..."Jika orang mengatakan kamu jelek, tidak usah tersinggung/insecure, cukup lempar apa pun yang ada didekat mu"...
...Diandra Latasha Jonshon...
...--------------------...
/Kringggg/
Alarm berbunyi nyaring menunjukkan pukul 06.00 tepat, tetapi seorang gadis yang sedang tertidur itu sama sekali tidak terganggu akan suara alarm tersebut, ia masih bergelut di dunia mimpi.
"Astaga anak ini masih belum bangun," ucap seseorang dengan suara pelan sambil menggeleng-gelangkan kepala.
"Rara bangun nak," ucapnya dengan lembut.
Lalu ia mematikan alarm tersebut, setelah itu ia menyibakkan selimut untuk membangunkan seorang gadis yang diketahui bernama Rara.
"5 menit bun," ucap gadis yang masih sangat mengantuk itu.
"Ngak ada, cepat bangun! Nanti kamu telat ke kampusnya sayang," ucapnya dengan sedikit kesal.
"Iya bun, ini aku bangun," ucap gadis itu lagi dengan keadaan mata yang masih tertutup.
"Ckk ... Cepat Diandra! Kamu bilang kamu bangun tapi kamu masih tidur gimana sih," ucap wanita yang diketahui ibunya Diandra.
"Kalo kamu masih tidur, bunda bakal siram kamu," lanjutnya mengancam
"Iya-iya bun, ini aku udah bangun." Mendengar ucapan bundanya, Rara langsung bangun.
Bukan apa-apa, pasalnya ibunya tak pernah main-main dengan ucapannya, pernah sekali ibunya membangunkannya dan mengatakan akan menyiramnya jika tidak bangun. Diandra pikir ibunya hanya bercanda, tapi ternyata ibunya benar-benar menyiramnya, dan yang lebih parahnya, ibunya tidak hanya menyiram mukanya tetapi seluruh tubuhnya, 1 ember penuh habis.
"Yaudah cepat sana mandi! Awas kamu kalau tidur lagi, bunda siram kamu pakai air es."
"Iya-iya bun. Bunda kejam amat sih," ucap Diandra yang ngeri dengan perkataannya.
Saat mendengar ucapan putrinya, ia tidak peduli, ia berlalu dari kamar putrinya untuk membangunkan putranya, pasalnya baik Diandra maupun Satya sama-sama susah dibangunkan.
Setelah melihat ibunya pergi, Diandra buru-buru membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus, karna jam pertama diisi oleh dosen yang terkenal killer.
Skip...
"Pagi Bun, Yah, bang Sat," sapa Rara saat menuruni tangga menuju meja makan.
"Pagi sayang," ucap ibu dan ayah Rara bersamaan.
"Ckk ... Lo bisa gak sih dek manggil gue yang benar, gak sopan banget," ketus seseorang yang notebone nya adalah kakak Rara yang memiliki nama Satya.
"Lho, kurang sopan apa lagi bang, nama abang kan Satya, jadi biar lebih mudah aku manggilnya bang Sat," ucap Rara yang sedikit lemot.
"Tapi gak enak didengarnya dek, panggil aja bang Satya!" ucap Satya dengan jengkel.
Rara hanya tertawa mendengarnya, terkadang dia memang merasa aneh jika memanggil abangnya dengan sebutan bang Sat, karna kata itu memiliki arti yang tidak baik, tapi bagaimana lagi, terkadang Rara merasa kurang nyaman jika memanggilnya bang Satya, karena terlalu panjang menurutnya .
"Yaelah bang, baperan amat sih lo," ucap Rara, dan Rara dapat melihat abangnya hanya menghembuskan nafas kesal.
"Udah-udah jangan bertengkar, ini masih pagi," ucap bunda Rara yang bernama Elmira menasehati mereka.
"Terus harus nunggu siang ya bun kalo mau bertengkar?" tanya Rara polos.
"Yah ngak gitu juga sayang, maksud bunda jangan bertengkar mulu," ucap Elmira kesal sedangkan suaminya hanya tertawa mendengar pertanyaan putrinya. Terkadang Elmira heran dan dibuat pusing dengan sikap putrinya yang sangat lemot.
Rara hanya mengangguk mengerti, kemudian memakan sarapannya.
"Yah, aku ikut sama ayah ke kampus, ya?" pinta Rara pada ayahnya setelah selasai sarapan
"Boleh kok sayang, yaudah Bun, Sat, Ayah sama Rara berangkat dulu."
"Iya mas, hati-hati di jalan," ucap Elmira tersenyum lembut, sedangkan Satya hanya mengangguk saja.
"Dadah Bun, bang Sat."
"Bang Satya dek," tegur Satya yang kesal adiknya masih memanggilnya dengan sebutan itu.
Rara tak menghiraukan ucapan abangnya, ia hanya terkekeh, kemudian menyusul ayahnya, Rara sangat suka melihat abangnya kesal.
Sedangkan Elmira hanya menggeleng kepala melihat tingkah laku anak-anaknya.
Skip..
Sesampainya di kampus, Rara lalu pamit kepada ayahnya.
"Yaudah yah, Rara masuk dulu," ucap Rara.
"Iya, belajar yang rajin, jangan malas."
