Pagi ini kota Medan di guyur hujan ringan, yang mana membuat Tata hanya berdiam diri di rumah dengan di temani secangkir cappucino latte kesukaannya dan sepiring brownies coklat buatan Mak Ijah.
"Non, Nyonya mau di mandikan sekarang apa nanti? " tanya Mak Ijah kepada Tata dengan pelan.
"Non... Non Tata! " panggil Mak Ijah sedikit keras.
"Astaghfirullah hal adzim... Maaf Mak, Tata melamun tadi.. " jawab Tata kaget sambil nyengir.
"Gak papa Non, kalau boleh Mak tau, Non Tata lagi ngelamunin apa? Gak biasanya begini? " tanya Mak Ijah dengan pelan.
"Tata cuma gak habis pikir aja Mak sama Bang Sandi. Sudah hampir 6 bulan Ibuk sakit, tapi sedikit pun Bang Sandi gak ada kabar mau menjenguk Ibuk. Usah kan mau merawat, menanyakan keadaan Ibuk aja gak pernah. Padahal kan dia ada di dunia ini karena jasanya Ibuk dulu sebelum nikah sama ayah. Semenjak Ibuk tidak mau memberikan warisan ayah kepada Bang Sandi 8 tahun lalu, Bang Sandi sedikitpun tidak pernah menelpon Ibuk, apalagi pulang ke Medan menjenguk Ibuk. Terlebih lagi ketika Ibuk sakit sekarang ini, benar-benar bikin aku geram. " jawab Tata panjang lebar.
"Yang sabar Non, itulah manusia, harta bisa membuat seseorang lupa diri, membuat saudara saling membenci bahkan bermusuhan.. Yang penting Non Tata yang pernah putus asa dalam merawat Nyonya, karena di situ lah bakti seorang anak kepada Ibu nya. InsyaAllah Allah akan memudahkan semua urusan Non Tata dalam merawat Nyonya. Ingatlah kata pepatah ridho orang tua adalah ridho Allah, murka orang tua adalah murka Allah.. Anak yang durhaka kepada orang tua nya akan di balas Allah di dunia ini.. " ucap Mak Ijah dengan bijak menasehati Tata.
"Makasih banyak ya Mak, udah mau membantu Tata merawat Ibuk.. Oya, tadi Mak manggil Tata mau ngomong apa? " ucap Tata sambil bertanya.
"Mak mau tanya, Nyonya mau di mandikan sekarang apa nanti? " kata Mak Ijah dengan lembut.
"Nanti ajalah Mak, soalnya kalau sekarang pasti dingin banget karena baru selesai hujan. Takutnya Ibuk nanti kedinginan mandi air dingin. Mak kan tau sendiri kalau Ibuk gak suka mandi pake air hangat. " jawab Tata sambil memakan brownies nya.
"Ya sudah, kalau gitu Mak mau masak dulu lah. Sudah hampir jam 7,nanti Nyonya kelaparan lagi kelamaan gak di kasih makan karena masakannya belum masak. " ucap Mak Ijah sambil berjalan ke belakang.
"Iya Mak, Tata juga mau mandi dulu lah.. " sahut Tata sambil berdiri dari posisi wuenak nya.
Mak Ijah pergi ke dapur, Tata pergi ke kamarnya untuk mandi. Namun sebelum ke kamarnya, Tata menyempatkan diri ke kamar Ibu nya melihat apakah Ibu masih tidur apa sudah bangun. Dan ternyata ibunya masih tidur dengan nafas yang teratur. Tata membetulkan selimut Ibunya dan keluar dari kamar itu dengan pelan-pelan agar Ibu nya tidak terbangun.
Tata lalu ke kamarnya untuk mandi, karena walaupun di luar hujan, ia tetap mandi karena biasanya ia selalu mandi sebelum ia sholat subuh karena itu kebiasaan yang di ajarkan Ibu nya sedari ia kecil. Hanya saja hari ini ketika ia mau mandi, ia mendadak kedinginan karena hujan sudah turun pada saat sebelum subuh, sehingga ia menunda mandi seperti biasanya.
Setelah mandi, Tata ke kamar Ibunya. Dan ternyata Ibunya sudah bangun dan duduk di tempat tidur bersandar kan bantal.
"Ibuk sudah bangun? " tanya Tata dengan lembut.
"Kok a-adek gak ba-bangunin I-ibuk.. Ka-kan I-ibuk ti-tidur lagi ha-habis sho-sholat.. " jawab Ibu nya dengan terbata-bata karena ia baru bisa menggerakkan mulutnya setelah terapi selama 4 bulan ini.
"Adek sengaja Buk, karena di luar lagi turun hujan. Lagian dingin banget mau mandiin Ibuk, nanti Ibuk masuk angin lagi.. " jawab Tata dengan lembut sambil duduk di dekat Ibunya.
"Ma-maaf ya dek.. I-ibuk se-selalu bi-bikin a-adek susah.. Oya, gi-gimana ka-kabar suami mu Dika? A-apakah a-adek su-sudah menghu-hubunginya hari i-ini? " ucap Ibu Tata dengan wajah merasa bersalah.
"Kok Ibuk gitu ngomongnya sama Tata, Tata kan anak Ibuk, jadi ya wajar-wajar saja kalau Tata ngurusin Ibuk. Tata gak merasa susah sama sekali dalam merawat Ibuk.. Sudah sepantasnya Tata berbakti kepada Ibuk yang sudah mengandung, melahirkan dan membesarkan Tata selama ini. Lagi pula semua yang Ibuk lakukan selama ini buat Tata gak bisa Tata balas karena apa yang Tata lakukan selama ini belum seberapa yang Ibuk lakukan buat Tata sedari Tata kecil. " jawab Tata dengan mengusap punggung tangan ibunya.
