Elmira Maharani, begitulah namanya diteriakkan. Seorang aktris sekaligus penyanyi cantik berusia 24 tahun yang memiliki suara emas. Malam ini ia kembali menyapa penggemarnya dalam sebuah konser tunggal.
Sesaat sebelum konser berakhir, seorang gadis kecil naik ke panggung dengan membawa seikat bunga. Rani tersenyum ramah dan memeluk gadis kecil itu, sebelum turun dari panggung. Namun, seketika senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya meredup kala menatap bunga pemberian gadis kecil tadi.
“Aku mulai muak dengan semua ini!” pekik Rani menghempas kasar buket bunga ke lantai.
Seorang asistennya yang kerap disapa Gembul menatap penuh tanya. “Kenapa?”
“Coba lihat itu!” Rani menunjuk bunga-bunga yang telah berserakan. “Kapan orang itu akan berhenti mengikutiku? Tidak hanya di dalam negeri, tapi keluar negeri pun dia masih saja mengikutiku!”
Selama satu tahun terakhir, seorang fans gelap selalu mengikutinya kemana pun. Mengirim bunga yang jumlahnya selalu sama, sembilan belas tangkai mawar putih dan satu mawar merah akan tersemat di tengahnya.
“Mungkin saja dia benar-benar fansmu. Lagi pula dia hanya memberi bunga, kan?” Gembul mendudukkan Rani di kursi, lalu mulai memijat punggung leher dan lengan. “Tidak usah dipikirkan, yang penting satu tahun ini semua baik-baik saja.”
“Tetap tidak bisa, Mbul. Tidak hanya konser di dalam negeri, dia juga mengikutiku sampai keluar negeri hanya untuk memberikan bunga itu. Coba pikir, mana ada penggemar segila itu?”
Rani masih berusaha mengatur napasnya yang memburu akibat kesal sekaligus penasaran, saat terdengar suara ketukan pintu yang mendesak untuk segera dibuka.
Seorang pria masuk dengan wajah panik. “Kalian sudah lihat berita di TV, belum?” tanyanya.
“Berita apa?” tanya Gembul cuek.
Dengan gerakan cepat, pria yang akrab disapa Jovan itu meraih remote dan mengganti chanel Tv hingga menemukan berita gosip tentang video asusila yang menyeret nama penyanyi ternama itu.
Mata Rani nyalang menatap tayangan TV. Betapa tidak, wanita dalam video syur berdurasi lima puluh sembilan detik itu sangat mirip dirinya, sedangkan wajah si pria diblur sehingga tak dapat dikenali.
“Cinderella menunggang kuda?”
Rani hampir tak percaya membaca judul yang terselip pada berita memalukan itu. Perhatiannya lantas tertuju pada dua sahabatnya yang sedang menatapnya penuh curiga.
“Kenapa kalian melihatku begitu? Jangan bilang kalian percaya dengan berita itu!”
“Apa kamu bisa membuktikan bahwa perempuan dalam video itu memang bukan kamu?” cecar Gembul.
Hembusan napas kasar setengah frustrasi terdengar. “Apa ada bukti kalau itu aku?” hardiknya menantang.
Tatapan Gembul kembali mengarah pada tayangan berita. “Perempuan itu memang mirip kamu. Warna dan potongan rambut. Ah, satu lagi! Gelang di tangannya.”
Seketika Rani menatap gelang pemberian mendiang ibunya yang melingkar di pergelangan tangannya. Ya, gelang yang sama dengan yang digunakan wanita dalam video tadi. “Kamu pasti sudah gila!”
“Kamu yang gila!” balas Gembul.
“Sudah, jangan bertengkar lagi! Sekarang bukan saatnya menyalahkan Rani,” sambar Jovan memotong pembicaraan dua wanita itu. “Berita ini menjadi trending topik dan sekarang wartawan sedang mengejarmu. Lihat saja di bawah!”
Rani dan Gembul mengintip melalui jendela. Benar kata Jovan, ada banyak pria dan wanita di bawah sana dengan masing-masing kamera di tangannya. Mata Rani terpejam dengan ekspresi wajah frustrasi. Belum selesai maslah tentang fans gelap yang selalu meneror dengan bunga, sudah dihadapkan dengan masalah yang lebih berat.
