NovelToon NovelToon

Dokter Cantik Tuan Depresi

Bab 1 - Diremehkan

...༻✿༺...

...'Jiwa adalah unsur terpenting dalam hidup manusia. Jika orang memiliki ketenangan dalam pikiran, mungkin dia merupakan makhluk paling beruntung di dunia. Dari tahun ke tahun, kasus bunuh diri semakin bertambah. Itulah alasan kenapa kesehatan jiwa sangatlah penting. Terutama di zaman yang sudah digerus oleh internet dan media sosial. Bila kamu merasa sendiri dan putus asa, silahkan hubungi Red Rose. Kalian bisa menghubungi lewat chat pribadi atau kirim ke email yang tertera di profil. Jangan lupa! Berpikir positif adalah jalan menghadapi masalahmu. Good day, i hope you enjoy your life.'...

Seorang gadis menghela nafas panjang. Tepat setelah selesai mengetik kalimat panjang untuk mengisi blog-nya. Dia segera meraih gelas berisi air putih. Lalu menelannya sampai tandas.

Rebella Peters, begitulah nama aslinya. Memiliki dua kakak kandung serta seorang ayah. Bella memiliki bar kecil yang terletak di pinggiran kota New York, USA.

Pekerjaan sebagai pemilik bar hanya selingan untuk Bella. Ia sengaja memilih tempat yang sepi agar bisa mendapatkan ketenangan saat bekerja.

Menjadi psikiater adalah pekerjaan utama Bella. Saat melakukan pekerjaan itu, Bella menyebut dirinya dengan panggilan Red Rose. Hingga sekarang, semua pasiennya tidak pernah tahu mengenai identitas asli Bella.

Bukan tanpa alasan Bella menyembunyikan identitas aslinya. Semua itu dia lakukan demi privasi pasien. Sebab Bella tidak hanya menerima pasien dari kalangan orang biasa, tetapi juga orang-orang luar biasa. Seperti politikus terkenal, selebriti, bahkan kriminal.

Bella tidak pandang bulu dalam memilih pasien. Sebagai seorang dokter, tekadnya hanyalah ingin menyembuhkan. Nama Red Rose sendiri sangat terkenal. Andai pahlawan super hero itu nyata, maka begitulah posisi Red Rose dimata masyarakat. Dia misterius tetapi sangat berjasa dalam menyelamatkan orang. Para pasiennya bahkan ikut bersedia merahasiakan identitas Red Rose. Kemungkinan mereka melakukannya sebagai rasa terima kasih.

Ketika menjadi Red Rose, mungkin Bella merasa begitu di istimewakan. Namun tidak saat dia menjadi dirinya sendiri. Kala menjadi Rebella Peters, dia dianggap pecundang oleh semua orang.

Kini Bella sibuk mengendarai mobil. Ia mendatangi super market terdekat. Di sana Bella hendak mengambil semua pesanannya kepada Mr. Walter.

"Halo, Mr. Walter! Apa semuanya sudah siap?" Bella bertanya sambil keluar dari mobil. Dia melenggang dalam keadaan tangan yang dimasukkan ke saku celana.

"Hanya tinggal soda dan paperoni." Mr. Walter menjawab sambil mengusap telapak tangan beberapa kali. Bella lantas mengangkut barang pesanan satu per satu ke mobil. Tentu saja dengan bantuan tangan Mr. Walter.

Saat sibuk mengangkut barang. Terlihat dua orang perempuan yang baru keluar dari super market. Dia merupakan tetangga sekaligus teman SMA Bella. Namanya Leah. Baru selesai berbelanja bersama ibunya.

"Sedang sibuk mengambil barang pesananmu?" sapa Leah dengan angkuh. Ia tampak masih mengenakan pakaian kerja.

"Ya, bukankah kau bisa melihatnya sendiri?" sahut Bella sembari mengangkat sekotak kardus berisi botol bir.

Leah dan ibunya saling bertukar pandang. Mereka heran dengan nasib Bella yang terlihat memprihatinkan. Padahal semua orang tahu, sejak kecil Bella dikenal sebagai anak yang jenius. Populer dan selalu meraih peringkat pertama dalam berbagai bidang akademik. Bahkan saat kuliah pun Bella lulus dengan predikat cumlaude di universitas ternama Harvard.

