Di dalam sebuah ruangan yang di desain dengan warna membosankan, Seorang gadis yang memiliki tubuh elok dan wajah rusak sedang duduk sendirian.
Gadis itu bernama Dita Anggita Meranika, biasa di panggil Senior Dita.
Meski dia memiliki tubuh indah dengan rambut terawat, ia punya sebuah luka di wajahnya, luka itu cukup besar hingga menutupi kecantikannya.
Dita juga masih muda, hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 21.
Tapi, dia adalah seorang pemimpin grup di negara Z, MRK grup.
Hal ini terjadi karena ia melanjutkan status ibunya yang dulunya memimpin organisasi.
Tak ada yang berani merendahkannya, bahkan untuk menyebut namanya, semua orang harus berhati-hati.
Tapi hari ini, ia begitu terkejut saat seorang pria mendatanginya.
Lelaki berparas tampan dari Grup KLD itu duduk di hadapannya dengan wajah dinginnya.
Pria itu adalah pria yang selalu di incar para wanita, bahkan Adik tiri Dita pun menginginkannya.
Para pengawal bisa melihat aurah menakutkan dari keduanya, dua pemimpin organisasi sedang duduk bersama.
Siapa yang berani berbuat sembarang.
"Apa tujuanmu kemari?" Tanya Dita dengan mimik tak perduli.
'Cih! Ini pertama kalinya aku melihat seorang gadis begitu sombong di hadapanku. Menarik, dia sudah dewasa sekarang,' pikir Saga dalam hati.
"Aku mengantar ini," kata Saga memberi kode pada asistennya agar menyerahkan sebuah rekaman pada Dita.
"HM, seorang pria sepertimu mengambil waktu menemuiku hanya untuk sebuah rekaman?" Dita mengejek, ia melihat pria di depannya dengan tatapan merendahkan.
Ya, dia memang gadis yang sejak kecil tak pernah belajar berhadapan dengan pria. Tapi karena sifat itulah yang menjadikannya sukses memimpin organisasi.
Ia bukan gadis yang mudah baper, atau mudah terpesona oleh seorang lelaki.
Asisten Saga yaitu Aran dan Asisten Dita yang bernama Senya saling memberi dan menerima rekaman yang di maksud Saga.
Senya langsung memutar rekaman itu di saksikan oleh Dita.
'Gadis luar biasa (jelek) kamu akan segera patuh padaku." Gumam Saga sambil tersenyum saat rekaman itu mulai di putar.
Rekaman yang menunjukkan ayah Dita sedang di sekap oleh orang-orang Saga.
Tapi Saga harus mengeryit ketika rekaman itu terus berputar memperdengarkan jeritan sama sekali tidak mempengaruhi Dita.
"Hah! Membosankan! Singkirkan mainan itu!" Kata Dita dengan wajah kesalnya.
Semua orang terkejut, bagaimana bisa seorang anak perempuan sama sekali tidak bersimpati pada ayahnya yang sedang di siksa?
Tapi berbeda dengan Saga, ia semakin tertarik dengan Dita "Aku kemari untuk melamarmu." Katanya.
"Hahaha,, sangat lucu, kau membawa mahar yang cukup menarik." Kata Dita.
"Semenarik dirimu," kata Saga dengan senyum yang dingin.
"Hmm, sayang sekali aku tak pernah berniat mengenal seorang pria. Sebaiknya kau pulang saja." Kata Dita dengan cuek.
Saga mengetukkan jarinya di tas meja sembari menatap Dita yang sedang menikmati buah anggur "Kalian semua keluar." Katanya.
"Baik Bos." Jawab para pengawal Saga lalu mereka meninggalkan ruangan itu dengan patuh.
Sementara para pengawal Dita masih berdiri dengan tegap, mereka menunggu saat dimana Saga akan di pemalukan dengan penolakan Dita.
Ya, mereka semua sudah tahu kalau Dita bukanlah gadis yang mau memberi kesempatan pada lelaki.
"Pengawal ku akan tetap di sini, kalau Tuan ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang." Kata Dita dengan suara datarnya.
Saga kembali tersenyum melihat kelakuan gadis itu.
Kalau di luar semua gadis ingin berduaan dengannya, maka gadis ini sangat berbeda.
Gadis cacat yang berani menyombongkan diri atasnya? Itu sangat menarik!
