NovelToon NovelToon

ISTRIKU SAHABAT ADIKKU

BAB I PROLOG

PROLOG

Di lorong dekat pasar Tradisional terdapat seorang yang sedang berlari memikul sebuah tas Ransel di punggungnya. Dengan penampilan sedikit berantakan ia berlari sangat cepat agar tidak terlambat di kelas. Dia adalah Evan Tyo Baskoro. Seorang remaja yang menjadi tulang punggung di umurnya yang masih di bilang remaja setelah kebangkrutan perusahaan Almarhum Ayahnya. Saat Damian Baskoro ayah Evan meninggal karna serangan jantung akibat kabar bangkrutnya perusahaan dan hutang yang begitu banyak. Saat itu Evan berumur 16 tahun dan mempunyai adik bernama Early Dwi Baskoro yang berumur 8 tahun.

Karna bangkrut dan banyak hutang yang harus di bayar Selvyana Ibu Evan syok dan membuat Selvy yang awalnya ceria dan energik kini menjadi seorang pendiam dan jarang berkumpul dengan kawan sosialitanya.

"Van, lagi-lagi kau hampir telat" ucap Dika Sahabat Evan sejak kecil.

"Biasalah Dik, semalam aku lembur lagi. Kan lumayan Uang lemburnya bisa buat tambahan biaya Sekolah Lily masuk SMP nanti." Ujarnya sambil menaruh tas punggungnya di kolong bawah kursi.

"Sabar bro, Untungnya Loe kuliah dapet beasiswa full jadi bisa tenang sedikit." Kata Dika sambil menepuk pundak Evan.

"Van Loe kan semenjak kerja di kafe itu, udah jago banget nih bikin menu aneh-aneh yang lezat, kenapa gak nyoba buka kafe sendiri." Saran Dika yang kasihan dengan nasib sahabatnya itu.

"Pengennya sih gitu tapi duit darimana, Asal jeplak aja mulut loe." Ucapnya menatap sahabatnya itu sambil senyum khasnya.

"Gue bisa bantu elo !"Katanya serius.

"Hahh.."

"Selamat pagi ..." Tiba-tiba suara Dosen menggema di seluruh ruangan memotong percakapan dua sahabat itu.

"Pagi pak.." Ucap para mahasiswa.

***

DI KANTIN

"Van gimana tawaran gue tadi pagi?." Tanya Dika sambil melahap makan siangnya di Kampus.

"Hehh.. Gaya loe selangit Dik, Duit dari mana loe.? Makan aja biasanya sepiring berdua sama gue" Ucap Evan tak percaya yang di katakan sohibnya itu.

"Gue serius Van, Loe inget Almarhum kakek gue kan?" Ucapnya meyakinkan.

"Yes, aku inget. Terus apa hubungannya?" Jawabnya tidak mengerti maksud Dika.

"Beliau ninggalin Harta gono gini untuk Ibuku. Kan loe tau gue gak punya ortu lagi selain Mama Selvy." Katanya Santai.

Semenjak orang tua Dika meninggal 2 tahun lalu. Orang tua Evan dan orang tua Dika sudah bertetangga dan bersahabat sebelum anak - anak mereka belum lahir sehingga Baskoro dan Selvy menganggap Dika juga anaknya.

"Serius Loe, Emang Loe gak butuh uang itu hahh?" Ucap Evan menganga mendengar jawaban sahabatnya itu.

"Munafik Van kalo gue bilang gak butuh." Katanya sambil menyumpal bakso ke mulut Evan.

"Sialan Loe, Terus ngapain nawarin Gue." Ucapnya dengan mulut penuh bakso akibat kelakuan Dika.

"Hahahahaha, Maksud Gue gimana kalo kita buat Bisnis kafe bareng pake uang itu." Ujarnya lagi.

"Ehmm.. Gue pikirkan lagi deh.. saat ini aku masih fokus kumpulin duit buat Daftar Ulang sekolah si Lily." Ucapnya lagi.

"Mikirnya jangan lama-lama keburu itu uang habis buat beli PS 5 dan Mobil HaHaHa" Sahutnya sambil tertawa menggelegar seisi kantin.

"Sialan Loe.." Kata Evan sambil berlalu meninggalkan Dika yang tertawa Garing itu.

" Bwahahahah.. woyy tungguin napa" Ucap Dika sambil buru-buru menyantap baksonya yang tinggal sebutir dan berlari mengejar Sohibnya itu.

