Sepuluh ribu tahun yang lalu, terjadi peperangan antara bangsa manusia dan elf dengan bangsa iblis. Peperangan itu telah berlangsung selama lebih dari lima abad.
Para prajurit dari bangsa iblis begitu kuat dan dipenuhi dengan hasrat membunuh yang begitu besar. Hanya dengan melihat mereka saja manusia dan elf langsung bergidik takut. Dan bangsa elf dengan penduduk yang lebih banyak telah kehilangan pasukan yang setara dengan setengah penduduk dari populasi manusia.
Iblis berusaha untuk menginvasi dan mengeksploitasi sumber daya yang dimiliki oleh bangsa manusia dan elf, sekaligus memanfaatkan penduduk kedua bangsa tersebut untuk dijadikan budak. Mereka juga sebenarnya ingin memuaskan hasrat membunuh yang ada di dalam hati mereka.
Karena peperangan yang disebut 'Endless War' ini tak kunjung henti, seorang makhluk yang dianggap sebagai leluhur pun turun tangan untuk menghentikannya. Sang leluhur itu menciptakan pembatas raksasa yang hanya dalam sekejap mata saja langsung memisahkan tanah yang dihuni oleh para manusia, elf, iblis, hewan ajaib, roh, dwarf, dan orc. Alasan kenapa leluhur itu membatasi seluruh ras adalah karena iblis tak pernah puas hanya dengan menguasai manusia dan elf saja. Sebenarnya manusia juga memiliki hawa dan nafsu yang sama halnya dengan iblis jika dibiarkan berkuasa, hanya saja para manusia tak memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukannya.
Endless War menjadi hiburan bagi bangsa para dewa, mereka menyaksikan para manusia dibunuh dan disiksa sementara para manusia itu meminta pertolongan dari para dewa. Tepat setelah menciptakan pembatas yang besar itu, sang leluhur segera naik ke dunia para dewa dan membuat kekacauan di sana. Sehingga membuat dewa dewi itu berhamburan karena tak memiliki kekuatan untuk melawan. Itu adalah pertama kalinya para dewa merasakan ketertindasan.
*****
Beberapa ribu tahun telah berlalu dan sang leluhur merasa bosan dengan kehidupannya yang abadi itu. Dia pun memutuskan untuk bereinkarnasi dengan sihirnya yang sangat kuat. Sihirnya itu membuat tubuhnya melebur secara perlahan dan menyisakan jiwanya. Jiwa leluhur itu turun ke bumi dan bersiap untuk terlahir kembali.
*****
Tepat sepuluh ribu tahun setelah Endless War berakhir, leluhur itu terlahir kembali sebagai seorang manusia. Dia terlahir di sebuah desa dengan kasta rendah di wilayah kerajaan Da Nuaktha. Desanya itu bernama desa Nedhen.
Leluhur itu terlahir dengan nama yang sama ketika sebelum bereinkarnasi, Lug Vincent.
Menginjak usianya yang ke-lima tahun, Lug dijuluki sebagai jenius yang mampu bersaing dengan para bangsawan kerajaan. Ia dapat menciptakan sihir tiga lingkaran pada usianya yang sekarang, padahal sihir tiga lingkaran sangat sulit dikuasai oleh kebanyakan remaja yang usianya sudah sampai belasan tahun.
Sihir sendiri memiliki tingkatan dari jumlah garis lingkaran yang ada pada formasi sihirnya. Sihir dasar dimulai dari satu lingkaran dan puncaknya adalah delapan lingkaran. Dan sihir menggunakan energi sihir yang disebut 'Mana' agar dapat diaktifkan.
Sekarang Lug tengah berada di meja makan dan makan bersama dengan keluarganya. Dia memiliki seorang ibu yang sangat periang dan seorang ayah yang sangat lemah lembut, keluarganya amat sangat ceria dan sentiasa tercipta keharmonisan di kediaman mereka.
Ayah Lug bernama Vans Vincent dan ibunya bernama Nivi Alamanda. Tak ada yang spesial dari mereka berdua, hanya saja mereka adalah sosok orang tua yang hebat.
"Ayah, bolehkan besok aku berlatih di luar? Aku ingin belajar berburu," pinta Lug.
Sang ayah pun sontak terkejut dan terbatuk, "Nak, apa kau serius? Di luar sana banyak hewan buas yang sangat ganas dan mengerikan."
Tetapi Lug tetap bersikeras dan mengangguk dengan pandangan serius, wajahnya tidak tampak bercanda sedikitpun. Ibunya pun juga merasa khawatir akan keselamatannya.
Malam harinya Lug berdiam diri di kamar dan mempersiapkan suatu sihir.
Tubuhku sekarang ini masih terlalu lemah, apalagi kapasitas mana yang kumiliki juga terlalu rendah. Aku harus memperkuatnya sedikit demi sedikit, batinnya sembari duduk di atas ranjangnya.
"Penempaan Tubuh!"
Penempaan Tubuh adalah sebuah metode yang dapat mengintegrasikan mana yang ada di alam dan digunakan untuk memperkuat otot-otot tubuh serta mengeraskan tulang dan kulit. Metode tersebut hampir setara dengan sihir tiga lingkaran dan efisiensinya terus meningkat secara bertahap.
Metodenya membutuh formasi yang berupa lingkaran sihir, namun itu tetaplah sebuah metode dan bukanlah sihir. Lingkaran sihirnya mulai terbentuk di atas ranjang, mana di sekitar mulai bergerak ke arah Lug seakan tubuhnya itu menghisapnya.
"Lug, apa kau di dalam?"
Tiba-tiba saja ibu mengetuk pintu, Lug menjawab, "Iya bu, ada apa?"
"Ah, tidak apa-apa, ibu kira kau sedang bersama ayah. Kalau begitu ibu pergi dulu, ya?"
