NovelToon NovelToon

Siapa Jodohku?

Baby Amira

Terdengar bunyi petir yang menggelegar. Tak lama kemudian, ada titik-titik air yang jatuh dari dada langit. Semakin lama hujan turun semakin lebat. Pagi yang tadinya cerah pun berubah menjadi gelap seketika.

Pagi itu, Amar sedang bekerja di kantor saat tiba-tiba ponselnya berbunyi dengan nyaring. Sejenak dia menghentikan pekerjaannya lalu meraih ponsel yang terletak di meja kerjanya. Di layar ponsel itu tertulis kata 'HOME'. Seketika raut wajah laki-laki berusia 26 tahun itu terlihat cemas. Dia pun segera menjawab panggilan tersebut. "Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Nyonya Aulia sepertinya mau melahirkan, Tuan. Air ketubannya sudah pecah," sahut Bi Minah di ujung talian.

Amar tersentak kaget. "Apa? Bi, Bibi dan Pak Imam tolong bawa Lia ke rumah sakit terdekat sekarang juga! Saya akan segera ke sana."

"Baik, Tuan."

Amar pun memutus sambungan telepon lalu segera membereskan meja kerjanya. Setelah itu, dia meminta izin kepada atasannya untuk pulang lebih awal.

Setelah mendapatkan izin, Amar segera berlari keluar dari kantornya. Ya Allah ... aku mohon selamatkanlah Aulia dan juga bayi kami, doa Amar dalam hati sambil terus berlari.

Di luar hujan turun begitu derasnya. Namun Amar tidak peduli. Yang ada di pikirannya saat itu cuma Aulia dan juga bayinya. Dia pun berlari menerobos hujan menuju parkiran. Dengan cepat ia masuk ke dalam mobilnya, kemudian tancap gas menuju rumah sakit terdekat.

Sesampainya di rumah sakit, Amar langsung turun dari mobil dan berlari sekencangnya menuju ruang IGD. Di sana dia melihat dua asisten rumah tangganya. "Bi Minah, Pak Imam dimana nyonya Aulia?" tanyanya dengan cemas.

"Dokter sedang memeriksanya Tuan," sahut Bi Minah.

Beberapa saat kemudian, dokter keluar dari ruang periksa. Amar segera menghampirinya. "Dokter, bagaimana kondisi istri saya?"

"Air ketuban ibu Aulia pecah dini, Pak. Kami menyarankan agar ibu Aulia segera dioperasi caesar."

"Lakukan apa saja Dokter! Tolong selamatkan istri dan anak saya!"

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Silahkan tanda tangani dulu surat persetujuannya!"

"Baik Dokter!" Tanpa berpikir panjang, Amar pun langsung menandatangani surat persetujuan tersebut.

Suster segera membawa Aulia menuju ruang operasi. Amar menggenggam erat tangan kanan istrinya dan mendampinginya sampai di depan ruang operasi.

"Aaahh ... sakiiit!" jerit Aulia sambil terus memegangi perutnya dengan tangan kiri.

"Sayang, bertahanlah, demi anak kita," tutur Amar menguatkan istrinya.

"Bapak tolong tunggu di luar!" kata suster saat mereka akan memasuki ruang operasi. Amar menuruti perintah suster. Dia pun melepaskan tangan istrinya. Lalu suster segera membawa Aulia masuk ke ruang operasi.

Menit demi menit pun berlalu, Amar, Bi Minah dan Pak Imam menunggu Aulia di depan ruang operasi dengan gelisah. Dalam hati Amar tak henti-hentinya berdoa kepada Allah demi keselamatan istri dan anaknya.

"Tuan, apa Tuan tidak mengabari tuan Mirza dan nyonya Kania?" tanya Bi Minah memecah keheningan.

"Iya Bi. Saya akan segera menghubungi mereka." Amar merogoh ponsel di saku celananya lalu menghubungi nomor ibu mertuanya.

"Assalamu'alaikum, Amar" ucap Bu Kania di ujung talian.

"Wa'alaikumussalam. Lia akan segera melahirkan, Ma. Dia sekarang ada di ruang operasi."

