Gawai terus saja berdering, dan sudah pasti siapa lagi kalau bukan mas Alim yang menelpon, aah mantan suamiku itu, apakah tidak bosan terus saja menggangguku dengan segala keegoisan nya selama ini, batinku kesal dan hanya ku biarkan gawai itu tergeletak di atas nakas. Apa peduliku denganmu mas! sudah cukup kamu menyakitiku selama ini, dan aku tidak akan diam saja seperti dulu, akan aku buktikan kalau aku mampu berdiri dan sukses tanpa sosok mu.
Entah sudah panggilan yang ke berapa kalinya, gawai terus saja berbunyi, tak mau ambil pusing, lebih baik aku menyiapkan sarapan untuk gadisku, putri semata wayang ku, buah cintaku dengan mas Alim.
Seandainya saja kau tidak berulah dengan selingkuh dengan perempuan bermulut pedas itu, mungkin rumah tangga kita masih baik baik saja, dan Alma tak kehilangan kasih sayangmu, tapi aah sudahlah karena waktu tak mungkin bisa diputar ulang, aku harus bisa menata hati dan hidupku untuk yang lebih baik demi gadis kecilku.
"Bunda masak apa?"
tanya gadisku, membuyarkan lamunan tentang nya.
"Lagi bikin nasi goreng sosis kesukaan mbak Alma."
yaa aku selalu memanggilnya dengan sebutan mbak, karena gadisku sangat suka dengan sebutan itu.
"Wah, pasti enak nih masakan bunda, Alma jadi lapar."
"Iya sayang sana ambil piring sama sendok yaa, ini nasi gorengnya sudah hampir matang."
"oke bunda sayang."
begitulah gadisku yang selalu ceria meski ada luka dihatinya atas perlakuan ayahnya.
Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Alma pamit untuk ke sekolah, karena sekolahnya dekat dari rumah, Alma selalu naik sepeda dengan teman temannya.
"hati hati yaa nak, sekolahnya yang pinter."
" iya bunda, dada bunda.... Asalamualaikum."
pamitnya ceria.
Selepas Alma berangkat, aku pun siap siap untuk pergi ke kantor, namun saat baru masuk kamar ada suara pintu digedor gedor dari luar.
"siapa pagi pagi sudah bertamu dan seperti menggedor apa, bertamu kok tidak sopan sama sekali." gerutu ku kesal.
"Kenapa kamu ke rumahku pagi pagi begini?
dan caramu bertamu sangat tidak sopan, harusnya mengetuk pintu tidak perlu gedor gedor karena telingaku masih normal." sungutku kesal dengan sosok wanita yang ada di hadapanku.
" Aku kesini karena ada yang ingin aku bicarakan denganmu mbak, ini masalah suamiku.
aku peringatkan kamu yaa mbk, kamu bukan lagi siapa siapa nya mas Alim, sekarang yang istrinya itu aku, aku perempuan yang sudah dipilihnya, harusnya kamu itu sadar diri mbak, kalau kamu sudah terbuang dari hati mas Alim, jadi jangan lagi menganggu suamiku." tiba tiba perempuan itu marah marah tanpa aku tau maksudnya dia apa, memintaku menjauhi suaminya, sedangkan suaminya adalah hasil dari merusak rumah tanggaku, dasar wanita aneh, sakit kali jiwanya, huh dasar pelakor teriak pelakor, UPZ. batinku kesal.
"Sudah kamu ngomongnya?
harusnya kamu bisa menjaga suamimu agar tak menggangguku lagi, bahkan aku sudah memberikannya padamu dengan suka rela loh, karena laki laki penghianat, hanya pantas untuk perempuan mur**h sepertimu, bukankah untuk mendapatkannya, kamu melakukan segala cara, bahkan cara licik pun kamu gunakan?
apa kamu tidak malu teriak dan marah marah pada orang yang jelas jelas kamu rebut suaminya."