"Siyapp kapten," ucap Rara sambil hormat.
Abimanyu yang melihat kelakuan putrinya hanya terkekeh.
"Babay ayah."
"Babay sayang."
Setelah melihat ayahnya pergi, Rara bergegas masuk ke kampus.
"RARA!" teriak seseorang dengan suara cempreng saat Rara masuk ke ruangan.
"Ckk ... bisa gak sih lo gak usah teriak Sa, lama-lama gue bisa budek tau gak," ucap Rara kesal pada perempuan yang bernama Clarissa yang notebone nya adalah sahabat Rara.
"Hehe maaf Ra," ucap Clarissa mengangkat dua jarinya sambil tersenyum menampilkan gigi putihnya.
"Lo udah jadi gak tugas dari pak Bima?" lanjut Clarissa.
"Kenapa emangnya? Jangan bilang lo mau nyontek," tebak Rara yang sudah tau sifat sahabatnya.
"Hehe lo tau aja Ra, boleh yah." Sambil menunjukkan puppy eyesnya.
"Ckk ... ngak usah sok imut lo," ketus Rara.
"Boleh sih, tapi lo traktir gue nanti, gimana?" lanjut Rara memberi penawaran.
Sebenarnya itu sudah menjadi kesepakatan jika Clarissa atau yang sering dipanggil Rissa tidak mengerjakan tugas, maka Rara akan memberinya contekkan dengan syarat mentraktir di kantin.
Tapi sayangnya, Rissa tak pernah mempermasalahkannya, padahal niat Rara ingin memberi dia pelajaran agar dia tidak mengulang kesalahan yang sama.
"Tenang Ra, gue bakal traktir lo sepuas-puasnya di kantin," ucap Rissa songong.
"Bukan di kantin, tapi di mall," ucap Rara bersmirk.
Clarissa yang mendengarnya tentu terkejut.
Meskipun Clarissa anak dari keluara yang cukup mampu, karena pasalnya ayahnya adalah seorang pengusaha, tetapi ia masih bisa berpikir untuk menggunakan uang dengan bijak.
"Hah? Gila lo Ra! Jahat amat sih lo sama gue," ucap Rissa kesal.
"Terserah, mau apa ngak nih?" tanya Rara jutek.
"Ckk ... ya udah sini." Rissa langsung merebut buku Rara.
Bukan apa-apa, pasalnya pak Bima adalah salah satu dosen yang cukup killer di kampus.
"Makanya lo kerjain Sa, jangan nyontek mulu, gue gak mau kasih lo contekan setiap ada tugas lagi, lo harus kerjain sendiri, kasihan orang tua lo udah nguliahin lo," ucap Rara memberi pengertian.
Sedangkan yang diceremahi hanya mengangguk saja...
.
.
Skip...
Sekarang Rara dan Rissa sedang berada di mall, mereka sedang berkeliling di toko pakaian.
"Gue mau yang ini aja," ucap Rara memilih satu gaun indah namun tidak terlalu mahal.
Rara masih tahu diri, ia tidak sejahat itu pada sahabatnya, ia hanya ingin memberi pelajaran padanya.
Setelah membayarnya, mereka pun pergi untuk makan.
"Gue mau ke toilet dulu Sa," ucap Rara saat sudah memesan makanan.
"Iya jangan lama-lama."
Rara hanya mengacungkan jempol. Ia benar-benar sangat kebelet ingin buang air kecil. Karna buru-buru, Rara tidak memperhatikan sekitar, tiba-tiba...
Bughhh
"Aduh!" pekik Rara saat bokongnya menyentuh lantai.
"Kalo jalan liat-liat dong," lanjut Rara.
"Bukannya anda yang salah, jelas-jelas anda yang menabrak saya," ucap laki-laki itu datar sambil menautkan alis.
"Tapi tetap aja bapak yang salah, kalo udah tau mau ditabrak harusnya menghindar dong," sewot Rara yang tak mau disalahkan.
Rara sedang datang bulan, itulah yang membuatnya tidak bisa mengontrol emosinya.
Kalian tau bukan jika cewek tidak ingin disalahkan, cewek selalu benar. Itulah yang dirasakan oleh Rara, ia tidak suka dimarahi atau disalahkan apalagi jika sedang datang bulan.
"Perempuan gila."
"Wah ngajak gelut nih orang," ucap Rara yang bersiap memasang kuda-kuda seperti orang siap untuk bertarung, tetapi itu justru membuatnya semakin kebelet.
"Untung saya kebelet, kalo ngak udah habis bapak sama saya. Awas aja kalo saya ketemu bapak lagi!" Rara segera berlari ke toilet.
Laki-laki yang mendapat ancaman dari seorang gadis bau kencur hanya bisa mengeleng-gelengkan kepala, kemudian pergi.
"Huh lega gue, untung gue bawa pembalut tadi," ucap Rara saat keluar dari toilet.
Rara kemudian kembali ke meja makan, dan dilihatnya sudah tersaji berbagai makanan, ia berjalan cepat untuk sampai karna ia sangat lapar, ditambah ia sedang datang bulan.
"Lama banget sih lo," ucap Rissa kesal.
"Yaelah, tadi gue nabrak orang."