Bu Kania terkejut mendengar ucapan menantunya. "Bukankah usia kandungan Lia belum sembilan bulan?"

"Air ketuban Lia pecah dini Ma. Dan bayinya harus segera dikeluarkan."

"Oke Amar, mama sama papa akan segera pulang ke Indonesia."

"Makasih Ma. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Amar pun mengakhiri panggilannya. Setelah itu, dia menghubungi kedua orang tuanya yang ada di kampung dan juga sahabatnya, Raffi.

***

Setengah jam kemudian, bayi Aulia berhasil dikeluarkan dengan selamat. Begitu lahir, bayi itu menangis dengan kencangnya. Lalu salah seorang suster keluar dari ruang operasi untuk menemui ayah sang bayi.

"Selamat ya Pak. Bayi Anda sudah lahir dengan selamat. Jenis kelaminnya perempuan dan sangat sehat," ucap suster tersebut sambil menyunggingkan senyuman.

"Alhamdulillah ya Allah ... akhirnya aku telah menjadi seorang ayah," ucap Amar lalu meraup mukanya dengan kedua telapak tangannya. Dia merasa lega dan bahagia.

Amar pun segera masuk menemui bayinya. Bayi itu terlihat sangat cantik dan lucu. Kulitnya putih bersih, bibirnya merah, rambutnya hitam dan lebat. Amar begitu terharu ketika menggendong malaikat kecilnya untuk pertama kali. Tak terasa ada butiran kristal bening yang menetes dari pelupuk matanya.

"Sayang, ini Papa." Diciumnya kedua pipi tembam bayi mungil itu. Lalu dengan suara lirih, dia pun melafazkan azan ke telinga kanan bayinya kemudian ikamah ke telinga kirinya.

***

Beberapa waktu kemudian, Raffi dan Esha tiba di rumah sakit. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang operasi.

"Assalamu'alaikum," ucap Raffi dan Esha ketika mereka bertemu dengan Amar, Bi Minah dan Pak Imam di depan ruang operasi.

"Wa'alaikumussalam. Raffi, Esha, makasih kalian sudah datang," sahut Amar.

"Amar, bagaimana keadaan Aulia? Apa bayi kalian sudah lahir?" tanya Esha dengan cemas.

"Alhamdulillah, sudah Sha," sahut Amar.

"Alhamdulillah ...." Esha dan Raffi merasa lega.

"Lalu bagaimana dengan kondisi Lia?" tanya Raffi kemudian.

"Alhamdulillah, Lia juga selamat Fi."

"Syukurlah," sahut Raffi.

Setelah dipindahkan ke ruang rawat, mereka pun menemui Aulia dan juga bayinya.

"Assalamu'alaikum Lia," ucap Raffi dan Esha kepada Aulia.

"Wa'aiaikumussalam Esha, Kak Raffi. Makasih ya kalian udah dateng."

"Sama-sama, Lia."

"Oh ya, Zayn mana?" tanya Aulia.

"Zayn di luar sama bibi. Dia kan masih kecil, jadi nggak boleh masuk ke rumah sakit," sahut Raffi.

Esha pun mendekati bayi Aulia yang sedang tertidur pulas di dalam box bayi. Dia tersenyum melihat bayi mungil itu.

"Aulia, Amar, selamat ya! Bayi kalian cantik banget. Persis seperti ibunya." Esha pun menggendong dan menciumi kedua pipi bayi itu.

"Makasih Sha," sahut Amar dan Aulia.

"Semoga kelak dia tumbuh menjadi anak yang sholeha, pintar, dan berbakti kepada kedua orang tuanya," imbuh Esha. Semua orang pun mengamini.

Amar menggenggam tangan Aulia lalu mengecup lembut keningnya. "Makasih ya Sayang, kamu sudah memberiku seorang bayi yang sangat cantik dan lucu."

"Sama-sama Sayang."

"Aku sangat bahagia."

"Aku juga. Sayang, apa kamu sudah menghubungi mama sama papa?"

"Sudah. Mereka akan segera pulang ke Indonesia. Aku juga sudah menghubungi ayah sama ibu. Insyaallah siang ini mereka akan berangkat ke Jakarta."

