamu saya dorong. Saya ada meeting penting pagi ini" intonasi bicara Pram sangat mengintimidasi. Pram tidak senang melihat Reyna sok peduli padanya.

"Ya sudah kalau gitu tunggu dulu sebentar. Aku bekalin aja nasi gorengnya biar kamu bisa makan dikantor"

Sementara Reyna menyiapkan bekal, Pram langsung saja berjalan keluar. Ia tidak peduli sama sekali dengan Reyna.

"Loh mas Pram dimana ya? Apa sudah pergi?" buru-buru Reyna berlari keluar. Mungkin saja Pram belum berangkat.

Benar saja Pram baru mau masuk mobilnya.

"Mas Pram ini bekalnya jangan lupa dimakan ya"

Pram menatap sinis kemudian melempar kotak bekal yang diberikan Reyna. Tentu saja sikap Pram itu membuat Reyna sangat terkejut. Rasa sedih seketika menyergap ulu hati Reyna takkala bekal yang ia siapkan kini berserakan dilantai.

"Dengarkan saya. Jangan bersikap seolah-olah kamu istri saya beneran. Ingat pernikahan kita hanya di atas kertas jadi bersikaplah seperti orang asing. Jangan sok baik apalagi peduli sama saya, itu hanya akan membuat saya semakin muak sama kamu jadi berhenti melakukan sesuatu yang akan membuat saya semakin benci sama kamu. Dan panggil saya pak Pram karna bagi saya kamu sama seperti yang lain" Pram berlalu dengan mobil hitamnya setelah mengatakan sesuatu yang sangat menusuk.

Reyna terduduk lemah dilantai. Ia memandang lama nasi goreng yang berserakan dihadapannya. Lagi-lagi airmatanya keluar dengan mudah. Pernikahan seperti apa ini?

..................

"Pak Pram sudah pulang" sapa Reyna ramah.

"Belum, Pram masih dikantor dan ini hantunya Pram" kata Pram malas.

Reyna tersenyum kecil. Ternyata Pram yang dingin nan kaku bisa juga melawak.

"Saya sudah siapin makan malam buat pak Pram. Pak Pram mandi dulu, setelah itu kita makan sama-sama" Reyna tidak perduli kalau Pram akan marah lagi padanya. Reyna tetap akan melakukan tugasnya sebagai istri melayani suami.

Pram membalas dengan senyuman sinis.

"Siapa yang mau makan sama kamu? Siapa juga yang mau makan masakan kamu. Berhenti sok perhatian sama saya. Saya tidak akan makan apapun yang kamu buat" kata-kata Pram masih saja menyakitkan didengar, nyelekit dan on point tidak ada kata ataupun senyum manis. Dan lagi-lagi Reyna makan sendiri.

Hari-hari berlalu begitu saja tanpa ada kesan istimewa. Setiap harinya selalu dengan cerita yang sama. Pram yang dingin. Pram yang kaku. Pram yang acuh dan Pram yang tidak ada rasa peduli pada istrinya.

Reyna mulai berasa bosan berdiam diri di rumah saja. Hari ia memutuskan untuk keluar. Reyna mau mencari pekerjaan agar dia tidak terlalu bosan dengan hidupnya yang gini-gini saja. Meskipun sulit tapi Reyna akan mencobanya lagi. Siapa tahu kali ini nasibnya beruntung ada yang mau memberinya pekerjaan.

Butuh perjuangan dan semangat pantang menyerah. Sudah setengah hari Reyna berjalan, ia masih belum juga mendapatkan pekerjaan. Namun kali ini sepertinya dewi Fortuna sedang berpihak padanya. Ada sebuah kafe yang cukup ramai pengunjung mau menerima jasanya. Reynapun langsung disuruh bekerja hari ini juga mengingat pengunjung masih lumayan banyak dan kafe kekurangan pegawai untuk melayani pengunjung. Kali ini Reyna jadi waitres. Pekerjaan ini diluar ekspektasi Reyna. Ia pikir akan diterima bekerja sebagai pencuci piring.