Rissa tak peduli, ia segera makan makanan yang tersaji, tak mau kalah, Rara pun memakan makanan miliknya.
Setelah kenyang, mereka pun pulang dengan diantar oleh pak Asep, supir yang bertugas mengantar dan menjemput Rissa ke kampus.
Untuk ayah Rara, ia sudah menghubunginya dan memberitahukan untuk tidak menjemputnya atau menyuruh Pak Wawan menjemputnya.
"Yaudah gue masuk dulu, babay Rissa dan babay pak Asep," ucap Rara sambil melambai saat mobil sudah sampai di depan rumahnya.
"Babay juga Rara," ucap Rissa membalas lambaian Rara, sedangkan pak Asep hanya tersenyum.
Rara kemudian masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," ucap Rara saat masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumssalam," ucap Elmira.
"Udah pulang Ra?" lanjutnya
"Ishh bunda gimana sih, kalo aku udah di sini, berarti aku udah pulang dong, emang yang di muka bunda ini arwah apa," jawab Rara kesal.
Elmira yang mendengar jawaban putrinya hanya bisa menggarukkan kepala, ia hanya ingin berbasa-basi, tapi sungguh putrinya ini tidak bisa diajak berbasa-basi.
"Ya udah, sana kamu mandi, kamu bau," ucap Elmira mengejek putrinya.
"Ishh bunda, orang masih wangi juga," ucap Rara sambil mencium bau badannya.
"Ya udah aku mandi dulu, babay bunda."
Elmira tak menanggapinya, ia hanya tersenyum melihat tingkah putrinya.
Rara lalu menaiki tangga dan kemudian masuk ke kamarnya, ia langsung membersihkan diri, karena badannya memang bau, hanya saja Rara tak mau mengakuinya di depan bundanya tadi.
Selesai membersihkan diri, Rara lalu berbaring di tempat tidurnya sambil memainkan handphone, ia sudah mengatakan pada bundanya jika ia tak ikut bergabung makan siang karena ia baru saja makan siang dengan Rissa.
Karna keasikkan bermain handphone, akhirnya Rara terlelap tidur.
.
.
Jam menunjukkan jam 6 sore, Rara terbangun karena mendengar notifikasi dari handphonenya, tetapi ia menghiraukannya. Rara segara bangkit dan mencuci wajahnya serta mengganti pembalutnya, kemudian ia turun kebawah karna lapar.
"Malam bunda, bunda lagi bikin apa?" tanya Rara menghampiri bundanya yang sedang masak.
"Ini bunda lagi bikin sup ayam, tolong kamu susunin dong ke meja makan makanan itu," ucap Elmira sambil menunjuk beberapa makanan yang sudah ia buat.
"Oke bunda."
Rara pun membantu ibunya menyiapkan makanan, setelah selesai ia memanggil abang serta ayahnya untuk makan malam.
"Wih masak apa nih?" tanya Abimanyu saat tiba di meja makan.
"Lho, ayah kan bisa lihat apa aja makanannya, kenapa pakai nanya segala," jawab Rara dengan tampang polos.
Abimanyu yang mendengar jawaban putrinya hanya bisa tersenyum konyol dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sungguh putrinya ini terlalu blak-blakan.
Elmira dan Satya yang mendengarnya hanya bisa terkekeh.
"Yaudah ayok makan," ucap Elmira dengan lembut.
Mereka pun menyantap makan malam tanpa berbicara karena itu sudah menjadi aturan keluarga Jonshon.
"Bun, aku ke kamar ya," ucap Rara setelah selesai membantu ibunya membersihkan piring bekas makan malam.
Elmira hanya mengangguk mendengar ucapan putrinya, kemudian melanjutkan beberapa pekerjaan yang belum selesai.
Sesampainya di kamar, Rara lalu membuka handphonenya dan membuka aplikasi berwarna hijau. Ada banyak sekali pesan group yang masuk di handphonenya.
Rara lalu membuka pesan yang dikirim oleh Clarissa.
...Tepung Sasa🐒...
[Eh lo tau gak sih kalo di kampus kita ada dosen baru?]
^^^[Kagak]^^^
[Gue dengar-dengar sih, dosen barunya ganteng banget. Dia gantiin pak Anto.]
^^^[Oh]^^^
[Cuman oh doang?]
^^^[Y]^^^
[Anj*ng lo Ra.]
Rara yang membaca balasan terakhir dari sahabatnya itu hanya bisa tertawa, dapat dipastikan jika di sana Rissa sedang menyebut semua jenis hewan padanya.
Karna masih belum mengantuk, akhirnya Rara menonton drakor kesukaannya, ia menghabiskan waktunya berjam-jam, tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 00.00, akhirnya Rara pun tidur.
.
.
.
Author
Halo semuanya, aku harap kalian suka sama cerita ini.
Jangan lupa tinggalkan jejak kawan
..."Jika kekasihmu mengatakan 'kamu cantik apa adanya' jangan merasa kepedean, karena itu hanya omong kosong untuk menenangkan macan"...
...Diandra Latasha Jonshon...
...------------------...
Hari sudah pagi, jam menunjukkan pukul 08.30, tetapi seorang gadis bernama Diandra masih nyenyak dengan tidurnya.
