NovelToon NovelToon

Penulis Culun

Pertengkaran

Di sebuah sekolah yang bernama SMP satu. Para siswa dan siswi kelas tiga keluar berhamburan keluar dari kelas masing dan menuju gerbang sekolah.

Gerbang besar dibuka lebar. Semua siswa dan siswi kelas tiga berlarian keluar sambil bersorak ria karena hari terakhir mereka sekolah, lebih tepatnya pembagian rapot kelulusan.

Suara injakan tembok dari sepatu dan teriakan senang dari para murid bersamaan menambah suasana ramai di gerbang sekolah.

"Akhirnya aku lulus!"

"Horeee!"

"Amel, aku lulus!"

"Apa kau juga mendapat nilai tinggi?"

"Luluspun aku sudah sangat bersyukur,"

"Nanti aku akan menyambung sekolah ke-SMA bersinar yang terfavorit di Kota besar kita ini,"

Lontaran-lontaran keluar dari mulut para murid yang merasa senang dan lega dengan kelulusan mereka, di mana akhir semester bagi kelas tiga adalah seperti menghadapi medan perang yang akan membawa mereka sesuai tempatnya.

Tampak gadis dengan seragam baju putihnya yang longgar dan kebesaran, rok biru tua selutut, rambut dikuncir satu, kacamata minus bulat dan sepatu hitamnya. Dia berdiri di luar gerbang menghadap bangunan sekolah dengan senyum merekah sambil memeluk erat buku rapot yang dipegangnya.

Murid-murid lainnya berlarian melewati gadis itu.

"Aku harus cepat pulang," gumam gadis itu tersenyum merekah.

Gadis itu sempat melambaikan tangannya sambil menatap bangunan sekolah dari luar gerbang kemudian membalikan tubuhnya menghadap jalan. Dia berlari dengan senyum yang tak lepas sambil memeluk erat buku rapot yang dibawanya.

Angin berhembus menerpa rambut hitam dan menembus seragamnya memberikan rasa sejuk.

Gadis itu berlari melewati rumah-rumah, toko kecil, lalu menyebrangi jalan raya meski sempat ingin tertabrak mobil yang lewat. Rasa tidak sabarannya ingin sampai rumah membuat dia tertabrak orang saat di jalan.

Sekitar delapan menitan, gadis itu sudah berada di komplek dan dekat dengan rumahnya. Sampai di depan rumah yang temboknya bercat abu-abu dengan sepasang kaca jendela di depan, begitu sederhana.

Gadis yang bernama Rila Nabilasya itu menarik napas lalu membuangnya sambil mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan sekitar wajahnya. Melepas rasa lelah setelah berlarian dari sekolah.

Saat rasa lelah perlahan meninggalkan, Rila berjalan menuju halaman depan rumah. Kedua kakinya menapaki tiga anak tangga lalu menyentuh lantai halaman depan yang tidak terlalu luas. Kemudian mendekati pintu yang tertutup rapat.

Rila perlahan mendorong pintu dengan pelan sambil sejenak memandang buku rapot yang di pegangnya sebelah tangan kiri dan tangan kanan membuka pintu. Bersamaan dia juga melepas sepatu hitamnya yang simpel karena memang tidak berikat tali.

Saat terbuka, Rila langsung masuk dan di kagetkan dengan keadaan dalam rumah yang berantakan seperti kapal pecah.

Barang-barang perabotan, vas kaca dan lainnya hancur lebur berserak di lantai seakan membuat gadis itu bertanya-tanya apa yang terjadi

"Kenapa kau baru memberitahuku tentang ini!" teriakan yang berasal dari dalam kamar tidak jauh dari depan Rila.

Rila kaget mendengar teriakan yang berasal dari dalam kamarnya. Dia melangkahkan kaki menuju kamar itu sambil menengok kesekitar dengan wajah berpikir.

Sampai di depan pintu, Rila di kagetkan lagi dengan suara bentakan dari dalam kamar.

"Jadi selama ini kau bukan kerja lembur? melainkan menggoda wanita untuk kesenanganmu!" bentakan yang berasa dari suara wanita terdengar jelas di telinga Rila.

"Kau berani membentakku hah!" balas Pria yang berada di dalam kamar.

Suara tamparan, tangisan yang berasal dari dalam kamar terdengar jelas di telinga gadis lugu yang berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan kosong.

Air mata tak kuasa Rila tahan dan perlahan keluar menyapu pipinya. Dia tak bergeming di tempat merasakan sesak dan sakit mendengar kedua orang tuanya bertengkar.

"Hutang ini semua karena wanita itu! teganya kau melakukan ini padaku hikss hikss," tangis ibu Rila yang berada dalam kamar.

"Mengapa kau harus tidak tega? selama pernikahan kita dan mempunyai satu anak aku tidak pernah bahagia bersamamu!" Ayah Rila melempar banyak lembaran kertas kemuka Ibu Rila.

