20 Tahun telah berlalu, kehidupan Mora dan Putra Putri nya pun berjalan dengan baik. Mereka tidak menemukan kerikil yang menghalau jalannya sama sekali, namun ada satu yang menghalau kebahagian Putra dari Mora yaitu menghilang nya Arrabela Wiraatmaja.
Yaps, Agus dan Putri nya Atma menghilang entah kemana setelah berencana akan pergi ke Jakarta. Pesawat yang di tumpangi nya jatuh dan satupun tidak ada yang tertolong.
Semua keluarga sudah mengikhlaskan nya, kecuali Wiraa. Dia masih bersikeras mencari dimana keberadaan Adik kecil nya sampai saat ini, karena Wiraa tidak percaya bahwa mereka sudah meninggal.
Kehidupan Wiraa hanya seputar pekerjaan dan pekerjaan saja, ia menenggelamkan semua nya di dalam pekerjaan.
Sudah 3 tahun ini dia memimpin perusahaan, menggantikan sang Daddy yang pensiun.
*Tok
Tok*
"Masuk" ucap Wiraa dengan suara berat dan serak nya.
Ceklek.
"Papa Om" teriak anak perempuan kecil yang sangat menggemaskan, dan itu semua mengalihkan perhatian Wiraa dari berkas yang ada di hadapannya.
Wiraa beranjak dari tempat duduk nya, ia langsung saja menggendong anak kecil itu.
"Abang" panggil seorang perempuan yang baru saja masuk bersama Suami nya.
"Hei, kapan kalian datang? Kenapa tidak memberitahu aku" tanya Wiraa dengan wajah datar nya.
"Suples Papa" celetuk anak kecil di gendongan Wiraa.
Wiraa terkekeh dan mengecup pipi gembul anak tersebut, ia lalu duduk di sofa.
"Miraa, Jonas, tumben kalian pulang ke tanah air?" tanya Wiraa pada sang Adik.
"Mas Jonas ada pekerjaan disini selama 1 bulan , jadi aku dan Erika memutuskan untuk ikut" jawab Miraa
Miraa menatap Jonas dengan menganggukan kepala nya, mereka memang ada hal penting yang akan mereka bicarakan pada Wiraa.
"Apakah kamu kenal dengan wanita ini, Bang?" tanya Jonas dengan memberikan sebuah poto pada Wiraa.
Wiraa mengambil nya, ia lalu melihat dengan teliti siapa wanita itu. Hingga pada akhir nya mata nya terbelak dan jantung nya berdegub kencang.
"A atma, ya ini Adik Atma ku" ucap Wiraa dengan sangat yakin.
"Kenapa Abang terlihat yakin? Padahal belum tentu dia itu Adik Atma kita" celetuk Miraa.
Wiraa menatap Adik nya dengan tersenyum, ia bahkan mengelus poto tersebut.
"Karena dia memakai selalu anting pemberianku, anting tersebut hanya ada 1 di Dunia karena aku meminta Aunty Fira membuat nya khusus" ucap Wiraa dengan tersenyum bahagia.
"Aku hanya mendapatkan laporan itu dari anak buah ku, Bang. Makannya aku kesini karena aku akan menyuruh mu untuk memastikannya dan biarkan perusahaan akan aku ambil alih" timpal Jonas sambil mengusap lengan sang Kakak Ipar.
"Dimana dia, Jonas?" tanya Wiraa dengan cepat.
Jonas menghela nafas, ia menatap Abang Ipar nya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Di Club terbesar di Negara ku, saat itu dia akan di jual oleh salah satu temannya dan untung saja saat itu aku ada disana dan aku membeli nya dengan mahal. Aku menyuruh salah satu anak buah ku membawa nya ke Rumah yang ada disana , namun sayang nya wanita itu malah kabur" jawab Jonas dengan menjeda ucapannya.
Lalu ia menatap sang Abang dengan yang sedang mengepalkan tangannya kuat.
"Dan terakhir yang mereka ketahui, wanita itu kabur bersama Ayah nya kesini dan lebih tepatnya mereka ke Kota Papua" lanjut Jonas kembali.
Wiraa langsung saja bangun dan memanggil Asistennya, ia memerintahkan anak buah nya untuk mencari wanita tersebut dengan memberikan poto dari Jonas dan memberikan poto Agus juga.
Ia akan menyuruh anak buah nya langsung mencari ke setiap penjuru yang ada di Kota Papua. Dan dia sendiri akan kesana besok pagi.