"Waw baru kali ini aku dapat pekerjaan yang keren" gumannya gembira. Ia dengan semangat bekerja. Hatinya berdebar seperti orangnya yang sedang jatuh cinta. Reyna sangat bahagia bisa mendapatkan pekerjaan. Ini sesuatu yang luar biasa dalam hidupnya.

Melihat semangat dan cara kerja Reyna yang telaten membuat pemilik kafe terkesan. Iapun menaikan status Reyna dari pekerja harian menjadi pekerja tetap. Hal ini semakin membuat Reyna bahagia tak terkira.

"Yes...yes...yes aaaahhhhh" Reyna berteriak dalam hati untuk mengekspresikan kebahagiaannya. Ini sesuatu yang sudah lama ia inginkan.

Namun ada satu masalah yang belum Reyna temui jalan keluarnya. Bagaimana caranya ia memberitahu Pram kalau ia sudah bekerja sekarang. Sedangkan komunikasinya dengan Pram sangat buruk.

Tok tok tok

"Selamat siang pak Pram"

"Siang. Silakan masuk" balas Pram dengan senyum ramah. Senyum yang tidak pernah ia perlihatkan pada Reyna.

"Maaf pak kami sedikit terlambat" sesal pria didepan Pram.

"It's okay. Saya tahu tim bapak juga sibuk. Dan saya dengar diperempatan lampu merah ada kecelakaan, pak Toni pasti terjebak macet" sangka Pram menduga.

"Benar sekali pak. Terima kasih pak atas pengertiannya. Kita langsung mulai saja pak"

Toni memaparkan bagan kerjasama yang akan dilakukan perusaannya dan perusahaan milik Pram. Tidak ada masalah dan kesepakatanpun dengan mudah terjadi.

.........................

"Diana apa lagi jadwal saya hari ini?" tanya Pram pada sekretarisnya. Diana sudah 3 tahun bekerja dengan Pram dan hubungan mereka sangatlah dekat bahkan karyawan yang lain sering bergosip tentang mereka. Banyak yang meyakini kalau mereka punya hubungan lebih diluar hubungan bos dan sekretarisnya.

"Jadwal bapak hari ini sudah selesai pak. Pak Pram tidak mau makan siang dulu" waktu telah menunjukkan pukul 13.30

"Ok kita makan siang dulu. Kamu juga belum makankan?"

Diana mengangguk setuju.

Mobil itu berhenti tepat didepan kafe Doria.

"Saya baru lihat kafe ini" kata Pram.

"Kafe ini baru pak dan banyak yang bilang makanan disini enak" balas Diana menjawab rasa penasaran Pram.

Langsung saja Diana memesan ruangan VIP untuk makan siang mereka agar bisa makan dengan santai tidak terganggu dengan suara bising pelanggan lain. Sampai di ruangan VIP, Diana melepas dua kancing kemeja yang ia kenakan dan hal itu disambut kecupan manis dari Pram. keduanyapun melakukan ciuman panas dan saling melahap satu sama lain. Pram sebenarnya sudah tidak tahan dengan bibir merah mudah sekretaris seksinya itu begitupun dengan Diana yang sudah tidak tahan dengan badan kekar Pram. Tangan Pram pun tidak mau diam saja. Ia meraba dan mengelus paha mulus Diana membuat wanita dalam dekapan Pram makin menggelinjang.

"Reyna hari ini kamu akan melayani tamu VIP. Ingat bersikap sopan dan ramah. Saya tidak mau ada komplen dari mereka" ujar manager kafe yang diiringi anggukan Reyna.

Sedangkan di ruangan VIP Pram dan Diana semakin liar bercumbu. Mereka tidak mau melepas satu sama lain dan semakin menikmati sentuhan demi sentuhan.

Tok tok tok

Bahkan saking asyiknya bersahut bibir, Pram dan Diana tidak sadar ada yang mengetuk pintu.

Karna tidak ada jawaban, Reynapun berinisiatif membuka pintu walaupun belum ada izin dari dalam.