Handphone terus berbunyi menandakan ada seseorang yang menelpon, karna kesal Rara pun bangun dan segera mengangkatnya.
"Halo," ucap Rara dengan kondisi masih menutup mata.
"Ehh Ra, lo masih tidur? Ini udah jam 08.30!" teriak seseorang di seberang sana.
Mendengar penuturan sahabatnya, Rara lalu membuka mata dan terkejut melihat sudah jam 08.30. Ia segera mematikan panggilan dan bergegas pergi ke kampus, ia bahkan tak sempat sarapan.
Jarak Rumah Rara dan kampus tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu dua puluh menit saja.
Sepanjang perjalanan Rara heran dan bertanya-tanya kemana ibunya, karena biasanya ibunya lah yang selalu membangunkannya.
Rara terus berlari agar cepat sampai di kampus, sepanjang perjalanan ia terus merapalkan doa berharap dosen belum masuk.
Akhirnya Rara sampai di kampus dalam keadaan ngos-ngosan, tetapi dia telat 5 menit dan pembelajaran telah dimulai.
Rara tidak bisa melihat siapa dosen baru yang menggantikan pak Anto karena posisinya dia sedang membelakangi, mungkin ia sedang mencari sesuatu di dalam tasnya.
Rara memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Ia berharap dosen baru itu baik dan bisa memaafkan kesalahannya.
Tok..tok
"Permisi pak, maaf saya tel - at ...."
Degg
'Dia?'
'Jadi dia dosen barunya'
Rara yang melihat dosen baru itu langsung membeku di tempat, ia tak menyangka jika dosen yang di maksud oleh Rissa adalah seseorang yang ia tabrak di cafe kemaren.
Laki-laki yang dipanggil pak itu segera menengok ke belakang, ia sempat terkejut sebentar tetapi setelah itu ia bisa menetralkan mimik wajahnya.
"Jam berapa ini?" tanya nya dingin.
"Jam 09.06." Rara hanya menjawab dengan polos.
"Kenapa kamu telat di hari pertama saya masuk?"
Rara yang mendapat pertanyaan tiba-tiba seketika bingung ingin menjawab apa, otaknya benar-benar sedang blank saat ini.
"I - itu pak, tadi saya nolongin nenek-nenek turun dari pohon," jawab Rara asal.
Teman-temannya yang mendengarkan alasan tidak masuk akal Rara sontak tertawa ngakak.
Rara yang melihat teman-temannya tertawa hanya bisa menatap bingung.
'Apa yang baru gue omongin' batin Rara.
"DIAM!" Suara nyaring dan mengerikan itu seketika membuat suasana kembali diam.
"Apakah alasan kamu masuk akal?" Dosen itu menatap tajam Rara.
Rara yang lupa dengan apa yang barusan ia katakan hanya bisa mengangguk polos.
"Bagaimana mungkin seorang nenek berada di atas pohon?"
Rara yang sadar jika dia baru saja memberikan alasan yang tidak masuk akal segera menutup mulutnya.
"A - anu pak ... i - tu ... anu ... maksud saya tadi nolong kucing di atas pohon," jelas Rara memberi pengertian.
"Alasan yang tidak masuk akal."
"Masuk!"
Rara segera masuk ketika dosen itu membolehkan ia masuk.
"Baik, perkenalkan nama saya Alden Reynoard, bisa dipanggil Alden, saya yang akan menggantikan Pak Anto." Alden memperkenalkan dirinya dengan suara datar tanpa menyebutkan marganya.
"Saya akan absen kalian satu-satu, silahkan angkat tangan," lanjutnya.
'Aduh ... pakai absen segala lagi' batin Rara.
Satu persatu nama telah disebut.
"Diandra Latasha Jonshon."
"Saya pak." Rara hanya mampu mengangkat tangannya dengan lemah, habis sudah nasibnya karena sang dosen yang sudah mengenalnya.
Alden hanya melihat sekilas, kemudian melanjutkan nama-nama yang lain hingga urutan terakhir.
Setelah selesai mengabsen semua siswa, Alden kemudian mulai menjelaskan lanjutan materi dari Pak Anto.
Sepanjang pembelajaran semua mahasiswa terus menatap Alden, berbeda dengan Rara, ia justru terus menunduk, ia tak berani menatap dosen yang sedang menjelaskan di depan.
Sementara Alden, ia berdiri dan menjelaskan tentang Metabolisme kepada mahasiswanya dan sesekali menatap Rara yang terus menunduk.
"Diandra!" panggil Alden.
Rara yang mendengar namanya di sebut segera mendongak.
"Iya Pak?"
"Menurut mu, apa itu metabolisme?"
"Metabolisme adalah seluruh reaksi biokimia yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan yang terjadi di dalam suatu organisme," jelas Rara, untungnya dia sudah mempelajari tentang metabolisme.
Alden yang mendengarnya hanya mengangguk, kemudian ia kembali menjelaskan kembali kepada mahasiswanya.
"Untuk Diandra Latasha, ke ruangan saya setelah ini!" perintah Alden di akhir pembelajaran karena sudah jam istirahat.
"Hah? saya," tunjuk Rara pada dirinya sendiri.
"Apakah di ruangan ini ada nama Diandra Latasha selain kamu?" tanya Alden dingin.
