NovelToon NovelToon

Serpihan Hati Yang Hancur

Bab 1. Sepenggal Kisahku

Tap! Tap! Tap!

Suara high heels menggema di koridor kantor biro periklanan TSK company.

Prokk! Prokk!

Bowo sang Manager bertepuk tangan untuk mengalihkan perhatian para pegawai yang sedang duduk santai.

"Perhatian semuanya! Hari ini, kita mempunyai kepala editor baru, kepala editor yang sebelumnya sudah pensiun dikarenakan usia yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja," ucap manager pria berperawakan tinggi kekar dengan wajah setengah baya yang masih terlihat tampan, di usianya yang sudah menginjak kepala 4.

"Silahkan Bu, perkenalkan diri kepada karyawan departemen editor," ucapnya kepada Zhe Zhe Zinanda.

"Selamat pagi semuanya. Perkenalkan saya Zhe Zhe Zinanda kepala editor baru disini. Kalian bisa panggil saya Zhe Zhe dan kalian juga jangan menganggapku sebagai atasan tapi anggaplah aku teman kalian, agar lebih nyaman. Terima kasih atas perhatian kalian. Silakan lanjutkan pekerjaan kalian," ucap Zhe Zhe.

"Oh, iya. Ozy sini kamu!" panggil Bowo sang manajer. Seorang lelaki berkulit putih dan tampan menghampirinya dengan cara jalannya yang sangat gemulai.

"Pak Bowo, ih, kan sudah aku bilang jangan panggil Ozy tapi Ocha," ucap Ozy sambil mengelus pelan pundak Bowo. Bowo bergidik dan mundur selangkah.

"Bu Zhe Zhe, Ozy," ucapannya terhenti karena Ozy melotot padanya.

"Maksud saya, Ocha ini asisten anda," ucap Bowo.

"Oh. Salam kenal." Zhe Zhe mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Ocha aka Ozy.

"Senang berkenalan dengan Ibu. Semoga kita bisa jadi partner yang baik," ucap Ocha.

"Iya," ucap Zhe Zhe.

"Kamu ikut keruangan saya sekarang!" ucapnya lagi pada Ocha.

"Baik Bu Zhe Zhe, selamat bekerja. Saya kembali ke ruangan saya kalau begitu." Bowo melangkah pergi setelah pamit pada Zhe Zhe.

Ocha mengikuti Zhe Zhe keruangan kepala editor. Zhe Zhe duduk di kursinya dan Ocha duduk di depannya.

"Gini Cha, aku ingin tahu berapa orang karyawan di departement kita, bisa kamu bantu saya?" tanya Zhe Zhe.

"Oh, satu lagi. Panggil saya mbak saja. Saya tidak suka dipanggil ibu," ucap Zhe Zhe tersenyum pada Ocha.

"Ok, Mbak. Disini ada Sekitar 8 orang termasuk Mbak dan saya. Sesa, Komar bagian editing konsep. Tery dan Ananda bagian penerima naskah konsep, biasanya dari ruang perancang iklan akan disampaikan dulu kepada mereka berdua, jika menurut mereka bagus maka mereka akan menyetujui ide itu dan diberikan kepada Sesa dan Komar untuk diedit konsepnya. Tarjo dan Jono sikembar itu bagian office boy," ucap Ocha yang duduk dengan menyilangkan kakinya.

"Ok, terima kasih, Cha. Ada project apa department kita saat ini?" tanya Zhe Zhe.

"Kita sedang mengerjakan proyek iklan kosmetik waterproof. Harusnya sih sekarang tinggal meeting dengan bagian pembuat iklan. Tapi karena masih ada satu iklan yang belum selesai syuting, jadi meetingnya ditunda besok Mbak," ucap Ocha.

"Lalu, apakah hari ini kita tidak ada pekerjaan?" tanya Zhe Zhe.

"Yah, bisa dibilang seperti itu sih Mba," jawab Ocha ragu ragu. Dia takut salah bicara.