"Semoga saja itu Atma kita, Bang. Pergilah cari kebahagian mu yang selama ini hilang" ucap Miraa dengan penuh haru.
"Aku titip Mommy dan Daddy ya, aku juga titip perusahaan padamu Jonas" balas Wiraa dengan tersenyum.
Jonas dan Miraa sontak langsung saja menganggukan kepala mereka. Setelah nya, mereka tersenyum saat melihat senyum tulus Wiraa.
"Aku sangat bahagia melihat senyuman itu, Bang. Berbahagialah selalu" batin Moraa dengan tulus.
*
Dalam perjalanan menuju mansion utama, Wiraa terus saja menyunggikan senyuman nya. Dia tidak berhenti tersenyum karena penantiannya selama beberapa tahun ini akan berakhir.
"Semoga saja kali ini benar-benar kamu Adik kecil, tunggu aku" batin Wiraa dengan tersenyum.
Dan tanpa sadar mereka sudah sampai di mansion, Wiraa membawa Erika ke dalam gendonganny dan kedua orangtua nya mengikuti langkah Wiraa.
"Momm, Dadd" teriak Wiraa dengan tak sabaran.
"Opa, Oma salamikum" ucap Erika dengan semangat.
Wiraa terkekeh dan mengecupi pipi Erika dengan gemas nya.
Miraa dan Jonas pun ikut terkekeh melihat Putri nya.
Dan mereka langsung saja ke ruang keluarga karena Mommy dan Daddy nya pasti berada disana.
Dan benar saja saat mereka sampai, terlihat kedua nya sedang bersantai.
"Mom, Dad" panggil Wiraa kembali.
Mora dan Wildan langsung mengalihkan pandangannya, ia menatap Wiraa dengan tersenyum.
"Wah ada Cucu Oma, kapan kalian datang?" tanya Mora pada Putri dan menantu nya.
"Tadi Mom, kami langsung ke perusahaan Abang terlebih dulu" jawab Miraa dengan lembut.
Miraa memeluk Mommy dan Daddy nya bergantian, begitupun dengan Jonas.
Setelah nya, mereka duduk bersama dengan kedua orangtua nya.
"Apa ada hal yang penting?" tanya Daddy pada Jonas.
Jonas hanya mengangguk saja sambil menatap Wiraa dengan tersenyum.
"Hal penting apa sampai-sampai kalian datang kemari?" tanya Mommy nya dengan tatapan bingung.
Wiraa lalu menceritakan semuanya dengan rinci, ia juga menceritakan rencana nya akan pergi ke Papua. Terlihat pancaran bahagia di wajah Wiraa, yang mana itu membuat Mommy dan Daddy nya ikut bahagia.
"Kejarlah Nak, itu kebahagian mu" ucap Mommy Mora lembut.
"Iya Mom, Do'akan aku ya" balas Wiraa dengan tersenyum.
"Kami akan selalu mendo'akan kalian, Nak. Pergilah istirahat agar besok pagi kamu bugar" ucap Daddy Wildan.
Miraa lalu mengambil Erika yang sudah terlelap, ia juga beranjak ke kamar nya untuk menidurkan Erika.
Wiraa sendiri melangkah menuju ke kamar nya, ia akan mandi lalu setelah nya akan langsung istirahat.
Mora dan Wildan tersenyum bahagia melihat Putra nya yang bersemangat, bahkan ia juga tersenyum. Wiraa selalu saja berlaku dingin dimanapun ia berada, dan hal itu yang membuat Mora menjadi sedih.
"Wiraa kita sudah kembali, Dadd" ucap Mora tersenyum haru.
"Iya Mom, semoga saja dia benar-benar Atma" balas Wildan.
Jonas tersenyum melihat kedua mertua nya yang sedang bahagia.
Ia memilih berpamitan pada kedua nya dan masuk ke dalam kamar yang dimana Istri dan Putri nya berada.
.
.
.
Ke esokan pagi nya, terlihat Wiraa yang sudah tampan dengan mengenakan pakaian biasa saja. Dia akan langsung ke Bandara bersama dengan Asistennya.
"Akbar, jaga selalu Wiraa dan jangan biarkan hal apapun terjadi pada kalian" ucap Daddy Wildan.
"Siap Tuan" balas Akbar dengan patuh.
Terlihat Wiraa yang menuruni anak tangga tersebut, ia menyeret koper nya dengan wajah yang berseri.