"Lihatlah Bella sekarang. Dia bahkan memakai hodie lusuh dan tidak menyisir rambut brunette-nya." Ibunya Leah yang bernama Mia berbisik ke telinga putrinya.

"Begitulah akibatnya jika tidak punya banyak uang. Untuk apa memiliki IQ yang tinggi, jika tidak punya keuangan yang mendukung. Aku dengar uangnya habis karena pengobatan jiwa ayahnya." Leah balas berbisik.

"Aku tahu itu. Ayahnya Bella memang punya penyakit jiwa. Menurutku tujuan Bella kuliah di jurusan dokter kejiwaan hanya demi mengabdi kepada David." Mia berkomentar. Untung saja pembicaraan mereka tidak terdengar oleh Bella. Andai Bella mendengar ada orang yang menyebut ayahnya gila, maka orang tersebut harus bersiap untuk menanggung resikonya.

"Leah hari ini baru saja meraih jabatan sebagai manajer di perusahaan. Aku sangat bangga. Padahal dia hanya memiliki ijazah SMA," ungkap Mia sembari merangkul Leah dengan lembut. Dia hanya bermaksud pamer. Seperti orang tua kebanyakan.

"Thanks, Mom." Leah tersenyum seraya membalas tatapan Mia.

Bella tidak memperdulikan pembicaraan Leah dan Mia. Dia lebih menyibukkan diri mengangkat semua pesanan barang. Tanpa terasa, semua barang telah dimasukkan ke dalam mobil.

Bella segera pergi. Dia benar-benar mengabaikan Leah dan Mia yang masih asyik mengobrol. Dua ibu dan anak itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Terutama ketika melihat ketidakpedulian Bella.

Selang memakan waktu beberapa menit, Bella tiba di bar. Dua pegawainya yang bernama Cecil dan Brian segera membantu. Mereka adalah dua orang kepercayaan Bella. Tidak hanya untuk menjaga bar, namun juga melindungi rahasia besarnya sebagai Red Rose.

"Kau kedatangan tamu, Bella. Sepertinya dia gadis yang menyebalkan," ujar Cecil pelan. Ia bicara sambil menutup mulut dengan satu tangan.

"Siapa?" tanya Bella.

"Namanya Coral atau apalah itu. Aku tidak peduli," jelas Cecil malas. Dia terlihat mengambil barang-barang dari mobil.

Bella yang penasaran, melangkah memasuki bar. Nafasnya langsung dihela panjang saat menyaksikan seorang gadis berambut pirang. Namanya adalah Corine. Merupakan orang yang selalu berusaha menjatuhkan Bella ketika masih kuliah.

Corine tampak melihat-lihat keadaan bar milik Bella. Dia sesekali mengusap debu yang ada di meja. Lalu meringiskan wajah karena merasa jijik.

"Lama tidak bertemu. Aku dengar bar ini milikmu bukan?" pungkas Corine tatkala menyadari kehadiran Bella.

"Mau apa kau ke sini? Kita bahkan tidak berteman!" sahut Bella ketus. Dia sangat ingin mengusir Corine pergi.

"Aku tahu..." Corine belum berhenti melihat-lihat. Dia memeriksa beberapa gelas dan botol yang ada di atas meja.

Tanpa diduga, Corine sukses memergoki keberadaan seekor tikus di bawah meja. Dia reflek menghindar dan berteriak. Sehingga tangannya tidak sengaja menyentuh lemari yang dipenuhi debu.

"Aarkkhh! Shi*t!" rutuk Corine sembari menghentakkan satu kaki. Dahinya berkerut dalam.

Bella dan dua pegawainya cekikikan saat menyaksikan penderitaan Corine. Menurut mereka itu sangat lucu. Sikap Corine seperti orang kota yang baru saja masuk ke dunia antah berantah.

Tawa Bella pudar, saat Corine tiba-tiba ikut tertawa. Dia tentu merasa aneh, karena biasanya Corine akan marah jika ditertawakan. Lalu apa sekarang?