"Ya, sudah kalau begitu suruh OB kita beli makanan dan minuman. Saya traktir kalian makan, mumpung kita sedang senggang. Anggap saja sebagai salam perkenalan," ucap Zhe Zhe.

"Serius, nih Mbak?" tanya Ocha antusias.

"Serius. Nih uangnya. Terserah kalian mau beli apa, aku ikut saja," ucap Zhe Zhe memberikan uang 2 juta pada Ocha.

"Ok, deh, Mbak." Ocha segera keluar dari ruangan Zhe Zhe. Dia berlari mencari Tarjo. Sesa yang heran melihat Ocha berteriak memanggil Tarjo itupun bertanya.

"Kenapa sih, Cha, lari-lari nyari Tarjo?" tanya Sesa.

"Mbak Zhe Zhe menyuruh Tarjo buat beli makanan dan minuman sebagai traktiran perkenalan," jawab Ocha.

"Wah, baik bener Bu Zhe Zhe.Tidak seperti Bu Lina, cerewet dan pelit," rungut Sesa. Karyawan yang lain juga bersorak gembira dan berteriak memanggil Tarjo.

"TARJO!" Mereka berteriak serempak membuat Zhe Zhe yang sedang menatap layar laptop berjingkat dan tersenyum.

"Hem … mereka sepertinya sangat kompak. Semoga mereka bisa menerimaku," gumam Zhe Zhe. Ia lalu kembali mengetik konsep konsep iklan yang pernah mereka buat. Zhe Zhe mempelajari konsep yang banyak diminati oleh klien mereka.

Satu jam kemudian, Tarjo kembali dengan dua kantong plastik penuh. Tarjo membeli sandwich, burger dan juga ice coffe blend. Ocha pergi ke ruangan Zhe Zhe.

Tok! Tok! Tok!

"Mbak, makanannya sudah datang. Kita makan bareng yuk!" ajak Ocha.

"Oh, ok." Zhe Zhe menutup laptopnya dan keluar dari ruangannya.

"Bu, ini masih ada kembaliannya." Tarjo menyodorkan uang sisa membeli makanan.

"Buat kalian berdua saja," ucap Zhe Zhe.

"Makasih, Bu," ucap Tarjo dan Jono.

"Mari makan," ucap Terry. Mereka pun mulai makan. Zhe Zhe mengambil sepotong sandwich dan segelas ice coffee. Mereka menyuruh Zhe Zhe duduk.

"Bu Zhe Zhe, silakan duduk. Kasihan, berdiri nanti pegal," ucap Komar yang menarikan kursi untuk Zhe Zhe.

"Tidak apa-apa. Masa kalian berdiri, aku duduk sih. Dan ... kalian jangan panggil saya bu. Panggil mbak saja seperti Ocha," ucap Zhe Zhe.

"Mba Zhe Zhe baik banget sih. Pasti nih ya, yang jadi suami Mbak bakal jadi orang yang paling bahagia didunia. Karena punya istri bukan hanya cantik tapi juga super baik," ucap Anan.

"Sepertinya, sebaliknya," ucap Zhe Zhe dengan wajah muram.

"Kok, mba bilang seperti itu sih Mba. Mba cantik dan baik begini pasti sebelum menikah jadi rebutan para pria tampan," ucap Ocha.

"Betul, betul," ucap Terry.

"Saya belum menikah, calon suami saya meninggalkan saya di altar di hari pernikahan kami." Zhe Zhe bercerita dengan senyum getir

"Aduh, saya minta maaf Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak gagal nikah, saya jadi membuat Mbak sedih," ucap Anan yang merasa bersalah karena dialah yang pertama menyinggung soal pernikahan.

"Tidak apa-apa, sudah berlalu tiga tahun yang lalu," ucap Zhe Zhe tersenyum menyembunyikan luka hatinya. "Aku sudah selesai, kalian lanjutkan makan, ok," ucapnya lagi. Zhe Zhe masuk kembali ke ruangannya. Ocha mengikuti dari belakang.

"Mbak," panggil Ocha pelan dibelakang Zhe Zhe saat mereka sudah memasuki ruangan Zhe Zhe.