Di tengah perjalanan Evan dan Dika berjalan menuju kelas terakhirnya namun seorang parubaya memanggil Evan dengan suara Gagahnya.

"Van, Bisa ke ruangan saya sebentar !" panggil Pria Parubaya itu dia adalah Dekan di kampus tersebut.

"Baik pak" Ucap Evan sambil menatap Dekan tersebut lalu menatap sahabat di sampingnya itu.

"Udah sana, Gue tunggu di kelas ." Kata Dika sambil mendorong punggung Evan.

Evan mengangguk dan berjalan mengikuti Dekan tersebut menuju ruangannya. Ia berfikir sepanjang jalan bertanya tanya ada apa? Kenapa? pikiran itu seolah olah berputar putar di kepalanya. Hingga tanpa dia sadari mereka sudah di depan ruangan yang di tuju.

"Maaf Pak apakah saya membuat kesalahan atau mungkin nilai saya turun." Ucapnya dengan cepat karena khawatir dengan alasan kenapa ia di suruh keruangan Beliau.

"AHH.. Tidak tidak bukan sebuah kesalahan tetapi sebuah peluang untukmu." Ucapnya dengan senyum khasnya.

"Maksudnya peluang?" Ucapnya bingung.

"Duduklah dulu biar saya jelaskan." ucapnya masih dengan senyum khasnya.

"Saya mengenal Mendiang Ayahmu, dan Saya juga mengenal Evan kecil saat itu dengan semua tingkah jenius dan mulut pedasnya." Ucapnya sambil berjalan mendekat di samping Evan.

"Maksudnya bagaimana pak, saya masih belum mengerti." Ucapnya makin bingung.

FLASHBACK ON

Sore itu Pak Gunawan mendapat undangan dari rekan bisnisnya yang juga sahabatnya saat SMA yang bernama Baskoro untuk makan malam bersama dengan keluarga kecilnya. untuk merayakan atas kelahiran Anak gadisnya.

"Selamat malam Gun. Apa kabar?" Sambut Baskoro dengan salam hangatnya menyambut Sahabatnya itu.

"Baik Bas, bagaimana denganmu. Dan Selamat atas kelahiran putri kecilmu." Ucapnya masih dengan jabat tangannya.

"Alhamdulillah Baik Gun, Terima kasih" Dengan tatapan rindunya terhadap sahabatnya yang telah lama sibuk dengan universitas dan pekerjaannya yang berbeda bahkan hingga diluar negeri.

Namun karena ia juga harus menyambut tamu yang lainnya sehingga ia berpamitan dengan sahabatnya itu.

"Masuklah nikmati semua yang sudah di hidangkan.Tapi maaf, Saya tidak bisa menemanimu lebih lama karena saya akan kembali menyapa tamu yang lain."Ujarnya sambil menunjuk makanan yang sudah tertata rapi di meja hidangan mempersilahkan Gunawan untuk mencicipinya.

Gunawan hanya mengangguk tersenyum mempersilakan Baskoro menyambut tamunya. Namun tiba-tiba ia merasa sakit perut dan mencari seorang pelayan untuk menanyakan dimana letak toiletnya.

"Mas... Dimana Toiletnya." tanya nya pada seorang pelayan yang sedang lewat.

"Di sebelah kiri Pak." Ucap pelayan itu menunjuk kearah kanan dan berlalu menghampiri tamu yang tengah memanggil pelayan itu.

"Maksudnya .. katanya kiri kok nunjuk kanan sih" Ucapnya bingung menatap punggung pelayan yang sedang berlari kecil menuju tamu yang lain.

"Ahh sudahlah coba ke kiri aja dulu kalo nyasar balik aja" Gumamnya Lirih tak mau ambil pusing.

Setelah menelusuri lorong sebelah kiri, Gunawan tidak menemukan toilet namun Dia berpapasan dengan seorang anak laki laki tampan berusia 9 tahun.

"Om Lihat Ayahku tidak?." Tanya bocah itu ke Gunawan.

"Siapa nama Ayahmu sayang, lalu mengapa kau bisa terpisah dengan Ayahmu."Jawab Gunawan pada anak itu.

"Ayahku bernama Baskoro Sanjaya, Aku tidak berpisah tetapi Ayah menyuruhku menyelesaikan tugas ini. Jika selesai aku boleh menemuinya." Ucapnya dengan lugu sambil menunjuk sebuah puzzle berukuran besar kira kira setinggi anak itu dengan potongan yang terbilang sangat kecil jika di lakukan anak seumurannya.