"Baiklah, mereka boleh di sini, tapi jangan salahkan aku kalau kau menyesal." Kata Saga sembari berdiri.
Dita masih dalam posisi yang tak perduli dengan pria itu.
Ia tak tahu mengapa Saga tiba-tiba mendekatinya, sementara mereka sebelumnya tak pernah bertemu.
Tapi ia malas memikirkannya, 'Mari melihat apa tujuanmu yang sebenarnya.' pikir Dita dalam hati.
Ia terus memperhatikan Saga yang sudah berjalan ke arahnya.
Ia tetap tenang karena pria itu tak mungkin macam-macam, dia adalah seorang ahli taekwondo dengan sabuk hitam.
Dua pengawalnya juga sudah mendapat gelar sabuk hitam, jadi pria itu tak mungkin berani, apa lagi ia sendirian
Tapi ia sangat terkejut saat Saga malah menyerang pengawalnya.
Dua pengawal yang bergelar sabuk hitam langsung tumbang dalam waktu 1 menit.
Keduanya terkapar di lantai dengan posisi badan yang terkunci.
Keduanya bahkan tak pingsan, hanya saja, Saga membuat tubuh mereka jadi kaku. Bahkan untuk berbicara saja mereka tak bisa.
Hanya dapat melihat dan mendengar.
"Kau!" Dita sangat marah.
Dita langsung menyerang pria itu. Keduanya bertarung hingga 15 menit dan ia menyadari kalau lelaki itu hanya mempermainkannya.
Ia juga baru sadar kalau Saga sebenarnya hanya mengambil keuntungan dari setiap gerakan dan posisi mereka.
Seperti beberapa kali pria itu memberi sebuah sentuhan aneh di tubuhnya.
Tak kentara memang, tapi lama kelamaan Dita menyadarinya.
Dia berhenti menyerang Saga. Ia berdiri dengan nafas memburu dan memandang pria yang masih terlihat baik-baik saja itu.
"Apa yang kau inginkan?!" Tanya Dita.
Saga tampak tenang, nafasnya teratur, seolah ia tak melakukan apa pun. Tenaganya sama sekali tak terkuras setelah menghadapi tiga orang bergelar sabuk hitam.
"Aku hanya ingin mengucapkan, selamat ulang tahun." Kata Saga dibarengi sebuah senyuman.
Dita sangat terkejut, sudah lama ia tak pernah merayakan ulang tahunnya, bahkan sudah lupa kapan hari ulang tahunnya.
Tapi yang membuatnya lebih terkejut adalah senyum pria itu 'Mengapa dia tampak familiar? Hmmm. Tapi aku kan tidak pernah bertemu dengannya. Ini pertama kalinya.' gumamnya.
"Aku tidak butuh ucapan selamat," kata Dita langsung meninggalkan pria itu. Ia kembali duduk di kursinya dan meneguk jus stroberi miliknya.
Peristiwa itu sangat memalukan!
Dia dilecehkan di depan pengawalnya! Sialan!
Saga kembali ke mode wajah datarnya dan berjalan mendekati Dita.
Ia duduk di atas meja, tepat di hadapan Dita.
Ia menatap tajam ke arah Dita yang sedang meneguk jus dengan wajah bersemu merah.
"Kau tampak santai sekarang." Katanya.
"Tidak ada gunanya menghadapimu. Aku belum cukup kuat." Kata Dita dengan jujur.
Ia memang sadar kalau pria itu terlalu kuat untuk ia lawan.
"Haha,, jadi ini sifat asli Senior Dita, ternyata dia penakut dan lemah." Kata Saga membuat Dita langsung tersedak minumannya.
Uhuk!! Uhuk!!!
Saga dengan sigap membantu gadis itu, ia menepuk pelan punggung Dita.
"Hmm, terima kasih." Kata Dita "Jadi apa yang kau inginkan?"
"Yang kuinginkan? Aku ingin memberimu ucapan selamat ulang tahun, tapi kau malah menolaknya."
"Aku tidak merayakan ulang tahun." Jawab Dita dengan cuek.
"Hmm, baiklah, kalau begitu sia-sia aku kemari. Aku pamit pergi, tapi sebelum itu, aku katakan padamu, kita akan bertemu lagi." kata Saga lalu pria itu pergi meninggalkan Dita.