“Ya ampun, kenapa mereka semua ikut-ikutan gila? Wanita di video itu bukan aku!”
Gembul mendorong bahu Rani hingga wanita itu mundur beberapa langkah. “Oh ya? Kalau memang bukan kamu, buktikan kepada mereka, jangan bisanya cuma menyangkal.”
Gembul menunjukkan kekecewaan dan kemarahan secara gamblang. Selama ini, dia mati-matian menjaga Rani agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Mendiang ibu Rani sudah menitipkan putri semata wayangnya sebelum menghembuskan napas terakhir. Namun, apa yang didapatinya hari ini sangat mengecewakan.
“Demi Tuhan aku masih perawan!” teriak Rani ketika merasa Gembul terus mencurigai dirinya.
“Tidak ada yang akan percaya dengan sumpahmu sebelum ada bukti!” tambahnya lagi.
“Tapi itu memang bukan aku!”
Gembul menghela napas panjang, menikam Rani dengan tatapan tajam. “Benarkah? Lalu Cinderella dari negeri mana yang menunggang kuda dalam video itu?”
............
Halo teman-teman,
Aku datang lagi bawa karya baru.🤗 Semoga tulisan yang jauh dari kata sempurna ini bisa menghibur.
Sebelum lanjut membaca, jangan lupa untuk Add Favorit biar teman-teman dapat notif kalau up bab terbaru. Jangan lupa like dan komen yaa. 🤭🤭
Terima kasih.
Salam Sayang selalu
Chicha Kolom Langit
🥰🥰🥰
Hanya dalam hitungan jam, video yang melibatkan nama Maharani itu telah tersebar ke setiap penjuru negeri dan menjadi viral di mana-mana. Rani yang selama ini dikenal sebagai pribadi yang baik dan sopan membuat banyak kalangan terkejut.
Rani yang masih shock belum berani keluar dan memilih mengurung diri selama berjam-jam di ruang rias. Deringan ponsel sudah puluhan kali terdengar, namun diabaikannya dengan menutup telinga.
Tidak berselang lama, Gembul dan Jovan datang.
"Rani, ayo kita pergi dari sini lewat pintu belakang. Kita jangan bersamaan keluar. Aku akan keluar lebih dulu bersama Gembul untuk mengambil mobil, dan kamu keluar setelahnya. Langsung naik ke mobil saja!" ujar Johan menyusun jalan ninja melarikan diri dari kejaran awak media.
"Tapi kita pakai mobil siapa? Mereka pasti mengenali mobilku, kan?" tanya Rani agak ragu.
"Aku sudah meminjam mobil kru lain. Jadi semua akan aman."
"Baiklah, atur saja. Tolong selamatkan aku dari mereka!"
Setelah menyusun siasat, Rani menyusul kedua temannya yang sudah lebih dulu meninggalkan ruangan. Sebuah hoodie, kacamata dan masker ia gunakan untuk menyamarkan wajahnya.
Tiba di pintu belakang, wanita itu mengendap-endap layaknya seorang pencuri. Di satu sisi ada kawanan wartawan dan di sisi lain sebuah mobil terparkir menunggunya.
Rani melangkahkan kakinya seraya menengok ke kanan dan kiri.
"Hey, itu Rani!"
Nahas bagi wanita itu, seorang wartawan ternyata mampu mengenalinya. Kawanan pencari berita pun mengepung dan menghalangi jalannya.
Rani tak punya pilihan selain mengambil langkah seribu. Berlari memasuki sebuah bangunan tinggi untuk menyelamatkan diri.
"Kenapa dia malah berlari masuk ke hotel?" pekik Gembul menepuk dahinya.
Rani mempercepat langkahnya sambil menoleh ke belakang. Ribuan umpatan ia teriakkan dalam hati melihat beberapa orang yang masih mengejar.
Tatapannya tertuju pada sebuah kamar yang pintunya terbuka setengah. Secepat kilat melesakkan tubuhnya di sana.
"Hey kamu siapa? Kenapa masuk ke kamar orang sembarangan?" Suara bas yang terdengar berat membuat Rani terlonjak dan langsung menoleh.
Seorang pria menatapnya marah. Perhatian Rani pun terpusatkan pada seorang pria tampan sempurna yang hanya terbalut handuk putih, duduk di atas sebuah kursi roda.