"Baiklah bu, selamat malam."
"Selamat malam juga."
Lug pun kembali melanjutkan pelatihannya. Mana yang diserapnya semakin lama semakin menyakitkan. Seperti namanya, sihir tersebut akan menempa tubuh Lug dengan rasa sakit. Efek yang timbul juga tak sama, tulang akan merasakan panas, otot akan menegang bahkan sampai kram, dan kulit memerah serta mengeluarkan asap.
Tetapi Lug tak berhenti sampai di situ saja.
"Tahap kedua!"
Metode 'Penempaan Tubuh' memiliki tiga tahap yang mana ketika mencapai tahap ketiga maka akan berubah seperti sihir empat lingkaran.
Efek yang dirasakan sama sekali tidak berubah, hanya saja intensitas rasa sakit yang dirasakan akan terus naik sampai batasnya.
Lug sama sekali tidak masalah dengan rasa sakit tersebut, menurutnya rasa sakit hanyalah sebuah penghalang kecil yang menghambat pelatihannya. Di kehidupannya sebelumnya, tubuhnya memiliki kemampuan unik yang dapat mengabaikan rasa sakit apapun. Sebagai seorang leluhur itu hanyalah sebagai kemampuan dasar saja.
Setelah itu, dia melanjutkannya ke tahap tiga hingga beberapa waktu. Dan ketika metode tersebut selesai, Lug menggantinya dengan metode yang lain. Metode penempaan tubuh hanya dapat digunakan sekali dalam sehari.
Metode yang menggantikannya adalah metode 'Pelebaran Sumber' yang akan memperbesar kapasitas mana milik Lug. Metode ini bekerja dengan cara merekonstruksi 'Sumber mana' menggunakan mana alam. Sumber mana akan dilapisi oleh mana alam, kemudian permukaannya menebal dan bagian dalamnya meluas. Mana alam berfungsi untuk menjadi dinding yang baru dan dinding yang lama akan melebur menjadi mana.
"Tubuh manusia benar-benar terbatas," Lug berbicara dengan dirinya sendiri. Dia benar-benar tak menduga bahwa fisik yang dimiliki oleh manusia hanya dapat menampung sedikit mana saja.
Lalu pria kecil itu membatin, aku ingat dulu aku memiliki mana yang sangat jauh lebih banyak, kira-kira seratus vigintilium kali lipat lebih banyak dari mana di tubuhku yang sekarang ini.
Note :
(Satu vigintilium \= 10^63 [Sepuluh pangkat 63] \= 1 yang diikuti 0 di belakangnya sebanyak 63 buah)
Dapat disimpulkan bahwa tubuh manusia amat sangat terbatas dan terlalu lemah.
Dan semalaman Lug melanjutkan sihirnya hingga tengah malam karena sihir tersebut memiliki jangka waktu yang panjang hingga berjam-jam dan perkembangan sihir tersebut cukup lambat.
Bersambung!!
Lug sedang mempersiapkan barang-barangnya seperti baju, mantel, dan beberapa pakaian lainnya. Ayahnya juga membiarkannya memilih senjata yang diinginkannya. Karena dirasa terlalu banyak perlengkapan, Lug hanya memilih sebuah pisau belati dan busur saja. Dia juga membawa tas kecil yang menjadi tempat untuk menyimpan sesuatu, ayahnya juga menyiapkan sebuah sabit yang dipergunakan untuk memotong semak belukar.
Lantas Lug memakai pakaian berlapis dan mantel tebal sebagai lapisan luarnya. Ibunya lah yang membuatkannya, karena dia khawatir apabila udara semakin dingin dan Lug masuk angin atau bahkan demam nantinya.
Setelah semuanya siap Lug berangkat ke hutan yang ada di sebelah tenggara desa Nedhen. Hutan tersebut dihuni banyak sekali berbagai jenis hewan, dari hewan mungil seperti kelinci atau burung, hingga hewan buas seperti babi hutan.
Keluar dari gerbang, pohon sudah begitu banyak dan jalan setapak pun terlihat begitu tipis karena banyak rumput dan alang-alang yang tumbuh tinggi di sekitarnya yang menutupi. Saking lebatnya hanya sedikit cahaya yang dapat menembus sampai ke tanah. Sabit yang disiapkan oleh ayah Lug tadi mulai menunjukkan fungsinya untuk memotong rumput yang tumbuh terlalu tinggi.
Lug juga meninggalkan penanda berupa garis berbentuk huruf X di batang pohon yang juga disertai dengan sihir agar dapat dideteksi dalam jarak yang jauh.
"Cari buah dulu buat makanan nanti," gumam Lug.
Tak lama kemudian, pria kecil itu menemukan tanah kosong yang tidak ditumbuhi oleh alang-alang, hanya sedikit rumput yang tingginya tak sampai mata kaki. Di sana terdapat cukup banyak pohon cemara yang tidak terlalu berhimpitan. Sehingga tanah di sekitarnya banyak yang terkena sinar matahari.
Eh?
Lug mendengar sesuatu. Sepertinya ada serigala di sekitar sini, batinnya. Ia pun segera membungkukkan badan dan menempelkan telinganya di tanah. Benar saja, setidaknya seratus meter dari sini di arah selatan ada kawanan serigala. Bukannya mendapatkan buah-buahan, tetapi dia justru bertemu dengan kawanan serigala.
Kemudian Lug menciptakan sihir tiga lingkaran pada tubuhnya. Sihir tersebut bernama 'Tak Terdeteksi' karena memang seperti namanya, sihir itu membuat penggunanya menjadi tak terdeteksi.
Lalu Lug segera mencari kawanan serigala itu berada, alasannya adalah untuk segera mendapatkan bahan makanan.