'Siapa dia sebenarnya?' pikir Dita yang kebingungan.
Sementara Saga yang keluar dari ruangan Dita, ia langsung tersenyum dan beralih ke lift bersama asistennya.
"Buat pertemuan di Hotel M jadi momen pertemuanku dan Dita. Lakukan dengan halus." Kata Saga.
"Baik Tuan." Jawab asistennya.
Dita tinggal dalam ruangannya, ia begitu cemas saat ia kembali ingat bagaimana pria itu mempermalukannya.
"Senior," kata Asistennya yang datang membawa cemilan untuk Dita.
"Menurutmu, bagaimana kejadian tadi?" Tanya Dita pada Asistennya.
"Senior,," kata Asistennya yang tak mau mengatakan pendapatnya.
"Kau mau membuatku mengulangi pertanyaanku?" Ucap Dita dengan suara di tekan menandakan suasana hatinya sangat tidak bagus.
"Pria itu sepertinya menyukai Senior."
"Hahah, suka?! Kau membuat lelucon! Bagaimana bisa ada pria yang suka pada gadis buruk rupa sepertiku?!" Kata Dita menunjuk wajahnya yang rusak.
"Maaf Senior."
"Pergilah. Atur dengan baik perjalanan kita ke hotel M. Semuanya harus berjalan dengan lancar " Kata Dita.
Dita masih marah saat seorang pengawalnya masuk mebawa sebuah surat untuknya.
Dita menerima surat itu dan membacanya. "Selamat menjadi dewasa, Selamat 21 tahun."
"Surat sialan!" Umpatnya membalik surat itu dan menemukan nama seorang pria di belakangnya. 'HITO'
"Dia,," Dita tertegun dan ingat pria itu.
Waktu kecil mereka akan berpisah karena Hito harus mengikuti ibunya setelah ayahnya meninggal.
Mereka berjanji akan bertemu kembali saat Dita berumur 21 tahun.
Sehari setelah ualng tahun Dita.
"Kau pasti tidak bisa menemuiku kalau kau sedang ulang tahun, aku tahu saat itu kau pasti sibuk menikmati makanan enak.
Kita akan bertemu sehari setelah kau berumur 21 tahun." Kata Hito saat Dita masih berumur 11 tahun.
"Tidak penting lagi." Kata Dita dan membuang surat itu. Mana ada lelaki yang mau dengan si buruk rupa sepertinya.
Hanya buang-buang waktu saja.
....
Hotel M.
Dita tiba menggunakan pakaian yang cukup seksi di tubuhnya. Kulit halusnya banyak mencuri perhatian lelaki.
Tapi mereka semua akan kecewa saat memperhatikan wajah Dita dengan jelas.
Dita menggunakan topi dengan renda menjuntai menutupi wajahnya.
Tapi kalau dilihat dengan jelas, mereka akan tahu kalau ada luka besar di wajah gadis itu.
Banyak orang menghindarinya karena penampilannya, apa lagi Dita terkenal dengan gadis berdarah dingin dan tak segan membunuh seseorang yang tak baik menurutnya.
Entah sudah berapa banyak yang mati di tangannya.
Hanya beberapa orang yang sudah lama bekerja sama dengannya masih senang bercakap-cakap bersamanya.
"Halo Tuan Alex," ucap Dita.
"Senior Dita, senang bertemu dengan Anda. Kata Alex mengulurkan tangannya dan berjabat tangan bersama Alex.
"Saya dengar proyek yang anda kerjakan saat ini berjalan dengan lancar. Bahkan kota G sudah menjadi wilayah Anda."
"Pak Alex terlalu memuji. Itu bukan hal besar yang patut mendapatkan pujian." Kata Dita.
Dita sudah terbiasa dengan percakapan seperti itu, apa lagi di acara yang memang diadakan untuk pebisnis seperti mereka.
Setalah 2 jam mengikuti acara, Dita merasa haus. Ia berjalan ke sala satu meja dan mendapatkan segelas minuman.'Kenapa aku merasa gugup?' pikirnya dalam hati.
"Ada apa Senior?" Tanya Senya yang memperhatikannya.
"Apa kau sudah mengawasi semua tamu?" Tanyanya.