"I - iya pak, saya bakal ke ruangan bapak setelah ini."
Kemudian Alden keluar dari ruangan.
"Lo kenapa pakai telat segala sih Ra?" tanya Rissa saat pak Alden sudah keluar.
Rara tak menanggapi ucapan Rissa, ia hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Sa, kalo misalkan gue ngak keluar-keluar dari ruangan pak Alden, titip salam buat orang tua dan abang gue ya." Rara hanya menatap kosong ke depan.
"Lah? Maksud lo?" Rissa yang tak mengerti maksud sahabat nya itu.
"Mungkin gue bakal dimakan sama pak Alden," lirih Rara.
"Lo kira pak Alden kanibal apa," ketus Rissa yang mengira jika sahabatnya hanya bercanda.
Rara hanya menatap polos sahabatnya itu.
"Emang ciri-ciri kanibal gimana Sa?" tanya Rara dengan tampang wajah yang polos.
"Ya mana gue tau Ra, lagian jaman sekarang mana ada yang namanya kanibal." Rissa dibuat kesal sendiri dengan sahabatnya yang lemot itu.
"Lagian lo kan cuman telat 5 menit, ngak mungkin lah pak Alden sampai marah banget," lanjut Rissa.
Rara yang mendengarnya seketika lebih murung.
'Gue harap pak Alden punya ingatan buruk, mudah-mudahan dia lupa sama kejadian yang semalam'
"Ya udah gue pergi," lirih Rara dengan suara yang lemah.
Rara pun berjalan ke ruangan pak Anto yang sekarang ditempati oleh pak Alden. Ketika Rara sudah sampai di depan pintu, ia kemudian menarik nafas kemudian membuangnya secara perlahan.
'Lo bisa Ra'
Tok..tok
"Masuk!" ucap seseorang dari dalam.
Rara pun kemudian masuk.
"Permisi pak, ada apa ya memanggil saya?" tanya Rara dengan suara pelan dan pastinya sopan.
"Hmm."
'Lho? Hmm itu maksudnya apaan?' batin Rara yang bingung dengan respon sang dosen.
Karna melihat sang dosen yang sedang sibuk, akhirnya Rara berniat untuk duduk sambil menunggunya selesai.
"Siapa yang menyuruh mu duduk?" tanya Alden ketika Rara hendak mendaratkan bokongnya di kursi.
"Maaf Pak." Rara segera berdiri kembali.
lima belas menit telah berlalu, tetapi Rara masih belum diperbolehkan untuk duduk.
Kruk kruk
"Bunyi apa itu?" tanya Alden yang seperti mendengar sesuatu.
"Hehe bunyi perut saya pak, saya belum makan tadi pagi," jawab Rara cengengesan, sungguh Rara sangat malu saat ini.
Alden hanya berdehem, dan kembali menyelesaikan tugasnya, beberapa saat kemudian ia selesai.
"Silahkan duduk!" perintah Alden sambil menatap Rara.
Tanpa basi-basi Rara segera duduk, kakinya sudah pegal terlalu lama berdiri.
"Kamu tahu kesalahan kamu?" tanya Alden langsung.
"Kesalahan saya karna saya telat pak," jawab Rara sambil menunduk.
"Selain itu?"
Rara yang mendengarnya tentu terkejut, apakah dia masih ingat kejadian kemaren pikir Rara.
"Ka - kayaknya ngak ada deh pak," jawab Rara dengan sedikit gugup.
"Apa kamu masih ingat laki-laki yang kamu tabrak di cafe semalam?"
Damn
Rara yang mendengarnya seketika diam, ternyata dosen di depannya memiliki ingatan yang kuat.
"Ma - maksud bapak?" tanya Rara pura-pura tidak tahu.
"Laki-laki yang kamu tabrak ketika kamu ingin ke toilet," ucap Alden datar.
"Ka - kapan ya pak? perasaan saya kemaren ngak keluar rumah deh," tukas Rara berbohong.
"Lantas ... cewek yang menabrak saya kemaren, apakah kembaran kamu atau mungkin arwah kamu?" Alden langsung menatap tajam gadis di depannya.
Melihat tatapan tajam yang diberikan dosennya, seketika Rara menciut.
"Maaf Pak," lirih Rara.
"Saya ngak sengaja waktu itu," lanjut Rara.
"Bukankah kamu mengatakan akan mengajak gelut jika bertemu dengan saya lagi?" tanya Alden yang masih ingat dengan perkataan gadis di depannya.
Rara yang mendengarnya tentu semakin pucat pasi, ia tak menyangka jika dosen di depannya masih mengingat perkataannya semalam.
"Hehe kemaren saya cuman becanda pak." Rara hanya bisa tersenyum menunjukkan gigi putihnya.
"Lagian bapak juga salah kemaren," lanjut Rara.
"Kamu masih menyalahkan saya?"
"Yaiyalah, harusnya kalo bapak ngeliat saya bakal nabrak bapak, bapak harus segera menghindar. Kalo bapak ngak menghindar, kemungkinan ada dua alasan. Pertama, bapak juga tidak melihat jalan, bapak tidak fokus, itulah sebabnya kita tabrakan. Kedua, kemungkinan bapak memang ingin di tabrak oleh cewek cantik kaya saya," cerocos Rara yang memang memiliki mulut pedas, ia seketika lupa sedang berhadapan dengan siapa.