"Akh! Ocha kamu bikin aku kaget, ada apa?" tanya Zhe Zhe.

"He he, Mbak kita lagi tidak ada pekerjaan, nih. Boleh dong ceritain kisah Mbak, bukan maksud saya lancang. Tapi masa lalu kalau dipendam terus dalam hati maka dia akan terpatri dalam hati dan tak bisa dilupakan. Mbak ceritain sama saya isi hati Mbak agar sedikit lebih lega, saya tahu meski Mbak tersenyum tapi dibalik senyum itu tersimpan luka yang belum sembuh," ucap Ocha.

"Kamu itu ahli menebak karakter orang juga ya," goda Zhe Zhe.

"Haha, aku benar-benar tidak menyangka sehari bekerja disini sudah membuatku sangat betah. Kalian semua sangat baik, perhatian dan ramah padaku. Tapi kapan-kapan saja ya, aku ceritain," ucap Zhe Zhe tersenyum menatap Ocha yang merengut. Ocha keluar dari ruangan Zhe Zhe dan berkumpul dengan teman temannya, lalu mengobrol di meja Komar. Karena tidak ada yang bisa mereka kerjakan akhirnya mereka hanya duduk dan bersenda gurau.

Sedangkan Zhe Zhe yang sama tidak ada pekerjaan, ia hanya menatap laptop membaca konsep-konsep iklan yang menarik hingga sore hari. Zhe Zhe bersiap-siap pulang jam tiga sore. Begitupun Ocha dan yang lain. Zhe Zhe keluar dari ruangannya dengan menenteng tas putih kesayangannya.

"Mbak Zhe Zhe pulangnya kemana mbak?" Ochà berjalan keluar dari gedung beriringan dengan Zhe Zhe.

"Saya rencananya mau nyari kost-kostan atau apartemen yang disewakan disini. Soalnya rumah saya lumayan jauh dari sini. Sangat lelah jika pulang pergi," ucap Zhe Zhe.

"Kalau begitu tinggal di apartemen sama saya saja Mbak. Kebetulan teman serumah saya pulang kampung," ucap Ocha.

"Boleh?" tanya Zhe Zhe.

"Tentu saja boleh. Dekat lagi, Mbak, cuma lima belas menit pake taksi," ucap Ocha.

"Ya sudah, boleh kalau begitu. Berapa sewa per bulannya?" tanya Zhe Zhe.

"Gak usah kalau uang sewa. Yang penting kita berbagi uang belanja bulanan saja," ucap Ocha.

"Ya sudah, kita naik mobilku saja." Zhe Zhe menarik tangan Ocha ke parkiran dan mereka pun menuju ke apartemen Ocha menggunakan mobil sedan biru milik Zhe Zhe.

Bab 2. Teman Serumah

Zhe Zhe dan Ocha sampai di apartemen Bumi Indah. Ocha tinggal dilantai dua apartement itu.

"Sini Mbak," ajak Ocha. Mereka berjalan ke arah kiri dari loby apartemen.

"Aku tinggal dilantai dua dan lebih suka naik tangga. Itu lebih menyehatkan, tidak apa-apa kan, kalau saya ajak Mbak jalan?" tanya Ocha yang mengajak Zhe Zhe naik tangga disamping lift.

"Tidak apa-apa kok, Cha. Kamu sudah lama tinggal disini?" tanya Zhe Zhe sambil menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai dua.

"Dari SMA. Dulu tinggal sama teman tapi temanku pergi keluar negeri dan menikah disana. Karena di sini, pernikahan sejenis tidak dibolehkan," ucap Ocha.

"Oh begitu, berarti kamu sudah lama ya disini dari SMA sampai sekarang?" tanya Zhe Zhe.

“Mbak juga pasti bakal betah disini.Disini, memang gedung apartemennya kecil tapi per unit apartemennya lumayan luas, terus dilantai 4 ada taman bermain anak-anak dan tempat olahraga. Nah, di rooftoopnya ada kolam renang, minimarket dan foodcourt. Jadi aku kalau pulang kerja sudah tidak pernah keluar dari gedung apartemen, soalnya mau makan apa saja ada diatas," ucap Ocha.