Beberapa saat kemudian, dia berhasil menemukan kawanan serigalanya. Kini dirinya sedang berada di atas pohon dan mengawasi dari sana. Walaupun tidak terdeteksi melalui penciuman maupun pergerakan, tetapi mata tetap dapat melihatnya.
Mereka berjumlah sembilan ekor, menghabisi ketuanya terlebih dahulu akan memberiku keuntungan, batin Lug.
Hal itu dikarenakan mental dari kawanan serigala itu berasal dari ketua yang memimpin mereka. Jika ketuanya mati, biasanya serigala tidak akan terorganisir dan beberapa akan menjadi takut meskipun masih dalam keadaan berkelompok.
Tidak!
Setelah itu ia turun ke tanah. Para serigala itu menoleh ke arahnya karena mendengar suara.
"Sihir Pemusnahan Massal!"
Sihir tersebut adalah sihir yang amat sangat kuat ketika Lug masih menjadi leluhur. Sihir tersebut dapat memusnahkan peradaban dari tiga semesta yang berbeda dalam waktu kurang dari 10 detik. Bahkan para dewa pun tak sanggup menghadapi sihir tersebut. Bukan hanya tak sanggup, mereka sendiri juga termasuk dalam bagian peradaban itu sendiri, jelas saja mereka akan ikut musnah jika terserang dengan sihir itu.
Sekarang sihir Pemusnahan Massal yang dipakai Lug hanya memiliki kemampuan 1/1^18 (satu per satu kuintiliun). Hal ini dikarenakan tubuhnya yang amat sangat terbatas.
Note :
(Satu kuintiliun \= 1.000.000.000.000.000.000)
Sihirnya memiliki tiga garis lingkaran yang bercahaya putih. Ukurannya sangat luas dengan diameter sepuluh meter. Tapi sekarang sihirnya masih dalam proses dan belum menunjukkan tanda-tanda apapun.
Para serigala yang mengetahui itu segera bergerak mengejar Lug. Tetapi pria kecil ini bersikap dengan sangat tenang, lantas mengangkat tangannya tinggi tinggi.
"Sihir Akselerasi Gravitasi!"
Seperti namanya, ketika lingkaran sihirnya terbentuk maka semua benda ataupun makhluk di sekitarnya akan ditarik ke tanah dengan sangat kuat. Sihir ini dulunya digunakan untuk menciptakan konsep pembentukan, penghancuran, dan keseimbangan semesta. Untuk sekarang ini sihirnya hanya memiliki tiga lingkaran sihir. Gravitasi yang terpengaruh pun hanya diperkuat hingga lima kali lipat saja. Lingkaran sihir ini berwarna abu-abu transparan.
Serigala serigala itu terjatuh dan tak sanggup untuk kembali berdiri, bahkan ada beberapa yang kakinya patah. Tubuh mereka seolah sedang ditindih oleh seekor anak gajah.
"Tak kusangka berburu di kehidupan manusia itu semenyenangkan ini. Musnahlah!" gumam Lug yang kegirangan seraya mengepalkan jari-jarinya.
SRIIIING
Dari lingkaran sihir yang bercahaya putih tadi muncul cahaya yang membumbung tinggi ke langit. Pancaran itu terlihat layaknya suar raksasa, bahkan tingginya pun sampai menembus awan dan begitu terang.
Beberapa warga yang ada di desa Nedhen menyadarinya, mereka saling bertanya-tanya, siapa yang sedang menciptakan sihir sebesar itu?
Lalu semua serigala yang terjatuh tadi sudah menjadi mayat. Sihir Pemusnahan Massal yang Lug gunakan ia lemahkan lagi agar tubuh hewan-hewan berbulu itu tidak lenyap. Pria kecil berambut hitam itu pun mendekati mayat kawanan serigala di depannya dan mengambil beberapa untuk di makan nantinya–ya, ini menggantikan buah-buahan yang tadi menjadi rencananya sebelum berangkat berburu.
Tak lama kemudian, air menetes dari langit. Turun hujan ya? Batin Lug. Karena itu ia pun segera mencari goa untuk berteduh dan kebetulan di dekat sana terdapat goa.
Sesampainya di goa, Lug segera memeriksa apakah di dalamnya terdapat hewan buas atau tidak. Dan setelah diperiksa secara teliti, tak ada satupun hewan buas di dalamnya. Tetapi Lug tahu akan sesuatu yang ada di kedalaman yang lebih jauh. Di sana terdapat pembatas yang ia ciptakan sepuluh ribu tahun yang lalu. Lug masih mengingat beberapa detail tempatnya.
Beberapa saat kemudian Lug pun membuat api unggun untuk menghangatkan tubuhnya dengan kayu bakar yang sempat ia bawa sebelum menemukan goa. Dan dia membakarnya dengan memanipulasi mana dan mengubahnya menjadi sihir dalam bentuk api dan membakar ranting-ranting. Ranting yang ditemukannya semuanya basah, itu hanya bisa dibakar menggunakan sihir. Sembari menunggu hujan reda, Lug kembali melatih sumber mananya dengan sihir Pelebaran Sumber.
Hujan menjadi semakin deras.
*****
Dua jam kemudian hujan pun reda, Lug berdiri, ia keluar dari goa bergerak dengan terburu-buru ke suatu tempat. Itu karena sebelumnya dia merasakan adanya hawa kehidupan di suatu tempat yang tak jauh dari sana. Pria kecil ini menerobos ke lebatnya hutan, dengan pisau sabitnya yang besar itu semak belukar di sekitarnya ditebasnya dengan sangat mudah.
Kukira tadi hanyalah pemburu yang lewat, rupanya ada dari mereka yang menangis ... Dan lagi pemburu tak mungkin menangis.