Aulia tersenyum senang. "Mereka pasti sangat bahagia karena sudah menjadi seorang kakek dan nenek."

"Iya Sayang, mereka sangat bahagia mendengar berita kelahiran cucunya."

"Aulia, Amar, apa kalian sudah menyiapkan nama untuk bayi kalian?" tanya Esha kemudian.

"Sudah Sha. Namanya Felicia Amirah Lashira, yang artinya anak perempuan cerdas yang memiliki berbagai macam kesuksesan hidup dan selalu dapat dipercaya banyak orang," sahut Aulia.

"Masyaallah ... bagus banget namanya," puji Esha.

"Nama panggilannya Amira," imbuh Amar.

"Amiraaa ...." Esha memanggil bayi itu kemudian mengecup pipinya lagi.

"Bagaimana kalau kita jodohkan saja Zayn dan Amira?" celetuk Raffi tiba-tiba.

Esha, Amar dan Aulia terkejut mendengar ucapan Raffi. Mereka pun saling berpandangan.

"Kak Raffi, Amira ini kan baru saja lahir, masak udah dijodoh-jodohin sih!" protes Esha kepada suaminya.

"Ya nggak pa-pa Sha. Kelak kalau mereka berdua berjodoh, kita kan bisa jadi besan," sahut Amar kemudian tertawa.

Aulia langsung angkat bicara. "Aku nggak setuju. Jika sudah besar nanti, biarlah mereka menentukan masa depan mereka masing-masing. Kalau memang mereka ditakdirkan berjodoh, suatu saat nanti mereka juga akan bersatu. Kita nggak perlu jodoh-jodohin mereka."

Aulia tidak mau kalau masa lalunya terulang kembali. Perjodohan yang tidak dilandasi rasa cinta, telah membuat rumah tangganya dengan Raffi hancur berantakan. Dia tidak ingin putrinya mengalami hal yang sama.

"Aku sependapat denganmu, Lia," sahut Esha.

"Ya sudahlah. Terserah kalian saja para istri. Kita berdua ngalah aja ya Mar?" tukas Raffi.

"Iya, Fi. Lebih baik kita ngalah saja. Kalau kita nggak ngalah, pasti mereka pada ngambek sama kita," sahut Amar.

Esha dan Aulia saling memandang kemudian tertawa. Raffi dan Amar memang selalu mengalah jika berdebat dengan istri-istri mereka.

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG...................

Minta dukungan 👍, ❤, ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️, VOTE dan komentarnya ya gaess!! Makasii.. 🙏

Zayn dan Wildan

Lima tahun pun berlalu. Zayn sudah tumbuh semakin besar. Kini dia sudah berusia enam tahun dan sudah duduk di kelas satu SD. Zayn mempunyai seorang adik laki-laki bernama Wildan Bastian Anggara. Orang-orang terdekatnya biasa memanggilnya Willy. Kini Willy sudah berusia tiga tahun dan sudah bersekolah di PAUD.

Esha dan Raffi sangat menyayangi kedua anak mereka. Esha selalu berusaha bersikap adil kepada kedua anaknya. Dia selalu membelikan barang yang sama untuk mereka. Baju yang sama, sepatu yang sama, tas sekolah yang sama. Semua serba sama hingga Zayn dan Willy terlihat seperti saudara kembar. Jika membeli mainan pun, Esha dan Raffi harus membeli dua mainan yang sama agar Zayn dan Willy tidak saling berebut.

Pak Salman dan bu Debby juga sangat menyayangi cucu-cucu mereka. Mereka sangat bahagia karena mempunyai dua cucu laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan. Hampir setiap bulan mereka meluangkan waktu untuk pulang ke Indonesia demi mengunjungi anak, menantu dan cucu-cucu mereka. Tidak lupa mereka selalu membawakan mainan untuk menyenangkan hati cucu-cucu mereka.

Suatu hari, pak Salman dan bu Debby baru datang dari Amerika. Begitu turun dari mobil, mereka disambut dengan meriah oleh anak, menantu dan cucu-cucu mereka.

