NovelToon NovelToon

TOBAT'NYA SANG MAFIA

Gabriel

Dor

Dor

Terdengar suara dua kali tembakan di sebuah rumah besar yang di huni oleh keluarga kecil, tak lama kemudian sepasang suami istri pun terkapar bersimbah darah, di atas lantai.

Orang yang menembakan pistol tampak tersenyum tanpa merasa bersalah sedikitpun, dia pun berdiri dan berbalik merasa puas karena tugas yang diberikan kepada dirinya selesai di kerjakan.

Saat kakinya baru satu langkah maju ke depan, tiba-tiba saja terdengar suara tangis bayi perempuan berumur satu tahun, pria ini terkejut seketika lalu berbalik kembali menatap ke arah dua mayat yang baru di bunuh'nya.

Matanya terbelalak menatap kedua mayat tersebut, bagaimana tidak? dia melihat seorang bayi yang sangat cantik tampak sedang merangkak naik ke tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa, tubuh sang bayi penuh dengan darah yang berasal dari ibunya sendiri.

Eak... Eak... Eak...

Sang bayi memukul wajah ibunya seolah sedang membangunkan sang ibu, dengan tangisan yang terdengar sangat pilu, membuat pria berpakaian hitam, bertopi dan memakai masker itu pun terasa lemas seketika.

Hatinya mendadak di landa perasaan gundah dan merasa bersalah, karena telah merenggut orang tua dari bayi yang tidak berdosa tersebut.

Dia pun terduduk lemas di atas lantai, memandang wajah sang bayi yang terlihat pilu menatap kepergian kedua orang tuanya, dengan tangis yang terdengar sesenggukan.

Pria ini bernama, Gabriel. Dia adalah anggota dari mafia yang bernama 'White Shadow' dan dia bertugas sebagai pengeksekusi bagi orang menjadi musuh atasannya.

Umur Gabriel saat ini baru beranjak 21 tahun, di umurnya yang masih muda ini dia sengaja terjun ke dunia Mafia hanya untuk mendapatkan imbalan yang besar untuk nya bisa bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Wajahnya yang tampan serta kulit putih di tambah alisnya yang sedikit tebal juga memiliki sifat yang pendiam, membuat dirinya dapat menyembunyikan identitasnya dengan baik sebagai seorang mafia.

Bagi siapapun yang baru mengenalnya, pasti tidak akan menyangka bahwa Gabriel adalah seorang mafia yang bertugas menghabisi nyawa.

Gabriel menatap pilu bayi yang berada di hadapannya, tubuhnya lemas seketika merasakan gejolak yang membara, dadanya terasa sesak dengan nafas yang tidak beraturan saat bayi itu menoleh ke arahnya melayangkan tatapan yang seolah meminta tolong kepada dirinya.

Sejenak hatinya berfikir untuk mengabaikan, mencoba bangkit dan berbalik hendak meninggalkan bayi tersebut, namun tangis bayi itu pun semakin pecah dan membuat dirinya memutar haluan dan kembali menatap bayi tersebut.

Bayi cantik itu kembali menatap dirinya, matanya yang sayu menatap penuh harap dengan air mata yang memenuhi kelopaknya seolah meminta tolong, dan seakan berbicara 'bawalah aku' tangisnya terhenti seketika dan merangkak ke arah dirinya.

''Uek... Uek... Uek...''

Suara bayi tersebut seolah memanggil dirinya, sejenak hatinya terkesima sekaligus iba yang seolah bercampur di dalam jiwanya. Dia pun meraih bayi tersebut dan menggendongnya, Gabriel menangis sesenggukan meminta maaf kepada bayi tersebut.

''Maafkan aku, aku telah memisahkan mu dari keduanya orang tuamu, maafkan aku juga karena kamu harus menjadi anak yatim piatu di usiamu yang masih kecil ini, hiks hiks hiks...'' lirih Gabriel menantap wajah sang bayi dengan berurai air mata.

Bayi yang masih polos itu tersenyum seketika dan meraba wajah Laki-laki tampan yang sedang menggendongnya.

Akhirnya, Gabriel pun membulatkan tekadnya untuk membawa bayi itu, dia akan menjaga sekaligus merawat sang bayi sampai dia dewasa nanti, sekaligus itu akan dia jadikan sebagai permohonan maafnya karena telah membunuh kedua tuanya.