Lug sebenarnya memiliki sihir bawaan dari reinkarnasinya yang disebut 'Penglihatan Dunia' dan 'Penglihatan Langit' yang membuatnya tahu kondisi di sekitarnya. Setiap orang pasti memiliki sihir bawaannya masing-masing dan ada juga yang sama, tapi itu mungkin karena faktor keturunan saja.
Penglihatan Dunia adalah sihir yang dapat membuat penggunanya merasakan aura kehidupan, sumber sihir dan sihir, serta meningkatkan panca inderanya. Sedangkan Penglihatan Langit adalah sihir yang dapat membuat penggunanya memiliki penglihatan dari berbagai perspektif di lingkungan sekitarnya, dengan sihir ini maka benda-benda atau makhluk di sekitarnya tak harus berada di jangkauan penglihatan matanya. Sekaligus sihir bawaan ini dapat membuat penggunanya menggunakan sihir dalam jarak yang lebih luas lagi. Keduanya adalah sihir penglihatan (Vision) yang memiliki jangkauan luas tertentu dan dapat meningkat seiring berjalannya waktu.
Dan sekarang Lug hanya memiliki jangkauan penglihatan dengan diameter 25 meter saja.
Dia juga sebelumnya mengatakan 'mereka' yang berarti ada lebih dari satu orang saja. Dan yang dimaksud dengan 'mereka' adalah manusia.
Satu dari mereka sedang menangis dan yang satunya berusaha untuk melindungi. Ada sesosok makhluk yang mengejar, tapi sayangnya mereka berdua memiliki sumber mana yang amat sangat lemah, batin Lug.
Segera Lug menghampiri dua orang yang dirasakannya itu. Dan seperti yang diduga dua orang gadis–yang satunya seumuran dengan Lug dan satunya lagi terlihat lebih tua beberapa tahun–usianya belasan tahun. Mereka mengenakan pakaian compang-camping dan rambut pirang mereka sangat berantakan.
"Siapa kalian?" tanya Lug.
Kedua gadis itu menoleh ke arahnya, mereka terkejut melihat seorang anak kecil dengan rambut hitam yang memakai mantel musim dingin tiba-tiba saja muncul. Mereka berdua masih dalam keadaan panik, sehingga pertanyaan singkat tadi pun membuat mereka terkejut.
Tak ada dari dua gadis itu yang menjawab pertanyaan dari Lug yang menghampirinya itu. Justru mereka berdua malah mengalihkan pandangannya ke arah pepohonan rindang. Ternyata mereka dikejar beruang buas yang sedang kelaparan, batin Lug.
"Kenapa kalian diam saja? Jawab pertanyaanku! Siapa kalian?" tanyanya lagi tapi dengan nada yang lebih tegas.
Gadis yang lebih tua itu pun menoleh ke arah Lug dan kemudian mulai berbicara. Dia menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Mereka rupanya berasal dari keluarga yang hidup di kedalaman. Ada juga dua keluarga lain yang saling bertetanggaan, mereka hidup terasing di tanah yang tak terjamah kaki para bangsawan. Hanya saja terjadi sebuah invasi hewan buas yang membuat kediaman ketiga keluarga itu menjadi tak lagi aman, walau mereka tahu hal seperti itu akan terjadi cepat ataupun lambat tetapi mereka tak segera mengambil langkah dan semuanya telah terlambat.
Mereka semua habis dibunuh oleh hewan-hewan buas itu, hanya saja Teressa dan adiknya berhasil melarikan diri, tapi sayang ada seekor beruang yang kelaparan mengejar mereka sampai saat ini. Walaupun gadis yang bernama Teressa itu bercerita dengan sangat mendetail, tetapi dia tak berharap bahwa anak laki-laki yang bertanya padanya itu menyelamatkannya beserta adiknya.
"Tolong ... Selamatkan kami ... Kumohon," pinta gadis kecil yang menunduk bersembunyi di bawah pelukan Teressa, Nagisa. Ucapannya tersendat, gadis itu menangis, ingusnya bahkan sampai hampir menyatu dengan tetesan hujan di wajahnya.
"Nagisa, anak ini hanya sedikit lebih tua darimu, kau saja belum mahir menciptakan sihir satu lingkaran, paling jauh juga dia hanya sampai sihir satu lingkaran," sahut Teressa yang sudah kehilangan harapannya. Gadis ini kembali melemparkan pandangannya ke belakang.
Walaupun merasa sedang diremehkan, Lug tidak marah sedikitpun. Tetapi pemikirannya mengatakan bahwa kesalahpahaman itu harus segera diluruskan. Lug menghela nafas dan tersenyum. "Bagaimana jika aku sanggup menyelamatkan kalian?" sindirnya.
Nagisa langsung berdiri, "Aku! Aku akan menjadi budak untuk tuan muda ... Dengan itu nyawa kami terselamatkan."
Teressa terkejut dan segera menarik tangan adiknya, "Apa yang kau katakan?!" Suaranya menjadi lebih tegas. Dia berusaha melindungi adiknya dengan kekuatannya sendiri, bahkan sampai tak mempercayai orang yang hendak menyelamatkannya meskipun sudah berdiri di depan matanya.
"Nagisa tak ingin kita mati di sini ... Ibu pernah berkata, nyawa itu lebih penting dari apapun." Gadis memiliki mata perak yang indah, matanya mengkilat berwarna-warni layaknya pelangi, bulu matanya panjang dan melengkung dengan sangat indah. Tatapan matanya sayu dan memelas kepada sang kakak, berusaha berdiri dengan tegas namun ingus di hidungnya muncul begitu saja–jika saja tidak hujan atau dalam situasi menegangkan seperti sekarang ini, mungkin itu akan menjadi hal yang sangat lucu.
Lug yang memperhatikan perselisihan pendapat antara kakak dan adik itupun mulai merasa muak. "Sudahlah, hentikan!"