Tersadar telah salah masuk kamar, Rani melirik ke sana-kemari dengan bingung.
Ya ampun, aku masuk sembarangan ke kamar orang. Bagaimana ini?
"Maaf, aku salah masuk." Rani tampak bingung, ingin segera keluar pun tak mungkin. Para wartawan sedang mengejarnya.
"Kalau salah masuk kenapa masih di dalam sini, cepat keluar!" Pria itu melotot marah dengan menunjuk pintu.
Galak sekali dia!
Rani yang masih terpaku di tempat membuat pria pemilik kamar itu mendengus kasar. Menekan sebuah tombol pada kursi roda miliknya hingga bergerak maju menuju pintu.
"Tolong jangan dibuka pintunya!" Rani mengatupkan kedua tangan di depan dada.
Pria dengan tatapan tajam layaknya elang yang siap menerkam mangsa itu semakin geram. Memandang wanita aneh dengan wajah yang tertutupi oleh masker dan kacamata hitam.
Tanpa memerdulikan permohonan wanita itu, dia menarik gagang pintu kamar hingga terbuka lebar.
Cekrek! Cekrek! Kilatan cahaya dari kamera membuat pria itu meletakkan tangan di depan mata.
Kemudian disusul oleh berondongan pertanyaan. Tentu saja Rani yang kedapatan bersama seorang pria bertelanjang dada di sebuah kamar penginapan akan menjadi berita menghebohkan.
"Rani, bisa dijelaskan sebentar tentang video itu?"
"Bagaimana tanggapan kamu setelah beredarnya video 59 detik itu?"
"Bisa dijelaskan sedikit siapa siapa yang sedang bersama kamu di kamar ini?"
"Apakah dia adalah laki-laki yang ada di dalam video?"
Panik dengan sejumlah wartawan yang hendak menerobos pintu, Rani segera mendorong kuat-kuat dan menutup pintu rapat. "Kan sudah kubilang jangan dibuka!" ucapnya sambil menyandarkan punggungnya di pintu.
"Siapa kamu?" pekik pria itu dengan tatapan semakin geram.
Rani menarik napas dalam, lalu membuka hoodie, masker dan kacamata yang menyamarkan wajahnya. "Maaf, aku salah masuk ke kamarmu karena sedang dikejar wartawan. Aku janji akan keluar setelah mereka pergi."
Sadar siapa yang tengah berdiri di hadapannya, pria itu terkekeh sinis.
"Oh, Cinderella penunggang kuda rupanya!" ketus pria itu.
"Jangan memanggilku seperti itu!"
...........
“Jadi aku harus memanggilmu apa? Nona Maharani yang baik dan sopan? Begitukah?” sindir Dika dengan tatapan sinis.
Rani seperti kehilangan kata-kata. Dia sadar bahwa video yang melibatkan dirinya itu akan membuat semua orang berpikir buruk tentangnya. Akan percuma berteriak kepada seluruh dunia bahwa itu bukan dirinya, karena tidak ada yang akan percaya.
“Tolong izinkan aku tetap di sini sampai mereka pergi. Aku akan membayarmu berapapun, asal jangan minta aku keluar sekarang!”
Jika Rani pikir pria cacat di hadapannya akan tunduk oleh sejumlah uang, maka salah besar. Dengan air muka sinis dan tatapan merendahkan, pria itu bergerak maju setelah menekan tombol pada kursi roda, menuju meja dan meraih sebuah ponsel.
“Halo, Dika!” Sahutan seorang pria terdengar di ujung telepon sesaat setelah panggilan itu terhubung.
"Kamu di mana, Ris?"
"Sebentar!" Hela napas panjang pertanda frustrasi kembali terdengar di ujung telepon. "Aku masih mengantri.
“Cepat kembali, ada orang gila masuk ke kamarku!”
“Apa, orang gila? Hubungi saja keamanan hotel!”
"Orang gilanya agak liar." Dika menatap Rani sinis. "Seorang penunggang kuda," tambahnya dengan gerakan di bibir tanpa suara, membuat bibir Rani berkerucut.
"Baiklah, tunggu sebentar lagi!"
Panggilan terputus, pria yang kemudian diketahui Rani bernama Dika itu kembali menghunus tatapan tajam, lalu memainkan ponsel di tangannya dengan santai sambil menunggu.
