Happy Reading!
Seorang gadis tamatan Smk dan tidak melanjutkan lagi untuk berkuliah akibat tidak ada uang untuk membayarnya. Gadis itu kesehariannya hanya membantu pekerjaan sang bunda dan mengurusi peliharaannya dan milik ayahnya, Ikan.
Dia tidak memiliki skil yang bersertifikat namun ia memiliki bakat dari lahir seperti menggambar, bernyanyi, dan menulis. Ia dulu bercita cita ingin menjadi penyanyi namun dalam islam seorang perempuan dilarang bernyanyi didepan pria yang bukan muhrimnya. Apalagi jika tertawa, suara perempuan adalah aurat yang harus dijaga dalam muslim.
Lalu ia lebih memilih jalan menjadi penulis yang sudah ia miliki disebuah aplikasi dan ia sudah menaruh dua novel yang tamat disana, walaupun pembacanya dikit tapi ia tetap berusaha untuk mempubliskan cerita-cerita yang berasal dari pikirannya.
Aisyah, gadis itu berusia 22 tahun dan bulan ini ia bertekad untuk mengikuti ajang audisi acting, karena ia sangat senang berkhayal dan memperagakan dirinya sebagai pemain drama maupun Film.
Dia sudah mendaftar di internet namun dia juga mesti datang ke tempat lokasi tersebut memberikan data data diri dan beberapa syarat yang harus ia berikan kesana setelah itu ia akan membayar uang untuk mengisi formular.
Didunia ini tidak ada yang namanya gratis pasti apapun itu akan selalu berhubungan dengan uang. Namun ia membutuhkan uang itu, ada satu orang yang akan menjadi uang berjalannya, ia pun lari keluar kamar menuju kamar sebelahnya tanpa mengetuk pintu ia membukanya sedikit dan mengintip.
Ia melihat abangnya yang fokus dengan laptop, dengan suara mengejutkan abangnya menoleh kepadanya dan kembali ke laptopnya, “abang!”
“Apa?”
“Boleh minjem uang gak?”
“Buat apa?” tanya abang menatap sang adik yang duduk manis di pinggir Kasur empuknya, Aisyah menggaruk pipi kanannya yang tiba tiba merasa gatal. “Buat ikut audisi.”
“Audisi nyanyi? Gak, abang gak bolehin.”
“Bukan, pokoknya adalah, abang nanti juga tau. Boleh tak minjam uangnya?”
“Butuh berapa memangnya?”
“Seratus, eh enggak seratus lima puluh, eh jangan dua ratus, iya dua ratus sekaligus buat ongkos.” Ujarnya dengan labil. Abangnya memutar bola mata dengan malas, “yang benar yang mana?”
“Dua ratus ribu abang, serratus buat bayar formular lima puluh buat makan dan lima puluh lagi buat ongkos.”
Abang mengangguk lalu berdiri dari duduknya melangkah mendekati celana yang ia gantungi di belakang pintu kamarnya, Ia mengeluarkan dompetnya lalu berjalan kearah adiknya menyodorkan uang kertas warna merah dua lembar. “Apa lagi?”
“Kartu kereta boleh minjem?” Ujarnya dengan mata mengerjap-ngerjap, abang mengeluarkan kartu kereta dan menyodorkan ke arah adiknya, “makasih abang!”
“Gih sana, pergi. Jangan ganggu abang lagi.”
“Iya ini mau keluar,”
“Kamu kapan berangkatnya?”
“Besok, naik kereta dan sendirian. Doakan tidak menyasar ya bang.”
“Sendiri? Gak bareng teman? Biasanya kamu senang banget ngintilin teman teman kamu.”
“Mereka sibuk. Dah ya bang, makasih sekali lagi.”
“Hem.” Didepan pintu kamar abangnya ia bertemu dengan abang keduanya, “ngapain syah, keluar dari kendang bang Fariz?”
“Kandang-kandang, minta duit buat besok.”
“Mau kemana besok?”
“Mau jalan.”
“Sendirian?” Aisyah mengangguk, “sama siapa lagi?”
“Biasanya sama teman-teman kamu yang gila itu.”
“Ih mereka gak gila abang, mereka sibuk kuliah.”
“Makanya kuliah biar bisa sibuk sama kayak mereka.” Ujar abangnya dengan gampangnya berbicara seperti itu, Aisyah hanya bisa menghela nafas.
--
Next..
Vote, Comment, Like, and Favorite.