Dua gadis kecil itu segera menoleh ke arahnya dan diam saat itu juga. Akan tetapi Teressa menatapnya sinis dan kembali memalingkan wajahnya. Seakan gadis itu berkata, siapa kau? Tiba-tiba saja mencampuri urusan kami.
"Aku akan menyelamatkan kalian, tapi kalian harus ikut denganku nantinya. Tenang saja, aku tak akan memperbudak kalian," ucap Lug sembari berjalan maju melewati dua gadis itu.
Nagisa tersenyum dan menundukkan kepalanya, lantas berterima kasih pada anak laki-laki di depannya. Tetapi Teressa masih tak percaya dan tetap merasa tak akan ada harapan lagi. Tak ada yang dapat diharapkan dari seorang anak kecil yang tersesat di tengah-tengah hutan. Memangnya dia siapa? Pahlawan yang turun dari langit yang diutus para dewa untuk menyelamatkan kami? Itu kedengaran seperti dongeng sebelum tidur.
"Ketika kalian kemari, kebetulan beruang itu juga mencium aroma lain di sekitarnya sehingga menariknya untuk bergerak ke arah yang lain. Tapi beruang itu sekarang sedang menuju kemari karena dia tak mendapatkan apa-apa. Setelah ini kalian lihat saja!" ujar Lug dengan pandangan tegas.
Teressa tak peduli dengan kata-kata itu, dia hanya sudah kehilangan tujuan hidupnya dan memasrahkan diri kepada jurang kematian. Wajahnya begitu datar dan membiarkannya diterpa oleh angin ganas dan air hujan layaknya ribuan paku yang dihujamkan.
Hingga beberapa saat kemudian beruang yang dimaksud tadi pun muncul. Lug menggunakan sihir yang sama seperti tadi, sihir Akselerasi Gravitasi. Hanya saja dia tak menggunakan sihir Pemusnahan Massal untuk mengeksekusinya, pria kecil berambut hitam itu memilih untuk memenggal kepala beruangnya. Serta memotong beberapa bagian lagi dengan tujuan untuk dapat dikonsumsi.
Teressa yang semulanya pasrah dengan tatapannya yang kosong, kini matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang telah dia lihat. Seorang anak kecil yang usianya sedikit lebih tua dari adiknya itu telah menyelamatkannya. Teressa tak bisa benar-benar terdiam, jauh di dalam hatinya dia merasa bersyukur sekaligus kagum. Lantas dia berdiri, hendak berjalan menghampiri Lug, tapi langkahnya terhenti bahkan sebelum ia melangkah. Teressa takut bahwa Lug menyimpan dendam akan kata-kata yang telah dilontarkannya.
"Apa kan kubilang? Kakak sih ... Tak percaya ... " ucap Nagisa yang ucapannya masih tersendat. Lantas ia mengusap ingus di hidungnya.
Karena ucapan sang adik, Teressa pun mulai berterima kasih, "Tuan muda, terima kasih telah menyelamatkan kami, saya ... Saya ... Saya sungguh- benar-benar tak tahu kekuatan anda yang sebenarnya. Maafkan saya karena tadi tak percaya dengan kekuatan anda, saya benar-benar berterima kasih kepada anda. "Teressa bahkan sempat ingin menjabat tangan Lug, namun ia mengurungkan niatnya itu.
Lug tersenyum, lantas ia berkata, "Tak perlu begitu formal, sesama manusia bukannya harus saling menolong? Nah, seperti kataku tadi, kalian harus mau ikut denganku."
Senyuman Teressa memudar, kemurungannya mulai tampak lagi. Gadis itu kini menundukkan kepalanya, pemikiran negatifnya kembali muncul.
"Baiklah, kami akan ikut dengan tuan muda." Berbeda dengan sang kakak, Nagisa justru begitu senang ketika diselamatkan–tak memusingkan apa yang akan terjadi kedepannya.
"Teressa, aku tahu kau khawatir. Tapi tak semua orang itu seperti apa yang kau pikirkan," ujar Lug meyakinkan gadis pirang itu.
Nagisa pun turut menghibur kakaknya, meremas tangannya dan kemudian berkata, "Kakak, kita bisa bertahan hidup jika ikut bersamanya."
"Kita tidak tahu apakah dia benar-benar baik atau tidak, hanya dengan baik sekali kepada kita bukan berarti dia benar-benar tulus untuk membantu kita." Teressa masih saja tak percaya dengan Lug, tetapi pria kecil itu tak merasa kecewa ataupun marah dengan hal itu.
Lug kembali tersenyum sembari membalikkan badannya dan menatap ke langit. Lantas ia berkata, "Manusia itu unik dan terlalu naif, mereka butuh seribu kebaikan untuk membuktikan bahwa orang itu benar-benar baik dan hanya butuh satu kejahatan untuk membuktikan bahwa orang itu benar-benar jahat."
Ucapannya itu sedikit membuat Teressa malu dan sadar bahwa pertolongan yang diberikan kepadanya barusan telah menolongnya dari ambang kematian.
"Em ... Tu-tuan muda, anu ... Maaf, tapi apa anda benar-benar tidak memperbudak kami?" tanya gadis itu penasaran.
Lug menoleh dengan senyuman hangat, "Aku sendiri berasal dari daerah terpencil yang mana desaku seolah diperbudak oleh kerajaan. Aku tak ingin orang lain merasakan hal yang sama, jadi aku tak akan pernah memperbudak siapapun."
Mendengar ucapan Lug, Teressa dan Nagisa saling bertatapan dengan senyuman hangat, mereka bahkan sampai meneteskan air mata haru. Walaupun jauh di dalam lubuk hati mereka masih tak percaya, tapi pertolongan yang Lug berikan itu benar-benar menyelamatkan nyawa mereka.
Lug sedikit tak nyaman dengan ucapan Teressa barusan. "Dan lagi satu hal, jangan panggil aku tuan muda. Itu akan membuatku canggung jika didengar oleh orang lain."