"Kalau masalah Mas Dika, Ibuk gak usah khawatir, karena nanti Tata pasti kasih kabar sama Mas Dika. " jawab Tata lagi dengan tersenyum.
Sang ibu pun tersenyum lega mendengar perkataan anaknya, karena ia sedikit khawatir dengan pernikahan anak bungsunya ini yang tinggal terpisah dengan suaminya karena merawat dirinya yang sedang sakit ini.
"Loh, Nyonya sudah bangun ternyata.. Saya kira masih tidur, soalnya mau saya bangunkan tadi, mau di kasih makan. " ucap Mak Ijah yang masuk ke kamar sambil membawa nampan berisi makanan untuk Ibu nya Tata.
"Kasih makan aja Mak, Tata ada urusan sebentar.. " jawab Tata kepada Mak Ijah.
"Buk, Tata pergi dulu ya ke ruang kerja Tata, ada urusan penting.. " ucap Tata sambil mencium lembut pipi ibunya yang tampak kurus.
Ibunya menganggukkan kepala dan Mak Ijah duduk di tempat yang di duduki Tata tadi untuk menyuapi makan Ibu nya Tata.
Tata memasuki ruang kerjanya sambil mengutak-atik ponsel pintarnya dan tak lama kemudian ada panggilan pada ponselnya itu.
[Hallo, assalamualaikum]
[Waalaikumsalam Bu, saya mau mengabarkan kalau laporan keuangan restoran yang di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan sudah saya kirim ke email Ibu, mohon Ibu cek lagi ]
[Ok Icha, jangan lupa untuk mengecek apa-apa saja yang kurang dari restoran kita dan jika ada yang pelanggan yang komplain, kamu hubungi saya langsung. ]
[Baik Bu, Assalamualaikum. ]
[Waalaikumsalam.]
Tata pun meletakkan ponselnya di atas meja kerjanya dan membuka laptop untuk memeriksa email yang di kirim Icha tadi. Tiba-tiba saja, ponselnya yang di atas meja bergetar menandakan ada pesan yang masuk di WA nya.
Tata membiarkan saja karena ia harus benar-benar teliti mengecek laporan keuangan restoran nya agar ia tahu apakah ada kecurangan atau tidak di dalam laporan tersebut.
Ponselnya kembali bergetar dan nadanya sampai tiga kali yang berarti ada tiga pesan yang masuk. Tata masih tidak bergeming dari layar laptopnya karena ia masih fokus memeriksa laporan tersebut.
Setelah berkutat dengan laporan keuangan restoran selama hampir 30 menit, Tata meraih ponsel yang ada di atas meja dan melihat siapa yang mengirimi pesan.
"Nana, kenapa ia mengirimi video yang berdurasi 20 menit ini? Gak biasanya ia mengirim video. " gumam Tata pelan sambil membuka video tersebut.
Tata mengambil headset dan memasangkan nya di HP agar ia mendengar dengan jelas apa yang akan di sampai kan dalam video ini.
"Astaghfirullah hal adzim... Kurang ajar sekali kau Mas, jadi ini yang membuatmu santai-santai saja kita tinggal berjauhan. " ucap Tata geram ketika melihat video tersebut.
Dalam video itu, suaminya Dika merayakan ulang tahun seorang perempuan yang tidak di kenal Tata di restoran nya dengan di hadiri semua keluarga suaminya yaitu Ibu mertua nya, adik ipar nya dan suaminya, kakak ipar dan istrinya. Suaminya Dika sangat mesra sekali dengan perempuan tersebut suap-suapan makanan dan perempuan itu mencium pipi Dika di hadapan semua orang tanpa malu sedikit pun. Dan semua yang ada di sana bertepuk tangan dengan tertawa bahagia.
Tidak ingin berspekulasi sendiri, Tata menghubungi Nana untuk menanyakan kebenaran tentang video tersebut. Tata sudah menghubungi Nana sebanyak tiga kali, namun perempuan itu masih belum mengangkat panggilannya. Barulah di panggilan ke empat, Nana menjawab panggilan Tata.
[Hallo, assalamualaikum Kak,]
[Waalaikumsalam Na, ]
[Maaf ya Kak, tadi Nana lagi di toilet, jadi baru bisa mengangkat panggilan kakak. ]
[Iya, gak papa. Oya.. Kakak pengen tau dari mana kau mendapatkan video rekaman ini? Kenapa kau tidak ada di sana?]
[Nana dikirim sama Laras kak, tadi malam ia makan di restoran kakak sama pacarnya. Ia melihat Kak Dika ada di sana dengan perempuan itu. Mereka mesra sekali seperti pasangan kekasih. Di tambah lagi dengan kedatangan mama, bang Kadir dan mbak Yuli, Anika dan Riko. Laras curiga karena gak ada kakak di sana, maka nya ia berinisiatif merekam apa yang mereka lakukan, terlebih lagi posisi Laras ada di hadapan mereka, jadi ia dengan leluasa merekam semuanya dengan ponsel dan mengirim nya pada Nana sehabis subuh tadi. ]
[ Oh.. Begitu.. Bilang pada Laras terimakasih atas kiriman videonya.. Kalau saja tidak ada Laras, mungkin hingga saat ini kakak masih saja di bohongi sama Abang mu itu. ]
[Maaf kan bang Dika dan keluarga Nana ya Kak, yang sudah membuat kakak terluka dan sakit hati. Nana semalam dinas malam Kak, jadi mungkin mereka semuanya sengaja merayakan ulang tahun perempuan sundal itu ketika Nana dinas malam, agar Nana tidak tau dan mengadukan semuanya kepada kakak. ]
[Gak papa Na, gak usah merasa sedih begitu. Kakak gak akan hancur hanya karena abang mu selingkuh. Kakak yakin keluarga mu sengaja melakukannya agar kau tidak bisa melaporkan nya kepada kakak. Tapi Allah tidak tidur Na, Allah mengirim Laras agar semua kebohongan abang mu itu terbongkar.]