Alden yang mendengarnya hanya bisa melongo, ia tak menyangka jika gadis di depannya adalah gadis yang blak-blakan. Tapi apa yang gadis itu ucapkan tidak sepenuhnya salah, karena memang ia juga sedang buru-buru saat itu, sehingga tidak memperhatikan jalan.
"Berarti kamu juga salah karna tidak memperhatikan jalan saat itu," ucap Alden menyangkal, ia tidak terima jika hanya ia yang disalahkan.
"Lagian siapa yang mengatakan kamu cantik? Sadar diri dong," lanjut Alden yang mendengar kalimat terakhir gadis itu.
"Ngak bisa gitu dong pak! Situasinya kan saya lagi kebelet waktu itu, jadi wajar kalau saya tidak memperhatikan jalan, yang harusnya disalahkan itu bapak, karena bapak yang ngak memperhatikan jalan," cerocos Rara lagi yang seketika lupa dengan siapa dia berhadapan.
"Dan yang bilang saya cantik itu banyak pak. Ibu, ayah, kakak, sepupu, tante, om saya pernah bilang kalau saya itu cantik banget. Lagian di kampus ini banyak cowo yang suka sama saya," lanjut Rara yang tak terima ucapan dosennya itu.
"Tapi saat itu saya juga sedang buru-buru, jadi kamu tidak bisa hanya menyalahkan saya." Alden membela dirinya.
"Dan saya pikir mereka yang mengatakan kamu cantik memiliki kesehatan mata yang buruk, bagaimana mungkin mereka tidak bisa membedakan yang mana gadis cantik dan yang mana gadis jelek," lanjut Alden.
"Ya ngak bisa gitu dong pak! Meskipun bapak sedang buru-buru, bapak harus tetap ngeliat jalan," sewot Rara yang memang tak suka disalahkan.
"Maksud bapak keluarga saya mempunyai kesehatan mata yang buruk gitu? Wah ... ini namanya penghinaan pak, saya bisa tuntut bapak lho, dan meminta 100 jt untuk perdamaian," lanjut Rara yang benar-benar kesal dengan orang di depannya.
"Dasar, cewek memang selalu benar," sinis Alden.
"Nah itu bapak tau. Asal bapak tau, dalam kehidupan ada dua aturan penting, yang pertama adalah cewek selalu benar, jadi jangan pernah menyalahkan cewek, dan yang kedua adalah selalu ingat aturan nomor pertama," cerocos Rara lagi.
"Terserah." Alden sudah kehabisan kata-kata, gadis di depannya memang pandai membuatnya mati kutu.
"Kamu tahu kamu sedang berhadapan dengan siapa?" tanya Alden mengubah topik pembicaraan.
Rara yang sadar dengan perilaku dan ucapannya seketika menutup mulut, ia benar-benar tidak sadar dengan siapa ia berhadapan.
"Maaf Pak," ucap Rara, lalu menunduk.
Seketika suasana menjadi canggung.
Tok-tok
"Permisi."
.
.
.
♡♡♡♡♡
Author.
Hallo semuanya. Ini kenapa kagak ada yang mau baca ya.
Jangan lupa tinggalin jejak ya kawan....
..."Tidak usah bersikap malu-malu, karena biasanya juga malu-maluin"...
...Diandra Latasha Jonshon...
...-------------------...
Tok..tok.
"Permisi," ucap seseorang.
Alden dan Rara yang mendengarnya segera melihat.
"Maaf pak, ini pesenannya," lanjut orang itu.
Alden yang mendengar jika pesanan nya sudah datang segera mengambil dan membayarnya.
"Nih," ucap Alden memberikan kantong plastik berisi makanan.
"Untuk apa?" tanya Rara menatap bingung bungkusan plastik tersebut.
"Ya untuk kamu lah," ucap Alden ketus.
"Ya gak usah galak-galak juga kali pak," ucap Rara mengambil bungkusan itu.
Rara yang melihat jika dalam plastik itu berisi makanan segera mengembangkan senyumnya.
"Makasih pak," ucap Rara.
"Hmm"
"Ini saya makannya di sini ya pak?" tanya Rara yang bingung apakah ia harus makan disini atau membawa ke kelas.
"Tidak, kamu makan di lantai sana. Ya iyalah makan di sini," ketus Alden sambil menunjuk pojokkan.
"Wahh bapak jahat banget," ucap Rara menirukan suara yang sedang viral.
"Jangan ketus-ketus mulu pak, entar makin tua," lanjut Rara.
"Maksud kamu saya tua?" kesal Alden saat mendengar ucapan gadis di depannya.
"Lah? Kan bapak emang udah tua," jawab Rara polos.
"Sembarangan kamu, umur saya aja masih 27 tahun," ucap Alden yang tak terima di katakan tua.
"Itu udah tua pak, saya aja masih 20 tahun, masih imut-imut," ucap Rara dengan pede.
"Huh yang ada saya mau muntah ngeliat muka kamu,"
"Ihh bapak punya mulut pedas juga yah, laki atau emak-emak sih," ucap Rara mengatai Alden.