"Sudah, semuanya bersih, hanya saja, di acara ini juga hadir Tuan Saga. Tapi dia sedang ada di ruang pribadi berbincang dengan Tuan Arlan dari LX grup."
"Jangan kuatirkan dia. Aku akan ke toilet dulu." Katanya lalu berjalan ke arah toilet.
Namun, semakin ia melangkahkan kakinya, ia semakin merasa pusing.
Dengan berpegangan pada pembatas tangga, ia mengingat apa saja yang sudah ia lakukan.
'Apa seseorang memberiku obat?' katanya sambil terus mengingat.
'Aku hanya minum saja, dan itu aku ambil sendiri. Tidak mungkin ada orang yang menaruh sesuatu ke dalam minumanku.' Pikirnya dan segera meraih ponselnya untuk menelpon asistennya.
"Susul aku ke toilet." Katanya lalu ia segera masuk ke toilet dan mengunci pintu.
Setelah menunggu 1 menit, akhirnya pintu toilet di ketuk.
"Siapa?" Katanya dengan kesadaran yang mulai hilang.
"Senior, ini saya." Kata asistennya.
Dita memaksakan tubuhnya yang gelisah dan langsung membuka pintu.
"Senior kenapa?" Tanya Senya.
"Ayo pulang." Ucap Dita yang langsung jatuh ke pelukan asistennya.
Keduanya kemudian berusaha keluar dari Toilet, tapi karena Senya terlalu sibuk memikirkan Dita, ia tidak Sadar seseorang memukulnya dari belakang lalu ia jatuh dengan tenang.
Setelah 1 jam pingsan, Dita tersadar dan melihat Saga sedang duduk di sofa kamar.
"Kau!! Ucap Dita sembari melepaskan selimutnya dan memeriksa dirinya.
'Untunglah masih lengkap.' katanya lalu berdiri dan berjalan menghampiri Saga yang sementara menikmati anggurnya.
"Apa yang kau lakukan? Mengapa aku ada di kamarmu?" Tanya Dita.
"Pertama-tama, kau harus berterima kasih lebih dulu. Kalau bukan karena aku, kau sudah menjadi santapan pria tua." Kata Saga dengan santai.
"Terima kasih." Kata Dita lalu ia berjalan ke arah pintu dan membukanya, tapi pintu itu terkunci.
"Tuan," kata Dita berbalik menatap Saga.
"Kau sudah berubah sekarang. Anak kecil yang cengeng dan suka jatuh itu kini menjadi gadis dingin dan cuek." Kata Saga membuat Dita keheranan.
"Beraninya!" Dita kembali mendekati Saga dan menatap pria itu dengan tajam.
"Sejak pertemuan pertama kita, aku sudah menahan diri dengan sikapmu. Tapi ini,, kau bahkan berani membahas tentang masa kecilku? Dari mana kau tahu!?"
Saga masih terlihat santai "Aku tidak membahas masa kecilmu, aku membahas masa kecilku sendiri. Ingatanku tentangmu, ketika kau masih kecil." Kata Saga sambil menatap Dita dengan perasa rindu.
"Masa kecilmu?" Dita semakin menajamkan tatapannya.
Tapi ia langsung roboh di sofa ketika sesuatu yang aneh tiba-tiba mendorongnya dari dalam tubuhnya.
"Ada apa?" Tanya saga saat melihat gadis itu seperti kesulitan bernafas.
"Jangan! Jangan sentuh aku!" Kata Dita dengan suara bercampur nafas yang memburu.
"Apa yang di berikan pria tua itu padamu?" Tanya Saga sembari menghubungi dokter pribadinya.
"Hah,, hah,, hah,, panas!" Teriak Dita sembari menggelinjang berusaha melepaskan pakaiannya.
"Tidak,, Tidak,, jangan lakukan itu!" Kata Saga langsung mendekati Dita dan menahan tangan Dita di atas kepala.
Dita terus menggelinjang "Lepas! Lepaskan aku! Panas! Sialan!! Seseorang pasti menjebak ku!" Kata Dita di antara kesadarannya.
"Diamlah, tenang,, tenang," kata Saga berusaha menahan tubuh Dita yang merontah.
"Sial! Singkirkan tubuhmu dariku!" Teriak Dita dibarengi leguhannya.
'Ini pasti obat perangsang! Beraninya mereka!' Saga menggertakkan giginya sambil menahan tangan Dita di atas kepala gadis itu.