"Are you okay?" Bella memastikan.

Corine perlahan membersihkan tangan dan pakaian dari debu. Kemudian merapikan rambut pirangnya.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu kepadamu. Are you okay, Bella? Karena keadaanmu sekarang benar-benar sangat menyedihkan. Apa yang terjadi kepada bintang kampus kita?" Corine berjalan mendekat. Mengamati penampilan Bella dengan remeh.

"What the..." Bella terperangah dengan sikap Corine.

"Apa gosip itu benar? Kalau ayahmu sudah gila?" Corine mencondongkan wajahnya ke arah Bella. Menyebabkan Bella yang kesal mengepalkan tinju di kedua tangan.

"Ah... aku paham alasan utama kau belajar sangat giat saat kuliah. Ternyata semua demi menyembuhkan penyakit jiwa ayahmu. Kumohon jangan berusaha terlalu keras, Bella. Di dunia ini ada beberapa penyakit jiwa yang tidak bisa disembuhkan. Aku yakin kau tahu itu. Sebagai salah satu Dokter di rumah sakit Health Miracle, mungkin kedatanganku ke sini bisa membantu." Corine berucap panjang lebar. Parahnya setelah mengucapkan perkataan yang membuat Bella tambah kesal, dia justru mengukir senyuman tak berdosa.

"AYAHKU TIDAK GILA!" pekik Bella sembari menggertakkan gigi. Dia berjalan laju menuju meja bartender. Di sana Bella mengambil teko berisi air. Tanpa basa-basi, gadis itu langsung menyiramkannya kepada Corine.

Bab 2 - Demensia

...༻✿༺...

Byur!

Semburan air langsung mengguyur setengah badan Corine. Gadis itu langsung mengusap kasar wajahnya. Dia tentu kesal dengan perlakuan Bella terhadapnya.

"Aku mengetahui satu hal setelah datang ke sini! Ternyata bukan ayahmu yang gila, tetapi kau!" pungkas Corine sambil mengarahkan jari telunjuk ke wajah Bella. Selanjutnya, dia beranjak dalam keadaan tergopoh-gopoh.

Saat Corine hampir tiba di pintu, sosok lelaki tampan mendadak muncul. Dia tidak lain adalah Justin. Kekasih Bella semenjak kuliah. Justin kebetulan baru pulang bekerja.

"Ju-justin..." mata Corine berbinar-binar saat melihat sosok Justine. Ia memang sudah lama memendam rasa kepada lelaki itu. Mungkin karena itulah juga Corine sangat membenci Bella.

"Corine! Sedang apa kau di sini?" sapa Justin seraya melonggarkan dasinya.

"Hanya berkunjung saja. Aku tidak tahu kalau bar ini ternyata milik Bella," terang Corine yang berkilah.

"Dia bohong! Kedatangannya ke sini hanya karena ingin menghinaku!" imbuh Bella tak peduli.

Corine lantas cemberut. Lalu bergegas pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia terlalu malu berhadapan dengan Justin. Terutama dengan penampilan yang berantakan.

Bella berjalan mendekati Justin. Kedua tangannya bertautan dari balik punggung. Dia sedikit memajukan bibir ke depan. Sedangkan matanya tampak menutup rapat. Bella berharap mendapat ciuman dari Justin.

"Sebaiknya kau tampar saja dia, Justin!" tegur Brian. Dia terlihat sibuk mengelap gelas. Brian memang ditugaskan sebagai bartender di bar milik Bella.

"Aku tahu kau iri, Brian? Kenapa kau tidak memacari Cecil saja. Akhir-akhir ini aku merasa kau sangat kesepian," komentar Bella. Dia menoleh ke arah Brian.

"Aku? Kenapa kau melibatkan aku? Brian bukan tipeku!" Cecil menyahut dari belakang. Ia tampak sibuk berkutat dengan meja kasir.

Mendengar pertengkaran kecil Brian dan Cecil, Bella tergelak kecil. Hal serupa juga dilakukan Justin. Lelaki itu mengajak Bella untuk bicara empat mata.

Bella mengangguk setuju. Dia dan Justin pergi ke balkon untuk membicarakan sesuatu. Entah kenapa Bella merasa Justin tampak sangat serius dari biasanya.