"Opaaa ... Omaaa ...!" teriak Zayn dan Willy sambil berlarian menghampiri kakek dan nenek mereka. Esha dan Raffi mengikuti anak-anak mereka dari belakang.

"Assalamu'alaikum," ucap Pak Salman dan Bu Debby sambil tersenyum.

"Wa'alaikumussalam Oma, Opa," sahut Esha, Raffi, Zayn dan juga Willy.

"Zayn, Willy, Oma punya sesuatu buat kalian berdua," ucap Bu Debby seraya menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.

"Mainan ya Oma? Mana Oma?" tanya Zayn sudah tidak sabar lagi. Anak itu begitu hafal karena tiap kali datang, neneknya itu selalu memberikannya mainan baru.

"Taraaaa ...!" Bu Debby pun mengeluarkan dua buah mainan yang disembunyikannya lalu memberikannya kepada Zayn dan Willy masing-masing satu.

"Waahh ... pesawat terbang. Makasih ya Oma," ucap Zayn dengan gembira.

Esha dan Raffi tersenyum melihat tingkah anak-anak mereka.

"Willy, bilang apa sama Oma?" tanya Esha kepada anak bungsunya.

"Makasih Oma," ucap Willy kemudian.

"Pinternya anak Papa," ucap Raffi sembari mengacak-acak rambut Willy.

"Ma, Pa, apa kabar?" tanya Esha kemudian mencium punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian.

"Alhamdulillah kami baik-baik saja. Ya ... seperti yang kalian lihat," sahut bu Debby sambil menyimpulkan senyumnya.

Setelah itu mereka semua pun masuk ke dalam rumah. Esha dan bu Debby pergi menemani Zayn dan Willy bermain di kamar mereka. Sementara pak Salman dan Raffi duduk di sofa di ruang keluarga. Mereka berbincang-bincang sambil menikmati kopi hitam kesukaan mereka.

"Raffi, bagaimana pekerjaanmu di kantor? Lancar?" tanya pak Salman mengawali perbincangan setelah ia menyesap kopinya.

"Alhamdulillah, lancar Pa," sahut Raffi.

"Lalu bagaimana dengan Dahlia Resto & Catering?"

"Alhamdulillah berkembang pesat Pa. Bu Dahlia sangat mahir dalam mengelola restoran dan catering itu."

"Alhamdulillah kalau begitu. Papa juga salut sama mertua kamu itu. Papa nggak menyangka kalau dia mempunyai jiwa bisnis dan sangat kompeten dalam mengelola restoran."

"Iya, Pa. Bu Dahlia memang hebat. Kalau restoran Papa di Amerika gimana Pa?"

"Alhamdulillah makin ramai. Papa dan Om Mirza berencana membuka cabang baru dalam waktu dekat ini."

"Alhamdulillah ... bagus lah Pa, Raffi ikut senang mendengarnya. Oh ya Pa, apa om Mirza dan tante Kania nggak ikut pulang ke Jakarta?"

"Mereka juga pulang kok. Katanya mereka juga kangen sama Amira, cucu mereka satu-satunya."

"Kalau begitu besok kita undang saja mereka untuk makan siang di sini Pa. Sudah lama kan kita nggak ngumpul bareng sama mereka. Pasti Zayn sama Willy seneng banget main sama Amira."

"Ide yang bagus, Fi."

"Oke, Pa. Kalau gitu biar Raffi telfon Lia sekarang."

Pak Salman menganggukkan kepalanya tanda setuju. Raffi pun meraih ponselnya yang ada di atas meja lalu segera menghubungi Aulia.

"Halo, assalamu'alaikum Kak Raffi," sahut Aulia di ujung talian.

"Wa'alaikumussalam Lia."

"Ada apa Kak?"

"Lia, aku dengar om Mirza sama tante Kania juga pulang ke Jakarta ya?"

"Iya Kak. Mereka baru aja sampai di rumahku. Memangnya kenapa Kak?"

"Lia, besok kami ingin mengundang kalian untuk makan siang di rumah kami. Apa kalian bersedia?"