Gadis itu menggelinjang hingga akhirnya melingkarkan kakinya di pinggang Saga.
Dita yang awalnya merasa sangat panas kini merasa lebih baik saat menyentuh kulit Saga.
Ia ingin lebih dan mulai mendekatkan seluruh tubuhnya ke arah Saga.
Tenaganya menjadi lebih kuat, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Saga. "Berikan! Aku ingin memakanmu!"
Saga merasakan dorongan dalam tubuhnya, ia merasa bangkit saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Dita.
Apa lagi, gadis itu mengenakan pakaian terbuka hingga kini kulit mulus Dita sudah terlihat dengan jelas.
Dada yang kencang dan terawat membuat Saga menelan air liurnya.
'Tidak, aku harus menghindar ' pikirnya lalu memperbaiki baju Dita dan membiarkan gadis itu memeluknya dengan Erat.
Dita menggesekkan tubuhnya dengan Saga, bahkan gadis itu menciumi leher Saga dengan bebas hingga meninggalkan tanda-tanda cinta di sana.
"Maafkan aku, tapi aku harus melakukan ini," kata Saga meraih tali dan mengikat gadis itu.
"Begini lebih baik," kata Saga yang memperhatikan Dita terus memberontak berusaha melepaskan diri dari ikatannya .
Wajah cantik gadis itu tak tertutupi dengan bekas lukanya.
Malahan bekas luka di wajah Dita membuat gadis itu semakin menarik di mata Saga.
"Ah,, tolong! Beri aku,, huh,, aku mau,, hah,, hah..." Rintih Dita sambil terus menggelinjang.
Ia terus mendekatkan dirinya ke Saga, sayangnya, tali di tubuhnya membatasi dirinya....
Setelah beberapa menit, akhirnya dokter pribadi Saga dan Senya memasuki kamar.
"Senior!" Ucap Senya dengan panik mendekati Dita yang terus merontah di atas sofa.
"Dia terkena obat." Kata Saga.
"Bawa dia ke tempat tidur dan ikat dia." Kata dokter sembari membongkar tasnya.
Dengan dibantu Senya, Saga mengikat tangan dan kaki Dita hingga gadis itu membuat huruf X dengan tubuhnya.
Dita terus menggelinjang, bahkan gadis itu merontah lebih keras dan membuat raungan tidak jelas.
"Dokter cepat!" Teriak Saga.
"Baik Tuan." Kata dokter itu dan langsung memeriksa Dita yang kini dipegangi Saga.
"Bagaimana gejalanya?" Tanya Dokter sembari memeriksa Dita.
"Dia pingsan selama 1 jam, lalu bangun dan langsung jadi seperti ini." Ucap Saga.
"Ini,, ini belum dipastikan sebagai obat. Gejalanya mirip dengan gejala yang ditimbulkan virus itu." Kata Dokter saat ia mengambil sampel darah Dita untuk di periksa.
"Cepat dok!" Kata Saga memperingatkan dokter itu.
"Saya harus pergi ke laboratorium dan memeriksanya dengan teliti," kata dokter itu.
"Obat, berikan penawarnya." Lagi kata Saga.
"Saya sudah menyuntiknya, tapi dilihat dari gejalanya, sepertinya tak ada perkembangan. Saya akan memeriksa darah ini lebih dulu, baru bisa mengambil keputusan."
"Lalu, kau ingin membiarkannya tersiksa seperti ini?!" Kata Saga dengan suara yang menekan.
"Ma,, maafkan saya Tuan. Saya,, untuk saat ini saya tak punya solusi." Ucap dokter itu.
"Aku beri 1 jam untuk memeriksanya."
"Tap,,"
"Pergi!" Teriak Saga.
Senya yang berdiri menatap Dita hanya bisa merasa ketakutan melihat Dita meraung keras dengan keringat membanjiri sekujur tubuh gadis itu.
"Tuan," katanya dengan panik sembari menatap Saga yang juga menatap ke arah Dita.
"Pergi dan urus perusahaan, aku akan mengurusnya." Kata Saga.
Asisten itu menimbang sesaat sebelum memutuskan untuk pergi. Lagi pula, ia melihat Saga sangat kuatir pada Dita.