"Saya dosen kamu loh, kalo kamu lupa," ucap Alden mengingatkan
"Hehe maaf pak," ucap Rara cengengesan.
"Ini aman kan pak?" lanjut Rara menunjuk kentucky yang di belikan Alden.
"Kamu pikir saya mau bunuh kamu," ucap Alden kesal.
"Ya kan siapa tau pak, karna dendam tersembunyi, seorang dosen nekad meracuni mahasiswi nya," ucap Rara asal.
"Makan!" ucap Alden penuh penekanan.
Rara yang mendengar suara ngeri dari sang dosen segera melahap makanannya.
"Galak amat, Ahmat aja gak segalak itu" batin Rara.
"Akhh kenyang," ucap Rara memegang perutnya setelah menghabisi makanannya.
"Ini gratis kan pak?" tanya Rara menatap sang dosen.
Alden yang mendengarnya tentu di buat bingung, tiba-tiba terlintas ide jahilnya.
"Tentu tidak, kamu harus bayar," ucap Alden tersenyum miring.
"Lah? Saya gak minta bapak beliin loh, bapak yang beliin sendiri tanpa persetujuan saya, jadi saya tidak perlu bayar. Lagian bapak kok pelit banget, masa cuman makanan segini doang pakai di gantiin segala," cerocos Rara yang tak terima jika harus bayar.
"Terus kenapa kamu menanyakannya jika kamu tidak mau menggantinya," ucap Alden dengan menautkan kedua alisnya.
"Ya namanya juga basa-basi pak," ucap Rara menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Tapi ini seriusan di bayar pak?" lanjut Rara memastikan.
"Hmm" Alden hanya berdehem.
"Lah? Saya ini manusia loh pak, hmm itu artinya apa?" ucap Rara kesal.
"Tidak perlu, kamu bisa keluar," ucap Alden datar, ia sudah sangat kesal dengan gadis di depannya.
"Lah? Saya gak di hukum nih pak?" tanya Rara polos.
Alden yang mendengarnya tentu dibuat bingung dengan gadis di depannya, apakah ia sangat ingin sekali di hukum.
"Apakah kamu sanggup lari 50 kali putaran di lapangan?" tanya Alden menautkan alisnya.
Rara yang mendengarnya tentu melongo, bagaimana mungkin ia sanggup lari 50 kali putaran di lapangan yang sangat luas tersebut, dapat dipastikan besoknya terdapat bendera hijau didepan rumahnya.
"Haha bapak bisa aja becandanya," ucap Rara sambil tertawa garing.
"Saya tidak becanda," ucap Alden memasang wajah serius.
"Hah? Bapak mau buat saya mati?" ucap Rara kesal.
"Hmm, silahkan pergi," ucap Alden mengusir.
"Pergi lari?" tanya Rara lagi, ia benar-benar bingung maksud sang dosen, apakah pergi lari atau pergi belanja eakk.
"Ckk.. Kembali ke kelas kamu," Ucap Alden yang benar-benar kesal dengan gadis didepannya.
Rara yang mendengarnya seketika mengembangkan senyumnya, tanpa basi-basi ia segera pamit pada sang dosen.
"Kalo gitu saya permisi pak," ucap Rara tersenyum manis.
"Hmm"
Rara segera keluar dari ruangan tersebut, kemudian dia pergi dengan sedikit berlari, tanpa ia sadari..
Bughh
"Aduhh, perasaan gue nabrak orang mulu dah," ucap Rara pelan sambil memegang bokongnya yang sakit.
"Lo kalo jalan pakai mata dong," ucap Rara kesal sambil membersihkan celananya yang kotor.
"Dari mana sejarahnya orang jalan pakai mata beg*," ucap seseorang sambil menyentil pelan kening Rara.
Rara yang seperti mengenal suaranya langsung mengangkat kepalanya, dan benar saja orang yang ia tabrak adalah Clarissa.
"Lo ngapain sih disini?" tanya Rara kesal.
"Santai dong, gue tadi mau nyusulin lo,"
"Makasih ya ba*u yang udah mau nyusulin majikannya," ucap Rara sambil menyibakkan rambutnya, kemudian pergi.
"Rara anj*ng, rambut lo bau," teriak Rissa.
Rara yang mendengarnya seketika berhenti, ia lalu mencium rambutnya, tetapi tidak bau meskipun ia lupa berkeramas tadi pagi.
"Sembarangan lo, orang wangi juga," ucap Rara membalikkan tubuhnya dan menatap tajam sahabatnya itu.
Rissa hanya tertawa mendengarnya, kemudian sedikit berlari menyusul sahabatnya itu.
"Lo di apain sama pak Alden?" tanya Rissa sambil merangkul sahabatnya itu.
"Makan," jawab Rara singkat.
Rissa yang mendengarnya seketika melepaskan rangkulannya dan menatap lekat sahabatnya itu.
"Maksud lo? Tapi lo masih utuh, masih punya kaki, tangan dan lain-lain," ucap Rissa yang memang tak mengerti maksud sahabatnya itu.
"Maksud gue di kasih makan," ucap Rara menjelaskan.