Bersambung!!
Lug dan dua gadis yang telah ditolongnya itu kini berada di dalam goa untuk menghangatkan diri. Teressa dan Nagisa sebelumnya kehujanan dan api unggun yang Lug ciptakan itu sangat membantu mereka.
"Apa sudah lebih baik?" tanyanya.
"Ya, kami baik-baik saja," jawab Teressa.
Ada api unggun lain yang digunakan mereka untuk membakar daging beruang yang Lug bunuh sebelumnya. Dia membawa bagian tubuhnya, sedangkan dua gadis yang bersamanya itu membawa kepala beruang yang dipenggal tadi.
Beberapa saat kemudian, dagingnya pun matang dan mereka bertiga memakannya.
"Em ... Lug, bagaimana caramu membunuh beruang tadi? Kenapa tadi hewan berbulu tadi tiba-tiba saja jatuh dan tak bisa berdiri?" tanya Teressa.
Lug yang ditanyainya itu menjawab dengan singkat, "Aku menggunakan sihir."
Gadis yang bertanya barusan tercengang, "Di usiamu yang sekarang paling tidak kau hanya bisa sihir satu lingkaran, sihir satu lingkaran apa yang sekuat itu sampai membuat beruang besar tadi tunduk?" tanyanya lagi, ia tak percaya jika Lug menggunakan sebuah sihir.
Menurutku dia pasti menggunakan sebuah trik, sihir satu lingkaran? Tak mungkin sekuat itu! Batin Teressa yang menyangkal jawaban pria kecil barusan. Dia benar-benar tak percaya.
"Mungkin kakak Lug terlalu hebat. Sehingga sihir kecilnya itu menjadi sangat kuat," ujar Nagisa yang masih terlalu senang memakan daging yang dipegangnya.
Lug tersenyum mendengarnya. "Mungkin kalian salah paham, sihir yang aku gunakan tadi adalah sihir tiga lingkaran," jawabnya.
Lagi-lagi Teressa tercengang mendengar jawabannya, gadis itu semakin tak percaya dengan apa yang Lug katakan. Menurutnya semua itu tak masuk akal, anak kecil di umur lima tahun setidaknya masih belajar menciptakan sihir satu lingkaran.
Lug tersenyum lagi, "Lihat saja ini kalau kalian tak percaya!"
Kemudian dia menciptakan sihir kecil berdiameter satu regrit. Sihir tersebut berwarna abu-abu yang sedikit tembus pandang. Dan benar saja, sihir itu adalah sihir tiga lingkaran.
"TAK MUNGKIN!!!" teriak Teressa tak percaya.
Berbeda dengan kakaknya, justru Nagisa kagum dengan apa yang anak lelaki di depannya itu lakukan. Dan sebenarnya mereka berdua itu masih seumuran.
"Wow, luar biasa sekali ... " ucap gadis kecil itu terkagum-kagum.
Lug kemudian mendekati Teressa, "Letakkan tanganmu di atas sihir itu."
Kini Teressa justru ketakutan, dia mengira anak kecil yang usianya tujuh tahun lebih muda darinya itu adalah monster yang berwujud manusia.
"Kau tak perlu takut, ini bukan sihir penghancur ... Ya, jika sihirnya aku perkuat lagi bisa menjadi sihir penghancur sih ... Hehe," ujar Lug sembari memalingkan wajahnya.
Teressa menelan ludah, dia masih terlalu takut untuk melakukan apa yang anak itu katakan. Hanya saja dia juga penasaran apakah sihir itu benar-benar sihir tiga lingkaran atau hanya sekedar trik sihir saja.
Dan ketika tangan gadis itu berada tepat di atas lingkaran sihirnya, tangannya itu tiba-tiba saja terbanting ke tanah.
"A-apa ini?! Tanganku ... K-kenapa tanganku menjadi berat sekali?!"
Teressa kini mulai percaya jika anak kecil di depan matanya itu benar-benar dapat menciptakan sihir tiga lingkaran. Sekarang dia hanya takut jika sihirnya tidak dilepaskan dan dibiarkan begitu saja.
Tetapi Lug melepaskan sihirnya secara perlahan, kini gadis pirang itu merasa lega. Dan dia kemudian menjelaskan sesuatu. "Sihir itu dinamakan Akselerasi Gravitasi, salah satu sihir dari konsep manipulasi gravitasi. Sihir ini juga yang kugunakan untuk menjatuhkan beruang tadi," jelasnya.
Masuk akal jika beruang tadi tiba-tiba jatuh, dia juga tak menciptakan trik apapun untuk menjatuhkan beruang tadi dan dalam menciptakan sihir ini. Aku juga baru kali ini mendengar nama sihir itu, batin Teressa lagi.
*****
Langit mulai memerah, matahari sudah berada di barat dan menyentuh garis cakrawala.
Lug mengambil sebuah tali yang sangat panjang dari ranselnya. Lantas ia berdiri dan pandangannya menuju ke arah Teressa.
"Sekarang sudah senja, Teressa, mari ikut denganku sebentar," pinta Lug.
Gadis yang dipanggilnya itu menurut dan mereka pergi ke dalam goa. Lug membawa sebuah obor dan semakin masuk ke dalam cahaya di sekitar semakin redup. Hanya obor di tangan pria kecil itu saja yang menerangi.
"Kenapa kau membawaku kemari?" tanya Teressa penasaran. Pikirannya semakin memburuk dan kacau. Dia begitu resah dengan adanya Lug yang membawanya ke dalam goa berduaan saja.
Tetapi anak kecil itu tak memiliki pikiran sesensitif itu, dia punya tujuan lain membawa Teressa ke dalam goa.
"Apa kau curiga padaku?" tanyanya penasaran tanpa menoleh ke arah gadis di sampingnya.