"Berapa unit yang ada di gedung ini?" tanya Zhe Zhe yang sudah menapaki tangga teratas dan menginjakkan kakinya dilantai dua.

"Dikit Mbak. Cuma 50 unit per satu lantai. Jadi cuma ada 150 unit dari lantai satu sampai tiga. 4 dan 5 hanya ada tempat yang aku sebutkan tadi," ucap Ocha. Mereka sampai didepan apartemen Ocha yang berada di nomor 4 dari tangga. Ocha menekan pascode pintu apartemennya.

"Masuk, Mbak!" Ocha mempersilakan Zhe Zhe masuk. Zhe Zhe pun melangkah masuk.

"Wah, beneran luas ya. Ada berapa kamar?" tanya Zhe Zhe sambil berkeliling kesetiap ruangan sampai ke dapur.

"Ada dua kamar tidur dengan kamar mandi di dalam. Terus di sana dapur dan ruang makan lalu ruang tamu yang merangkap ruang santai. Ini kamarku dan yang ini kamar Mbak. Mbak bisa ganti barang-barang atau ubah letak ranjang atau apapun yang mau Mbak rubah," ucap Ocha menunjukan kamar untuk Zhe Zhe.

"Makasih ya Cha. Ah, aku merasa kemalanganku tiga tahun lalu sudah Tuhan ganti dengan keberuntungan yang tak terduga. Termasuk memiliki teman terbaik sepertimu," ucap Zhe Zhe merebahkan tubuhnya diranjang king size. Ocha tersenyum dan duduk disamping tubuh telentang Zhe Zhe.

"Aku akan jadi teman yang bisa kamu andalkan Mbak." Ocha mengusap kepala Zhe Zhe. Zhe Zhe terkesiap dan bangun dengan kaget.

"Kenapa? Jangan terharu deh gara-gara dielus kepalanya, aku tetap gak doyan cewe hum," ucap Ocha, dengan gemulai Ocha melangkah keluar dari kamar Zhe Zhe.

"Ocha … tunggu!" panggil Zhe Zhe mengejar Ocha.

"Ada apa lagi sih? Kamu itu cewek tapi suaramu ish, jelek banget. Ada apa cepat bilang? Aku mau mandi sudah lengket semua nih kulitku yang halus," ucap Ocha.

"Ada toko baju tidak, di atas?" tanya Zhe Zhe ragu.

"Ada," jawab Ocha lalu masuk kedalam kamarnya. Zhe Zhe sumringah mendengarnya. Karena dia belum membawa baju-bajunya dari rumah. Dia berencana membeli beberapa setel baju. Zhe Zhe pun masuk ke kamarnya dan mengguyur tubuhnya dibawah kran shower.

Setengah jam kemudian Ocha dan Zhe Zhe sudah selesai mandi. Ocha keluar dari kamarnya memakai baju santai, sebuah baju pantai longgar berwarna warni dan celana putih longgar adalah baju santai favoritnya. Sedangkan Zhe Zhe keluar memakai baju kantornya kembali. Rok mini merah selutut dengan sedikit belahan dibagian belakang dan jas wanita berwarna serupa dipadu kaos putih sebagai lapisan dalam.

"Mbak mau kemana? Hahaha, sore begini pake baju kaya gitu." Ocha tertawa terpingkal-pingkal .

"Makanya aku tanya toko baju sama kamu tadi. Yuk, antar aku beli baju untuk dua hari kedepan," ajak Zhe Zhe.

"Kok dua hari?" tanya Ocha mengernyit heran.

"Ya. Sekarang kan Rabu. Aku beli untuk hari Kamis dan Jum’at. Sabtu aku pulang ke rumah dan mengambil barang-barangku," ucap Zhe Zhe.

"Oh. Ngomong-ngomong aku boleh ikut tidak ke rumah Mbak?" tanya Ocha.

"Boleh, tentu saja boleh. O, ya Cha, kalau di luar kantor, panggil nama saja," ucap Zhe Zhe.