"Woww... Hebat, Apa kamu yang menyusun puzzle itu sendiri."Tanya Gunawan kagum yang hanya di jawab anggukan saja oleh Anak di hadapannya.

"Siapa Namamu nak." Tanyanya lagi.

"Evan Baskoro Om. Jadi Om tau dimana Ayahku." Tanya anak itu.

"Iya saya tau, Biar saya antar." Jawabnya sambil merentangkan tangan ingin mengendong anak itu.Seketika anak itu mundur selangkah.

"Bagaimana jika Om tunjukan saja jalannya dan aku mengikuti dari belakang, Siapa tau Om mau menculikku dengan cara mengendongku lalu membungkamku."Ujar anak itu menyelidik.

Gunawan hanya tercengang mendengar jawaban pedas dari anak kecil tersebut.

"Om.. Jika tidak tau dimana Ayahku maka pergilah."Jawabnya lagi membuyarkan Lamunan Gunawan yang membuatnya seperti orang bego.

"Baiklah aku antar."Jawabnya mengalah dan tidak mau lagi di balas kata kata pedas dari mulut mungil anak itu.

'Ternyata bocah tampan ini anak Baskoro,mulutnya begitu pedas sama seperti Ayahnya' Batin Gunawan.

Gunawan kembali menuju ke arah Baskoro berada. Ia lupa dengan Hajatnya yang ingin ke toilet setelah perbincangan dengan Bocah di belakangnya.

"Bas, Apa dia anakmu." Tanya Gunawan menepuk pundak Baskoro yang masih mengobrol ringan dengan para tamu.

"Ehh.. Iya Gun. Apa dia merepotkan mu?." Tanya Baskoro yang merasa tidak enak dengan sifat anaknya yang suka Blak-Blakan itu.

"Evan bukankah tadi Ayah suruh kamu di ruangan dulu sambil mengerjakan tugasmu." Tanya Baskoro pada anaknya yang kini berada di belakang Gunawan.

"Aku sudah selesai Yah.Jadi gak masalah dong aku keluar mencari mu dan ibu juga Adik. Sesuai perjanjian." Jawabnya sambil melengos mencari keberadaan Ibu dan Adiknya.

"Hahahahah.. Ku pikir kata kata pedas itu hanya berlaku untuk orang asing ternyata Bapaknya juga kena mulut cabenya." Sahut Gunawan sambil tertawa renyah mengejek sahabatnya itu.Baskoro menatap tajam Gunawan sehingga lelaki itu diam membisu.

"Evan, Apa kau yakin sudah beres. Ayah baru memberimu tugas 20 menit yang lalu.Tidak mungkin selesai secepat itu." Kata Baskoro yang tidak percaya tugas yang ia berikan selesai dalam waktu 20 menit. padahal orang dewasa saja membutuhkan ber jam-jam untuk tugas itu.

"Terserah, Cek sendiri saja."Sahut anak itu sambil berlari menuju Ibu dan Adiknya.

"WHAT..20 Menit." Ucap Gunawan kaget mendengar waktu yang di ucapkan Baskoro.

"Anakmu benar-benar briliant Bas.Jaga dia baik baik. Dia sangat berharga di mata orang lain."Ucapnya lagi sambil menepuk pundak Baskoro.

FLASHBACK OFF

Evan hanya diam mendengarkan cerita Pak Dekan tersebut sambil mengingat ingat kejadian yang di ceritakan sekarang.

"Lalu apa maksud Anda memanggilku kesini?" Tanya Evan lagi.

BAB 2 SETUJU

''Evan hanya diam mendengarkan cerita Pak Dekan tersebut sambil mengingat ingat kejadian yang di ceritakan sekarang.

"Lalu apa maksud Anda memanggilku kesini?" Tanya Evan lagi.

"Begini jadi, ada penelitian dari salah satu university terkenal di Jerman. dan membutuhkan beberapa tenaga di bidang Sains." Jawabnya sambil melirik Evan melihat responnya.

"Saya berencana mengajukan kamu untuk ikut penelitian tersebut." Lanjutnya lagi setelah melihat respon biasa dari Evan.