Setelah tiba di bawah, Akbar mengambil alih koper sang Tuan dan Wiraa sendiri memeluk tubuh Mommy dan Daddy nya.
"Do'akan aku ya, Dad, Mom" ucap Wiraa lembut.
Mora menganggukan kepala dengan tersenyum lembut, ia lalu mengusap kepala Wiraa dengan sayang.
"Kami menunggu kabar bahagia itu, Nak" ucap Mommy dengan tersenyum.
Wiraa mengangguk pasti, ia lalu berpamitan pada kedua nya dan setelah itu pergi bersama dengan Akbar.
Mora dan Wildan mengantar kepergian Putra nya dengan penuh senyuman yang tulus. Memang sejak kecil, Wiraa kerap sekali menginap jauh dari mereka dan tentu nya ia menemani sang Adik, Atma.
Mora melambaikan tangannya saat melihat mobil yang di tumpangi oleh Putra nya melaju keluar dari halaman mansion.
"Ayo Mom kita masuk" ajak Wildan pada Mora.
Mora memeluk pinggang Wildan, ia merasa sangat bahagia denhan kehidupannya yang sekarang.
"Oma, Opa" sapa Erika dengan riang.
Mora tersenyum, ia lalu menggendong cucu nya dan membawanya ke ruang makan.
Mereka akan sarapan terlebih dulu sebelum beraktifitas.
"Oma, Om Papa apa sudah pelgi?" tanya Erika dengan mengerjap lucu.
"Sudah sayang" jawab Mora lembut.
Erika hanya menganggukan kepala nya saja, lalu ia meminta duduk di kursi yang memang khusus untuk nya. Setelah nya, mereka langsung saja memulai sarapan pagi dengan diam.
**
Sedangkan di dalam perjalanan, Wiraa makan sandwich buatan sang Mommy. Dia juga memberikan nya satu kotak untuk Akbar sarapan.
Wiraa dan Akbar terus saja fokus pada ponsel nya karena anak buah mereka yang akan melapor keadaan disana.
"Tuan, mereka sudah menemukan titik terang nya, jadi kita nanti akan langsung ke Hotel untuk istirahat lebih dulu" ucap Akbar dengan tersenyum tipis.
"Baiklah, kita akan seharian mencari nya karena perasaan ku tak enak, aku takut terjadi sesuatu pada Atma" balas Wiraa dengan wajah datar nya namun menyiratkan kesedihan.
Akbar hanya mampu menganggukan kepala nya, ia juga tak tega melihat wajah sendu dari Tuan nya setiap saat menatap poto Atma kecil.
Hingga fokus mereka teralihkan saat mobil berhenti tepat di halaman Bandara. Akbar dan Wiraa langsung saja keluar dari dalam mobil, Wiraa dengan langkah lebar nya langsung menuju ke tempat pesawat pribadi nya.
Wiraa tidak ingin membuang waktu nya lagi karena perasaan nya semakin tak karuan, bahkan jantung nya berdetak dengan cepat. Seperti akan terjadi sesuatu tetapi ia juga tak tahu apa yang akan terjadi.
"Ya Allah, aku mohon jagalah Atma dan Paman Agus" batin Wiraa dengan meringis.
Hingga pada akhir nya, pesawat tersebut pun lepas landas saat Wiraa dan rombongannya sudah menduduki kursi yang sudah tersedia.
"Tuan, anda kenapa?" tanya Akbar
"Tidak apa, aku hanya tak enak perasaan saja" jawab Wiraa gelisah.
Akbar paham, ia lalu menanyakan kabar pada anak buah nya, ia semakin tak karuan saat melihat wajah Wiraa yang gelisah.
Sampai 5 jam perjalanan mereka di udara akhir nya sampai juga di Jayapura.
Wiraa langsung menyuruh anak buah nya untuk menjemput mereka.
Drtt
Drtt
Ponsel Wiraa bergetar tanda ada yang menelpon, ia melihat siapa yang memanggil nya dan ternyata adalah Mommy nya.
"Halo, Nak. Apa kamu sudah sampai?" tanya Mora di seberang sana.
"Baru saja tiba Mom, Wiraa akan langsung menuju ke lokasi karena perasaan Wiraa saat ini tak enak dan tak menentu" jawab Wiraa dengan lirih.
"Baiklah Nak, semoga tak terjadi apapun disana ya" balas Mora dengan lembut.
Setelah nya, panggilan pun terputus dan Wiraa masuk ke dalam mobil yang sudah ada Akabar disana.