Krekkkk

Pantai

Reyna baru tiba di rumah jam 18.00. Ia langsung saja berjalan ke kamar mandi membersihkan diri. Cukup lama ia memejamkan mata menengadahkan kepala mencoba memamahi atas apa yang dilihat sore tadi. Tidak ia sangka tamu VIP itu Pram suaminya sendiri dan ia juga sama sekali tidak menyangka ternyata Pram ada main dibelakangnya. Di rumah Pram sangat enggan menyentuhnya bahkan sekedar memandang sebentar saja susah apalagi mesra layaknya suami istri. Tapi diluar sana, sepertinya Pram sangat mudah melakukan itu semuanya. Reyna masih shock dan tidak percaya jika ternyata suaminya punya wanita lain.

"Kenapa mudah sekali dia menyentuh wanita lain bahkan itu sama tidak terlihat sulit baginya. Sebenarnya cowok seperti apa dia?" Reyna terus bergumam. Ia bahkan mengecek tubuhnya, barangkali ada yang salah hingga suaminya sendiri begitu membenci dan tidak mau menyentuhnya.

"Ahh Reyna apa yang kamu pikirin?" Reyna menggeleng frustasi kepalanya. Ia juga memijit pelan pelipisnya. "Kenapa aku harus mikirin itu sih. Terserah dialah mau ciuman sama cewek manapun. Aku gak peduli. Aku juga gak cinta sama dia" Reyna coba mengontrol perasaannya, ingin melupakan apa yang di lihatnya di kafe tadi sore.

Jam 08.00 malam Pram baru pulang dari kantor. Seperti biasa Reyna menyambut Pram. Dia sudah berprinsip untuk tidak peduli apa yang Pram pikirkan tentangnya dan juga tidak peduli Pram yang tidak menganggapnya penting bahkan tidak ada. Reyna tetap akan melakukan tugasnya sebagai seorang istri.

"Saya sudah siapkan makan malam. Kamu mandi du....."

"Saya sudah makan sama Diana" potong Pram acuh. Pram sengaja memancing Reyna.

Reyna terdiam.

"Diana siapa? Apa cewek di kafe tadi?" tanya Reyna dalam hati.

"Oh ya udah kalau gitu aku simpan dulu makanannya" ucap Reyna berlalu ke dapur.

Pram pun merasa heran dengan sikap Reyna. Kenapa Reyna santai sekali seakan dia tidak melihat apa-apa. Pram pun pergi ke dapur, pura-pura mau minum.

"Hmmm jadi kamu kerja disana?" tanya Pram gengsi.

"Iya" balas Reyna singkat sambil memasukkan makanan kedalam kulkas.

"Sudah lama?" tanya Pram masih penasaran.

"Iya"

Pram melonggarkan dasi yang melingkar dilehernya. Ia semakin penasaran kenapa Reyna tidak marah saat melihat dirinya mencium wanita lain.

"Saya lapar. Siapkan makanan" Pram ingin menguji kesabaran Reyna. Ia heran dengan perubahan Reyna.

Yang Pram tahu Reyna itu lemah dan hanya bisa menangis saat hatinya disakiti. Tapi kini Reyna terlihat lebih kuat dari biasanya dan pembawaannya tampak lebih tenang. Pram tidak suka dengan perubahan Reyna. Ia ingin membuat istrinya itu terus menangis menderita hidup bersamanya.

"Makanannya sudah aku masukin kulkas. Kalau kamu mau makan panasin saja. Ini sudah hampir jam 21.00, aku mau tidur besok harus kerja lagi" tolak Reyna halus.

Sontak hal itu membuat Pram murka. Ia melempar gelas ditangannya.

"Saya mau makan. Itu artinya kamu harus siapin makanan buat saya. Kamu tinggal dirumah ini tidak gratis. Kamu harus melayani saya dan melakukan apapun yang saya suruh. Lagian besokkan hari minggu jadi jangan banyak alasan" suara Pram terdengar nyaring dan lantang. Matanya mendelik seperti elang yang siap menerkam mangsanya. Sebagai sosok yang memiliki segalanya, Pram sudah biasa dilayani dan ia akan sangat marah jika ada yang mengacuhkannya.