"Tentu saja Kak. Insyaallah besok kami sekeluarga akan datang ke sana."

"Makasih Lia. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Raffi pun mengakhiri panggilannya lalu meletakkan kembali ponselnya ke atas meja.

"Lia bilang besok mereka sekeluarga akan ke sini Pa," kata Raffi.

"Baguslah kalau begitu," sahut Pak Salman.

"Huwaaaaaaaa ...!" Tiba-tiba saja terdengar suara tangisan Willy. Raffi dan pak Salman sampai kaget mendengarnya. Mereka berdua pun saling memandang.

"Itu sepertinya suara tangisan Willy Pa," tutur Raffi.

"Iya. Kenapa Willy menangis?" tanya pak Salman. Mereka berdua pun berdiri lalu bergegas menghampiri Willy di kamarnya.

Di dalam kamar putranya, Esha tampak sedang mendekap Willy yang sedang menangis di pangkuannya. "Ssssttt ... cup sayang! Jangan menangis lagi ya!" Esha membelai lembut kepala Willy dan berusaha menenangkannya.

"Willy kenapa Sayang?" tanya Raffi dengan panik begitu dia memasuki kamar putranya.

"Zayn sama Willy berebut mainan Pa," sahut Esha.

"Kenapa bisa berebut? Mereka kan sudah punya mainan sendiri-sendiri," tanya Raffi.

"Sudahlah Raffi, namanya juga anak-anak. Wajar saja kalau mereka sering berebut mainan," Bu Debby menimpali.

"Zayn, kamu ini kan lebih besar dari adik kamu. Seharusnya kamu mengalah dong sama adik kamu!" Raffi mencoba menasehati anak sulungnya.

"Tapi kan Willy udah punya mainan sendiri Pa. Kenapa dia selalu saja merebut mainanku?" protes Zayn.

"Adek kamu kan masih kecil Sayang, dia belum mengerti apa-apa." Esha menimpali.

"Kenapa sih Mama sama Papa selalu saja membela Willy? Nggak ada yang mau membela Zayn. Apa Papa sama Mama nggak sayang lagi sama Zayn?" tanya Zayn dengan mata yang berkaca-kaca. Anak itu hampir saja menangis.

"Bukan begitu Zayn. Kami semua sayang kok sama Zayn." Raffi mendekati Zayn dan berjongkok di hadapannya.

Raffi memegang kedua pundak anak sulungnya itu kemudian memberinya nasehat. "Sebagai anak yang lebih besar, memang seharusnya kamu mengalah sama adik kamu, Zayn. Willy kan masih kecil. Dia belum mengerti apa-apa. Zayn kan sudah besar. Zayn sayang nggak sama adek?"

"Sayang Pa," sahut Zayn.

"Bagus. Kalau begitu lain kali kamu harus mengalah sama adik kamu ya? Jangan berebut mainan lagi!"

"Iya Pa," ucap Zayn sembari menganggukkan kepalanya.

"Anak pinter." Raffi pun mendekap tubuh Zayn lalu mengusap lembut punggung anak sulungnya itu. "Papa sayang sekali sama Zayn."

"Zayn juga sayang sama Papa," sahut Zayn.

Sejak saat itu, Zayn tidak pernah berebut mainan lagi dengan adiknya. Semua mainan yang Willy inginkan, selalu saja Zayn berikan. Zayn selalu ingat dengan pesan papanya untuk selalu mengalah dengan adiknya.

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG......................

Jangan lupa tekan 👍 , vote dan komentarnya setelah membaca ya! Makacii.. 🙏

Suka Menyanyi

Siang itu, Pak Mirza, Bu Kania, Amar, Aulia dan Amira tiba di rumah Raffi. Raffi sekeluarga menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Mereka pun saling berjabat tangan, saling berpelukan dan saling menanyakan kabar masing-masing. Setelah itu, Raffi, Esha dan bu Debby mempersilahkan tamu-tamu mereka untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

Zayn dan Willy senang sekali bertemu dengan Amira. Amira kini sudah berumur empat setengah tahun dan sudah bersekolah di TK. Mereka bertiga pun bermain bersama dengan gembira di halaman belakang. Esha dan Aulia memperhatikan anak-anak mereka bermain sambil duduk di sebuah bangku kayu.