"Tuan" panggil Akbar serius.
Wiraa menatap Akbar, ia tau bahwa ada hal yang serius yang sedang terjadi.
"Ada apa Akabr?" tanya Wiraa datar.
"Laporan dari anak buah mengatakan bahwa memang benar itu Nona Atma dan Tuan Agus. Tetapi saat ini mereka sedang mengejar sekelompok orang yang membawa kedua nya secara paksa" jelas Akbar dengan menatap kilatan marah dari dalam mata sang Tuan muda.
"Langsung saja ikuti kemana Atma pergi, aku tak ingin istirahat dulu, Akbar" perintah Wiraa dengan sengit.
"Baik Tuan muda" balas Akbar patuh.
Akbar lalu mengambil alih kemudi, dan kebetulan sekali lokasi mereka tidak terlalu jauh dengan lokasi dimana Atma sedang di bawa.
Sepanjang jalan, Wiraa terus saja menelpon anak buah nya agar tidak kehilangan jejak Atma.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian" gumam Wiraa dengan sendu.
***
Sedangkan di Club terbesar, anak buah Wiraa berhenti dan langsung masuk ke dalam.
Akan tetapi mereka di halau oleh penjaga dan terpaksa saja mereka melawan karena nyawa Nona muda nya dalam bahaya.
Dan di dalam ruangan VIP, terlihat seorang gadis cantik sedang terisak di pelukan sang Ayah.
Dia meronta saat akan di pisahkan dengan Ayah nya, sedangkan Ayah nya sendiri tak bisa apa-apa karena lumpuh.
"Saya mohon, jangan menjual Putri saya" teriak pria paruh baya tersebut.
"Hutang kalian sudah sangat banyak, jadi aku akan menikmati tubuh Putri mu dan kemudian menjualnya pada pria lain" ucap seorang pria muda yang tampan.
"Lebih baik aku mati daripada harus melayani mu, Zabra" teriak wanita cantik itu dengan terisak.
Plak.
Pria bernama Zabra itu sontak langsung saja menampar pipi mulus wanita tersebut.
"Kau tak tau berterimakasih hah, kalian sudah di tolong olehku" bentak nya dengan marah.
"Kau berbohong, bukan kau yang menolongku dari kejaran rentenir itu. Kau hanya memanfaatkan kekuasaan disini agar bisa menjerat kami" balas wanita itu dengan membentak.
"Diam kau Atma" teriak Zabra yang sudah murka.
Lalu ia menatap anak buah nya untuk membawa paksa Atma masuk ke dalam kamar.
"Atma, jangan bawa Putri ku aku mohon" ucap Agus dengan menangis.
Bruk.
Salah satu anak buah Zabra menggulingkan kursi roda milik Agus sampai Agus sendiri tertimpa oleh nya.
"Ayah" teriak Atma dengan histeris.
"Lepaskan aku" berontak Atma dengan terus saja memanggil Ayah nya.
Namun sayang, anak buah Zabra sangat kuat dan berhasil membawa Atma masuk ke dalam kamar yang sudah ada Zabra.
Klik.
Pintu terkunci dari luar, Atma langsung saja bergetar ketakutan saat melihat Zabra yang mendekat.
"Ayo sayang, kita akan bermain sepuasnya disini" ucap Zabra dengan tersenyum mesum.
Atma menggelengkan kepala nya, ia menjauh dari jangkauan Zabra dan terjadilah saling mengejar.
Atma terus saja mengelak tetapi sayang, saat akan berlari kaki nya tersandung oleh pakaian Zabra yang ada di lantai.
"Hahaha kau tak bisa lari dari ku, cantik" ucap Zabra dengan tertawa puas.
Zabra lalu menyeret Atma ke atas ranjang, ia sudah tidak sabar untuk mencicipi tubuh indah itu.
"Lepaskan aku breng*ek" teriak Atma dengan air mata yang sudah menetes.
Zabra diam saja, ia mengikat tangan dan kaki Atma agar tidak bisa kemana-mana.
Hingga Atma menangis dengan ketakutan pun Zabra tak memikirkannya.
Zabra membuka kemeja atas Atma dan ia langsung meneguk ludah kasar saat melihat dada Atma yang putih.
"Ya Allah, aku lebih baik mati daripada harus melayani pria bejad ini" batin Atma dengan menangis pilu.