Kemarahan Pram seperti angin lalu. Reyna seperti tidak mendengarkan apapun. Ia pergi sebentar lalu kembali membawak sapu untuk membersih pecahan gelas yang dilempar Pram.

Sikap acuh Reyna semakin membangkit amarah Pram. Ia menarik paksa sapu dari tangan Reyna lalu melemparnya sembarang.

"Kamu tuli. Saya bilang saya mau makan. Siapkan makanan untuk saya" perintah Pram dengan menekankan setiap perkataannya.

"Mau kamu apa sih? Kamu pernah bilang tidak mau makan masakanku dan gak akan pernah mau. Dan bilang juga kita jangan saling ikut campur urusan pribadi masing-masing lalu kenapa kamu bertanya terus? Kamu bilang aku tidak perlu nyiapin makanan untuk kamu tapi aku dengan bodohnya masih masak buat kamu. Tadi aku udah tawarin kamu makan tapi kamu gak mau terus makanannya aku masukin ke kulkas dan kamu nyuruh aku siapin makanan untuk kamu lagi. Mau kamu apa sih?" kali ini Reyna balik bicara keras pada Pram. Ia merasa kesabarannya sudah di ubun-ubun. Ia sudah muak dengan sikap keras Pram yang selalu memarahinya tanpa sebab dan selalu bertingkah semaunya sendiri, selalu buat aturan sendiri.

"Ok fine. Ini rumah saya dan kalau kamu gak mau melayani saya, kamu bisa pergi dari sini" lagi-lagi Pram sangat tega mengusir Reyna.

"Aku memang mau pergi dari sini" Reyna melangkah keluar tanpa membawak apapun. Kali ini Pram sudah sangat keterlaluan, ia sudah tidak tahan lagi. Ia tidak bisa terus diam menerima begitu saja perlakuan Pram padanya.

"Bagus pergi sana dan jangan pernah balik lagi kesini" usir Pram untuk yang kesekian kalinya.

Reyna berjalan sendiri menyusuri jalanan yang tampak semakin ramai padahal hari semakin malam. Mungkin karna malam ini malam minggu jadi banyak muda mudi memadu kasih. Banyak orang bilang malam minggu malam yang panjang.

"Aduhh kenapa tadi aku gak bawak tas. Sekarang mau kemana coba? Aku gak punya uang sama sekali. Masa balik ke rumah cowok gila itu lagi. Ahh ogah banget" Reyna bingung karna tidak punya tujuan. Ditambah lagi hari semakin malam. Ia juga mulai ngantuk.

"Masa aku harus tidur dijalanan?"

Rintik-rintik kecil mulai berjatuhan. Suara gemuruh dari langit membuat Reyna bergedik.

Reyna lalu berlari mencari tempat untuk berteduh. Tak disangka rintik kecil tadi berubah menjadi hujan yang deras. Reyna meringkuh memeluk dirinya sendiri menghangatkan diri dari dinginnya malam disertai hujan.

Haaaahhhh

Pram membuka mata lalu membuang nafas berat. Pram sebenarnya sejak tadi mengikuti Reyna diam-diam. Kalau sampai Reyna kenapa-kenapa, ia juga akan merasa bersalah.

Melihat hujan yang semakin deras, Pram segera memutar balik mobilnya .

Cuman butuh beberapa saat mobil Pram sudah parkir di halte tempat Reyna berteduh. Reyna mengamati mobil didepan yang tidak asing baginya. Dan benar saja, itu mobil Pram.

"Ngapain dia kesini?" bisik Reyna malas lalu memandang ke arah lain.

Pram pun menekan bel mobilnya lebih lama hingga meciptakan suara bising ditengah hujan yang masih berlangsung. Dan akhirnya Reyna menyerah. Dengan terpaksa ia masuk kedalam mobil Pram. Ini kedua kalinya ia satu mobil dengan suami bermuka dinginnya itu serta berhati batu.

Mobil Pram meninggalkan area halte. Berada di mobil mewah Pram semakin membuat Reyna kedinginan. Dengan cepat Pram mematikan ac mobil begitu melihat Reyna mengigil kedinginan. Perhatian kecil itu disadari betul oleh Reyna. Kemarahannyapun seketika hilang dan kini ia merasakan sesuatu yang lain dihatinya.