"Ok, Zhe. Ayo kita Shopping!" Ocha menarik tangan Zhe Zhe dan merekapun menaiki lift dan pergi ke lantai paling atas gedung apartemen itu.

"Tuh! Di samping minimarket tokonya." Ocha menunjuk toko baju satu-satunya disana. Zhe Zhe dan Ocha masuk kedalam toko baju. Zhe Zhe memilih beberapa setel baju dan membayarnya di kasir, setelah itu mereka keluar dari toko.

Bug!

"Aduh, maaf, maaf saya tidak sengaja." Zhe Zhe bertabrakan dengan seorang pria tampan dengan rambut sedikit gondrong. Pria itu memakai kemeja putih yang lengannya digulung dua kali dan ujungnya dimasukan kedalam celana hitam, dipadu sepatu olah raga berwarna hitam bergaris merah dibagian samping. Dia mengulurkan tangannya pada Zhe Zhe yang terjatuh karena bertabrakan dengannya.

"Saya yang salah, maaf," ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya. Zhe Zhe ragu membalas uluran tangan pria itu. Dan memilih bangun sendiri, Ocha membantu memungut kantung belanjaan Zhe Zhe yang terjatuh. Ocha baru akan mengomeli pria itu.

"Kamu itu punya ma …." ucapan Ocha terhenti karena ternyata dia mengenal pria itu.

"Sultan, maaf maksud saya Pak Sultan anda mau kemana?" tanya Ocha.

"Saya mau ke minimarket. Maaf sudah menabrak teman kamu. Tidak sengaja," ucap Sultan.

"Em, Zhe ini Pak Sultan Manager tim dibagian syuting iklan. Dia tinggal dilantai tiga." Ocha memperkenalkan mereka.

"Zhe Zhe." Zhe Zhe mengulurkan tangannya.

"Sultan. Senang berkenalan denganmu," ucap Sultan sambil tersenyum penuh pesona, hanya dimata Ocha. Sedang dimata Zhe Zhe, senyuman itu terlihat seperti senyuman iblis yang menemukan mangsa untuk dijerat.

"Zhe Zhe ini kepala editor kami yang baru!," ucap Ocha.

"Oh. Kalau begitu kedepannya kita akan sering bertemu," ucap Sultan.

"Kami permisi Pak kalau begitu." Zhe Zhe menarik Ocha pergi dan masuk kesebuah resto untuk makan malam. Sedangkan Sultan masuk kedalam minimarket.

"Tampan ya Zhe? Tapi hati-hati, dia itu playboy. Semua artis yang pernah jadi model iklan di kantor kita, sudah pernah dipacarin sama dia. Ck, sayang sekali. Padahal dia type cowok idamanku. Tinggi, kekar, benar-benar macho," ucap Ocha.

Setelah makan malam, mereka melihat-lihat lantai 4 apartemen. Zhe Zhe mendaftar di tempat gym, karena Zhe Zhe memang suka berolahraga. Dia mengambil tiga hari dalam seminggu. Setelah itu mereka kembali ke apartemen Ocha.

"Aduh, capeknya." Ocha menghela napas dan menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Maaf ya. Gara-gara menemaniku, kamu jadi kecapekan." Zhe Zhe duduk di samping Ocha yang sedang mengatur nafasnya.

"Aku senang kok Zhe. Aku sekarang punya teman sekamar lagi. Aku sudah lama tidak berkeliling jadi badanku kaget sepertinya. Tapi aku sungguh senang. Apalagi kamu bayarin aku daftar di gym. Disana kan banyak cowok ganteng yang macho, yang sering datang kesana, makasih ya Zhe." Ocha memeluk Zhe Zhe dari samping. Zhe Zhe hanya tersenyum.

"Ya sudah. Aku mau mandi lagi terus ganti baju. Kamu mending istirahat sana! Besok kita ada meeting kan?" ucap Zhe Zhe.

"Siap Mbak." Ocha menggoda Zhe Zhe.

"Siap, siap, apanya yang siap? Siap aku pukul. Sini kalau mau aku pukul!" Zhe Zhe mengejar Ocha yang berlari ke kamar.