Zabra sudah bermain di area atas Atma, dan Atma sendiri hanya bisa menggerekan tubuh nya tanda menolak. Tetapi hal tersebut malah membuat Zabra kesenangan.
"Abang Wir" panggil Atma dengan lelehan air mata yang sudah menetes.
Atma pasrah, ia sudah tak ada tenaga lagi untuk melawan apalagi dengan posisi tangan dan kaki nya terikat.
Dia semakin menangis terisak saat Zabra mencoba membuka rok yang sedang ia pakai.
Brak.
"Bajingan kau" teriak seseorang yang berhasil masuk paksa ke dalam kamar.
.
.
.
Bugh.
Bugh.
Pria tersebut memukuli Zabra dengan membaabi buta, ia sangat emosi saat melihat kelakuan bejad pria tersebut pada Atma.
"Si*lan, siapa kau" teriak Zabra dengan penuh emosi.
"Lihat aku" ucap Pria tersebut dengan suara dingin nan serak nya. Dia juga sudah berhenti memukuli Zabra dan membiarkan Zabra tergeletak di lantai.
Zabra sontak saja mengangkat wajah nya dan menatap siapa yang memukul nya, ia seperti tak asing dengan suara nya.
Deg.
Deg.
"Tu tuan muda, Wiraa" ucap Zabra dengan suara bergetar ketakutan.
"Ya ini aku dan kau sudah berani nya mengusik wanita ku" balas Wiraa dengan tatapan yang sangat dingin nan tajam.
Glek.
Zabra menelan ludah kasar, ia tak yakin akan selamat dari amukan Tuan muda Sy.
Akbar mendekati Wiraa, ia membisikan sesuatu dan mengambil alih urusan untuk Zabra.
"Bawa dia pada Kakek Jana" ucap Wiraa.
Akbar menganggukan kepala, ia menyuruh anak buah nya membawa Zabra dan menutup pintu kamar tersebut.
Sedangkan Atma, ia memeluk tubuh nya yang sudah di tutupi oleh selimut. Dia menangis terisak dengan sesekali memukuli tubuh nya.
"Atma, maafkan Abang datang terlambat" ucap Wiraa dengan meraih tubuh Atma yang bergetar.
Hiks Hiks.
Tangis pilu Atma pun pecah, ia menangis dengan memeluk tubuh Wiraa erat. Begitupun dengan Wiraa, ia juga membalas pelukan Atma tak kalah erat nya.
"A aku kotor Bang, Hiks. A aku aku sakit Bang" ucap Atma lirih.
"Tenanglah, kau sudah aman bersama Abang" balas Wiraa mengecup pucuk kepala Atma lembut.
Atma terus saja terisak di pelukan Wiraa, dia merasa jijik pada tubuh nya karena sudah di sentuh oleh Pria lain.
"Bang, Ayah Ayah dimana?" tanya Atma melepaskan pelukannya pada Wiraa.
Wiraa menangkup kedua pipi Atma, ia mengecup kedua mata Atma bergantian.
"Kamu sekarang tenang dulu dan pergilah bersiap" jawab Wiraa sambil mengambil papperbag di dekat kaki nya.
Atma menerima paperbag tersebut dan langsung menuju ke kamar mandi. Disana Wiraa mengepalkan tangannya kuat saat melihat mata cantik Atma menyiratkan ketakutan yang dalam.
"Kau akan meraskan akibat nya, Zabra" geram Wiraa dengan menggertakan gigi nya.
Tak lama kemudian, Atma keluar dengan pakaian rapih namun mata yang sembab. Wiraa langsung saja memeluk nya dan membawa keluar dari kamar tersebut.
"Abang, bagaimana?-" ucapan Atma terhenti saat Wiraa meletakan jari nya di bibir wanita tersebut.
"Nanti saja kita cerita nya, sekarang kita langsung saja pulang dan bertemu dengan Ayah" ucap Wiraa lembut.
Atma mengangguk, ia patuh pada ucapan pria tampan yang sedang mendekap nya saat ini.
Wiraa menyuruh Atma untuk masuk lebih dulu ke dalam mobil, sedangkan ia menghampiri anak buah nya untuk memberi perintah.
Setelah nya, Wiraa kembali dan masuk ke dalam mobil.
Sepanjang jalan, di dalam mobil tersebut hanya keheningan yang ada. Wiraa fokus pada jalanan dan Atma sendiri fokus pada luar jendela.
"Atma" panggil Wiraa lembut.