[Terus, apa yang akan kakak lakukan.. ]
[Kakak minta Nana untuk memantau semua tingkah Mas Dika, dan untuk sementara Pura-pura lah kau tidak tahu tentang semua ini sebelum kakak kembali ke Jakarta. Biarkanlah mereka merasa menang dulu, nanti sepulang nya kakak dari Medan baru kita bertindak. ]
[Baiklah kalau begitu mau nya kakak.. Nana akan bantu kakak dari sini. Assalamualaikum..]
[Waalaikumsalam.. ]
Tata mematikan panggilannya. Ia menarik pelan nafasnya agar amarah di dadanya menghilang. Ia tidak boleh gegabah dalam menghadapi manusia licik dan picik seperti suami dan keluarga nya itu.
"Mas.. Mas.. Kau sungguh pria yang bodoh, kau menghianati aku hanya untuk perempuan itu. Jadi itu rupanya kau santai saja ketika aku memutuskan untuk bolak-balik Medan Jakarta untuk merawat Ibuku.. Kau bahkan tidak pernah meminta malam pertama kita yang selalu tertunda karena aku datang bulan dan kecapean.. Baik lah Mas, bersenang-senang lah kau dengan gundikmu sebelum aku kembali. Karena ketika aku kembali, kau akan melihat siapa Thalita Ruby Sinaga ini sebenarnya.. " ucap Tata dengan tersenyum menyeringai.
**Bersambung...
Selamat membaca dan selamat menunaikan ibadah puasa 1443 H**..
Siang harinya, Tata sudah berpakaian rapi dengan stelah blazer lengan panjang berwarna navi, dalaman kaos warna putih dan celana yang senada dengan blazer nya. Rambut nya ia biarkan tergerai dengan wajah yang sudah ia poles dengan make up minimalis. Sungguh penampilan yang sangat sempurna, dan tak lupa sepasang sepatu putih dengan tinggi 5cm yang menghiasi kaki jenjang nya.
Siang ini, ia akan mengisi perkuliahan di kampus tempat ia menjadi Dosen terbang. Yang hanya mengajar di saat tertentu saja dan tidak terikat dengan pihak kampus. Ia juga bisa mengajar di kampus yang berbeda dan di tempat yang berbeda pula.
"Wah, Non Tata cantik banget! Mau ke kampus siang ini? " tanya Mak Ijah sambil memuji Tata.
"Ah Mak bisa aja.. Iya Mak, Tata ada jadwal mengajar di kampus siang ini. Kalau ada apa-apa sama Ibuk, langsung hubungi Tata ya Mak? " jawab Tata dengan tersenyum simpul.
"Tata pergi dulu ya Mak! Assalamualaikum! " pamit Tata sambil menyalami tangan Mak Ijah.
Karena ibunya sedang tidur siang, Tata langsung pergi saja ke kampus dan hanya berpamitan dengan Mak Ijah. Tata pergi ke kampus dengan mengendarai mobil sport kesayangan nya yang berwarna merah. Ia membeli mobil tersebut dengan harga yang sangat menguras kantong. Ia memang sudah lama menginginkan mobil tersebut, dan alhamdulillah, setelah menabung selama tiga tahun uang hasil dari beberapa cabang restorannya, ia akhirnya mampu membeli mobil impian nya itu dengan cara cash.
"Mas, Mas... Ada untung nya juga kamu tidak tau siapa aku? Jika saja aku dulu mengatakan bahwa aku seorang Dosen dan pengusaha restoran, bisa-bisa semua harta yang susah payah aku rintis, kamu habis kan untuk menghidupi semua keluargamu, termasuk selingkuhan mu itu Mas.. Ckck dasar benalu, tidak tau di untung.. " omel Tata ketika melihat status adik iparnya yang memamerkan tas chanel yang baru saja ia beli.
[Orang kaya pasti bisa beli tas favorit ini kapan saja.. Gak kayak orang miskin yang mau makan aja susah.. wkwkkw]
"Dasar gak tau malu! Kau beli tas itu dengan uang restoran ku! " umpat Tata dengan kesal sambil memukul setir mobil.
"Lihat saja Mas, aku akan membuat kalian menyesal karena sudah mempermainkan aku. Nikmati lah dulu kesenangan kalian itu.. Aku akan membuat kalian menangis darah karena sudah menyepelekan seorang Thalita. " ucap Tata dengan geram.
Setelah mengendarai mobil nya selama hampir 30 menit, Tata akhirnya sampai juga di gerbang kampus. Tata langsung membelokkan mobilnya di parkiran khusus Dosen dan petinggi kampus.
"Siang Bu Tata... Tumben siangan datangnya... Biasanya selalu pagi. " sapa Pak Ujang yang seorang satpam di kampus ini.