Happy Reading
“Mau kuliah isyah tuh tapi siapa yang mau bayar? Makan sama bayar token aja ayah masih sulit dapet uang.”
“Kan abang yang bayarin.”
“Iya, tapi abang bilangnya cari yang murah, mana ada jaman sekarang yang murah seperti itu, abang bilang aja gak mau bayarin kuliah Isyah gapapa kok dari pada maksain diri.”
“Iya dah, gih sana bantuin bunda di dapur.”
“Ayah kemana?”
“Udah berangkat kerja.”
“Oke, aku ke kamar dulu, naruh ini dulu.” Ujarnya Aisyah kepada abangnya, “yaudah abang mau tidur dulu ya.”
“Abang lembur lagi?”
“Hem,” aisyah menggelengkan kepala melihat abang keduanya yang masuk kedalam kamarnya begitu saja dengan tatapan sayu yang sangat letih.
Aisyah turun ke bawah mengarah ke dapur melihat bundanya yang sedang menyiapkan makanan siang untuk ketiga anaknya, “bunda, abang pulang jam berapa tadi?”
“Abang Izak? Dia tadi pulang jam set delapan tadi pas-pasan dengan ayah yang mau berangkat kerja.”
“Abang digaji berapa sih bun ama bosnya? Kasian isyah liatnya kayak gak pernah dikasih istirahat ama bosnya.”
“Bunda juga gak tau, yang tau abang Fariz sama ayahmu itu.”
“Ya udah, bantu bunda nih cincang bawang putih dan merah nanti taruh aja di mangkuk kecil ini terus jangan lupa buat potong dagingnya kecil kecil ya.”
“Bunda mau bikin semur daging ya?”
“Iya, makanan kesukaan abang Izak, kasian dia kayak gak makan.”
Aisyah mengangguk lalu diam membuat masakan sampai matang dan menyadikannya di atas meja makan tidak lupa untuk menutupnya dengan tutup saji, “bunda kenapa masak siang lebih awal?”
“Bunda mau pergi sebentar ke rumah mama Cika, kamu ingat teman kecilmu?” Aisyah mengangguk, “iya ingat tapi buat apa kesana?”
“Biasa ngajak ke mall ibu ibu.”
“Ibu-ibu berarti nggak berdua?”
“Iya kita berempat, mama Cika, mama Vano dan maminya Aska.” Aisyah mengangguk paham, “jam berapa berangkat?”
“Ini bunda mau mandi dulu, baru akan dijemput sama mama Vano.”
“Yaudah salam aja buat para mama dan mami, bunda hati hati jalannya jangan terpisah nanti nyasar.” Hidung Aisyah di colek gemas oleh bundanya. “Memang bunda kamu yang kesasar di stasiun kereta? Oh iya kamu beneran besok sendiri? Gak mau ditemani ama bunda?”
Aisyah menggeleng, “gak usah bun, biar isyah belajar mandiri. Kalau dituntun terus Isyah nanti gak bisa mandiri dong.”
“Bagus deh kalau putri bunda dan ayah mau mandiri tidak manja lagi. Yaudah bunda ke kamar dulu ya.”
“Iya bunda. Jangan cantik-cantik nanti ayah cemburu.”
“Ada ada aja kamu.” Ucap bunda berlalu meninggalkan putrinya.
Aisyah melangkah menuju ruang kucingnya yang berada dibelakang halaman rumah, rumah mereka minimalis jadi tidak memperkerjakan pelayan ataupun supir dan sebagainya. Bunda sendiri yang ingin mengurusi rumah tangganya sendiri tanpa harus meminta tolong ini itu kepada orang lain.
Dan itu bunda ajarkan kepada ketiga anaknya untuk merapihkan kamar, mencuci pakaian, dan mencuci piring untuk sendiri tanpa harus meminta tolong membersihkan oleh orang lain.
Bunda pernah berkata, “Jangan pernah menyuruh seseorang untuk kebutuhan sendiri jika masih diberikan kemudahan untuk berjalan dan menggerakkan tangan. Jangan manja, masa kalah sama anak disabilitas yang masih bisa melakukan sesuatu dengan tenaga yang mereka miliki.” Jelas bunda membuat anak anaknya mandiri tanpa harus diomeli terlebih dahulu.
--
Next..
Vote, Comment, Like, and Favorite.
Happy Reading.
Aisyah dirumah tidak menggunakan hijab karena tidak ada pria yang tidak muhrim kepadanya hanya dua kakak kandung yang muhrim dengannya sekaligus sang ayah. Bundapun begitu didalam rumah tidak menggunakan hijab tapi jika keluar rumah mereka akan menggunakan hijab karena aurat.