"Oh ya Lia, waktu itu kamu bilang kamu dan Amira mendapat tawaran menjadi brand ambassador produk multivitamin untuk anak-anak kan?" tanya Esha mengawali obrolan.

"Iya Sha, insyaallah lusa kami akan mulai syuting iklan," sahut Aulia.

"Alhamdulillah ... Amira benar-benar memiliki bakat sepertimu, Lia. Aku benar-benar salut sama anak itu. Masih kecil saja bakatnya sudah luar biasa dan sudah bisa menghasilkan banyak uang. Bila besar nanti, aku yakin dia pasti jadi artis terkenal seperti dirimu."

"Tapi aku nggak yakin Sha. Amar nggak setuju kalau Mira mengikuti jejakku."

"Memangnya kenapa Lia? Amira kan sangat berbakat."

"Amar ingin Mira sekolah yang tinggi dan jadi wanita karir seperti dirinya, Sha."

Esha tersenyum mendengar jawaban Aulia. "Kamu turuti saja apa keinginan suami kamu, Lia. Mungkin semua itu demi kebaikan Amira."

"Kamu benar Sha. Amar pasti memikirkan masa depan Mira dengan baik. Dia sangat menyayangi Mira melebihi apa pun di dunia ini."

Mereka berdua asyik mengobrol sampai lupa waktu. Mereka baru berhenti mengobrol saat Raffi datang memanggil mereka untuk makan siang.

"Ma, ajak Lia sama anak-anak makan siang! Semuanya sudah menunggu di meja makan," titah Raffi kepada istrinya.

"Iya Pa, kami akan segera menyusul," sahut Esha.

Esha dan Aulia pun berdiri dari duduknya lalu menghampiri anak-anak mereka yang sedang bermain di taman.

"Anak-anak ayo sudah mainnya, kita makan siang dulu!" seru Esha.

Zayn, Willy dan Amira pun berlarian menghampiri ibunya.

"Sini sayang, kita cuci tangan dulu yuk!" seru Aulia kepada Amira.

Esha dan Aulia membantu anak-anak mereka mencuci tangan dan kaki di kran yang ada di belakang rumah. Setelah itu, mereka pun menggiring anak-anak mereka masuk ke dalam rumah. Zayn, Amira dan Willy berlarian menuju meja makan. Esha dan Aulia geleng-geleng kepala melihat tingkah anak-anak mereka.

Zayn sampai duluan dan langsung duduk di kursi yang biasa ia tempati. Amira pun menempati kursi yang ada di sebelah Zayn. Karena paling kecil, Willy terakhir sampai. Anak itu pun memanyunkan bibirnya saat melihat kursinya diduduki oleh Amira.

"Mira minggir! Ini tempat dudukku!" seru Willy sambil berusaha mendorong tubuh Amira dari samping.

"Mira, kamu pindah sini deket Mama, Sayang!" seru Aulia kepada putrinya.

"Tapi Mira kan pengen duduk deket Kak Zayn, Ma," sahut Amira.

"Mira!" seru Amar sambil menatap tajam putrinya itu. Amira akhirnya mengalah dan pindah ke kursi yang ada di sebelah mamanya.

"Ayo kita berdoa dulu sebelum makan! Zayn kamu yang pimpin doa ya!" titah Raffi kepada anak sulungnya.

"Iya Pa." Zayn mulai membacakan doa sebelum makan dengan baik.

Dulu Esha yang mengajari Zayn sejak dia masih berusia dua tahun. Sejak saat itu, Zayn selalu memimpin doa sebelum makan di meja makan.

***

Setelah selesai makan siang, mereka semua berkumpul di ruang keluarga sambil berbincang-bincang.

"Ma, Mira boleh nyanyi nggak Ma?" tanya Amira berbisik ke telinga ibunya.

"Tentu saja, Sayang. Memangnya Mira mau nyanyi lagu apa?"

"Aisyah Istri Rasulullah."

"Oke Sayang."