................................

Reyna menggeliat diatas kasur empuknya. Iapun membuka matanya lalu terpejam lagi untuk mengumpulkan seluruh nyawanya sebelum bangkit dari tempat tidur.

1 jam kemudian.....

Reyna pergi ke dapur untuk membuat sarapan pagi. Saat sedang memasak, Reyna mengingat kembali kejadian semalam. Saat ia bertengkar hebat dengan Pram lalu pergi dari rumah kemudian Pram menjemputnya dan berakhir dengan perhatian kecil dari Pram yang berhasil membuat hatinya berdebar.

"Ya ampun apaan sih ini. Kenapa aku mikirin dia terus? Jangan baper donk Na. Dia itu cowok gila, suami kurang ajar. Masa kamu suka sama dia" Reyna menggeleng-geleng kepalanya. Dan berharap apa yang dipikirkannya salah.

"Oh jadi kamu suka sama saya. Baper dengan kejadian semalam" sambar Pram yang entah kapan datangnya.

Reyna tersentak. Ia tidak tahu Pram sudah bangun padahal ini hari minggu. Biasanya Pram bisa bangun jam 09.00 pagi kalau masuk weekend.

"Ohh hmm gak gak" kata Reyna terbata-bata sambil menggerak-gerakkan tangannya. "Mana mungkin aku suka sama kamu"sambungnya lagi.

Pram lalu mendekati Reyna. Matanya menatap intens pada Reyna yang berdiri tepat dihadapannya.

"Dengar jangan baper dengan kejadian semalam. Saya melakukannya bukan karna saya mau tapi karna saya tidak mau disalahkan jika terjadi sesuatu sama kamu. Jangan pernah jatuh cinta apalagi mencintai saya karna saya tidak bisa membalasnya. Teruslah membenci saya karna itu akan lebih baik untuk kamu" Pram meneguk segelas air putih lalu berjalan kembali menuju kamarnya.

Didalam kamarnya, Pram duduk termangun. Ia diam tanpa kata memberi kesan senyap dikamar luasnya. Pikiran Pram mengawan ke masa lalu. Masa lalu yang sangat ingin dia lupakan tapi sangat sulit terjadi.

"Harusnya kamu tidak pernah hadir disini" kata Pram sendu seraya menyentuh dadanya.

Reyna sedikit lagi menyelesaikan pekerjaan rumahnya saat hari beranjak siang. Reyna melihat cuaca diluar yang nampak adem tidak terlalu panas dan juga tidak mendung. Untuk menyegarkan tubuhnya setelah membersihkan rumah, Reynapun mengademkan diri di kolam berenang yang ada dibelakang rumah.

"Wah segar sekali" rasa Reyna begitu setengah badannya masuk ke dalam air. "Kenapa baru sekarang cobain ni kolam" sesal Reyna setelah hampir satu bulan tinggal dirumah Pram.

Reyna yang memang mahir berenang dengan antusiasnya bolak balik menyusuri kolam. Sudah lama sekali Reyna tidak mandi di kolam seperti ini. Terakhir saat dia pergi bersama ayahnya ke wahana permainan air. Dan tanpa Reyna sadari ternyata Pram memperhatikannya dari atas tepatnya dari balkon kamar Pram sendiri. Dari atas Pram seksama memperhatikan gerak-gerik Reyna.

Pram terpikir sesuatu. Iapun meraih jaket dan kunci mobilnya.

"Saya mau pergi" kata Pram yang berdiri tak jauh dari kolam berenang.

Reyna merasa heran. Tumben-tumbenan Pram pamit padanya. Biasa langsung nyelonong pergi disertai pandangan dingin.

"Iya" balas Reyna seadanya.

"Saya mau ke pantai. Saya tunggu 5 menit kalau mau ikut"

Pantai! Sudah lama sekali Reyna menginginkan pantai. Dia sudah beberapa kali menyusun rencana untuk pergi ke pantai tapi selalu gagal karna Reyna tidak tega meninggalkan ayahnya sendiri. Dan kini ayahnya sudah tiada. Mungkin sekarang sudah saatnya ia mewujudkan mimpinya membuat rumah pasir.