" Siang juga Pak Ujang.. Iya Pak, saya gantiin Bu Della yang izin karena anaknya sakit. " jawab Tata dengan ramah.
"Mari Pak! " sahut Tata pamit kepada Pak Ujang.
"Ya Bu Tata, silahkan! " jawab Pak Ujang dengan ramah.
Tata pun pergi ke ruangan Dosen untuk mengisi absen terlebih dahulu. Kemudian ia segera pergi ke ruang mahasiswa yang akan ia ajar menggantikan temannya tersebut.
Setelah memberi materi kuliah selama satu setengah jam, Tata akhirnya keluar dari kelas tersebut dan memutuskan untuk pergi memantau salah satu restoran nya yang ada di kota Medan ini.
Tata memasuki mobilnya yang ada di parkiran dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang sedang. Tidak berapa lama, ia pun sampai di restoran dengan gaya Jepang karena restoran ini memang restoran yang menyajikan makanan Jepang. Dan bahkan kokinya beberapa di datangkan langsung dari Jepang.
"Selamat siang menjelang sore Bu Bos.. Kenapa gak telepon kalau mau kesini? " ucap seorang wanita yang berambut seperti pria yang sedang membereskan meja kasir.
"Sore... Sengaja.. Soalnya gak ada niat dari rumah mau kesini! Dimana Resti? Kenapa kau di sini? " jawab Tata dengan cuek sambil menanyai wanita tersebut secara beruntun.
"Resti sakit perut, dari tadi nabok tapi gak ada yang bisa gantiin dia karena semuanya lagi pada sibuk. Kebetulan aku lewat mau ke dapur, eh tuh anak manggil.. Kasihan banget liat mukanya yang tersiksa banget nabok.. " jawab wanita itu secara keseluruhan.
"Ya udah, kamu di sini aja gantiin Resti sementara sampai ia kembali dari toilet. " ucap Tata sambil berjalan ke lantai atas.
"Siap Bu Bos! " jawab wanita tersebut dengan gaya hormat kepada bendera.
Tata pun menuju ruang khusus untuk ia ketika mengunjungi restoran nya ini. Tata memang mempunyai ruangan khusus untuk ia sendiri di seluruh restoran miliknya.
Tata membuka kunci dan menutup pintu kembali dan menguncinya dari dalam. Ia langsung duduk selonjoran di sofa panjang di ruangan ini.
PoV Thalita
Aku Thalita, berumur 25 tahun. Aku mempunyai seorang ibu karena ayahku sudah meninggal ketika aku masih kelas 3 SMP. Ibu menghidupi aku dengan tekun tanpa menggunakan hasil sawit perkebunan ayah. Kata ibu, selama ia masih bernafas, ia akan selalu mencari uang agar bisa memberikannya kepada anak cucu nya kelak. Sebenarnya aku punya seorang kakak laki-laki, anak ibuku dengan mantan suami ibu sebelum menikah dengan ayah.
Ibuku kabur dari suaminya yaitu ayah kandung Bang Sandi, kakak ku. Ibu sudah tidak tahan lagi dengan penyiksaan yang di lakukan suaminya ketika ia tidak menemukan makanan di atas meja.
Suami ibuku yang pertama adalah orang yang cukup mampu ketika menikahi ibuku, namun ketika Bang Sandi berumur 3 tahun, usaha suami ibuku mengalami kebangkrutan karena di tipu oleh temannya sendiri.
Suami ibuku menjadi temperamen, suka main tangan dan suka berjudi. Ibu sampai berkerja hanya untuk mengisi perutnya dan Bang Sandi.
Ibuku kabur dengan membawa Bang Sandi yang ketika itu berumur 5 tahun. Ibu sudah tidak tahan lagi di jadikan samsak ketika suaminya marah-marah pulang ke rumah. Ibu bertemu dengan ayahku yang sudah menyelamatkan nya ketika di kejar preman. Ibu dan Bang Sandi di bawa ayahku ke kampungnya di Medan agar bisa lepas dari lelaki kasar seperti suami ibuku.
Karena sering bertemu dan berinteraksi, ayah menikahi ibuku dan setahun kemudian lahirlah aku. Walaupun sudah hidup berkecukupan, ibu masih bekerja sebagai buruh cuci untuk menyekolahkan Bang Sandi. Karena bagi ibu, Bang Sandi adalah tanggung jawab nya sebagai seorang ibu.
Walaupun demikian, ayah tidak mau lepas tangan dalam memberikan menyekolahkan Bang Sandi hingga ia lulus sarjana. Tidak lama Bang Sandi lulus, ia mendapatkan kontrak kerja di Malaysia. Bang Sandi pergi bekerja di sana dan meninggalkan kami bertiga di sini. Beberapa bulan kemudian ayahku jatuh sakit dan tak lama beliau meninggalkan aku dan Ibuk di dunia ini. Aku menelpon Bang Sandi untuk memberikan kabar duka ini, namun tidak ada tanggapan dari dirinya.
Ibuk sangat terpukul sekali dengan kepergian ayah yang tiba-tiba dan Ibuk juga kecewa dengan Bang Sandi yang tidak peduli dengan ayah, padahal ia bisa kuliah karena hasil kerja ayahku bukan ayah kandungnya yang pemabuk dan penjudi itu.
Setelah ayah tiada, Ibuk lah yang giat bekerja mencari nafkah, padahal kita masih punya kebun yang menghasilkan setiap bulan yang hasilnya lebih dari cukup jika hanya untuk kami berdua. Tapi Ibuk tidak mau, karena uang hasil perkebunan sawit untuk biaya pendidikan aku nanti, selama Ibuk masih sehat, Ibuk akan bekerja begitu jawabannya jika aku tanya.