Dengan tergesa-gesa, dia meraih kain gendongan yang berada di atas kursi, mengikatnya kuat di depan dada bidangnya, bayi cantik itu hanya terdiam saat Gabriel dengan cekatan meletakan sang bayi di dalam gendongan.

Akhirnya dia pun hendak melangkah keluar dari dalam rumah besar tersebut, namun langkahnya kembali terhenti, dia pun berbalik dan masuk kedalam kamar, dengan gerakan tangan cepat Gabriel mengambil sejumlah uang, dan memasukannya ke dalam tas yang di gendongnya, tak lupa ia pun mengambil beberapa perhiasan mahal untuknya berjaga-jaga agar bisa di jual suatu saat nanti.

''Anggap saja ini kamu yang mengambilnya, aku membutuhkan uang untuk membesarkan mu,'' ucap Gabriel kepada sang bayi yang saat ini menatap wajahnya dari dalam gendongan.

Setelah mengambil cukup banyak dan di rasanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sang bayi selama beberapa tahun ke depan, dia pun pergi begitu saja, namun sebelumnya dia menatap kedua jasad yang terbujur kaku itu.

''Maafkan aku, aku berjanji akan merawat putri kalian dengan baik,'' ucapnya, lalu pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan rumah besar dan mewah itu, dengan dua mayat di dalamnya.

***

''Cup... cup... cup...! kamu kenapa sih menangis terus?'' Gabriel mencoba mendiamkan bayi yang sedang menagisu dengan terus menimangnya, ini kali pertama dirinya mengurus seorang bayi, dan dia sama sekali tidak tahu dan mengerti mengapa bayi ini dari tadi terus menangis tanpa henti.

Lalu tiba-tiba, pintu rumahnya pun di ketuk dan seorang wanita masuk ke dalamnya.

''Bayi siapa ini?'' tanya wanita tersebut melayangkan tatapan curiga.

''Kebetulan kamu datang, aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia menangis terus, bisa tolong tenangkan dia?'' pinta Gabriel kepada Tania yang merupakan Kekasih dirinya.

''Tidak-tidak...! apa kamu diam-diam punya anak dari perempuan lain? kamu berselingkuh ya dari aku? Hah...'' tanya Tania murka.

''Nanti aku jelaskan, sekarang bantu aku dulu,'' pinta Gabriel memohon.

''Tidak... Lebih baik kita putus sekarang, aku nggak mau lagi pacaran dengan Laki-laki yang sudah memiliki anak, baaay...'' ucap Tania hendak pergi.

''Tunggu... bayi ini bukan bayi aku sungguh...'' Gabriel meraih lengan kekasihnya dan menahannya pulang.

''Terus ini bayi siapa? cepat katakan kepadaku?''

Gabriel hanya terdiam.

''Nggak bisa jawab kan?''

Yang di tanya tetap terdiam.

''Pokok mulai sekarang kita putus titik...'' Tania pun pergi dan menepis lengan Gabriel dengan kasar.

''Tania jangan seperti ini, aku mencintaimu,'' Gabriel pun mengejar.

''Sudah... jangan kejar aku, kau urus saja anakmu itu, beri dia susu dia pasti lapar, kalau tidak, coba cek popoknya siapa tahu dia buang air besar di dalam sana,'' ucap Tania masih dengan keadaan berjalan.

Gabriel pun menghentikan langkahnya, menatap sang bayi yang bahkan belum dia beri nama.

'Iya... ya... kamu pasti lapar, kenapa nggak kepikiran sama sekali olehku, dasar bodoh...'

Gabriel bergumam pelan.

Kemudian dirinya pun menghentikan langkahnya dan berbalik, berjalan kembali kedalam rumahnya. Sesampainya di sana Gabriel pun membaringkan sang bayi di atas ranjang dan membuka popok nya secara pelan, dan benar saja, ternyata bayi tersebut buang air besar.

Gabriel pun menutup hidungnya seketika, hampir saja muntah di buatnya.

*****

Gadis Berkerudung Putih

Uok... Uok...

Gabriel menutup mulutnya merasa mual, dia sedikit mengintip ke arah popok, dan merasa geli seketika. Bayi cantik itu berhenti menangis saat melihat wajah Gabriel yang terlihat mengernyitkan keningnya serta mata yang sedikit di sipit'kan dengan hidung yang di tutup dengan satu tangannya.