"Ada apa? Apa kau mau mengajakku putus?" tebak Bella. Sebagai seorang psikiater, dia tentu sangat mudah membaca ekspresi dan sikap orang-orang. Terutama orang-orang terdekat.

"Tebakanmu salah. Ini mengenai masalah pekerjaan. Aku mendapatkan tawaran dinas ke luar negeri. Jika menerimanya, maka aku akan mendapatkan promosi," tutur Justin. Dia memasang mimik wajah serius.

"Ke luar negeri? Kemana?" Bella mencoba menyelidik terlebih dahulu.

"London." Justin menjawab singkat.

"Promosi? Itu terdengar kabar bagus untukku." Bella memaksakan diri untuk tersenyum. Sebenarnya akhir-akhir ini dia merasa sikap Justin agak berbeda. Kekasihnya tersebut lebih pendiam dan tidak ceria lagi seperti dulu. Bella menganggap semua perubahan yang terjadi kepada Justin adalah karena pekerjaan.

"Justin, hal terbaik yang bisa aku sarankan adalah istirahat. Kau terlalu bekerja keras. Seharusnya kau perhatikan tubuh dan pikiranmu," ujar Bella. Namun hanya direspon Justin dengan senyuman tipis.

"Berbanding terbalik denganmu, Bella. Kumohon kembalilah seperti dulu. Cari pekerjaan dan hidup dengan normal. Kau tidak bisa menyerahkan seluruh hidupmu untuk David," balas Justin. Tak ingin kalah.

Kebetulan Bella belum memberitahu Justin mengenai pekerjaan utamanya. Hal itu karena Justin yang terlalu sibuk bekerja. Bella hanya tidak mau Justin tambah pusing.

Sebenarnya Bella selalu berusaha mencari waktu yang tepat untuk memberitahu Justin. Akan tetapi selalu saja ada halangan. Alam seolah melarang Bella untuk memberitahu tentang jati dirinya yang lain.

Bella terdiam sejenak. Dia tidak langsung merespon ucapan Justin. Bella malah terpikir untuk mengungkapkan tentang jati dirinya sebagai orang dibalik nama Red Rose. Belum sempat bicara, Justin lebih dulu mengangkat panggilan telepon. Sekali lagi Bella gagal memberitahu.

Tidak lama kemudian, ponsel Bella ikut berdering. Dia segera mengangkat panggilan yang tidak lain dari Mia.

"Bella! Ayahmu kembali membuat ulah. Dia menghancurkan taman bunga yang ada di halaman rumah semua orang! Cepat hentikan dia! Aku pikir David semakin menggila!" ucap Mia dari seberang telepon.

"Baiklah! Aku akan segera ke sana!" Bella bergegas pergi. Sebelum beranjak dia tidak lupa berpamitan kepada Justin dengan memberikan ciuman di pipi.

Justin hanya melambaikan tangan. Dia masih sibuk berbicara di telepon. Seperti biasa, Justin selalu terbuai dengan pekerjaan.

...***...

Bella melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Dia sedang dalam keadaan terdesak sekarang. Bella tidak mau David semakin membuat keributan lebih banyak.

Sesampainya di rumah, Bella langsung disambut dengan kerumunan para tetangga. Dia juga melihat taman bunga milik tetangganya berantakan. Seakan baru saja diterpa oleh angin topan.

"Bella, kau harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki halaman rumah kami! Sekarang semuanya berantakan karena ayahmu!" timpal Darwin. Seorang lelaki paruh baya berperut buncit. Dia selalu bersikap sinis kepada keluarga Peters.

"Maafkan aku, semuanya." Bella mengatupkan dua tangan ke depan dada. Meminta maaf atas nama ayahnya. "Aku berjanji akan bertanggung jawab. Oke? Tapi izinkan aku untuk menemui David terlebih dahulu," lanjutnya.

"Cepatlah, Bella! Kulihat ayahmu sudah kembali masuk ke rumah," kata Mia dengan semburat wajah masam.