Ana piana mantan perempuan malam, janda yang ditinggal suaminya karena selalu tidak puas dengan satu laki laki, perempuan penghancur rumah tanggaku, yaa saat ini yang berdiri dihadapan ku adalah istri siri mantan suamiku, lucu bukan?.
"Jaga ucapanmu mbak, aku tak seburuk itu, mas Alim memilihku karena aku lebih cantik, tidak sepertimu yang selalu kucel dan kusam." masih dengan sikap angkuhnya Ana masih menghinaku dengan seenaknya tanpa bisa berkaca dengan sikapnya sendiri, menyebalkan.
Tak tau malu sekali perempuan ini, sudah jelas jelas merebut laki laki beristri itu salah, tapi justru sangat bangga, tapi sudahlah tak perlu lagi berdebat dengannya, karena hanya buang buang tenaga saja, aku harus segera berangkat kerja sebelum pak Dimas murka karena aku datang terlambat lagi.
"Silahkan pergi dari rumah saya, karena saya masih ada urusan yang lebih penting dari urusan kamu."
aku tak ingin menanggapi perempuan ini, karena tidak akan ada gunanya, yang ada aku akan kena masalah baru.
"mbak mengusirku?" tanyanya melotot tak terima.
"Iya, aku memintamu pergi karena waktuku lebih berharga ketimbang mengurusi wanita sepertimu." jawabku emosi, kutarik tangannya untuk keluar dan menutup pintu lalu menguncinya dari dalam, tak ku pedulikan segala umpat sumpah serapahnya, bodoh amat, meladeni perempuan sepertinya hanya akan membuatku gila, lebih baik mengabaikannya, toh kalau tak dianggap pasti dia akan capek sendiri.
#masih belajar nulis,mohon maaf kalau ada kalimat dn tulisan yg banyak salahnya.
Pukul delapan kurang lima menit tepat, aku sudah sampai kantor, kutarik nafas lega sambil ku pejamkan mata untuk menetralkan degub jantungku yang tak beraturan, aku nggak mau lagi dapat surat peringatan karena kesalahan yang sama yang terus terulang, di samping itu aku juga sangat membutuhkan pekerjaan ini, untuk memenuhi semua kebutuhanku juga putriku.
Aku berjalan menuju ruangan ku, ternyata di sana sudah ada Farida yang lagi asik menikmati sarapannya.
"Tumben, Da! kamu udah sampai aja jam segini?" aku basa basi menggoda Farida yang memang tumben sekali dia datang lebih awal.
"Apaan sih han, biasanya juga aku jam segini udah sampai kantor, yang tumben itu kamu, tumben gak telat lagi.?
sambil mencebik ke arahku, Farida memutar balikkan ucapanku, aah dia selalu pintar mematahkan ucapan orang lain.
"Iya, yaa, Da! aku yang tumben."
sambil kucubit pipinya yang tembem.
" aawww apaan sih han.?" aku tertawa, ku jawab dengan kekehan karena lucu juga ekspresi Farida kalau manyun begitu.
"Han, benar ya besok yang temani pak bos ke malang kamu, trus gimana dengan anakmu, sama siapa dirumah?" sambung Farida yang masih dengan mulut penuh menghabiskan sarapannya.
"Kan sore sudah balik lagi, lagian di malang juga tidak menginap."
"Owh begitu?.
sambil manggut manggut Farida seolah ingin mengejekku, dasar kalau bukan teman sudah ku jitak itu bocah.
"Hana..."
tiba tiba ada suara bariton yang tak asing lagi memanggil namaku, saat aku sedang diparkiran untuk mengambil montor menuju pulang.
Aah mau apa lagi laki laki ini menemui ku, tidak cukup mengerti kah dia, kalau aku sudah tidak ingin lagi terlibat apapun tentangnya.
Dengan malas aku menoleh ke arahnya.
"Iya ada apa lagi mas?
sepertinya kamu senang sekali menggangguku.