"Maaf pak saya menolak tegas tawaran bapak. Saya tidak mungkin meninggalkan adik dan Mama saya.Saya permisi." Tegas Evan berdiri sambil menundukkan kepala berlalu hampir meninggalkan ruangan.

"Ada gaji besar setiap bulannya." Sahutnya cepat menawar lagi.

Evan berhenti sejenak berbalik menatap mata Dekan tersebut sambil mencerna setiap kata-kata Dekan tersebut.

'Tawarannya memang bagus dan aku pun tidak akan bekerja sampai larut untuk menghidupi Lily dan Mama.' Batin Evan sambil memikirkan nasib keluarganya.

"Maaf pak lalu jika saya mengikuti kegiatan tersebut, bagaimana kuliahku? apa di sana aku dapat fasilitas? maksudnya tempat tinggal dan makan sehari hariku." Tanyanya Detail agar tidak salah langkah.

"Itu semua kamu dapatkan dari makanan, tempat tinggal, dan untuk kuliahmu tetap akan kuliah di sana dan jangan khawatir untuk biaya karena biaya kuliah di sana sudah di jamin oleh university tersebut." Jawabnya lagi masih meyakinkan Evan yang mulai Bimbang.

" Soal ibu dan adikmu tenang saja, Mereka akan baik baik saja. Saya bertanggung jawab semua." Lanjutnya lagi.

"Apa jaminan anda bisa saya percayai." Sahut Evan lagi.

Dekan yang gemas akibat keras kepalanya Evan, anak dari sahabatnya tersebut menarik nafas berat sambil mengeluarkan telepon genggamnya lalu mengetik salah satu nomor di telepon dan menghubunginya dengan mode loudspeaker.

"Tut..tut..tut.. Haloo." terdengar suara yang tidak asing dari hubungan telepon tersebut di telinga Evan.

"Mama.." Bisik Evan yang tau betul bahwa itu suara dari Mama tercintanya.

"Halo Silvy kau dengar aku." Sahut Dekan tersebut setelah mendengar suara seseorang yang sedang ia hubungi.

" Ya Gun ada apa? Tumben menghubungiku. apa ada masalah dengan anak sulung ku." Sahut Wanita tersebut yang tak lain adalah Silvyana mama Evan.

"Tidak aku hanya mengabarkan bahwa Anak jenius mu akan aku ikutkan kegiatan penelitian Sains di Jerman. Apa kau setuju?" tanyanya tanpa memperdulikan Evan yang bingung akan hubungan Mamanya dengan Pak Gunawan.

"Apapun itu aku Setuju asal anakku setuju dan terbaik untuk masa depannya Dan tidak membahayakannya." Sahutnya lagi.

"Baiklah jika kau memberi izin. terima kasih atas izin mu maaf mengganggu waktumu." Jawab dekan dengan senyum mengembangnya setelah mendapat izin dari Mama.

"Bagaimana Nak Evan, apa kau masih meragukan janjiku." Sahutnya tegas.

"Baiklah, aku Setuju mengikuti penelitian tersebut. Dan janjimu menjaga keluargaku akan aku pegang.Saya permisi 3 menit lagi kelasku akan di mulai" Jawabnya lantang penuh penekanan dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.

'Bas, Dia benar benar seperti dirimu keras kepala,pekerja keras dan sangat menyayangi keluarganya.' Batin Dekan tersebut dengan senyum khasnya mengingat mendiang sahabatnya tersebut.

Seusai pertemuannya dengan Dekan siang itu.Evan mulai menyiapkan semua yang di butuhkan. Termasuk beberapa teman teman terpercaya nya untuk sesekali menjenguk adik dan Mamanya termasuk Dika yang juga sudah di anggap anak oleh mama Silvya.

"Van loe yakin mau ke Jerman."Tanya Dika yang tidak rela di tinggal jauh oleh Sahabatnya yang di anggap saudara itu.

"Yakin lah Dik, Anggap aja ini lembaran baru untuk masa depanku dan Adikku termasuk mama." Jawabku meyakinkan Dika.

"Lalu penawaran ku loe sia siain gitu." Tanya nya lagi.

"Tidak, Aku tetap akan bantu kamu membuka Resto Impianmu." Jelasnya lagi.

"Caranya, Bukankah dirimu jauh di sana??" Tanyanya bingung.