Dia yang awalnya merasa jijik seketika tersenyum senang saat melihat wajah sang bayi yang nampak tertawa kecil melihat tingkah dirinya.

Rasa jijik dan mual pun tiba-tiba hilang, seperti ada sesuatu yang menyusup di relung hatinya, perasaan aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, sepertinya naluri sebagai seorang ayah baru saja keluar.

Dengan sedikit bersenandung, Gabriel pun mengganti popok bayi cantik itu dengan yang baru, tanpa rasa risih dan tanpa rasa jijik sedikitpun, meski lengannya masih terasa canggung karena baru pertama kali melakukan hal tersebut.

''Nah, sudah beres,'' ucap Gabriel mengajak bayi itu berbicara.

Briel biasa Laki-laki di sapa, menatap wajah bayi cantik yang kini berada di hadapannya, tersenyum dan merasa bahagia, meski sejujurnya dia sangat menyesal karena telah membuat bayi cantik dan imut itu kehilangan kedua orangtuanya.

''Maafkan aku ya, karena perbuatan'ku, kedua orang tuamu meninggal, dan kamu harus jadi anak yatim-piatu di usiamu yang masih bayi ini,'' ucapnya penuh penyesalan.

''Papap... Papap....'' bayi itu tiba-tiba berbicara seolah memanggil dirinya dengan sebutan 'Papah' Briel pun terkejut seketika lalu meraih bayi tersebut dan mendudukkan bayi itu di atas pangkuannya.

''Iya, sayang. Papah disini,'' jawab Briel tersenyum.

''Oh, iya... Papah belum memberi kamu nama, kira-kira nama apa yang cocok untuk kamu?'' ucapnya lagi yang hanya di jawab dengan senyuman oleh bayi itu.

Briel termenung sejenak, dirinya terlihat sedang memikirkan sebuah nama yang cocok yang akan diberikan kepada bayi ini, dan beberapa saat kemudian bibirnya pun tersenyum senang, karena menemukan nama yang cocok untuk bayi yang akan di rawatnya.

''Naura...! nama itu sepertinya cocok untuk kamu,'' ucapnya kemudian.

''Naura sayang...'' Briel menggendong bayi yang di beri nama Naura tersebut, menimangnya sampai Naura tertidur di dalam pangkuannya.

Briel pun mengambil remote Televisi dan menekan tombolnya,dan tak lama kemudian Televisi pun menyala, entah kebetulan atau memang sudah takdirnya, Televisi baru saja menyala itu sedang memberitakan kabar pembunuhan sepasang suami-istri yang di lakukan oleh orang yang tidak di kenal.

Dikatakan bahwa sepasang suami-istri itu memiliki seorang bayi yang di nyatakan hilang, kuat dugaan bahwa bayi tersebut di culik oleh pembunuh orangtuanya, dan saat ini polisi sedang menyelidiki dan mencari siapa pembunuh suami-istri tersebut.

Briel terkejut seketika, tubuhnya serasa lemas dan berkeringat, dia pun menatap Naura yang kini berada di dalam pelukan'nya, merasa khawatir jika polisi menemukan dirinya.

Dia pun bergegas mengambil kain gendongan dan menggendong Naura menggunakan kain itu, mengikatnya di dada lalu Naura pun tertelungkup di dadanya dengan masih dalam keadaan tertidur.

Briel, segera membereskan pakaian dirinya serta pakaian Naura lalu memasukan ke dalam tas besar, tak lupa dia pun membawa serta uang dan perhiasan yang dia ambil dari rumah orang tua Naura.

Sepertinya dia harus pergi jauh dari sana, ke sebuah kota kecil dimana tidak ada orang yang akan mengenali dirinya, tekadnya pun sudah bulat, dia kan meninggalkan dunia mafia dan hidup tenang bersama Naura.

Misi terakhir yang dilakukan'nya menyadarkan dirinya bahwa, merenggut nyawa seseorang akan meninggalkan luka yang teramat dalam bagi keluarga si korban, dan itulah yang dia lihat dari Naura, bayi kecil yang masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua harus menelan kepahitan karena sudah tidak dapat lagi merasakan kasih sayang itu, akibat perbuatan kejam dirinya.