"Tunggu....tunggu sebentar 10 menit" sambut Reyna bersemangat. Walaupun curiga pada Pram tapi Reyna tidak peduli yang penting ia bisa menginjak pasir pantai.

Mobil melaju cepat untuk mengejar waktu. Mata Pram fokus kedepan. Namun kali ini mata coklat kekuningan itu sedikit berbeda. Pram tampak sedang memikirkan sesuatu. Reyna menyiratkan Pram seperti sedang ketakutan.

"Dia kenapa? Kenapa pandangannya seperti orang ketakutan gitu?" pikir Reyna dalam hati.

"Hmm apa sebaiknya kita pulang saja" kata Reyna basah-basih.

"Sebentar lagi sampai" intonasi bicara Pram terdengar berat.

Seperti yang Pram bilang jaraknya sudah dekat. Pram pun memarkirkan mobilnya tidak jauh dari sisi pantai.

"Aaahhhh pantai akhirnya" teriak Reyna sangat antusias sambil membentang lebar dua tangannya membiarkan angin pantai menyelinap menyapa setiap sudut tubuhnya.

Pram hanya tersenyum simpul melihat tingkah Reyna yang seperti anak kecil.

"Kamu tidak pernah ke pantai?"

"Pernah tapi masih kecil banget"

Pram dan Reyna berdiri berdampingan memandang birunya lautan. Sesekali Reyna curi pandang kepada Pram. Ia merasa hatinya berdebar tak karuan setiap kali menatap wajah suaminya itu.

"Hmm kenapa kamu membawakku kesini? Tumben. Biasanya kamu bisanya marah-marah doank"

"Saya hanya ingin tahu sesuatu" jawab Pram tanpa melihat Reyna. Mata indahnya tetap fokus dengan bentangan air didepannya.

"Tentang?" sahut Reyna.

"Kamu tidak perlu tahu"

Reyna membuang nafas kesal. Iapun sedikit menjauh dari Pram. Apa lagi yang dilakukan dipantai jika bukan main rumah-rumahan pasir. Reyna mulai mengolah pasir menjadi beberapa menara. Sedangkan Pram masih ditempat yang sama. Ia tak bergeming sedikitpun.

Tiba-tiba saja Pram mengeleng-geleng kepalanya. Ia kembali merasakan hal yang sama.

"Ahh" Pram memijit kuat kepalanya. Namun sakit dikepalanya tidak mau pergi. "Aahhh" teriak Pram frustasi. Ia merasa ada sesuatu memutari kepalanya.

Melihat Pram seperti orang kesakitan, Reyna segera mengehentikan aktivitasnya.

"Pak Pram kamu kenapa?" tanya Reyna panik.

"Sakit....aahh"

"Apanya yang sakit?"

"Kepalaku. Kamu gak bisa lihat...aahh" tampak Pram berusaha melawan rasa sakitnya.

"Dasar orang angkuh. Lagi sakit saja, masih sempat-sempatnya marah" kesal Reyna dalam hati.

"Kamu bisa membantuku?" tanya Pram. Kepalanya semakin sakit. Pram sudah tidak bisa menahannya.

"Iya apa? Aku bisa bantu apa?" walaupun sering bertengkar tapi Reyna juga tidak tega melihat Pram kesakitan seperti sekarang ini. Biar bagaimanapun Pram tetaplah suaminya.

Pram menarik wajah Reyna lalu mendaratkan bibir berisinya dibibir mungil Reyna. Mata Reyna melotot. Iapun bermaksud melepaskan diri dari kecupan Pram namun pria itu justru menariknya lebih dalam membuat Reyna tidak dapat berkutik. Tubuhnya seakan dikunci oleh Pram. Belaian lembut Pram dirambut hitamnya serta angin pantai yang bertiup sepoi membuat Reyna terbawa suasana. Dengan ragu Reyna mulai membalas ciuman Pram.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!