"Dik, percaya padaku semua akan baik baik saja." Jawabnya meyakinkan. "Aku ada teman di Resto itu, dia akan bantu kamu sepenuhnya. Dan aku akan bantu cek laporan keuanganmu dan menu apa saja yang akan di jual via e-mail nantinya." Jelasnya lagi

"Baiklah, Selanjutnya apa yang aku lakukan. " Tanya nya lagi.

"Carilah tempat untuk kau sewa, cari yang strategis. " Jelasnya lagi.

Dika yang sedikit banyak paham akan property dan letak strategis hanya mengangguk paham, mulai scroll scroll gadgetnya untuk memulai bisnis barunya itu.

...

Di rumah evan langsung menemui mamanya bersama adik kesayangannya yang sedang bantu packing barang pesanan customer langganan mamanya itu. Dengan kacamata antik yang menempel di hidung mancungnya tidak mengurangi kesan cantik pada parasnya walaupun usia sudah tidak lagi muda.Beliau sedang duduk di depan laptop buntut peninggalan Alm Suaminya. Pada laptop tersebut tempat iya berjualan online untuk menghidupi kedua anaknya. Dari hasil jual online itulah Beliau mendapatkan uang untuk sekedar makan dan keperluan lain.

" Ma, jangan terlalu di froksir. Ingat kesehatan Mama." Kata Evan mendekat sambil meraih telapak tangan Mamanya.

"Sudah pulang nak, bersih bersih lah lalu kita makan malam bersama.Adikmu sepertinya sudah lapar." Sahutnya pada anak sulungnya itu.

"Bisa lapar kamu Dek?" Jawabnya menggoda Adik kesayangannya yang mulai cemberut akibat sindiran mamanya.

"Bisalah, aku kan manusia normal. Gak kayak kakak berlagak kayak robot. pagi kuliah sore Magang malam sampai subuh kerja." Sahutnya sewot.

"Sepertinya ada singa betina yang lapar banget. Sampai sampai suaranya ngaungg.. ngaungg.." Sahutnya lagi sambil menirukan gerak singa mengaung.

"Sudah..sudah.. Sana cepat mandi keburu kamu berangkat kerja." Lerai sang mama yang tak rela melihat kedua malaikatnya saling berargumen.

Malam itu mereka makan bersama seperti hari hari sebelumnya. Sebenarnya Evan ingin menyampaikan perihal ia akan pergi ke Jerman, Namun hatinya terasa berat jika harus meninggalkan kedua malaikat kesayangannya. Hingga tanpa sadar ia menatap mama dan adiknya bergantian.

"Kakakku sayang apa aku terlihat cantik hingga engkau menatapku seperti itu." Sahut Lily yang memperhatikan kakak nya yang sedang melamun menatap ia dan mama dengan teduh.

"Idiih... Ge Er lihat tuh di gigimu nyangkut cabe gede banget." Sahutnya berbohong karena ketahuan sedang menatap adik dan mamanya.

Mama nya yang sadar akan pertanyaan si bungsu pada anak sulungnya mengingatkan soal keberangkatan anak sulungnya ke Jerman.

"Van, bagaimana persiapanmu nanti berangkat ke Jerman?" Tanya mama sambil menatap anak sulungnya.

"Masih menunggu kabar kapan berangkat ma." Jawabnya ragu sambil menunduk.

"Jangan mengkhawatirkan Mama dan adikmu. Mama yakin ini adalah awal dari kesuksesanmu." Sahutnya meyakinkan anak sulungnya yang mulai bimbang akan keputusannya.

" Tapi ma, siapa yang akan menjaga mama dan Lily saat aku pergi nanti." Jawabnya lagi yang masih terus khawatir akan kedua orang yang duduk didepan nya.

"Apalagi aku pergi gak sebentar ma. sampai 8 tahun kedepan."Sahutnya lagi.

"Evan, dengarkan mama. Mama bertahan sampai sekarang itu untuk melihat kesuksesan anak-anak mama. Jika kamu melewatkan kesempatan ini itu artinya kamu menyia-nyiakan usaha mama untuk kesuksesan kalian." Sahutnya meyakinkan Anak sulungnya itu.

"Maaf ma, Evan tidak bermaksud begitu. Evan hanya khawatir keadaan mama dan Lily nanti saat Evan tidak ada di samping kalian." Jawabnya menunduk merasa bersalah.

"Hiks.. hiks.." terdengar suara Lily yang tiba-tiba menangis sambil menunduk.

"Apa kakak akan pergi jauh?." Tanyanya sambil sesenggukan.