"Selamat malam Zhe, semoga mimpi indah dan semoga betah," ucap Ocha dari dalam kamar.

Zhe Zhe tak hentinya tersenyum dengan tingkah konyol teman serumahnya itu. Zhe Zhe masuk ke kamarnya. Setelah mandi dan mengganti baju, ia merebahkan tubuh lelahnya dan tertidur.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

*pagi hari

"Cha, Ocha sudah bangun belum?" Zhe Zhe memanggil Ocha dari luar kamar.

Ceklek! Ocha membuka pintu.

"Ternyata teman serumah wanita itu cerewet ya. Pagi-pagi sudah teriak-teriak," rungut Ocha. Zhe Zhe mencolek pipi Ocha.

"Uh, ngambek? Kedepannya kamu harus terbiasa, karena aku akan teriak tiap pagi buat bangunin kamu." Zhe Zhe melangkah keluar dari apartemen disusul Ocha. Merekapun pergi kekantor menggunakan mobil Zhe Zhe. Ocha merasa hari ini sangat bersemangat karena mempunyai teman untuk berangkat bersamanya.

Bab 3. Kembali bertemu

Zhe Zhe dan Ocha sampai lima belas menit tepat diparkiran kantor. Mereka keluar dari mobil dan memasuki gedung kantor dengan Zhe Zhe yang merangkul lengan Ocha. Seseorang yang baru saja keluar dari mobil, di depan pintu masuk itu melihatnya dengan senyum sinis. Pria yang memakai setelan jas berwarna hitam itu melangkah masuk dan berjalan jauh dibelakang Zhe Zhe.

"Pagi semua," sapa Zhe Zhe. Mereka yang sedang merapikan berkas untuk meeting itu menoleh dan menjawab.

"Pagi Mbak," jawab mereka. Sesa, Komar, Tery dan Anan mengikuti Zhe Zhe keruangannya.

"Bagaimana, sudah beres semuanya?" tanya Zhe Zhe memeriksa kembali berkas berkas yang Sesa berikan.

"Menurut sayà, iklan kosmetik waterproof yang diusung tim perancang cukup bagus. Saya sudah memeriksanya dengan baik," ucap Tery.

"Iya, Mbak. Menurut saya menggunakan atlit renang untuk iklan ini adalah ide yang bagus. Saya sudah edit bagian yang bisa membuat iklan terlihat lebih lama durasinya. Pokoknya sudàh siap diserahkan pada klien," ucap Sesa.

"Terima kasih, kalian sudah bekerja dengan keras," ucap Zhe Zhe.

"Kalau begitu kami permisi, Mbak," ucap Sesa. Mereka pun keluar dari ruangan Zhe Zhe.

"Ocha, tolong kamu bawa semua salinan berkas ini. Bagikan pada peserta rapat hari ini. Kita pergi sekarang!" Zhe Zhe melangkah di depan, Ocha mengikuti di belakangnya. Mereka menuju ruang rapat yang terletak di lantai dua. Sampai di depan pintu ruang rapat, Zhe Zhe menarik nafas sebelum mendorong pintu.

"Selamat pagi," sapa Zhe Zhe setelah memasuki ruangan. Disana ada tim perancang iklan, tim pelaksana syuting, owner PT Kosmetik dan asistennya. Sang CEO itu sedang menunduk mempelajari berkas yang Ocha bagikan. Saat Zhe Zhe menyapa barulah sang CEO mengangkat wajahnya.

Betapa terkejutnya Zhe Zhe saat melihat wajah klien mereka. Zhe Zhe menjatuhkan berkas yang dipegangnya tanpa sadar.

Sama halnya dengan Zhe Zhe, sang klien pun tercengang menatap wanita yang berdiri dihadapannya. Ocha menatap interaksi keduanya.

"Kenapa Zhe Zhe sampai seperti itu menatap CEO PT kosmetik? Apa jangan-jangan dia itu yang meninggalkan Zhe Zhe dihari pernikahan?" gumam hati Ocha.