"Minta perhatian kepada semuanya! Amira mau menyanyikan sebuah lagu yang berjudul 'Aisyah Istri Rasulullah'. Dengerin ya semuanya!" seru Aulia kepada semua yang ada di ruangan itu.

Amira pun berdiri di hadapan semua orang, lalu mulai bernyanyi. Semua mata tertuju padanya. Aulia membuat rekaman video Amira menggunakan kamera ponselnya.

🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶

"Mulia, indah, cantik berseri,

kulit putih, bersih, merah di pipimu,

dia Aisyah, putri Abu bakar,

istri Rasulullah ...."

"Sungguh sweet Nabi mencintamu,

hingga Nabi minum di bekas bibirmu,

bila marah, Nabi 'kan bermanja,

mencubit hidungnya ...."

"Aisyah, romantisnya cintamu dengan Nabi,

dengan baginda kau pernah main lari-lari,

selalu bersama,

hingga ujung nyawa kau di samping Rasulullah ...."

"Aisyah, sungguh manis, oh sirah kasih cintamu,

bukan persis novel mula benci jadi rindu,

kau istri tercinta, ya Aisyah ya Humairah,

Rasul sayang Rasul cintamu ...."

🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶🎼🎶

Prok prok prok ....

Semua orang memberikan tepuk tangan dengan meriah setelah Amira selesai bernyanyi. Mereka semua merasa kagum dengan bakat yang dimiliki Amira. Di usianya yang masih balita, Amira bisa menyanyikan lagu 'Aisyah Istri Rasulullah' dengan sangat lancar. Suaranya juga terdengar sangat merdu.

"Masyaallah ... pinter banget sih kamu Mira," puji Esha.

"Makasih Tante Echa," sahut Amira.

"Siapa yang ngajarin sayang?"

"Mira lihat di YouTube, Tante."

Sejak umur dua tahun, Amira memang suka menyanyi. Tiap hari dia menyanyi menirukan lagu-lagu yang dia lihat di YouTube. Dan dia paling suka dengan lagu-lagu yang berbau Islami.

Aulia sering membuat vlog ketika Amira sedang menyanyi dan mengunggahnya ke YouTube channel-nya. Video Amira selalu viral dan menuai banyak pujian dari para netizen.

"Lia, Amira benar-benar sangat berbakat. Jika sudah besar nanti, dia pasti akan jadi artis terkenal sepertimu," Raffi menimpali.

"Amin ...." sahut semua orang yang ada di ruangan itu kecuali Amar.

Aulia sontak menatap ke arah suaminya. Aulia tau kalau Amar tidak akan setuju kalau Amira jadi seorang artis, padahal Amira mempunyai bakat luar biasa yang berbeda dengan anak-anak seusianya.

Di usianya yang masih balita, Amira tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat lincah, cerdas dan pintar bergaya di depan kamera. Dia pernah tampil menyanyi di pentas sekolahnya. Semua guru sangat mengagumi bakatnya. Mereka berharap kelak Amira akan menjadi seorang artis terkenal mengikuti jejak ibunya.

"Zayn juga mau nyanyi Ma," ucap Zayn kepada ibunya.

"Willy juga Ma," sahut Willy tak mau kalah.

"Ya sudah, kalian berdua nyanyi sama-sama ya! Kalian mau nyanyi lagu apa?" tanya Esha kepada anak-anaknya.

"Naik Kereta Api, Ma," sahut Zayn.

"Oke Sayang."

"Mira ikut ya Tante." Amira pun tak mau ketinggalan.

"Iya Sayang."

Amira, Zayn dan Willy pun berdiri berjajar lalu mulai menyanyi sama-sama. Esha dan Aulia mengambil video mereka menggunakan kamera ponsel masing-masing. Semua orang tertawa melihat tingkah mereka bertiga yang begitu lucu dan menggemaskan.

Saat hari menjelang sore, pak Mirza sekeluarga pun pamit pulang. Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih kepada Raffi sekeluarga atas undangan makan siangnya.

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG.................

Untuk semua pembaca, wajib tekan LIKE, favorit dan jangan lupa berikan vote dan komentarnya ya! Terima kasih... 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!