Setelah barang yang bawanya sudah cukup, dia pun meraih kunci mobil dan keluar dari dalam rumah, namun tanpa di sangka, seseorang telah menunggunya di halaman, seorang Laki-laki tampak berdiri kemudian menghampiri dirinya.

''Mau kemana kamu?'' tanya Laki-laki tersebut, dia menatap ke arah bayi tersebut dengan tatapan curiga.

''Minggir, bukan urusan kamu,'' jawab Briel berjalan melewati pria itu.

''Siapa bayi ini?''

Briel hanya terdiam, berdiri di depan pintu mobil hendak membuka pintu. Namun dia mengurungkan niatnya dan kembali menghampiri pria yang saat ini sedang menatap dirinya dengan tatapan tajam.

'Mohon ampuni aku Tuhan, aku berjanji ini kali terakhir ku membunuh seseorang.'

Gumamnya dalam hati.

Dan beberapa menit kemudian.

Bless...

Briel menusuk pria tersebut menggunakan pisau, hingga pria itu pun meregang nyawa seketika dan tersungkur ke atas tanah, dengan bersimbah darah.

Briel meninggalkan mayat pria tersebut begitu saja, dia masuk ke dalam mobil, dan segera menyalakan mobilnya, berjalan perlahan meninggalkan halaman rumah, lalu melesat kencang di jalanan.

Naura tak bergeming sedikitpun dia tertidur pulas di dalam gendongan, Briel menunduk menatap wajah Naura lalu mengecup ujung kepalanya secara pelan.

'Maafkan papah nak, papah janji ini terakhir kalinya papah melakukan hal itu, nak.'

Gumamnya pelan.

Malam semakin larut, dan Briel pun semakin melesatkan mobil yang di kendarai'nya seiring dengan menyepi'nya jalanan, dia sendiri tidak tahu akan pergi kemana, yang dia lakukan hanyalah berkendara sejauh mungkin dari ibu kota.

Hampir semalaman berkendara, akhirnya dia pun tiba di sebuah kota kecil, kota yang di kelilingi oleh hamparan pesawahan membentang, hijaunya sawah menyegarkan pandangan matanya, dan udara yang segar membuat nafasnya serasa ringan.

Di menghentikan mobilnya di pinggir jalan, memandang sejenak hamparan sawah dan mencoba beristirahat sebentar, karena semalam berkendara tanpa beristirahat, membuatnya sangat kelelahan.

Briel pun mencoba memejamkan mata, dengan tangan yang memeluk Naura yang masih berada di dalam gendongannya.

Baru saja matanya hendak terpejam, Naura pun membuka mata dan menangis seketika, dia sedikit meronta, membuat Briel sedikit panik dan keluar dari dalam mobil.

''Cup... cup... cup...! Naura... sayang nya papah, sudah bangun ya...? cup sayang...'' Briel menimang bayi tersebut dengan penuh kasih sayang.

Sepertinya, Naura menangis karena merasa lapar, dia tampak memasukan jari jempol'nya ke dalam mulut dan seolah menyesapnya.

Briel yang menyadari hal tersebut langsung kembali masuk ke dalam mobil dan kembali menyalakan mobilnya lalu berjalan mencari toko terdekat.

Untungnya Briel segera menemukan sebuah toko yang berada di pinggir jalan, diapun menghentikan mobilnya lalu turun.

Toko yang tidak terlalu besar itu menyediakan berbagai macam barang, isinya terlihat lengkap, bahkan susu dan perlengkapan bayi lainnya pun tersedia di sana.

''Mbak... saya mencari susu untuk bayi berumur satu tahun,'' pinta Briel menatap penjaga toko yang sedang berdiri membelakangi dirinya, dia berdiri di depan etalase.

Penjaga toko itu pun berbalik, gadis cantik dengan kerudung putih menutup kepalanya, matanya yang indah menatap wajah Briel yang berdiri mematung menatap wajah cantik sang gadis tanpa berkedip, seolah terkesima dengan kecantikan serta ke anggunan gadis berkerudung putih tersebut.

*****

Kota Kecil

Briel menatap wajah gadis cantik yang berada di hadapannya, dia sampai mengabaikan Naura yang terus menangis di dalam gendongannya.

Wajah cantik seperti bercahaya seolah membuat jantungnya berdebar kencang, apalagi tatapan mata yang terlihat sayu dengan senyum tipis, yang mengembang dari kedua sisi bibir mungilnya, membuat hatinya bergetar seolah terhenti seketika.