Istrimu tadi menemui aku, dia marah marah karena berpikir aku yang mengganggumu, tolong jangan lagi temui aku, jika itu bukan karena hal yang mendesak, kita sudah bukan siapa siapa lagi."
Mas Alim berjalan ke arahku, wajahnya nampak lesu, entah apa yang terjadi padanya, aku juga tak ingin tau lagi.
"Hana, kenapa telpon ku tak pernah kamu angkat, apakah kamu tak lagi rindu sedikitpun sama mas?."
Aah apa?
mataku membulat dengan pertanyaan konyolnya, bukannya memikirkan apa yang sudah aku sampaikan, eeh ini justru membahas soal rindu, dasar suami istri sama sama aneh dan menyebalkan.
"Apa mas, rindu?
Apa kamu sudah tidak lagi bisa berpikir jernih?
Kita sudah bukan siapa siapa lagi, tak pantas bicara rindu disini, mungkin perbuatan zina sudah biasa untukmu, tapi tidak bagiku.
Jangan pernah samakan aku dengan kelakuanmu itu, Mas! aku masih punya harga diri dan masih bisa menjaga marwah ku sebagai perempuan." benar benar menguras emosi pasangan ini, tidak Ana, mas Alim pun juga sudah sangat meresahkan hidupku.
"Jangan munafik kamu Han, aku tau kamu merasakan rindu akan sentuhan ku bukan?
Karena tak mungkin kamu mampu menahannya, kita sudah bersama selama delapan tahun, jadi aku tau gimana kamu." dengan pede nya mas Alim berucap hal yang di luar batas, rasanya tangan ini ingin sekali menonjok mulutnya yang tak punya adab itu.
"Jangan gi*a kamu mas, kalau kamu menemui ku hanya ingin bicara omong kosong seperti ini, lebih baik aku pergi,karena aku tak ingin membuang waktu untuk laki laki tak beradab sepertimu."
Aku segera berlalu dengan langkah cepat untuk mengambil montor, ingin segera pergi dari hadapan mas Alim, kalau aku tanggapi omongannya, maka hanya akan membuat emosiku meluap, apa lagi ini masih area kantor, aku gak mau mempermalukan diriku sendiri hanya karena lelaki sepertinya.
"Kamu boleh menghindari ku Han, tapi aku akan terus membuatmu tak bisa melupakanku, aku tak pernah biarkan kamu dengan laki laki manapun, aku pastikan kamu tidak akan pernah bahagia dengan siapapun, karena hanya aku laki laki satu satunya yang harus memilikimu.
Aku pernah bodoh, karena nafsuku .
Tapi kali ini, aku akan terus memperjuangkan agar kamu bisa menjadi milikku lagi, apapun caranya akan aku lakukan, sekalipun harus menceraikan Piana.
Aaah wanita itu, kenapa aku harus terjebak dengan rayuannya."
Alim terus bicara sendiri, tangan kirinya mengacak rambutnya frustasi.
##maaf kalau tulisannya masih acak acakan ya kak,karena masih belajar.
Setelah kepergian Rihana, Alim pun beranjak pergi, tapi tidak untuk pulang.
'Lebih baik aku kerumah mbak kayah saja, dari pada pulang dan ujungnya mendengar Omelan piana, karena hari ini pekerjaanku sepi dan uang yang ku bawa tak seberapa.' Alim mengacak rambutnya yang tidak gatal, frustasi dengan keadaan yang seolah tidak berpihak padanya, sejak menikah dengan piana, hidup Alim jadi berantakan dan usahanya pun sedang ada masalah.
"Assalamualaikum..,."
"Waalaikumsallam Lim.
kok tumben mampir jam segini, biasanya masih kerja." balas kakakku.
"Iya mbk, sudah tiga hari ini gudang sepi tidak ada pemasukan, pusing aku."
"Yaa, kan gaji kamu dari kantor sudah lebih dari cukup, sejak kamu nikah sama Piana, mbk lihat hidupmu makin rumit aja Lim." mbak kayah dengan terang terangan mengungkapkan ketidaksukaannya pada piana.