Ibu Rila tersungkur mendengar lontaran Pria itu, dia mengambil salah satu kertas yang berhambur dan membacanya dengan air mata yang tak berhentinya mengalir.

"Cerai?" Ibu Rila mendongakan kepala menatap suaminya dengan wajah terkejut. Pakaian di bagian lengan wanita paruh baya itu sudah basah karena mengelap air mata yang tidak berhentinya keluar.

"Iya kita cerai!" tegas Ayah Rila dengan mengertakan gigi dan mata yang tajam.

Ayah Rila membalikan tubuh dan ingin mendekati pintu kamar malah kakinya ditahan oleh Ibu Rila.

"Lepaskan!" Ayah Rila menggerak-gerakan sebelah kakinya yang dicekal kuat oleh Ibu Rila hingga akhirnya terlepas. Pria itu langsung mendekati pintu.

Sontak Ibu Rila berdiri melihat Pria yang tidak tau diri itu ingin melarikan diri. Dia berlari mendekati pintu juga dan menahan tangan kanan Pria itu yang ingin membuka pintu.

Emosi Ayah Rila seketika mendidih, dia jadi geram hingga menghempas kasar tangan wanita yang menyentuhnya sampai tubuh wanita menyedihkan itu terhempas jauh.

Buukk!

Suara tubuh Ibu Rila yang jatuh dengan posisi tengkurap. Wanita itu mengangkat kepalanya dan kaget melihat bercak darah di lantai tepat di depan mukanya. Dia menyentuh dahinya yang tampak memar biru dan ternyata itu berasal dari dahinya yang terluka.

Kreeekk ...

Pintu di buka oleh Ayah Rila, mata Pria itu seketika tertuju pada gadis tepat di hadapannya termasuk Ibu Rila yang terkejut melihat sosok putrinya.

Rila mengangkat kepalanya menatap sosok Pria di hadapannya yang tiada lain adalah ayahnya. Gadis itu tak kuasa menahan rasa sakitnya mendengar lontaran ayahnya.

Jadi seperti itukah aku dan ibu di mata ayah, batin Rila.

Pencarian Rila

Rila mengangkat kepalanya menatap sosok Pria di hadapannya yang tiada lain adalah ayahnya. Gadis itu tak kuasa menahan rasa sakitnya mendengar lontaran ayahnya.

"Pria jahat!" Rila mengusap pipinya yang membasah dengan jari-jari tangannya kemudian membalikan tubuh dan berlari sambil menyeka air mata yang ingin keluar.

Rila sungguh tak kuasa menghadapi ayah maupun ibunya hingga lari keluar dari rumah entah menuju kemana. Berharap pulang kerumah akan disambut bahagia malah jadi hal yang tak disangkanya terjadi.

Ibu Rila yang jatuh di lantai akibat didorong tadi sontak beranjak. Kemudian mendekati pintu lalu mendorong keluar tubuh Ayah Rila dari belakang sambil meneriaki Pria itu. Guna menyadari perlakuannya.

"Apa kau tidak tega dengan Putrimu?!" teriak Ibu Rila. Jari telunjuknya menunjuk depan wajah Ayah Rila dengan air mata yang terus mengalir.

Tidak ingin lebih lama bersama Pria yang sudah mengajaknya cerai, Ibu Rila bergegas keluar dari rumah dengan wajah sedih, cemas bercampur panik akan Putrinya yang tidak tidak tau kemana.

Tidak dengan Ayah Rila, dia malah melarikan diri dari rumah tidak ada upaya sama sekali mencemas keadaan ataupun mencari gadis yang tiada lain Putrinya sendiri.

***

Rasa cemas dan ketakutan menghantui sosok wanita paruh baya yang berlari menyusuri sekitar tempatnya guna mencari anaknya. Bahkan saking cemas mencari keberadaan anaknya, wanita itu lupa memakai alas kaki.

Hari sudah sore menjelang senja. Ibu Rila tidak berhentinya mencari keberadaan Putri semata wayangnya itu. Rasa perih di telapak kedua kakinya karena terinjak batu kecil maupun material kecil yang dapat membuat kaki terluka sudah tidak dia rasakan lagi. Betapa cemas akan anak gadisnya itu.

Upaya Ibu Rila mencari anaknya sampai matahari mulai terbenam pun belum juga menemukan jejak sedikitpun. Dia sudah menanyakan pada tetangga di sekitar rumah maupun keliling komplek demi mencari sambil menanyakan pada orang-orang yang berlalu tentang Rila yang tidak kunjung ketemu.

Sampai malam telah menyambut, Ibu Rila sejenak berhenti di sebuah taman yang pernah dikunjungi Rila saat senggang. Dia duduk sejenak di kursi yang letaknya berada di pinggir taman. Berada di antara dua tiang lampu yang menerangi jalan taman itu.