"Tidak, Kakak hanya meneruskan magang di Jerman, sambil bekerja disana." Jawabnya yang bingung mencari alasan agar adik manjanya tidak menangis.

"Lily sayang, sudah nanti mama jelaskan. Sekarang kamu selesaikan makannya lalu masuk kamar dan belajar,sebentar lagi kamu ujian kan?." Sela mama Silvy yang tau akan akhir cerita jika percakapan adik dan kakak ini berlanjut.

"Iya mam." Sahutnya sambil menghapus sisa air matanya dan melanjutkan makan malam.

Malam itu mereka makan dengan hening. Evan yang paham maksud mamanya yang menyuruh adiknya belajar di kamar agar beliau bisa berbicara empat mata dengannya.

TOK.. TOK.. TOK.. "Van apa mama boleh masuk."

"Sebentar ma, Evan masih ganti baju." Sahut Evan dari dalam kamarnya.

"Ada apa ma?." Jawabnya sambil membuka pintu kamar mempersilahkan mamanya untuk masuk.

"Tidak ada, mama hanya ingin kamu berhenti bekerja saja. Jualan online mama sudah mampu mencukupi untuk makan dan biaya sekolah adikmu." Sahutnya yang hampir setiap hari melontarkan pertanyaan yang sama pada anak sulungnya saat akan berangkat bekerja.

"Sudahlah ma, Evan bahagia kok bekerja seperti ini. lagian juga untuk pengalaman kerja nanti kan?."Jawabnya pun sama seperti sebelumnya.

"Hmm Baiklah, Hati hati saat akan bekerja." jawabnya sambil memegang pundak anak sulungnya itu.

"Iya ma. Evan siap siap dulu. Sudah jam 8:30 kurang 30 menit lagi jam masuk kerja."

Silvy hanya mengangguk menatap malang anak sulungnya yang rela banting tulang untuk dirinya dan adiknya.

'Maafkan mama nak, yang tidak bisa memberi kehidupan yang baik untuk kalian. Batinnya

...

1 Minggu kemudian

Tepat hari Jum'at siang Evan sudah berkemas baju untuk ia bawa ke Jerman. Mempersiapkan segala sesuatunya untuk ia gunakan di sana.

"Van apa mama boleh masuk?" terdengar suara mama dari balik pintu yang tidak tertutup rapat.

"Masuk saja ma, pintunya tidak di kunci." Sahutnya yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Ada apa ma?." Tanya Evan pada mamanya yang sudah duduk di samping tempat tidur.

"Ini bisa kamu gunakan untuk biaya hidup sementara di sana sampai uang makan kamu di transfer." Katanya sambil menyodorkan cincin emas dengan sebutir berlian di atasnya.

Cincin yang selama ini mama simpan dan sayangi. Cincin yang beliau dapat dari pujaan hatinya. Cincin yang menjadi bukti akan janji suci yang terucap. Beliau lepaskan begitu saja hanya untuk melihat kesuksesanku.

"Tidak ma, Aku sudah dapat bantuan biaya dari kampus, bahkan sudah di transfer." Jawabku berbohong padahal aku emang sudah merencanakan hidup disana dengan mengandalkan tabunganku dari uang yang aku sisihkan dari hasil kerjaku selama ini.

"Apa kau yakin." Tanyanya yang masih ragu.

"Yakin ma, apa mama mau lihat bukti transfer saldonya." Jawabku agar beliau percaya.

Beliau hanya diam memperhatikan manik mataku terlihat berbohong atau tidak.

"Ma, berjanjilah padaku untuk tidak menjual Cincin itu apapun yang terjadi." Kataku lagi sambil mengalihkan pembicaraan agar beliau tidak curiga.

Mama hanya mengangguk lalu memelukku sambil meneteskan air mata berharganya hanya untuk membisikan beberapa kata yang membuat hatiku semakin berat untuk pergi.

MAMA AKAN SELALU MERINDUKANMU DAN MENDOAKAN MU NAK.

Beberapa kata yang sangat menyesakkan namun mampu membuatku berkobar dan berjanji pada diriku sendiri.

" AKU BERJANJI AKAN PULANG MEMBAWA KESUKSESAN DAN MENGANGKAT DERAJATMU MA."

Sampai di sini dulu yaa..