"Ekhem, Bu Zhe Zhe," panggil Sultan sambil menyentuh lengan Zhe Zhe. Merasakan sentuhan itu membuat Zhe Zhe terkseiap dan sadar.

"Em, Pak Sultan." Zhe Zhe menarik lengan yang digenggam Sultan.

"Maaf, aku menyentuhmu karena kamu melamun," ucap Sultan yang hari itu memakai kemeja navy dengan style favoritnya adalah bagian lengannya digulung dua kali. Ocha mengambil berkas yang terjatuh dari tangan Zhe Zhe. Ocha selalu menjaga image prianya jika di depan klien. Itu membuat Zhoe Khaman makin sinis menatap Zhe Zhe.

"Pria ini yang tadi digandeng Zhe Zhe di lobby. Untuk kedua kalinya aku melihat mereka berdua di pagi ini benar-benar membuatku kesal," gumam Zhoe dalam hati.

"Ini berkasnya!" Ocha menyodorkan berkas yang dipungutnya dari lantai.

"Terima kasih," ucap Zhe Zhe.

"Maaf semuanya, mari kita mulai rapat hari ini tentang .…" Ucapan Zhe Zhe terhenti karena Zhoe bangun dari tempat duduknya.

"Cukup! Tidak usah diteruskan! Kamu sudah membuang waktu saya," ucap Zhoe.

"Sabar Pak Zhoe, Bu Zhe Zhe gugup karena baru dua hari bekerja, jadi tolong anda jangan pergi," ucap Sultan.

"Apa Pak Steve ada?" tanya Zhoe.

"Tolong Pak, jangan laporkan hal ini pada atasan kami," pinta Sultan.

"Ternyata karyawan Steve bukan hanya tidak kompeten tapi juga tuli. Aku bertanya Steve ada atau TIDAK? Apa kau dengar?" ucap Zhoe sedikit kesal.

"Pak Steve, ada di ruangannya Pak," ucap Sultan. Zhoe melangkah untuk pergi. Baru dua langkah dia berhenti kàrena dihadang Zhe Zhe.

"Maaf Pak. Semua ini hanya saya yang salah, tolong jangan libatkan karyawan yang lain. Saya akan menerima pengaduan Bapak tapi tolong jangan mempersulit karyawan yang lain," ucap Zhe Zhe memohon pada Zhoe.

"Tentu saja. Aku akan melaporkanmu pada Steve. Apa kau tahu sejak PT. TSK berdiri, aku, adalah klien tetap disini. Kita lihat apa yang akan Steve lakukan padamu!" ancam Zhoe lalu mendorong Zhe Zhe ke samping agar tak menghalangi jalannya. Zhoe pergi ke ruangan Steve.

Zhoe dan Steve bersahabat sejak mereka kuliah. Sedikit banyak Steve tahu kisah perjalanan hidup Zhoe.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" jawab Steve.

Zhoe masuk kedalam ruangan Steve. Dia langsung menghempaskan tubuhnya duduk bersandar di sofa. Steve menghampiri sahabatnya yang terlihat sangat frustasi.

"Ada apa Zhoe? Bukannya harusnya sedang meeting?" tanya Steve.

"Harusnya," ucap Zhoe ambigu. Steve mengernyit heran melihat ekspresi Zhoe yang seperti kehilangan gairah.

"Kenapa wajahmu lesu seperti itu? Apa konsep iklannya tidak sesuai? selama ini biasanya kamu selalu menyukai ide dari karyawanku. Kali ini apa tidak sesuai keinginanmu, biar aku minta tim perancang mencari ide baru," ucap Steve.

"Kali ini juga seperti biasanya. Karyawanmu itu sempurna memenuhi keinginanku, hanya saja ...." Zhoe menggantung ucapannya.

"Hanya saja, apa?" tanya Steve penasaran.

“Calon pengantinku tiga tahun lalu, orang yang kucari-cari selama tiga tahun, ternyata sekarang bekerja disini," ucap Steve.

"Oh, ya. Kenapa bisa baru bertemu sekarang kalau dia bekerja disini? Kamu itu sudah tiga tahun bolak-balik ke perusahaanku," gumam Steve.