Tamat SMA, aku melanjutkan kuliah di UNIMED mengambil jurusan ekonomi manajemen. Aku kuliah sambil bekerja di sebuah cafe sebagai waitress, karena kebetulan sekali aku kuliahnya pagi sampai jam 1 siang. Aku kerja dari jam 2 sampai jam 8 malam karena memang sistem kerjanya shift.
Sangat lumayan gajinya untuk jajanku sendiri karena aku kuliah mendapatkan beasiswa selama 2 tahun. Tahun ketiga dan terakhir biaya sekolah ku dari hasil kebun yang selama ini Ibuk kumpulkan.
Empat tahun aku kuliah, dan empat tahun juga aku kerja di cafe dan aku sudah mengumpulkan uang hasil kerja di cafe untuk membeli cafe tersebut karena pemiliknya akan pindah ikut suaminya ke kota lain. Karena uang ku baru separuh, Ibuk memberikan uang hasil kebun yang dulu di tabung. Akhirnya cafe itu resmi menjadi milik aku dan aku mengembangkan nya menjadi cafe dan restoran yang sesuai dengan tren saat ini.
Dua tahun cafe dan restoran ini aku kelola, perkembangannya sungguh signifikan dari yang aku bayangkan. Sehingga aku membeli cafe atau restoran yang hendak di jual pemiliknya dan kemudian aku kembangkan sesuai selera saat ini dengan tidak mengubah cita rasa dan aku berhasil melakukannya. Selama tiga tahun saja, aku sudah punya tiga restoran dan cafe yang tersebar di kota Medan dengan omset yang tidak sedikit.
Aku juga sudah menyelesaikan pendidikan S2 ku juga di kota ini tiga tahun lalu sambil mengelola bisnis cafe dan restoran. Dan Ibuk ku masih menekuni pekerjaan nya sebagai tukang loundry bukan buruh cuci karena Ibuk membuka usaha loundry ketika aku berusia 2 tahun. Waktu itu ayah sangat menentang Ibuk yang bekerja sebagai buruh cuci, dan ayah memberi saran, daripada menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah lebih baik Ibuk buka loundry. Biar orang saja yang ke rumah untuk mengantar cucian mereka. Akhirnya ayah memberikan modal untuk membuka usaha loundry dan usaha tersebut masih berjalan hingga aku lulus S2 dan sudah memiliki empat cabang di kota Medan ini.
Ibuk menjual sebagian tanah perkebunan sawit warisan ayah untuk aku kuliah S2 dulu karena Ibuk sangat menginginkan aku mempunyai pendidikan yang tinggi.
"Kenapa sih buk, adek di suruh lanjut kuliah lagi? Kan adek juga sudah jadi sarjana dan juga sudah punya usaha. " tanya ku kala itu.
"Dari adek masih dalam kandungan Ibuk, Ibuk sudah bertekad jika anak yang lahir nanti perempuan, Ibuk akan menyekolahkan nya tinggi-tinggi, agar jika ia nanti menikah ia tidak di rendahkan dan di remehkan oleh suaminya. Ibuk tidak rela anak perempuan Ibuk mengalami nasib yang sama dengan ibunya yang di rendahkan, di hina, di remehkan karena tidak tamat sekolah. Makanya Ibuk bertekad agar adek bisa sekolah tinggi-tinggi biar tidak di pandang rendah oleh orang lain termasuk suami. " jawab Ibuk panjang lebar.
Ternyata apa yang di ucapkan Ibuk dulu menjadi kenyataan. Aku menikah dengan seorang pria yang aku kenal sewaktu aku menghadiri pertemuan pengusaha muda di Jakarta. Pria yang aku kira baik ternyata hanya kedok belaka. Hubungan kami berlanjut karena aku mendapat beasiswa kuliah S3 ku di UI dari kampusku yang di Medan. Pria itu dan keluarga nya tidak tau kalau aku di Jakarta ini kuliah S3. Karena jiwaku jiwa bisnis, aku membeli restoran dengan cara ketika di Medan dulu, kemudian aku kembangkan. Alhamdulillah selama setahun aku sudah punya tiga lagi cafe dan restoran di Jakarta dan sekitarnya.
Aku juga membeli restoran di daerah Jakarta Pusat, restoran yang bangkrut karena sepi pembeli karena banyak saingan yang memiliki konsep yang hampir sama. Aku pun mengubahnya menjadi restoran Asia yang menyajikan berbagai macam masakan Asia, bahkan kokinya aku datangkan yang benar-benar sudah bersertifikat resmi.
Ketika aku menikah dengan Dika, aku sudah memiliki rumah tipe 45 yang sengaja aku beli ketika kuliah. Kami menikah setelah sebulan aku lulus kuliah S3 ku, dan restoran yang aku beli sudah mulai merangkak naik omsetnya. Seminggu setelah menikah, aku mendapat kabar dari Medan kalau ibuku masuk rumah sakit karena terjatuh di kamar mandi. Aku langsung berangkat ke Medan meninggalkan suamiku di Jakarta sendiri padahal kala itu kami belum merasakan indahnya malam pertama karena setelah nikah aku kedatangan tamu bulanan.