Bella mengangguk dan bergegas masuk ke rumah. Dia tidak perlu memeriksa semua ruangan satu per satu. Bella dapat menebak dimana David berada. Ayahnya itu selalu menghabiskan waktu di teras belakang.

Langkah Bella terhenti, saat melihat ayahnya duduk menangis sambil memeluk bunga forget me not. Bella yakin, David pasti teringat dengan istrinya lagi. Padahal jelas-jelas istrinya pergi meninggalkan David karena selingkuh.

"Ayah!" panggil Bella seraya duduk di samping David. Dia langsung memberikan pelukan hangat. Bella berupaya menenangkan David.

"Jane... aku ingat bunga ini adalah kesukaannya..." ungkap David sambil menangis tersedu-sedu. Dia adalah lelaki yang sudah berusia 58 tahun. David kebetulan menderita penyakit jiwa demensia. Alias kepikunan dini.

David terkejut ketika menerima pelukan Bella. Ia langsung menjaga jarak dari Bella. "Siapa kau?! Menjauhlah!" hardik David. Tidak jarang dia melupakan wajah dan nama anaknya sendiri.

"Ini aku Bella. Anak bungsumu," tutur Bella lembut.

"Bella?" David mengernyitkan kening. Dia berusaha keras untuk mengingat.

"Siapa itu Bella? Aku tidak pernah mengenalnya." David semakin menjauhi Bella. Dia berdiri dan kembali berkata, "Pergilah! Aku tidak mengenalmu!"

Bella hanya terdiam seribu bahasa. Dia memutuskan diam di tempat. Lalu termenung menatap matahari yang setengah tenggelam di ufuk barat. Bella selalu merasa sedih saat melihat David melupakan dirinya. Padahal Bella adalah satu-satunya orang yang selalu berada di sisi David. Tidak seperti dua kakaknya yang sama sekali tidak tahu menahu. Mereka bahkan tidak peduli dengan keadaan David dan Bella.

Kedua kakak Bella lebih memilih hidup bersama Patricia, yang tidak lain adalah ibu kandungnya Bella sendiri. Keadaan keluarga Bella memang cukup rumit. Mungkin begitulah cara menggambarkan bagaimana kehidupan keluarga broken home.

Perlahan air mata Bella berjatuhan dipipi. Dia menangis dalam diam. Sebagai orang yang tahu bagaimana cara menenangkan jiwa, Bella tahu salah satu caranya adalah dengan menangis.

Ketika telah puas menangis, Bella selalu merasa lebih lega. Lukanya seakan terobati. Selanjutnya, dia merekahkan senyuman ceria. Lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

..._____...

Catatan Kaki :

Demensia : Istilah psikologi tentang penyakit yang mengakibatkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga aktivitas sehari-hari penderitanya. Jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Sering disebut sebagai penyakit pikun. Kebanyakan penderitanya adalah orang-orang yang sudah memiliki usia tua.

Bab 3 - Digandrungi Banyak Pria

...༻✿༺...

Selain pintar, Bella juga dikenal memiliki wajah yang rupawan. Berhidung mancung, serta mempunyai kulit putih bersih bak porselen. Tidak heran dia selalu populer. Baik saat di sekolah maupun di kampus. Banyak sekali pria yang mencoba mendapatkan hati Bella. Namun gadis itu memilih setia kepada satu orang. Yaitu Justin kekasihnya.

Bella baru selesai menyiapkan sajian makan malam. Dia hanya perlu mengajak David untuk bergabung. Untungnya David bersedia ikut.

"Apa Ayah mau aku tambahkan saos lagi?" tawar Bella. Ia senang bisa melihat ayahnya makan dengan lahap.

David lekas menggeleng dan mengucapkan kata no dengan mulut. Suaranya terdengar agak serak akibat terlalu menikmati makanan yang tersaji.

Setelah menghabiskan makanan, David mengelap sudut bibirnya. Kemudian menatap ke arah Bella. Matanya menyipit karena berusaha menggali ingatan.

"Kau Bella bukan?" David memastikan.

"Iya, Ayah. Ini aku," sahut Bella sembari tersenyum. Kini dia mendapatkan sambutan dari David. Bella akhirnya bisa mengurus ayahnya dengan baik.