"Dia baru bekerja dua hari," ucap Zhoe kemudian.

"Baru bekerja dua hari? Dua hari lalu aku menerima karyawan baru sebagai kepala editor. Apa dia yang kau maksud?" tanya Steve penasaran.

"Yup, dia kepala editor Zhe Zhe Zinanda," ucap Zhoe menjawab Steve.

"Lalu, apa kau ingin aku memecatnya?" tanya Steve.

"Apa kau gila? Aku mencarinya selama tiga tahun dan kau ingin memecatnya. Setelah kau pecat, dia pasti kembali menghilang." Zhoe berkata dengan sedikit kesal.

"Ok. Aku mengerti apa maumu sekarang. Kau ingin aku membantumu agar bisa mendapatkannya kembali, benarkan?" tanya Steve.

"Aku ingin dia yang menjadi model iklan produk kosmetikku. Bisa kau atur kan?" ucap Zhoe.

"Bisa. Tenang saja Bang Bro," ucap Steve. Dia lalu memanggil sekertarisnya lewat pesawat telpon.

"Anggi. Keruangan saya sekarang!" ucap Steve.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" ucap Steve. Anggi melangkah mendekati meja Steve.

"Ada apa Bapak memanggil saya?"

"Tolong kamu panggilkan kepala editor kesini sekarang!" ucap Steve.

"Baik, Pak," ucap Anggi. Anggi segera keluar dari ruangan Steve dan memanggil Zhe Zhe diruangannya.

Zhe Zhe menoleh kepintu kaca ruangannya saat mendengar suara ketukan. Dia melihat Anggi dan menyuruhnya masuk.

"Masuklah!" ucap Zhe Zhe.

"Permisi, Bu Zhe Zhe, Ibu ditunggu di ruangan Pak Steve sekarang," ucap Anggi.

"Hem. Baiklah, saya akan kesana," jawab Zhe Zhe.

"Kalau begitu saya permisi, Bu," ucap Anggi lalu pergi dan kembali keruangan Steve.

Zhe Zhe keluar dari ruangannya dan dihadang Ocha dan yang lainnya.

"Mbak dipanggil ke ruangan pak Steve?" tanya Ocha.

"Hem." Zhe Zhe hanya menjawab dengan gumaman lesu.

"Ih, Pak Zhoe itu lagi PMS mungkin. Biasanya ide apapun yang dibuat perancang iklan di perusahaan ini pasti disukainya," ucap Sesa.

"Tapi jika konsepnya yang tidak dia suka, harusnya bukan kita yang dikomplain. Kita cuma mengedit naskah dari perancang iklan," ucap Tery yang ikut kesal.

"Tenang saja Mbak, kami akan membela Mbak kalau Mbak diperlakukan tidak adil," ucap Sesa.

"Benar, Mbak," ucap mereka serempak.

"Terima kasih. Kalian benar-benar baik. Aku kesana dulu," ucap Zhe Zhe. Dia sampai di depan ruangan Steve. Anggi pun mengantar Zhe Zhe masuk.

Tok! Tok! Tok!

Anggi membuka pintu setelah mendengar perintah dari dalam.

"Permisi Pak, Bu Zhe Zhe sudah disini," ucap Anggi. Steve hanya mengangguk dan menyuruh Anggi pergi dengan mengibaskan tangannya. Anggi keluar dan meninggalkan Zhe Zhe di ruangan Steve.

"Silakan duduk! Bu Zhe Zhe," ucap Steve mempersilakan Zhe Zhe duduk di sofa. Steve bangun dari kursinya dan menghampiri Zhe Zhe dan Zhoe yang duduk di sofa. Steve duduk disamping Zhoe dan Zhe Zhe duduk di depan mereka. Zhe Zhe terus menunduk karena sejak masuk ke ruangan itu, Zhoe terus menatapnya. Zhe Zhe gugup dipandangi Zhoe. Lebih tepatnya dia tidak suka dipandang oleh Zhoe, sejak Zhoe meninggalkan Zhe Zhe di altar dulu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!