Sudah seminggu aku di Medan, dan kami berkomunikasi melalui telepon dan video call. Restoran ku yang keempat, yang baru mulai naik, kehilangan orang aku percaya untuk mengelola nya karena kecelakaan. Karena tidak ingin restoran tidak ada yang meng-handle, aku meminta Mas Dika suamiku untuk mengelola nya selama aku merawat ibuku di Medan.
Mas Dika sangat senang sekali mendengar permintaan ku dan ia segera keluar dari pekerjaan nya sebagai salesman alat-alat motor.
Kami berdua pun menjalani hubungan jarak jauh dan aku hanya bisa sebulan sekali ke Jakarta melepas rindu dengan Mas Dika. Dan anehnya, setiap aku pulang ke Jakarta, aku selalu dalam keadaan palang merah.
Ibuku di vonis dokter stroke, yang menyebabkan anggota tubuhnya mati rasa dan tidak bisa bicara. Sebagai anak perempuan satu-satunya, aku meminta izin suamiku untuk merawat Ibuk di Medan dan suamiku dengan santai mengizinkannya. Sudah enam bulan Ibuk sakit, dan empat bulan belakangan ini aku tidak sempat kembali ke Jakarta mengunjungi suamiku.
Pagi ini, tiba-tiba saja ada kiriman video dari adik iparku Alana. Video berisi suamiku merayakan ulang tahun dengan seorang perempuan yang tidak aku kenal bersama mertua dan ipar ku.
"Kurang ajar.. Awas kau Mas, beraninya kau menghianati aku. " ucapku geram dengan jantung ku yang berdebar kencang menahan emosi.
Bersambung...
Selamat membaca dan selamat beraktivitas..
"Dika... Dika... Bangun... ! Bangun Dika! " teriak Nyonya Retno mengguncang tubuh anaknya.
"Dika, bangun!.. Ayo anterin mama ke mall! " teriak Nyonya Retno lagi dengan kencang di telinga Dika.
"Ya ampun... Mama apa-apaan sih! Pagi-pagi udah teriak-teriak aja.. Dika masih ngantuk Ma, " jawab Dika ikutan teriak dengan mata yang masih tertutup.
"Pagi-pagi pala mu peyang... Ini sudah jam 11 siang tau gak! Ayo cepat bangun! " omel Nyonya Retno sambil memukuli Dika dengan bantal.
Alhasil, Dika pun mau tidak mau bangun dari tidur panjangnya dan duduk di tempat tidur sambil menguap lebar.
"Ayo cepat mandi, mama tunggu kamu di bawah. " ucap Nyonya Retno sambil berjalan keluar kamar Dika.
Dika pun ke kamar mandinya dengan malas. Ia mandi dengan mengerutu kepada mamanya yang sudah membangunkan ia dari mimpi indahnya.
Nyonya Retno pun duduk di sofa ruang tamu dengan santainya sambil membaca majalah seperti lagaknya orang kaya.
"Hei Alana, mau kemana kamu! " teriaknya ketika Alana hendak keluar dengan pakaian yang sangat rapi.
"Mau kerja, kenapa? " jawab Alana yang biasanya di panggil Nana.
"Kau masak dulu untuk makan siang, mama mau ke mall sama kakak mu Dika. " ucap Nyonya Retno tanpa menoleh sedikitpun.
"Ogah, masak aja sendiri! Aku udah telat. Assalamualaikum. " jawab Nana tegas sambil berjalan keluar mengendarai motor scoopy nya hadiah dari kakak iparnya Tata.
"Dasar anak kurang ajar! Sudah berani membantah rupanya. Awas saja jika kau pulang nanti, akan aku buat papa kesayangan mu itu menderita. " ucap Nyonya Retno dengan geram.
Dika mempunyai seorang ibu bernama Retno, kakak laki-laki bernama Kadir dan adik perempuan bernama Alana dan Anika. Kadir anak tertua Nyonya Retno sudah menikah dengan Yuli seorang wanita yang bekerja di sebuah salon kecantikan. Kemudian Dika yang sudah menikah dengan Thalita yang mempunyai restoran. Ketiga Alana yang masih lajang, dan terakhir Anika yang sudah menikah dengan Riko melangkahi Alana. Riko seorang anak pemilik toko furniture di daerah kuningan. Diantara ketiga menantunya, hanya Tata lah yang di kira miskin dan udik karena selama mengenal Tata, mereka tidak pernah di belikan barang-barang yang mahal, dan Tata selalu memakai pakaian yang sederhana.
Tata memang tampil apa adanya ketika pertama kali di perkenalkan Dika kepada keluarga nya. Semua keluarga Dika menyambut Tata dengan setengah hati karena di lihat dari raut wajah mereka yang tampak cuek dan biasa saja, kecuali adik Dika yang bernama Alana. Hanya Alana yang menyambut Tata dengan ramah. Mereka bahkan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada Tata ketika Tata dan Dika akan menikah. Dika yang bersikukuh akan menikahi Tata walaupun keluarga nya tidak setuju.
Tetapi, ketika Tata mengadakan pesta kecil pernikahannya di restoran yang baru ia beli, semua keluarga suaminya langsung berubah total sikap nya kepada Tata. Mereka mulai memperlihatkan wajah gila harta dengan mengambil simpati Tata. Semenjak hari itu, Tata mengurungkan niatnya untuk mengatakan siapa dirinya kepada suami dan keluarga nya.