Sehelai rambut saja kelihatan itu akan menghambat jalannya menuju surga dan sebagai perempuan kita harus tau apa hukum diakhirat akan lakukan kepada kita sebagai kaum hawa, rambut mereka akan ditarik keatas sampai tercabut jika sehelai terlihat oleh orang tidak muhrim.
Aisyah tidak ingin di hukum seperti itu dalam akhirat, dan ia juga tidak mau jalan menuju surga ayahnya terhambat akibat dirinya yang tidak menjaga auratnya.
“Isyah, bunda pergi dulu ya?” pamit bunda dengan pakaian santainya yang seperti outfit anak kuliahan dengan sepatu sneakers. Aisyah menoleh kearah bunda dengan rambut yang baru saja ia ikat gulung keatas.
“Jangan terlalu sering kamu dekat dengan Meo, entar dicakar lagi ntar nangis.”
“Iya nggak bunda, Meo juga lagi tidur noh dipojokkan. Isyah kangen ngelus Meni.”
“Ya udah bunda pergi dulu ya.”
“Salim tanpa menyentuh bun.” Ujar Isyah yang langsung mengecup punggung tangan bundanya tanpa ia sentuh karena tangannya kotor terkena bulu buntal satu ini.
“Hati hati bunda!”
“Iya! Jaga rumah nak! Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam. Titip salam untuk para mama bun.” Teriaknya tanpa dibalas oleh bundanya yang sepertinya sudah sangat jauh, “yah bunda gak denger Men, Bunda udah jauh.”
“Aku ke kamar dulu ya meni, nanti kesini lagi saat yang lain udah bangun.” Ujarnya lalu menggendong Meni untuk masuk kembali kedalam ruangannya, sebelum masuk kedalam kamar ia mencuci tangan terlebih dahulu menghilangkan bakteri yang nempel di bulu kucingnya.
Sesampai di kamar ia langsung membuka laptopnya dan melihat naskah yang harus ia peragai di audisi besok. “Kisahnya tentang anak sekolah? Aku peragain peran siapa ya? Ah semoga aja ‘Nadine sahabat peran utama laki’ yang punya sahabat dan suka dalam diam? Oke semoga, berharap aja dulu apa lagi perannya berhijab, pas nih sama aku. Hehe.” Ujarnya dengan nada senang lalu menghapali dengan kalimat yang ia buat dengan mudah.
“Hai aska? Dari mana kamu?” ucap Aisyah memandang kaca disamping laptop dengan membayangkan dirinya yang berada dihalaman sekolah dihampiri dua cowo yang tak lain para sahabatnya. “hai juga Dine, kamu ngapain disini sendirian? Kita habis dari kantin.”
“makan? Kok gak bawain aku?” pura pura merajuk sampai Fito memberikan sebungkus roti rasa vanilla dan susu stroberi kepangkuannya, “ini buat kamu, tadi kita beli di kantin.”
“Eh iya, makasih Fito. Sini duduk gak pegel berdiri terus?”
“Aduh gak sabar ini ikut audisi, semoga dapet biar punya uang hasil tenaga sendiri. Semangat Aisyah!”
“Semangat Aisyah! Jangan teriak bisa tidak? Ruangan rumah kita gak kedap suara kayak orang kaya.” Komentar abang Izak. “Loh abang gak tidur? Kenapa bangun?”
“Laper, mau makan dulu, terus nunggu adzan habis itu tidur.”
“Ya udah tuh makan, bunda udah masakin semur daging kesukaan abang.”
“Oke, asik semur.”
“Semangat dek buat besok.” Aisyah mengangguk dengan senyuman, “iya abang jazakallahu khoiroh.”
“Amin. Makan yuk, isi perut?”
“Ayo!” semangat Isyah tak lupa menutup laptopnya dengan option sleep bukan shutdown.
Selesai makan abang Fariz baru saja turun dari kamarnya, “wih dah kelar aja makannya. Masak apa bunda syah?”
“Semur daging, Kentang balado dan sayur bening.”
“Wih mantap, cacing di perut udah nyanyi.” Aisyah memberikan sepiring isi nasi kearah abangnya lalu ia melangkah menuju ke dapur untuk mencuci piringnya. “Cukupkan? Kalau gak cukup ambil aja lagi isyah mau cuci piring dulu.”
“Oke adik yang cantikku.”
--
Next..
Vote, Comment, Like, and Favorite.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!