Siklus ingatan David memang tidak bisa ditebak. Dia kadang mampu mengingat dengan cepat. Tetapi tidak jarang Bella dibuat kewalahan oleh David. Gadis itu bahkan pernah tidur di luar karena David tidak memperbolehkan masuk.

Ponsel Bella mendadak berdering. Panggilan dari Cecil segera dia terima. Cecil memberitahukan bahwa ada pasien yang membutuhkan bantuan.

"Apa kau sudah memeriksa asal-usul pasiennya? Aku tidak mau menerima pasien dengan asal," ujar Bella seraya keluar dari kamar David.

"Aku tahu. Sudah berapa kali kau mengatakan hal itu," sahut Cecil dari seberang telepon. "Pasiennya bernama Emerald Winstone. Dia merupakan pengusaha kaya raya terkenal. Emerald ingin secepatnya melakukan konsultasi denganmu," terangnya melanjutkan.

"Baiklah, aku akan kembali ke bar. Aku ingin melihat data-data tentang Emerald lebih dulu. Apa kau sudah menanyakan riwayat terapi Emerald?" balas Bella. Ia segera mengenakan jaket. Berlari keluar rumah. Kemudian mengendarai mobil. Bella menggunakan earphone agar bisa terus bicara dengan Cecil.

"Iya, Emerald pernah melakukan proses terapi di rumah sakit Health Miracle. Dia sempat ditangani oleh dokter... Corine Michaela White." Cecil memberitahu. Bella yakin gadis itu berusaha keras membaca dengan kacamata tebalnya.

"Ah, Corine. Tentu saja." Bella memutar bola mata malas. Kemudian mengakhiri panggilan telepon. Di waktu yang tak terduga, mesin mobilnya mendadak berhenti.

Bella otomatis kesal. Dia hanya bisa mengumpat sambil mencoba menyalakan mobil beberapa kali. Nihil, mobilnya tetap tidak bisa menyala.

"Sial!" Bella terpaksa turun dari mobil. Dia memanggil tukang bengkel. Kemudian memutuskan berjalan kaki. Lagi pula jarak Bella sekarang tidak begitu jauh dari lokasi tujuan.

Bella melenggang lewat jalan pintas. Dia harus melalui gang sepi. Bella berderap di bawah cuaca yang sedang gerimis.

Dari kejauhan, Bella dapat menyaksikan sosok yang dia kenal. Yaitu seorang lelaki berandalan bernama Erick. Bella yakin, Erick pasti berniat mengganggunya lagi.

Erick sudah lama tertarik dengan Bella. Namun sayang, ketertarikannya itu terkesan seperti obsesi. Sebab Erick memperlakukan Bella layaknya menghadapi perempuan bidal. Sudah beberapa kali Erick melakukan percobaan pelecehan. Namun dia tidak pernah berhasil mendapatkan keinginannya. Semua orang tahu, Bella memiliki keahlian bela diri yang cukup lihai.

Bella menoleh ke belakang sambil mendengus kasar. Dia merasa terlalu jauh berjalan jika kembali memutar haluan. Lagi pula Bella sama sekali tidak takut dengan lelaki seperti Erick. Jujur saja, dia selalu menang.

Bella lantas berjalan dengan tenang. Sampai akhirnya dia tiba ke posisi Erick. Ketika dia hendak lewat, Erick dengan cepat menghalangi jalan.

"Aku yakin kau tidak lupa denganku bukan?" Erick mencolek dagu Bella secara tiba-tiba.

Bella sontak meringis. Dia mengusap-usap dagunya beberapa kali. Seolah membersihkan kotoran dari sana.

"Enyahlah!" titah Bella. Dia mencoba mencari celah untuk lewat. Tetapi dua teman Erick tiba-tiba muncul. Menyebabkan mata Bella langsung terbelalak.

Kini Bella meneguk salivanya sendiri. Dia perlahan melangkah mundur. Bella harusnya memikirkan kemungkinan Erick tidak sendiri. Kenapa dirinya sama sekali tidak memikirkan itu sejak tadi?

"Pegangi dia! Setelah aku, kalian bisa dapat giliran kalian!" ujar Erick yang sudah siap membuka resleting celana.