Dan lebih tidak tahu malu nya, mamanya Dika langsung pindah ke rumah Dika dan Tata ketika Tata memutuskan untuk merawat ibunya di Medan. Beliau pindah membawa suaminya dan Alana karena hanya Alana yang masih lajang. Sehingga Alana merasa malu dan tidak enak dengan langsung menelpon Tata memberitahu kan tentang kepindahan mereka ke rumah Tata. Tata mengizinkannya hanya karena kasihan dengan Alana dan ayahnya yang sedang sakit harus ke sana kemari akibat ulah mamanya Dika tersebut.
"Emangnya mau ngapain sih Ma ke mall? " tanya Dika yang sudah berpakaian rapi.
"Mama mau beli baju buat ke acara nikahan anaknya jeng Rika, anak teman arisan Mama.. Malu dong Mama kalau nanti ke pestanya pakai baju yang lama! Mau tarok di mana muka Mama kalau teman Mama ada yang nanya. " jawab Nyonya Retno dengan antusias.
"Ya udah, ayok! " ajak Dika sambil berjalan keluar menuju garasi mobil.
Mereka berdua pun berangkat menggunakan mobil yang di beli menggunakan uang restoran tanpa sepengetahuan Tata. Nyonya Retno pergi dengan Dika tanpa memperdulikan suaminya yang sedang sakit sendirian di rumah. Untung saja Tata membayar perawat untuk merawat ayah Alana yang sedang sakit lumpuh. Tata membayar perawat tanpa ada yang tahu kecuali Alana karena Tata tidak ingin mereka semakin besar kepala. Mereka hanya tau kalau perawat tersebut Alana yang bayar dari uang gajinya bekerja di restoran. Tidak ada seorangpun yang tau jika selama 6 bulan ini Alana bekerja di restoran milik Tata yang memang sudah terkenal di bandingkan yang di kelola suaminya Dika.
Dika dan ibunya sudah sampai di mall yang terbesar di Jakarta. Mereka segera menuju butik langganan Nyonya Retno sejak empat bulan lalu. Ia begitu bahagia ketika mendengar Dika diminta istrinya untuk mengelola restoran selama istri nya di Medan.
Ia merasa senang impian nya untuk jadi Nyonya besar menjadi kenyataan.
Nyonya Retno sedang memilih pakaian yang cocok untuk ke pesta. Ia memilih 4 potong gaun yang akan ia coba di kamar pas. Hanya dua yang cocok sesuai seleranya. Setelah merasa klop, Nyonya Retno membawanya ke kasir dan memanggil Dika untuk membayar tagihannya. Dika tidak pernah membantah semua perintah ibunya, ia selalu menuruti perkataan ibunya kecuali ketika ingin menikahi Tata dulu.
"Ma, kita ke atas yuk, aku lapar nih! " ajak Dika sambil memegang perutnya.
"Ya udah ayok.. Mama juga lapar, capek juga tadi milih-milih baju. " jawab Nyonya Retno dengan sumringah.
"Gimana gak capek coba.. Dika aja yang cuma nungguin capek, apa lagi Mama yang pilih-pilih baju hampir dua jam lebih. " sahut Dika mencibir omongan Mama nya.
"Mama kan harus teliti milihnya, Mama gak mau nanti baju yang Mama beli di ejek teman-teman Mama. Gengsi dong Mama! " jawab Mama Dika gak mau kalah omongan.
"Tau ah, yuk Ma cepetan. Aku udah laper banget nih. " desak Dika pada Mama nya.
"Iya, iya.. Ini udah cepat jalannya. " jawab Nyonya Retno dengan ketus.
Mereka berdua pun memasuki Food court dan duduk di tempat yang kosong sambil menunggu pelayan membawa buku menu. Mereka langsung memesan ketika pelayan menyerahkan buku menu dan menunggu sambil lihat kanan kiri.
Tiba-tiba saja ada dua orang ibu-ibu seumuran Nyonya Retno menghampiri mereka.
"Eh ada Bu Retno di sini! Tumben makan di sini Bu? Udah sanggup ya bayar makan di tempat seperti ini sekarang? " ucap ibu-ibu yang memakai baju merah dengan tersenyum mengejek.
"Ya iyalah.. Orang sekarang anak saya sudah jadi bos kok.. Emang situ yang anaknya masih pengangguran. " jawab Nyonya Retno dengan keras.
"Dih, bos apaan! Bos-bosan.. Ha.. Ha... Ha...Bangun Bu Retno, jangan mimpi di siang bolong. " jawab ibu-ibu yang satu nya lagi sambil tertawa mengejek.
"Eh.. Situ dengar ya? Anak saya Dika punya restoran sekarang. Dia bos nya. Enak aja bilang mimpi. " jawab Nyonya Retno dengan wajah marah.
"Ma, udah Ma... Jangan di ladenin, malu tuh di lihat orang. " bisik Dika kepada ibunya.
Nyonya Retno pun melihat di sekelilingnya, dan ternyata apa yang di katakan Dika memang benar, mereka jadi pusat perhatian, semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka.
"Kenapa Bu, malu! Tumben punya malu, padahal dulu gak tau malu sama orang lain. Oya, kalau anaknya sudah jadi bos. Bisa dong bayar utangnya selama ini di warung ceu Asih. Kasihan banget ceu Asih di utangin malah kabur ke rumah anaknya. Ha.. Ha... Ha... " ucap ibu-ibu yang berbaju merah lagi.
"Ya udah yuk Bu, selamat makan ya Bu Retno! Semoga makan di sini gak ngutang kayak di warung ceu Asih. Hi.. Hi.. Hi... Bay.. Bay... " ucap ibu-ibu yang di sebelah nya sambil tersenyum mengejek.