Akhirnya setelah menunggu 5 jam, dokter kembali menghampiri Saga.
"Bagaimana?" Tanya Saga yang baru saja mengganti seprei tempat tidur karena terlalu basah oleh keringat Dita.
"Itu adalah sebuah virus yang bernama XOP109. Virus ini belum memiliki penawar. Dan,, virus ini akan membunuh orang yang terkena hanya dalam waktu 14 hari."
"Apa!?"
"Ya, Virus ini dikembangkan di negara Q oleh seorang profesor bernama RL. Gejalanya hanya bisa ditahan dengan memberikan apa yang diinginkan pasien."
"Apa itu?" Kata Saga menyipitkan matanya.
"Hubungan lelaki dan perempuan. Tapi ia tidak bisa dilayani satu orang saja.
Setiap kali nafsunya bangkit maka ia harus mendapatkannya, jika tidak, ia akan semakin melemah dan semakin dekat pada gejala akhir."
"Kau boleh pergi." Kata Saga lalu melihat ke arah Dita yang masih merontah dengan kuat.
Ini sudah 5 jam, tapi gadis itu belum berhenti merontah, seolah Dita tak mengenal rasa lelah.
"Aku tidak mungkin membiarkan sembarang pria menyentuhmu." Kata Saga lalu mendekat ke arah Dita.
Ia memperbaiki selimut Dita dan melihat gadis itu sangat tersiksa.
"Baiklah, lagi pula kau sudah dewasa kemarin." Katanya lalu ia kembali keluar menemui dokter.
"Katakan apa yang harus kulakukan?" Tanya Saga.
"Hanya perlu memberikannya hubungan itu. Menurut penelitian, ia akan memerlukannya paling tidak 50 kali sehari.
Ini akan semakin berkurang sampai hari terakhir dimana gejala terakhirnya akan muncul, pasien akan mengalami kaku dan perlahan semua organ tubuhnya akan berhenti bekerja."
"Berikan obat penunda kehamilan." Kata Saga.
Ia menerima obat itu dan melihat ke arah Aran "Selidiki dan basmi kecoaknya!" Katanya.
Saga kembali memasuki kamar. Dengan cepat ia memasukkan obat itu ke mulut Dita lalu ia pergi ke kamar mandi.
Begitu lama ia mengguyur tubuhnya dengan air hangat hingga ia memutuskan untuk melayani Dita sendirian.
Ia keluar dari kamar mandi dan melihat seprei di atas ranjang kembali basah oleh keringat Dita.
Saga menghela nafasnya lalu mengganti sepreinya sebelum naik menyentuh gadis itu.
Tapi Dita tidak bebas bergerak karena tangan dan kakinya diikat. Akhirnya ia melepas ikatan pada kaki Dita.
"Maafkan aku, tapi ini demi kesembuhanmu." Kata Saga yang kini sudah panas dingin.
Baru membayangkan saja sudah tegang, apa lagi melakukannya.
"Maaf," lagi kata Saga sebelum mulai mencium bibir Dita.
Adegan di sensor...
...
Keesokan harinya, Saga masih tidur dengan lemas saat Dita membuka matanya dan menjerit dengan keras.
"Aaa....!!!!!"
"Kau sudah bangun?" Kata Saga yang langsung bangun dari tidurnya.
"Kau! Beraninya kau!" Kata Dita langsung membalut tubuhnya dengan selimut.
Ia kemudian menyerang Saga dengan semua kemampuannya.
Sayang sekali, pria itu hanya mempermainkannya, beberapa kali Saga menahan Dita lalu mencuri ciuman pada bibir Dita.
Bahkan pria itu berani mencium dada yang selalu ia lindungi dari pria.
Dita langsung menjauh dari Saga. Tak ada gunanya menghadapi pria barbar itu.
"Kau!! Aku akan,," Dita berhenti berbicara saat ia merasakan gejolak aneh dari dalam tubuhnya.
Panas dan gelisah, sesuatu di selatan kini berdenyut tak karuan, ia meminta di sentuh!
'Sial! Perasaan macam apa ini?' gumamnya dengan nafas memburu.
'Cih, sekarang aku yakin dia menginginkannya lagi.' Gumam Saga sembari menyibak selimut dan turun dari tempat tidur.
'Aku akan melihat seberapa lama kamu bertahan untuk tidak memintanya.' Saga berjalan ke kamar mandi dengan tubuh telanjangnya.