Hingga beberapa saat berlalu, pria tampan itu terbelalak kala menemukan foto-foto dirinya yang hanya terbalut handuk tersebar di jagad maya. Padahal kejadian mengejutkan itu baru berlangsung sekitar tiga puluh menit lalu.
“Kurang ajar!” teriaknya kesal. “Lihat ini! Karena kamu sekarang aku ikut terseret!” Dika memperlihatkan layar ponselnya di mana terdapat berita dan foto tentang Rani yang kedapatan bersama seorang pria telanjang di kamar hotel.
Rasanya seluruh tubuh Rani meremang melihat berita dan foto-foto yang tersebar.
“Maaf!” Hanya kata itu yang dapat terucap dari mulutnya. “Lagi pula salah kamu sendiri. Bukannya tadi sudah kubilang jangan buka pintu.”
“Aku tidak peduli, keluar sekarang juga dari kamarku!”
Rani terpaku di tempatnya berdiri dengan jemari saling meremas. “Kalau aku keluar sekarang, sama saja dengan bunuh diri. Tunggu sampai asistenku datang dan aku pasti akan keluar dari sini.”
Rasanya Dika hampir gila memikirkan masalah ini. Satu jam sudah mereka terjebak di kamar yang sama, dalam keadaan Dika yang hanya menggunakan handuk sehabis mandi.
“Kalau begitu tolong bantu aku!”
“Bantu apa?”
“Aku mau pakai baju. Tidak mungkin kan aku telanjang terus bersama seorang gadis di kamar.”
Rani melirik tubuh pria itu. Wajah tampan yang terbalut kulit putih bersih tampak sangat sempurna. Sayang sekali, dia harus duduk tak berdaya di atas kursi roda. “Bajunya di mana?”
“Di lemari!” jawab Dika ketus.
Rani pun mengeluarkan pakaian milik Dika dan meletakkannya di atas pembaringan.
“Ambilkan dalaman!” perintahnya lagi.
“A-apa?” tanya Rani seolah tak percaya.
Pelototan mata yang dihadiahkan Dika pun membuat Rani tidak berkutik. Ia takluk pada perintah Dika yang baginya sangat seenak jidat, dan tanpa dapat dikendalikan, wajah Rani mendadak merah menggenggam dalaman milik laki-laki itu.
“Kenapa diam di situ, bantu aku memakainya!” ujar Dika, ketika mendapati Rani terdiam.
Mata Rani melotot mendengar perintah memalukan itu. Memakaikan dalaman untuknya? Laki-laki ini pasti sudah gila. Rani melempar dalaman milik Dika hingga mengenai wajahnya.
“Tidak mau! Pakai sendiri saja.”
“Kalau begitu keluar dari sini!” Sebuah ancaman serius yang membuat Rani mati kutu. Wanita itu pun pasrah mengikuti perintah Dika. Berjongkok di hadapannya dan membantu memasang dalaman.
“Heh, bantu aku ke tempat tidur dulu, kalau di kursi roda mana bisa!”
Jika saja tidak terdesak oleh para pencari berita yang menunggu di luar, Rani pasti sudah memaki habis pria judes itu. Namun, posisi sekarang Ranilah yang butuh pertolongan.
Tubuh kecilnya seketika ambruk menopang tubuh berat Dika. Mereka terhempas ke tempat tidur dengan posisi Rani berada di atas. Keduanya diam dan saling tatap.
Tiba-tiba ....
Pintu kamar terbuka, disusul kemunculan seorang pria. Dika dan Rani yang masih dalam posisi bertumpukan seketika menoleh.
"Hey, apa-apaan ini?" Pria itu tampak cukup terkejut dengan pemandangan yang menyambutnya.
Mata Rani pun terbuka lebar menatap seorang pria yang mematung di ambang pintu. Bukan hanya itu, Gembul, Jovan dan beberapa wartawan pun turut menjadi saksi kejadian memalukan itu.
Secepat cahaya kilat, Rani bangkit dari posisinya. Matanya melirik dalaman milik Dika yang masih menggantung di ujung kakinya. Segera wanita itu berjongkok dan menariknya ke atas dan menyusup di balik handuk hingga melekat sempurna di pinggang Dika, membuat pria itu menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Terlihat cukup frustrasi.
............
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!