Teressa hanya diam dan menunduk, dia seolah tak mendengarkan pertanyaan barusan. Lug sama sekali tidak masalah dengan itu, dia tetap bersikap seperti biasa karena menurutnya marah karena masalah sepele itu terlalu kekanak-kanakan.
Setelah itu mereka tiba di suatu tempat. Di sana terdapat sebuah jurang yang kedalamannya tak terlihat. Tetapi ada satu hal yang menarik di sana.
"Lihat itu!"
Lug menunjuk ke arah dinding tebing yang ada tepat di bawah mereka yang mana itu terdapat sebuah benda yang menempel di sana. Benda itu memancarkan cahaya berwarna ungu terang dan ukurannya cukup besar.
Teressa yang melihatnya langsung terkejut seketika itu juga. "Kristal ajaib?! Apa benar itu kristal ajaib?" tanyanya sembari menatap penasaran ke arah lelaki di sampingnya.
Lug mengangguk, "Aku ingin kau membantuku untuk mengambilnya," pintanya.
Dia sebenarnya memiliki sihir yang bisa membuatnya terbang, sihir itu bernama Sayap Malaikat. Tetapi itu adalah sihir khusus yang membutuhkan bahan khusus pula untuk dapat mengaktifkannya. Dan Lug tak memiliki bahan yang dibutuhkan.
"Waaah ... Besar sekali," ujar Teressa kagum.
Lug menoleh ke arah gadis di sampingnya, "Teressa, aku ingin kau ikatkan tali ini dengan sangat kuat ke suatu benda, sekarang juga!" pintanya. Gadis itu melaksanakannya dan Lug mendapatkan sebuah batu besar di dekat sana. Lantas mengikatkan talinya ke batu tersebut. Lug juga telah mengikatkan ujung tali yang satunya pada dirinya, dan dia siap untuk melompat.
"Pegang talinya sekuat mungkin!" suruh Lug.
Segera dia melompat ke bawah. Ketika lelaki itu sampai tepat di depan kristal ajaib, terbesit keinginan untuk memotong tali di pikiran Teressa. Gadis itu juga telah membawa sebilah pisau yang cukup tajam.
Diambilnya pisau tersebut dari saku celananya. Tetapi ...
Apa seperti ini caraku membalas kebaikan yang telah diberikan padaku oleh orang lain? Aku benci orang jahat, jadi aku juga tidak mau menjadi seperti mereka. Dikembalikannya pisau itu ke saku celananya, dan gadis itupun kembali memegang talinya dengan benar. Teressa mengurungkan niatnya untuk menjatuhkan Lug ke dalam jurang tanpa dasar itu.
BLAAAM
Tiba-tiba saja ada batu besar yang menghantam tanah dengan sangat keras. Ukurannya sangat besar, bahkan hampir sama besarnya dengan ukuran anak kecil.
"APA KAU BAIK-BAIK SAJA?! MAAF AKU LUPA MEMBERITAHUMU KALAU AKU MELEMPAR KRISTALNYA!!!" teriak Lug dari bawah.
Batu yang barusan mengguncang tanah itu rupanya adalah kristal ajaib yang dilemparkan oleh Lug. Tak disangka seorang anak kecil mampu melemparkan seonggok kristal yang beratnya berpuluh-puluh kilogram.
Teressa benar-benar kagum sekaligus tak percaya dengan apa yang dia lihat. Batu sebesar itu dilempar oleh seorang anak kecil yang mana bahkan orang dewasa pun terkadang kesulitan untuk mengangkatnya. Dan ini, seorang anak kecil melemparnya dengan keadaan menggantung di bawah.
"TENANG SAJA! AKU BAIK-BAIK SAJA! APA MASIH ADA LAGI?!" teriak gadis itu balik.
"SEDIKIT! MASIH ADA BEBERAPA DI SINI! TOLONG TUNGGU SEBENTAR!!!"
Mereka pun bekerja sama dengan baik dan mendapatkan banyak kristal ajaib. Lug juga tak sengaja menemukan tembaga gelap yang menjadi salah satu logam yang cukup berharga. Biasanya logam itu digunakan untuk membuat perlengkapan dan senjata/zirah sihir. Ada juga batu pelangi yang Lug dapatkan ketika turun lebih dalam lagi.
Batu pelangi adalah sebuah permata yang mampu memperkuat konsentrasi sihir, biasanya baru tersebut ditambahkan pada senjata sihir.
Lantas Lug pun kembali memanjat ke atas, dia dan Teressa membawa semua barang temuan itu kembali karena gadis berambut pirang itu mengkhawatirkan keadaan adiknya.
Dan saat mereka sampai, Nagisa masih baik-baik saja dan masih saja memakan daging beruangnya. Dia dan kakaknya berpelukan karena saling mengkhawatirkan satu sama lain. Lug yang melihatnya teringat dengan kakaknya yang ada di rumah. Tetapi tatapannya kembali terlempar pada barang-barang temuannya yang diletakkan di dekat api unggun. Dia juga teringat akan suatu hal.
"Nagisa, apa kau ingin bisa menggunakan sihir?" Lug bertanya.
Dan gadis yang ditanyainya itu menoleh yang kemudian mengangguk dengan cepat. Jelas saja, bisa menggunakan sihir adalah keinginan anak-anak kecil pada umumnya.
"Kemarilah!"
Nagisa kemudian melepaskan pelukannya dari kakaknya. Dia berjalan ke arah Lug seperti apa yang diminta, lalu dia menempelkan jarinya ke dahi gadis kecil itu.
"Kosongkan pikiranmu! Fokus saja pada aliran sihir yang mengalir pada tubuhmu, kalau berhasil kau bisa menggunakan sihir setidaknya satu atau dua lingkaran," suruh Lug.