''Maaf, mas. Itu bayinya menangis terus,'' lirih gadis itu, dengan suara lembut dan tatapan sayu'nya menatap wajah Naura.

Gabriel terkejut seketika, dia menyudahi tatapan matanya yang seolah tersihir oleh kecantikan dan ke anggunan gadis tersebut.

''Naura, sayang... cup... cup...! eu... apakah di sini menyediakan susu untuk bayi?'' tanya Briel kembali menatap ke arah gadis itu.

''Iya, ada mas. Mau yang merk apa?''

''Apa saja...'' jawab Briel singkat.

''Mereknya banyak mas, Dede bayi nya biasa meminum susu apa?''

''Eu... apa ya? yang paling mahal dan paling bagus deh,'' ucapnya setelah termenung sejenak, dirinya sama sekali tidak tahu Naura biasa meminum susu apa?

''Baik, mas. Tunggu sebentar ya, saya ambilkan dulu,'' jawab gadis itu beranjak dari hadapan Gabriel.

Naura terus menangis histeris layaknya seorang bayi, Briel sampai merasa kewalahan mendiamkan dan menenangkannya, dia pun membawa Naura keluar dari dalam toko, menghiburnya dengan menatap pemandangan.

Gadis cantik berkerudung putih pun merasa heran karena pemuda yang tadi berdiri di depan etalase sudah tidak ada, diapun menatap ke sekeliling toko untuk mencari sosok itu.

Akhirnya gadis itu menemukan Gabriel sedang menimang putrinya di luar sembari bercanda, namun sang bayi tetap menangis, dan bahkan suara tangisnya semakin terdengar kencang. Gadis berkerudung itu menghampiri Briel.

Eak... Eak... Eak...

''Anaknya kenapa mas?'' tanya sang gadis menatap Naura dengan tatapan iba.

''Saya juga tidak tahu, dari tadi seperti ini,'' jawab Briel panik.

''Bolehkah saya menggendongnya?''

''Tentu saja,'' dengan senang hati Briel menerima tawaran gadis itu.

Sang gadis pun meraih Naura dengan kedua tangannya, menggendongnya di dalam dekapannya, dan anehnya Naura berhenti menangis seketika, menatap wajah gadis berkerudung lalu tersenyum, seolah sedang merindukan sosok seorang ibu.

''Sayang, kamu cantik sekali nak. Siapa namamu?'' tanya sang gadis menimang Naura dengan penuh kasih sayang.

''Namanya, Naura,'' jawab Briel menatap wajah cantiknya.

''Wah, nama yang cantik, secantik paras'mu, nak,'' jawabnya masih dengan menatap wajah Naura.

''Kalau kamu sendiri, siapa namamu? bolehkan aku mengetahuinya, wahai gadis berkerudung putih?'' tanya Gabriel menatap wajah sang gadis.

Gadis itu pun menoleh dan kembali menatap wajah Gabriel, wajah tampan dengan alis tebal serta kulit nya yang putih seolah membuat sang gadis terkesima seketika, namun dia segera menunduk menyudahi pandangannya.

''Namaku, Jasmine,'' jawabnya singkat.

''Jasmine...? Nama yang indah, seindah paras'mu,'' ujar Briel dengan tersenyum.

''O, iya... bagaimana susu bayinya? jadi di beli tidak?'' tanya Jasmine mencoba mengalihkan pembicaraan agar pria di hadapannya itu menyudahi dalam memandang wajahnya, yang sungguh membuat dirinya merasa salah tingkah.

''Iya, jadi...!'' jawab Briel sedikit gugup.

Kemudian Gabriel pun kembali meraih Naura dan menggendongnya, namun Naura seolah menepis lengan Briel dan memeluk Jasmine seolah mengira bahwa Jasmine itu adalah ibunya.

''Naura, sayang. Sama papah yu, kasihan Tante Jasmine harus kembali berkerja,'' Briel mencoba membujuk Naura.

Namun Naura menggelengkan kepalanya dan semakin mengeratkan pelukannya.

''Sudah tidak apa-apa, mungkin dua mengira bahwa saya adalah ibunya,'' jawab Jasmine membuat perasaan Gabriel terhenyak seketika.

''Memangnya ibu Naura kemana?''