Ibu Rila mengelap keringat di sekitar wajahnya kemudian melirik kearah langit dengan wajah bersedih. Sambil menormalkan napas dan ritme jantungnya yang sedari tidak beraturan mencari keberadaan Rila.

"Dimana kau Nak? kau tau ibu sangat mencemaskanmu." Air mata tak sengaja mengalir lagi, menyapu pipi Ibu Rila dengan rasa hangat.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki cepat yang berasal di belakang kursi taman yang diduduki Ibu Rila. Semakin cepat terasa mendekati wanita itu.

Ibu Rila jadi merasa aneh mendengar langkah kaki cepat itu hingga saat ingin menolehkan kepala kebelakang, mulutnya tiba-tiba dibungkam oleh seseorang dari belakang dengan sapu tangan yang bergumpal.

Ibu Rila pun kehilangan kesadaran alias pingsan karena pengaruh bius dari sapu tangan yang disumpal kedalam mulutnya dari seseorang yang tak sempat dia lihat.

***

Sedangkan di tempat lain, sebuah gedung sekolah. Berada di atap sekolah atau sering disebut Rooftop yang lumayan luas dengan pagar beton yang membatasi, tingginya sebatas pinggang orang dewasa.

Tidak ada pencahayaan hingga keadaan di situ gelap, dan sunyi. Namun suara teriakan seseorang terdengar berasal dari atas gedung sekolah itu.

Teriakan itu berasal dari sosok gadis yang berdiri menginjak pagar beton yang membatasi atap gedung itu. Jika menundukan kepala maka akan melihat tembok jalan sekolah dari atas itu dan jika menatap lurus maka akan melihat jalan raya, bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dari kejauhan.

"Mengapa semua ini terjadi padaku?!" teriak gadis itu terdengar menyedihkan dengan suara serak namun lembut.

Gadis itu memandang pemandangan malam indah di hadapannya dengan tatapan kosong. Ingatan sesuatu berputar dipikirannya, membuat gadis yang memakai seragam sekolah biru itu tak kuasa menahan air mata hingga keluar dari balik kacamata menyapu pipinya.

Gadis itu tiada lain ialah Rila. Semenjak pergi dari rumah tempat yang dia datangi adalah atas atap gedung sekolah. Tempat sekolah menengahnya yang sering dia jadikan tempat menyendiri.

Rasa sesak dan sakit tidak bisa dia tenangkan. Namun karena itu dia memilih melampiaskan perasaannya yang campur aduk dengan berteriak sekencang-kencangnya dari di tempat sunyi itu.

"Apa tidak ada yang peduli padaku?!"

"Ayahku jahat! dia tidak pernah mengerti perasaanku hikss hiksss,"

"Semua sudah hancur! Ayah bercerai dengan ibu bahkan berutang banyak karena wanita hiburan! Pria tidak ada perasaan! hikss hikss." Rila sungguh tak tahan lagi sampai keluar kata-kata buruk dari mulutnya yang bahkan dia merasakan sakit mendengarnya.

Tidak sadar, sosok pemuda dengan mengenakan jaket hitam, celana jeans hitam dengan helm hitam yang menutupi kepala dan setengah wajahnya menapaki satu persatu anak tangga menuju atas atap situ.

Pemuda itu menaiki tangga dengan santai sambil melempar gantungan kunci motornya keatas lalu menangkapnya dengan wajah tiba-tiba heran.

***

Rila memandang keatas langit dengan wajah bersedih, "apa yang sebenarnya kita inginkan di dunia ini?" lirihnya.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang membuat Rila sontak kaget.

"Hei apa yang kau lakukan bodoh?!" Pemuda yang mengenakan jaket hitam sesampainya tadi berlari cekatan mendekati pagar, lebih tepatnya gadis yang dilihatnya berdiri di atas pagar.

Belum sempat Rila ingin menolehkan kepala kebelakang, tiba-tiba sebelah tangannya ditarik oleh pemuda itu dari bawah. Sontak tubuh Rila berbalik dan merasa tak seimbang karena tarikan kuat pemuda yang menariknya.

Buuukkkk!

Tak terduga, Rila jatuh menindih tubuh pemuda yang menariknya. Kacamata yang dikenakannya terlepas bersamaan dirinya yang terjatuh.

Bersambung ...

Keinginan yang tidak dapat terjadi

Tak terduga, Rila jatuh menindih tubuh pemuda yang menariknya. Kacamata yang dikenakannya terlepas bersamaan dirinya yang terjatuh.

"Aww," ringis Rila merasakan sakit di dahinya karena terbentur kaca helm dari pemuda yang berada dibawahnya.