Teressa yang melihatnya merasa cemas, pikirannya kemana-mana dan tak bisa tenang. "Apa yang kau lakukan pada adikku?"
Lug menoleh. "Melebarkan sumber mananya. Tenang saja, adikmu itu pikirannya masih sangat jernih, jadi prosesnya lebih mudah dan efisien. Tidak memakan waktu lama, kok," terangnya.
Jawabannya itu sama sekali tak membuat Teressa tenang, dia berusaha untuk tetap tenang walaupun pikirannya selalu merujuk ke arah yang buruk. Dia bahkan berpikir bahwa anak laki-laki yang ada di samping adiknya itu sedang menanamkan sebuah kutukan pada adiknya.
"Kalau begitu, lakukan terlebih dahulu kepadaku!"
Lug yang masih melihatnya itu menghela nafas panjang. "Kau saja masih tak mempercayaiku, hatimu saja gundah begitu, pikiranmu juga sangat kacau. Jika seperti itu, resiko kegagalan sangatlah besar, yang ada sumber manamu akan rusak karena prosesnya amat sangat membutuhkan ketenangan," jelasnya.
Lalu gadis pirang itu hanya terdiam, karena perkataan Lug tidaklah salah.
Di luar dugaan proses pelebaran sumbernya berjalan dengan sangat baik. Hanya dalam dua puluh menit saja Nagisa telah selesai, dan sumber mananya berhasil dilebarkan. Selain itu hasilnya melampaui ekspektasi.
Gadis itu merasa bahwa dia sudah dapat mempelajari sihir. Dia tertawa kegirangan akan hal tersebut.
Lug mendekatinya. "Sekarang adalah waktunya untuk mempelajari sihir," ujarnya. Dia lantas menempelkan kembali jarinya ke dahi gadis di depannya itu.
Pada saat itu, Nagisa dapat melihat rentetan sihir yang tak terhitung jumlahnya melayang di sekitarnya. Dia sangat kagum ketika melihatnya sekaligus terkejut karena baru kali ini dia melihat sihir sebanyak itu. Tetapi semua nama sihir yang melayang itu hanya Nagisa yang dapat melihatnya.
Lug sebenarnya juga bisa melihat semua sihir itu, tetapi Teressa tak melihat apapun di sekitar tubuh adiknya.
"Semua sihir itu adalah sihir dari satu lingkaran sampai sihir empat lingkaran. Aku sarankan kau memilih sihir dua atau tiga lingkaran terlebih dahulu untuk permulaan. Jangan satu lingkaran! Itu terlalu rendah," jelas Lug.
Gadis pirang yang membawa sebilah pisau di pinggangnya tadi penasaran dengan apa yang terjadi. Tetapi dia tak ingin mengganggu prosesnya.
Sebenarnya dia ingin berkata bahwa memulai dengan sihir dua lingkaran akan menjadi tantangan yang sangat berat. Jika tidak diputuskan baik-baik maka konsekuensinya akan sangat besar. Contoh saja, jika seseorang langsung memulai sesuatu yang sangat sulit padahal dia belum mengetahui apapun tentang apa yang ia kerjakan itu pastinya akan sangat sulit untuk langsung berhasil, dan juga ketika tak berhasil menguasainya maka tak akan bisa baginya untuk menguasai yang lainnya. Begitupun dengan Nagisa, jika dia langsung berlatih dengan sihir dua lingkaran, akan ada kemungkinan bahwa gadis kecil ini tak pernah menguasainya, sehingga dia tak bisa menguasai sihir yang lain karena telah terpaku pada sihir tersebut.
Hal semacam itu dinamakan dengan batasan sihir. Masing-masing orang memiliki batasannya tersendiri, umumnya jika anak-anak yang baru menguasai sihir batasannya adalah satu hingga tiga sihir. Untuk bisa menguasai sihir yang lain, dia harus menguasai sihir pertamanya terlebih dahulu sebagai dasaran.
Di usia belasan seperti Teressa, batasan sihirnya bisa mencapai tiga hingga tujuh sihir, tergantung juga pada potensi dan bakat pada masing-masing orang. Jika seseorang memiliki batasan sihir sebanyak empat, maka orang itu hanya bisa menguasai empat sihir saja, walaupun orang itu telah memahami berbagai jenis sihir.
"Ah, aku memilih sihir yang ini, Cahaya Penembus." Nagisa telah memilih sihir dengan tipe serangan yang beratribut cahaya.
Lalu Lug memberinya sebuah arahan tentang sihir tersebut. "Sihir itu cocok untuk melawan sihir yang memiliki atribut bayangan atau kegelapan, seharusnya kau sudah paham. Dan juga serangan terkuat dari sihir itu adalah serangan terakhirnya, ketika kau menggunakannya nanti kau harus memiliki koordinasi sihir yang bagus dan berkonsentrasi," jelasnya.
Karena sedari tadi Lug terlihat begitu berwawasan dengan berbagai sihir dan pengetahuan yang lainnya, Teressa pun mulai penasaran dengannya. "Em ... Lug, apa benar kau hanya dari desa terpencil? Di mataku kau terlihat lebih berwawasan dari kedua orang tuaku, apalagi tentang sihir," tanya gadis itu penasaran.
Lug tersenyum hangat padanya, "Untuk apa aku berbohong?"
Tetapi jawaban itu tak membuat Teressa puas, dia tetap penasaran dengan siapa sebenarnya Lug itu.
"Lantas berapa batasan sihirmu? Kau begitu cermat dalam menggunakan sihir, kau seolah-olah sudah menjadi ahli sihir sejak lama," tanya gadis pirang itu lagi.
Setelah itu Lug memegang dagunya dan menatap ke langit-langit goa. Dia terdiam sejenak sembari memikirkan lagi berapa batasan sihir yang ia miliki.
Bersambung!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!