Sementara Dita yang masih berada di tempat tidur kini berusaha menahan tangannya yang sangat gatal untuk menyentuh benda di selatan.
'Ini pasti obat, aku tahu pria itu pasti memberiku obat!' pikirnya sembari mengepal tangannya dan berusaha menahan diri.
Ia kemudian menyeret tubuhnya yang kepanasan untuk meraih ponsel di samping tempat tidur.
Dengan cepat ia menekan tombol panggil pada Senya.
...
"Senior, kamu sudah sembuh?" Tanya Senya dengan perasaan kuatir.
"Aku di beri obat perangsang, cepat kemari dan jemput aku!" Kata Dita sembari menggesek-gesekkan kedua kakinya.
"Itu, saya sudah tahu. Tapi,,"
"Tapi apa?! Cepat kemari!" Kata Dita dengan tegas.
"Baik senior!" Kata Senya lalu panggilan itu di tutup.
"Haha,, sial! Aku,,, mmmhhh,," Dita meracau, ingatannya tentang tubuh Saga dan saat dimana pria itu menciumnya, ia menginginkan hal itu.
Ia kembali berbaring dan menggesekkan kakinya dengan cepat, bahkan tangannya kini sudah menyentuh kulitnya sendiri.
"Tidak!! Aku,, aku tidak boleh,, tidak!!" Ucapnya berusaha menenangkan diri.
Pikirannya kini menyuruhnya untuk berjalan ke kamar mandi dan meminta Saga menyentuhnya.
"Hmm,, mmhhh,, Tidak!! Tidak boleh! Ahhhh,,,," racaunya terus menerus.
Baru 2 menit dan ia sudah tak tahan, Dita segera bangkit dengan tubuh telanjangnya lalu berlari ke kamar mandi.
Pemandangan dimana Saga sedang basah di bawah shower membuatnya semakin bersemangat.
Tanpa malu ia mendekat ke arah Saga dan memeluk pria itu dari belakang.
Perasannya tidak menjadi tenang, tapi ia menginginkan hal yang lebih dari Saga.
"Apa yang kau lakukan?!" Kata Saga sambil tersenyum.
"Hmmm,,," jawab Dita sembari mengelus dada bidang milik Saga.
"Kau berani menyentuhku!" Saga meninggikan suaranya, berharap gadis itu menjadi takut.
Tapi nyatanya, ia malah tersenyum ketika Dita dengan berani menurunkan tangannya ke bawah hingga menggapai benda panjang di sana.
"Aku mau ini,," ucap Dita di sela-sela nafas memburunya.
Air yang menetes di kulit kedua orang itu semakin membangkitkan keinginan mereka untuk saling memuaskan.
"Cih! Bukannya tadi kau marah dan memukulku?"
"Tidak! Kau minta maaf, tapi berikan aku,,"
Saga menelan air liurnya lalu berbalik mencium Dita.
"Hah,,," Dita merasa puas dan ia melingkarkan tangannya di leher Saga sembari menaikkan tubuhnya untuk semakin dekat dengan Saga.
Saga begitu mengerti, jadi ia mengangkat Dita hingga gadis itu kini ada di gendongannya.
Kaki Dita melingkar kuat di pinggang pria itu lalu ia merasakan Saga berbalik dan menjepitnya ke dinding.
"Kali ini kau sendiri yang memintanya."
"Aku tahu! Cepat berikan!" Kata Dita yang sudah tidak sabar mendapatkan milik Saga.
"Sabar sayang, ini aku berikan." Kata Saga memulai pertempuran.
Keduanya menyelesaikannya dengan cepat sebelum Dita menjadi lemas dan dimandikan oleh Saga.
Pria itu kemudian menggendong Dita keluar kamar mandi "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Saga.
"Tinggalkan aku sendiri." Kata Dita yang merasa malu sekaligus marah.
Pria itu telah melecehkannya dengan bantuan obat.
Sekarang ia tak memiliki harga diri lagi.
Ia menyentuh wajahnya yang sudah berlinang air mata.
Bekas luka yang dibuat di sana masih utuh. 'Jadi,, pria itu sama sekali tak keberatan menciumiku dengan bekas luka ini?' pikirnya yang semakin membuatnya sakit hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!