"Lah? Baru tau gue ada hukuman di kasih makan, tau gitu gue juga ikut telat, biar dikasih makan sama dosen ganteng," ucap Rissa senyum-senyum sendiri membayanginya.
"Ngapa lo senyam-senyum, kesurupan?"
"Pak Alden ganteng banget ya Ra," ucap Rissa yang justru mengabaikan pertanyaan Rara.
"Iya, dan lo harus ingat, sadar diri, gak mungkin pak Alden suka yang modelan kayak lo," ucap Rara yang memang memiliki mulut pedas.
"Gila Ra, mulut lo pedas amat dah, itu mulut atau cabe sekilo?" ucap Rissa kesal, tetapi meskipun demikian ia tidak pernah tersinggung, ia sudah terbiasa dengan mulut pedas sahabatnya itu.
Rara yang mendengarnya hanya bersikap bodo amat, terkadang ia juga heran, mulutnya memang susah untuk di kontrol.
Rara dan Rissa kemudian pergi ke dalam kelas karena masih tersisa 1 mata kuliah hari ini.
.
.
Skip...
Sekarang sudah waktunya untuk pulang, Rara dan Rissa pun berjalan menuju parkiran.
"Lo tadi ke kampus jalan Ra?" tanya Rissa saat mereka sedang berjalan menuju parkiran.
Rara hanya mengangguk saja.
"Mau gue anterin?"
Tanpa pikir panjang, Rara segera mengangguk.
"Boleh boleh, gue lagi malas jalan," ucap Rara tidak tahu malu.
"Padahal gue cuman basa-basi" lirih Rissa tapi masih bisa di dengar oleh Rara.
Rumah Rissa dan Rara memang berlawan arah.
"Ckk.. lo kalo gak ikhlas ya gak usah Sa," ucap Rara kesal yang masih bisa mendengar lirihan Rissa.
"Berarti gak usah ya?"
"Ya gak bisa gitu lah Sa, orang lo udah nawarin, kata orang kalo udah ngasih sesuatu terus di ambil lagi bisa buruk tangan," cerocos Rara tak tahu malu.
"Tapi kan gue gak ngasih lo apa-apa," ucap Rissa yang bingung karna tidak ada sangkut pautnya pikirnya.
"Ya lo kan udah nawarin nganter gue, kalo lo ambil lagi omongan lo alias gak jadi nganterin gue, mulut lo bisa jadi buruk Sa. Lo bayangin aja kalo mulut lo jadi buruk, ihh kagak buruk aja udah jelek, apalagi buruk bisa kagak ada yang kenal sama lo," cerocos Rara sambil pura-pura merinding.
Dughh
Satu sentilan melayang tepat di kening Rara.
"Maksud lo apaan Ra? Lo bisa gak sih kalo ngomong manis dikit. Mulut lo pedas banget tau gak," ucap Rissa yang kesal dengan ucapan sahabatnya itu.
"Gue kan cuman ngomongin fakta Ra," ucap Rara.
"Maksud lo gue jelek gitu?" sewot Rissa.
"Kan emang iya, lo gak sadar ya Sa?" tanya Rara polos
"Sabar Sa, sabar, anak sabar di sayang Sehun" batin Rissa.
"Ya udah, gue bakal anterin lo Ra, ayo pulang," ucap Rissa dengan suara lembut dan senyum manis tapi terpaksa. Rissa benar-benar tidak sanggup meneruskan obrolan, karna dapat dipastikan akan semakin banyak kata-kata pedas yang keluar dari mulut sahabatnya itu.
Rara hanya mengangguk, kemudian pak Asep yang merupakan supir yang bertugas mengantarkan Rissa terpaksa harus mengantarkan Rara terlebih dahulu.
Ketika sudah sampai di rumah Rara, Rara segera pamit dan turun dari mobil.
"Makasih ya pak Asep," ucap Rara berterima kasih pada supir Rissa.
Pak Asep hanya tersenyum mendengarnya.
"Lah? Lo kagak berterima kasih sama gue Ra?" tanya Rissa saat Rara sudah turun.
"Lah? Kan yang nganter gue pak Asep bukan lo," ucap Rara polos.
"Tapi kan, kalo gue yang gak nyuruh, pak Asep gak bakalan nganterin lo," ucap Rissa kesal.
"Kebiasaan lo Sa, suka nyuruh-nyuruh orang, Allah gak suka lo sama orang yang cuman bisanya nyuruh-nyuruh doang, sadar diri Sa, dosa lo udah banyak," ucap Rara yang justru menceramai sahabatnnya itu.
"Jalan pak!" perintah Rissa pada supirnya itu.
Pak Asep yang mendengar perintah anak majikannya segera menjalankan mobilnya.
Rara yang melihatnya hanya menatap bingung.
"Ada yang salah ya?" batin Rara dengan tampang polos.
"Bod* lah"
Rara pun segera masuk ke dalam rumah, ia ingin segera bertemu ibunya dan mengintrogasinya.
"BUNDAAA"
.
.
.
Author
Hi hi semuanya, jangan lupa like dan love ya biar aku makin semangat, kalo bisa sekalian hadiah ya.
Maruk lo thor.
hehe bejanda, tapi kalo ikhlas juga gak papa.
komen juga ya gaess biar aku semangat gituuuu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!