Nyonya Retno hanya bisa diam dengan tangan terkepal menahan amarah di dadanya, kalau saja ini bukan di tempat umum, mungkin sudah ia jambak-jambak rambut ibu-ibu tadi yang mengejeknya.
"Udah yuk Ma, makan. Gak usah di tanggapin. Mendingan makan sekarang biar marahnya hilang. Ayok Ma, mumpung masih anget. " ucap Dika ketika makanan sudah tersedia di meja mereka.
Menahan marah membuat Nyonya Retno makan dengan kalap seperti tidak makan selama setahun. Ia bahkan tanpa malu bersendawa dengan keras sehingga membuat beberapa orang mengomel karena jijik mendengar suara sendawa Nyonya Retno.
"Dih, kampungan banget sih sampai sendawa keras banget. Dikiranya ini di kampung. Menjijikan sekali. Huh.. " gerutu beberapa orang di sekitar mereka.
Dika yang malu dengan tingkah ibunya langsung membayar pesanan mereka dan menyeret tangan ibunya agar cepat keluar dari food court ini.
Sesampainya di luar food court, Dika mengomeli Mama nya karena sudah membuatnya malu di depan orang banyak. Dika pun tidak menghiraukan panggilan ibunya yang memintanya untuk jalan pelan-pelan.
Dika masuk ke dalam mobil dengan membanting pintu yang mana membuat Mama nya kaget dan memarahinya balik.
"Dika! Sudah berani melawan kamu sama Mama. Kalau sikap kamu begini, menyesal Mama udah kuliahin tinggi-tinggi tapi kurang ajar sama Mama. Kamu mau jadi anak durhaka. Begini balasan kamu sama Mama yang udah melahirkan dan membesarkan mu selama ini. Iya?? " teriak Nyonya Retno marah-marah ketika sudah di dalam mobil.
Dika hanya diam saja ketika Mama nya memarahinya balik. Ia tidak berani membantah lagi omongan Mama nya karena ia tahu bagaimana perjuangan Mama nya menghidupi nya ketika ayahnya meninggal dunia. Yah, ayah Alana bukan lah ayah kandung Dika dan Kadir. Ia adalah ayah tiri mereka dan Alana juga bukan adik kandung Dika dan Kadir, tetapi anak bawaan ayah tirinya. Hanya Anika lah adik mereka dari ayah tirinya, tapi Alana tidak tau jika ia bukan anak kandung Nyonya Retno. Ayahnya menikahi Nyonya Retno ketika Alana berumur dua tahun, jadi ia mengira jika Nyonya Retno adalah ibu kandung nya hingga sekarang.
Dika lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Nyonya Retno masih ngomel-ngomel sendiri dan Dika hanya diam saja karena tidak ingin Mama nya tambah marah. Nyonya Retno keluar dari mobil dengan membanting pintu mobil dengan keras yang mana membuat Dika melonjak karena kaget.
Ia lalu masuk dengan melemparkan barang belanjaannya ke sofa. Ia masih kesal dengan ejekan tetangga nya dulu di tempat makan tadi di tambah lagi reaksi Dika yang menyeretnya keluar tiba-tiba membuat amarahnya semakin membuncah keluar.
"Dasar tetangga kurang ajar! Kalau saja tadi bukan tempat umum, sudah aku jambak rambutnya dan aku cakar-cakar muka nya. " maki Nyonya Retno dengan kesal.
"Sumi! Sumi!... Kemana sih itu pembantu! Di panggil gak nyaut-nyaut. " omel Nyonya Retno dengan suara menggelegar.
"Hei Sumi! Kamu budek ya?Saya panggil dari tadi malah asyik di sini lagi kamu! " bentak Nyonya Retno dengan keras kepada seorang wanita yang sedang mencuci tangan di wastafel belakang.
"Heh.. Di panggil bukannya jawab, malah diam! Sana bikinin saya minum! " bentak Nyonya Retno lagi untuk sekian kalinya.
"Maaf Nyonya! Saya perawat, bukan pembantu di rumah ini! Saya di sini bekerja merawat Pak Jamal, bukan menjadi pembantu di rumah ini. Lagian yang gaji saya bukan Nyonya tapi Mbak Nana. " jawab perempuan bernama Sumi dengan tegas tanpa takut sedikit pun.
"Kurang ajar kamu ya?? Baru jadi perawat saja sudah sombong! Rasakan ini perawat kurang ajar! " ucap Nyonya Retno dengan mengangkat tangannya hendak menampar Sumi.
Tapi Sumi tidak bodoh, ia menahan tangan Nyonya Retno yang hampir mengenai pipinya dan membuangnya dengan kasar sehingga membuat Nyonya Retno terhuyung ke belakang.
"Jangan pernah sesekali Nyonya menyakiti saya! Saya bukan orang yang bisa di tindas seenaknya oleh benalu seperti Nyonya. Dasar tidak tahu malu, sudah numpang berlagak jadi Nyonya besar di rumah ini. Mimpi!! " ucap Sumi dengan kasar di telinga Nyonya Retno.
Sumi sengaja bicara di telinga Nyonya Retno agar tidak ada yang mendengar pertengkaran mereka. Ia lalu pergi meninggalkan Nyonya Retno yang masih di liputi amarah.
"Dasar brengsek... Perawat kurang ajar! Awas saja kau! Tunggu pembalasan ku, kau akan aku usir dari sini secepatnya. " ucap Nyonya Retno dengan dendam kesumat.
Bersambung...
Selamat membaca dan semoga terhibur..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!