AUTHOR MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA

^u^

BAB 3 PERSIAPAN YANG SEMPURNA

" AKU BERJANJI AKAN PULANG MEMBAWA KESUKSESAN DAN MENGANGKAT DERAJATMU MA."

Pagi ini Evan tidak mengikuti kelas. karena ia harus mempersiapkan segala sesuatu untuk di bawa ke Jerman. ia juga menyiapkan proposal dan juga list pekerjaan yang ia buat sedetail mungkin untuk Dika kelola agar menjadi resto yang Dika impikan. Siang ini Evan berencana menemui Dika menjelaskan semua yang harus Dika lakukan sesuai proposal yang ia buat.

"Dik, nih loe baca dulu. pahami akan ku jelas setelah loe baca." Ucap Evan sambil melemparkan Map berisi proposal dan list seluruh rencana bisnis.

"Anjirrrr van... niat banget loe buat proposal sedetail ini.Keren.." jawabnya tak percaya setelah membaca beberapa proposal Evan.

"Balikin kalo loe gak mau." Sahut Evan merasa di permainkan. dan menarik map yang di pegang Dika.

" Eh... gak bisa udah jadi milik gue. enak aja udah di kasih di minta lagi.Lagian loe emang benar-benar aneh.. dalam waktu sedekat ini mampu buat proposal sedetail ini. Lalu Loe ninggalin gue gitu aja. terus gue kelola nih bisnis sendiri gitu. Gila loe" Cerocos Dika sambil merebut map itu lagi.

Evan hanya menarik nafas dalam. memperhitungkan kembali segala sesuatu.

" saran gue sih Loe kelola ini bisnis dengan kerabat dekat loe yang loe percaya. "jawabnya santai.

" sebenarnya aku ada saran lain tetapi aku yakin loe gak setuju. " jawab Evan lagi.

"Emang loe tau aku punya kerabat lain selain keluarga loe? dan saran apa itu. " sahutnya melengos

"Loe buka bisnis dengan Lily di pantau mama. " Jawab Evan sambil menatap Dika yang mulai melotot mendengar saran aneh sahabatnya itu.

"HAHH.. loe gak salah saranin gue buka bisnis sama anak kecil.mungkin dengan mama its Ok tapi kalau dengan Lily. Loe gak salahkan? " Sahutnya sedikit frustasi.

" Serius.. banyak peluang yang harus loe perhitungkan lagi.

akun sosmed Lily mulai berkembang sisi positif bisa kamu manfaatkan untuk marketing.

Lily paham betul tentang tren remaja sekarang. sisi positifnya kamu bisa minta pendapatnya untuk meng kolaborasi menu resto mu dengan tren saat ini dan seterusnya.

Gue juga ada salah satu teman Chef yang aku yakin dia mampu bantu kamu untuk membuat menu resto ini.

Mama juga bisa bantu kamu pantau bisnis dan yang lainnya.

Tugas Loe cari lokasi yang strategis." Jelas Evan serius sambil mempresentasikan semua yang ia tulis di proposal. dan juga data keuangan yang aku kirim ke email mu sekarang itu terhubung dengan emailku.gue akan pantau dari jauh.

"Perencanaan yang sempurna. Oke aku akan coba mulai dari diskusi dengan mama dan juga Lily." jawab Dika kagum dengan sahabatnya itu dan mulai memperkirakan apa yang harus di lakukan selanjutnya.

"Good.. di luar soal itu. apa gue bisa meminta tolong ke Loe." jawabnya yang mulai menunjukkan ekspresi gundah.

"Gue tau.. gak usah loe jelaskan. Mama dan Lily kan!Soal itu Gue berinisiatif pindah ke rumah Loe.dan rumah gue akan gue kontrakan biar dapat tambahan penghasilan.keren kan ideku" jawabnya terkekeh berlagak sok keren.

" thanks Bro.. loe memang saudara ku." Sahutnya sambil memeluk sahabatnya itu.

Sore ini Evan akan berangkat ke Jerman bersama dengan kandidat lain yang juga satu kampus dengannya. ya ada 2 orang kandidat yang dipilih kampus untuk mewakili ke Jerman yaitu Evan dan juga Cindy.

Cindy adalah gadis cantik yang anggun, selain dia mempunyai otak yang cerdas dia juga anak angkat Gunawan yaitu Dekan di kampus yang tidak lain sahabat Almarhum ayah Evan. mereka akan berangkat di temani keluarga masing-masing hingga sampai di bandara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!