''Eu... anu... ibunya sudah meninggal, beberapa bulan yang lalu,'' jawab Briel berbohong.

''Oh, sayang. Malang sekali nasibmu, masih bayi sudah di tinggal pergi oleh ibumu, sabar ya, nak. Untung masih ada ayahmu,'' Jasmine mengelus pipi mungil Naura penuh kasih sayang, membuat Briel kembali terpesona seketika sekaligus terhenyak mendengar ucapannya.

Andai saja gadis cantik ini mengetahui bahwa dirinya lah yang sudah melenyapkan ibu dari bayi yang sedang di gendongnya, mungkin saja dia tidak akan pernah Sudi untuk mengenal'nya.

Andai saja gadis cantik berkerudung putih ini mengetahui bahwa dirinya adalah seorang pembunuh berhati dingin, mungkin saja sang gadis akan sangat membenci dirinya.

Untuk pertama kalinya dia sungguh menyesal telah terjerumus ke dunia Mafia, dunia yang memberinya banyak uang, namun membuat dirinya berlumuran dosa yang mungkin tak akan terampuni oleh tuhan.

Sejenak dirinya merasa rendah diri, dia yang awalnya sangat tertarik dengan Jasmine, mendadak tidak percaya diri, mengingat bahwa dirinya bukanlah pria baik, dan sama sekali tidak pantas untuk mendekati apalagi bermain hati kepada gadis anggun yang saat ini berada di hadapannya.

''Naura, sayang. Sini sama papah, nak. Kasian Tante nya pasti lelah menggendong kamu,'' Gabriel meraih tubuh mungil Naura, dan seolah mengerti dengan apa yang di katakan oleh ayahnya, Naura pun akhirnya mau melepaskan pelukannya.

Naura pun menerima uluran tangan Gabriel, tidak seperti sebelumnya yang terus menempel kepada Jasmine seolah tidak ingin di pisahkan.

Gabriel dan Jasmine pun masuk ke dalam toko, Briel meneruskan niat awalnya yang memang memasuki toko itu untuk membeli susu dan perlengkapan bayi lainnya.

''Berapa semuanya?'' tanya Briel dengan pandangan sedikit menunduk.

''Semuanya 356.000, mas,'' jawab Jasmine, menatap wajah Gabriel yang kini terlihat sedikit murung.

Briel pun memberikan uang, setelah itu menerima barang belanjaannya, Dan tanpa basa-basi lagi, dirinya langsung beranjak keluar dari dalam toko.

Jasmine merasa heran seketika, melihat perubahan raut waja pria tampan itu, yang semula ramah dan ceria mendadak muram dan pendiam, dia berfikir, apakah ada ucapan dirinya yang telah menyinggung perasaan pria tersebut.

Dirinya terus memandang punggung Gabriel sampai pria tampan itu masuk ke dalam mobil, dan perlahan mobil pun berjalan menjauh meninggalkan toko miliknya.

***

Ceklek

Gabriel membuka pintu rumah, dia memutuskan untuk tinggal di kota kecil dengan sejuta keindahan dan keasrian udaranya.

Dia menyewa sebuah rumah, rumah yang tidak terlalu besar namun cukup untuknya tinggal berdua dengan Naura.

''Nah, ini rumah kita sekarang, semoga kamu betah ya tinggal disini,'' ucap Briel kepada Naura yang kini berada di dalam gendongannya.

Dia pun menutup pintu, lalu membuka gendongan dan meletakan Naura di lantai agar dia bisa sedikit membereskan rumah baru'nya.

''Kamu disini dulu ya sayang,'' ucap Briel mendudukkan Naura di atas lantai.

''Papap... papap...'' jawab Naura berceloteh.

Saat Gabriel hendak berjalan ke kamar karena akan menyimpan tas besar berisikan pakaian dan juga uang, tiba-tiba saja pintu rumahnya di ketuk, dia terdiam seketika, karena dia baru saja akan menghuni rumah tersebut, mana mungkin sudah ada tamu yang akan berkunjung.

Dia pun meraih kembali Naura dan mendekapnya di dalam gendongannya, lalu dengan perasaan waspada Briel pun mengintip dari balik gorden untuk melihat siapa yang datang, matanya pun mendadak terkesima, melihat orang yang saat ini berdiri di depan pintu rumah'nya.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!