Atma mengalihkan pandangannya, ia menatap wajah tampan Wiraa. Pria yang selama ini dia cintai dan juga perjuangkan walau semuanya tak mudah.
"Mommy dan Miraa rindu pada mu" ucap Wiraa sambil menggenggam tangan Atma lembut.
"Aku juga merindukan kalian, andai waktu itu aku dan Ayah bisa berbuat sesuatu mungkin kita tak akan terpisah selama beberapa tahun ini" balas Atma dengan sendu.
Wiraa mengusap lembut kepala Atma, ia membawa nya ke dalam pelukan hangat.
Atma memejamkan mata dan menikmati pelukan hangat tersebut.
"Terimakasih Ya Allah, di saat aku dan Ayah tersedak dengan masalah ini, kau hadirkan Pria yang selalu ada dalam do'a dan sujud ku. Aku akan memohon lagi padamu, tetaplah buat bersama ku hingga nanti kita menua" batin Atma dengan meneteskan air mata.
Hingga mereka sampai di Bandara, di sana sudah ada beberapa anak buah Wiraa yang menunggu.
"Ayo, Atma" ucap Wiraa lembut.
Atma hanya menurut, ia mengangguk dan keluar dari dalam mobil. Atma bingung namun ia juga memilih diam tanpa banyak tanya pada Wiraa.
Wiraa membawa Atma masuk ke dalam jet pribadi nya, mereka akan langsung kembali terbang ke Jakarta.
Setelah jet nya di angkasa, Wiraa membawa Atma ke dalam kamar yang disana sudah ada Ayah Agus.
"Ayah" lirih Atma dengan berkaca-kaca.
Wiraa membiarkan Atma menghampiri Ayah nya, ia hanya melihat nya dari belakang saja.
"Ayah, ini Atma" ucap Atma kembali dengan lirih.
Perlahan kedua kelopak mata Agus pun terbuka, ia tersenyum saat melihat Putri nya yang sudah ada disana bersama nya kembali.
Grep.
Atma memeluk Ayah nya dengan erat, ia menangis di pelukan sang Ayah dengan terisak pilu.
"Kita selamat Ayah, kita sudah aman" ucap Atma di sela tangis nya.
"Iya sayang, kita sudah aman sekarang" balas Agus dengan mengecup pucuk kepala Putri semata wayang nya.
Atma lalu melepeaskan pelukannya, ia menyeka air mata nya dan menatap sang Ayah.
"Ayah, apa Ayah tak apa?" tanya Atma seketika cemas.
"Tidak sayang, Ayah hanya perlu istirahat saja" jawab Agus dengan lembut.
Atma menatap Wiraa, ia mencoba mencari jawaban lain dari Pria tersebut.
"Apa yang di katakan Paman Agus benar, At. Dia hanya terluka di bagian lengan dan kaki saja, selebih nya tidak apa dan perlu istirahat saja" ucap Wiraa tersenyum.
Atma menghembuskan nafas lega, ia lalu merebahkan kepala nya di samping sang Ayah. Atma menikmati elusan di kepala nya dari sang Ayah.
"Terimakasih, Nak Wiraa" ucap Agus sambil menatap Wiraa tulus nan lembut.
"Kalian juga keluarga ku, apalagi ada Atma yang selalu aku jaga. Aku seharusnya meminta maaf karena selama ini kami tidak dapat menemukan kalian dengan cepat" balas Wiraa menghampiri Agus.
Wiraa memindahkan tubuh Atma yang sudah terlelap ke samping Ayah nya, Agus. Dia lalu mengusap lembut pipi Atma.
"Istirahatlah, aku ada di luar kamar" ucap Wiraa pada Agus.
Agus kembali hanya mampu menganggukan kepala nya , ia lalu memandang punggung kekar Wiraa.
"Winda, lihatlah betapa dia menyayangi Putri kita. Aku akan bahagia jika pergi menyusul mu karena Putri kita sudah berada di tangan yang tepat" gumam Agus dengan tersenyum bahagia.
Agus lalu memeluk tubuh Putri nya, ia juga ikut memejamkan mata nya.
Mereka terlelap dengan tenang dan nyenyak, hingga mereka melupakan masalah yang selalu menghantui nya.
Bahkan Agus tersenyum dalam tidur nya, seakan ia sudah melepaskan beban berat nya.
Sedangkan Wiraa, ia mendudukan diri nya di kursi dengan membawa minuman dingin.
Dia menatap keluar jendela pesawat dengan tatapan kemarahan dan tajam.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!