Sebelum Erick menyerang, Bella berinsiatif melarikan diri. Tetapi dia tidak berhasil, karena salah satu teman Erick menendang betis Bella sekuat tenaga. Bella otomatis jatuh tersungkur di tanah. Sekarang dua teman Erick yang bernama Roby dan Gale sukses membelenggu Bella.

"Haha! Kali ini aku yang menang, Darling." Erick menampakkan gigi-giginya yang berwarna kekuningan. Bella benar-benar jijik kala melihatnya. Gadis itu tidak berhenti menggerakkan dua kakinya secara bergantian. Bella tidak sudi lelaki seperti Erick menyentuhnya.

Erick tidak tahan dengan pergerakan Bella. Ia menindih kedua kaki Bella dengan lutut. Apa yang dilakukannya tersebut sukses membuat Bella mengerang kesakitan.

Bella berupaya keras menggunakan keahlian bela dirinya. Tetapi semua itu tidak berguna, karena yang dia hadapi adalah tiga lelaki dewasa.

"Cuh!" Bella meludahkan saliva ke wajah Erick. Menyebabkan lelaki tersebut reflek berdiri. Saat itulah Bella mengambil kesempatan untuk menendang kuat alat vital Erick.

"Aaaarghhh!" Erick memekik kesakitan. Dua tangannya reflek memegangi harta paling berharga ditubuhnya.

Akibat serangan tak terduga. Gale memberikan tamparan keras tiga kali ke wajah Bella. Apa yang dilakukannya sukses memberikan luka kecil di sudut bibir Bella.

Dari arah depan, tampak cahaya lampu motor yang kian mendekat. Bella memicingkan mata. Dia tidak hanya melihat satu motor, namun ada banyak. Motor-motor tersebut kian mendekat.

"Lucky..." gumam Erick sambil menoleh ke arah sekumpulan geng motor berada. Dia terlihat ketakutan, lalu segera mengajak Gale dan Roby melarikan diri.

Sementara Bella reflek menutupi matanya dari cahaya yang menyilaukan. Para geng motor satu per satu melewati Bella. Mereka sama sekali tidak peduli. Sepertinya mereka hanya kebetulan lewat.

Bella perlahan berdiri. Dia memperhatikan puluhan motor yang melewatinya. Bella tidak bisa melihat wajah-wajah orang yang mengendarai motor. Karena mereka semua menggunakan helm.

Hanya satu orang yang menarik perhatian Bella. Yaitu satu-satunya pengendara motor yang membuka kaca helmnya. Pria itu memiliki mata biru yang indah. Sampai mengharuskan Bella terpaku sejenak. Bella sempat saling bertukar pandang dengan pria bermata biru tersebut. Meskipun tidak memberi efek apapun, tetapi tatapan si pria bermotor tadi cukup berkesan.

Wush!

Sekarang Bella kembali sendiri. Sebelum bertemu dengan Erick dan kawan-kawan, Bella berlari menyusuri gang.

Bella mengusap kasar wajahnya. Dia mencoba menenangkan diri dengan cara memeluk tubuhnya sendiri. Apalagi tangannya agak sedikit gemetar karena serangan tadi.

Sesampainya di tempat tujuan, Bella beristirahat sebentar. Brian dan Cecil tampak menyambut dengan ekspresi panik.

"Bella, apa yang terjadi kepadamu?" tanya Cecil cemas.

"Katakan, siapa yang sudah membuatmu begini?" Brian ikut menimpali. Namun Bella justru telah tertidur pulas di atas sofa. Alhasil Brian dan Cecil memilih kembali bekerja.

Hari yang berat terlewat. Bella baru terbangun dari tidur. Dia segera mandi, kemudian menyibukkan diri dengan pekerjaan.

Bella membaca mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien barunya. Yaitu Emerald Winston. Sebelum melakukan pertemuan, Bella menganalisis gejala-gejala Emerald terlebih dahulu.

"Bagaimana?" tanya Cecil penasaran.

"Siapkan jadwal pertemuanku dengannya!" perintah Bella. Cecil mengangguk dan segera melakukan tugasnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!