Saat Rila baru menyadari menindih tubuh seorang pemuda, dia sontak beranjak dengan wajah syok dan panik sambil melihat kesekitar mencari kacamata bulat minus miliknya.

"Hei kau! apa yang kau lakukan di sini?" tanya pemuda itu. Ia melirik kearah Rila dari balik kaca helmnya. Kaca hitam helm itu membuat ia tidak terlalu jelas melihat rupa gadis yang ditemuinya.

Mata Rila tertuju pada lantai melihat kacamatanya yang tergeletak tidak jauh dari sampingnya. Dia dengan cepat mengambilnya lalu bergegas pergi tanpa sejenakpun melirik kearah pemuda yang menutupi wajah dan kepalanya dengan helm itu.

***

Rila berjalan pelan menyusuri jalan yang tampak sepi setelah pergi dari gedung sekolah tadi. Dia tidak ingin menemui siapapun sekarang, tidak juga akan bercerita pada siapapun tentang apa yang dialaminya.

Langkah demi langkah, sepanjang jalan Rila melihat kesekitar, menatap lampu jalan, pohon dan rumah.

Tiba-tiba langkah gadis itu terhenti saat ingin mengambil jalan belok kearah kanan karena melihat tiga orang yang berjalan dari arah berlawanan darinya. Melihat tiga orang itu Rila jadi sedih teringat kedua orang tuanya.

Sosok Ayah yang merangkul putrinya lalu sosok Ibu menyapu atas rambut putrinya dan putrinya yang berjalan di tengah tersenyum manis sambil memperlihatkan buku bersampul merah.

"Lihat Ayah, nilai rapotku tahun ini sangat memuaskan,"

"Bagus, putri ayah sudah bekerja keras,"

"Setelah kita pulang, ibu akan membuat makanan kesukaanmu,"

Lontaran dari keluarga kecil yang melewati Rila. Melihat mereka Rila memandang keatas sambil menyeka air mata yang ingin keluar. Rasanya dia ingin sekali berada diposisi gadis itu, tapi Rila sadar semua itu tidak akan pernah terjadi.

Tak tahan, Rila kembali melanjutkan jalannya tapi dia langsung berlari melewati jalan yang sepi. Teringat akan ibunya pasti sedang mencemaskannya yang pergi mulai siang tadi.

Angin sejuk malam menghembus tubuh gadis yang berlari di tengah kesepian itu, menerpa rambutnya yang terkuncir. Terasa dingin menusuk bulu kuduk.

***

Sementara di tempat lain. Sosok pemuda yang bertemu dengan Rila menganggap gadis itu ingin bunuh diri sedang asiknya memandang langit malam dengan kedua tangan yang tersembunyi dalam saku celana. Helm yang menutupi belum ia lepaskan sama sekali.

"Semoga tidak ada yang menemukanku," gumamnya terdengar dingin.

Tiba-tiba terdengar suara nada dering yang berasa dari ponsel. Pemuda itu mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya sambil berjalan mendekati pagar. Ternyata ponselnya yang berdering menerima panggilan seseorang.

^^^[Hei temanku paling tampan, kau ada di mana sekarang? kau tau anak buah ayahmu sekarang sedang memeriksa kamarmu, mereka mencari dirimu kuharap kau berada di tempat yang aman] Suara yang seseorang yang berasal dari ponsel.^^^

Pemuda itu meletakan ponselnya di atas pagar beton, "hmm ck," dehemnya disertai dengusan kesal.

^^^[Katakan padaku kau di mana sekarang?]^^^

"Di atap sekolah SMA satu," jawab pemuda itu lagi membalas.

"Kau jangan memberitahu ayahku, awas," ucapnya lagi dengan wajah dingin dibalik helmnya.

^^^[Apa yang diberi tahu?] Suara mulanya yang terdengar seperti anak muda tadi berubah suara serak-serak orang dewasa dengan nada tegas.^^^

Mata pemuda itu melotot mendengar suara yang sangat dikenalnya, tiada lain adalah ayahnya sendiri.

^^^[Paman, ponselku, itu buk ...]^^^

^^^[Hmm, kau pulang sekarang atau ayah akan memanggil petugas polisi dan mendatangimu kesitu anak nakal]^^^

Pemuda itu langsung memicik tombol merah di layar ponsel, "ah, ayah cerewet daripada ibu," kesalnya.

***

Rila sudah sampai menginjak halaman depan rumahnya menuju pintu yang terlihat tutup. Perasaan tak karuan seketika menghantuinya mengingat kejadian pagi tadi akan hubungan kedua orang tuanya yang buruk.

Sebelah tangannya mendorong pintu dan terbuka mengeluarkan suara decitan.

Saat sudah terbuka lebar, mata Rila langsung tertuju kedalam ruangan dan pupilnya seketika membesar melihat hal yang mengejutkan di dalam.

Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!