"Iya mbk, aku menyesal dulu sudah mengabaikan Hana dan tak perduli dengannya sama sekali, padahal saat dengan Hana, aku hanya kasih sejuta sebulan, itu sudah tercukupi semua kebutuhan keluarga, listrik, sekolah Alma dan uang jajannya.
Hana tak pernah mengeluh dan meminta tambahan lagi, entah gimana caranya Hana bisa mengatur uang satu juta untuk satu bulan."
kuhembuskan nafas kasar dengan pandangan lurus ke depan, merasakan dada yang mulai sesak oleh penyesalan, bayangan Rihanna terus menari nari di otakku.
"Kamu dari dulu selalu tak pernah mendengarkan nasehat kami, sudah dapat istri nurut dan tak pernah neko-neko, tapi kamu justru memilih perempuan gak bener itu.
Sudah mbk ingatkan bukan, kalau Piana bukan wanita baik baik, kalau dia perempuan baik mana mungkin mau tidur sama kamu yang jelas jelas sudah punya anak dan istri.
Sekarang baru menyesal kan kamu?"
"Entahlah mbak, aku pusing dengan keadaan ini.
Tapi aku akan berusaha untuk mendekati Hana lagi, aku yakin dia masih mencintaiku."
"Jangan egois kamu Lim, kasihan Rihana, sudah kamu khianati, sudah kamu telantarkan Alma, sekarang kamu ingin mengganggu kehidupannya lagi, harusnya kamu sadar dan mulai merubah cara berpikir mu itu."
"Alma itu anak kandungmu, darah daging kamu, sampai nanti dia itu adalah tanggung jawabmu, kamu yang harus memenuhi semua kebutuhannya, bukan malah menghabiskan semua uangmu untuk anak Piana yang gak jelas itu, geram mbk sama kamu tuh." mbak kayah terus mengomel panjang kali lebar, menambah kepala ini semakin pusing.
"Sudah lah mbak, aku kesini ingin menenangkan pikiran, bukan mendengar ceramah mbak, aku tak memberi nafkah untuk Alma itu karena aku punya alasan sendiri."
"Alasan yang seperti apa yang kamu maksud?
jangan gi*a kamu, kasihan Alma, dia jadi korban keegoisan kamu."
"Kalau aku tak memberikan nafkah untuk Alma , karena aku ingin Hana menyerah dn mencariku, karena aku tau dia tak akan mampu berjuang sendirian untuk membesarkan Alma , dia masih membutuhkanku mbak , dan aku menunggu saat itu, saat dia mengemis dn memohon bantuan ku."
"Mbak yakin kamu akan lebih menyesal dari ini Lim, mbk tau Rihana wanita yang kuat dan pekerja keras, dia pasti akan berusaha sekeras mungkin untuk Alma, dan kamu akan hancur dengan keegoisan mu itu.
sambil menatap tajam ke arah adiknya yang keras kepala.
Dreet dreeet dreet....
Ada benda yang bergetar dari saku celana Alim.
Tertera nama istriku dilayar hp.
Aah Piana, pasti dia akan ngomel ngomel karena dari tadi aku mengabaikan telponnya.
"Rasanya ingin sekali aku mencakar mu mas, sedari tadi aku telepon tapi kamu tidak mau mengangkatnya, awas aja kamu kalau nanti pulang, aku akan bikin perhitungan denganmu.
Atau jangan jangan dia sedang bersama dengan mantan istrinya itu, kurang aj*r kamu mas.
Aku tak akan tinggal diam dengan semua ini."
Piana mengepalkan tangannya dengan emosi yang membuncah.
##piana terus saja dengan pikiran buruknya,mungkin itu balasan dari apa yang dilakukan nya karena sudah hadir dan merusak rumah tangga orang lain,karena setiap perbuatan pasti akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang sudah dilakukan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!