Hai hai hai, selamat datang di novel kedua ku.
Semoga ini lebih ada faedahnya ya wkwkwkwk
Jangan lupa ritual nya, like komen vote hadiah.
Happy reading.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Berhentilah main-main dengan sekretaris mu itu. Jangan kira mama tidak tahu ya! kamu menjadikan dia wanita simpanan mu kan?" tanya Silvana pada sang anak, Arden hanya diam sibuk dengan file-file nya di atas meja.
Mereka berdua bahkan tidak tahu, jika wanita yang dibicarakan menguping pembicaraan itu.
"Siapa namanya? Dea? dia itu tidak selevel dengan kita Arden! sadarlah, akhiri hubungan kalian dan menikahlah dengan Mona ..."
"Mona adalah jodoh terbaik yang mama pulihkan untuk mu. Dari keluarga yang terpandang, berpendidikan dan jelas asal usulnya ..."
"Mama tidak akan malu mengenalkan Mona sebagai menantu mama, kamu paham kan?"
Dan Dea yang mendengar semua ucapan itu pun akhirnya menyingkir, dia tak sanggup lagi. Rasanya cukup membuat dadanya sesak. Dea sadar, sangat sadar akan posisinya yang memang salah.
Lebih salah lagi karena kini dia memiliki rasa pada Tuannya itu.
Dulu mereka menjadi pasangan rahasia hanya untuk keuntungan satu sama lain. Arden membutuhkan pelukan hangatnya dan Dea membutuhkan uang Arden yang berlimpah.
Sudah jelas kesepatakan diantara mereka, bahwa keduanya tidak boleh memiliki rasa. Hubungan ini pun hanya boleh diakhiri oleh Arden.
Ada surat kontraknya, Dea dan Arden menyimpan masing-masing.
Tapi kini semuanya terasa sulit bagi Dea, dia tidak bisa hanya melihat harta, karena nyatanya cinta itu tiba-tiba ada.
Tiba-tiba ingin memiliki Arden lebih dari ini.
Dea menggeleng, berulang kali berkata tidak di dalam hatinya.
"Tidak, tidak boleh Dea, sadarlah, kalian memang jauh berbeda. Benar apa kata nyonya Silvana, kamu dan Arden tidak selevel," gumam Dea.
Kini dia sudah kembali ke kursi kerjanya, merasakan dada yang teramat sesak namun tetap mencoba tegar. Dia harus bisa membentengi dirinya sendiri. Salah siapa dengan lancangnya mencintai seseorang yang tidak mungkin di gapai. Hanya teman ranjang namun berharap jadi teman hidup.
Tidak berselang lama kemudian Silvana keluar dari ruangan Arden, dia menghampiri meja Dea dengan tatapannya yang sinis.
"Akhiri hubungan kalian! jika tidak aku akan menyebar skandal mu itu!" ancam Silvana.
Sementara Dea hanya bisa menunduk dan meremat kedua tangannya kuat.
Setelah Silvana pergi, sering telepon kantor berbunyi. Telepon khusus yang hanya terhubung ke ruangan sang CEO.
Dea mengangkatnya ...
"Masuk!" titah Arden dan Dea pun menurut. Bahkan belum sempat dia menjawab ucapan Arden itu, tapi telepon sudah mati.
Mencoba tenang, Dea berulang kali menarik dan membuang nafasnya pelan, lalu masuk ke ruangan sang Tuan.
"Kunci pintunya."
Dea menurut, satu tangannya menekan kedalam handel pintu itu dan pintu pun terkunci.
"Kemari."
Dea mendekat, jika perintah seperti itu berarti dia harus duduk diatas pangkuan Arden.
"Siapa kamu?" tanya Arden saat Dea sudah duduk diatas pangkuannya.
"Simpanan mu."
Arden tersenyum kecil, tapi Dea masih mampu melihat senyum itu, tampan sekali.
"Mama memintaku menikah dan aku akan menikah, tapi selama itu juga kamu akan tetap jadi simpanan ku."
Deg! Dea coba tersenyum, meski kini hatinya sakit sekali. Meski rasanya kedua mata itu terasa panas menahan air mata agar tidak tumpah.
Dea terus tersenyum, karena ini memang kesepakatan mereka. Saat sedang bersama Dea harus selalu terlihat ceria dan membuat hari Arden indah.
Harapan Dea terlalu tinggi, dia pikir Arden akan menolak keinginan ibunya untuk menikah dan terus mempertahankan dia.
Tapi ternyata Arden lebih egois dari itu, dia menikah dan ingin terus menjadikan Dea simpanan.
Dengan bibirnya yang tersenyum, Dea pun buka suara ...
"Aku ingin kita mengakhiri hubungan ini."
"Aku ingin kita mengakhiri hubungan ini," ucap Dea lebih egois pula. Dea sangat tahu jika Arden adalah pria kesepian, semua hidupnya hanya untuk bekerja dan bekerja.
Sebagai anak tertua dan laki-laki satu-satunya dia harus menjadi pelindung dan tulang punggung keluarga, untuk ibu dan 2 adik perempuannya. Setelah ayahnya meninggal, semua beban berat itu dia tanggung sendiri.
Arden tidak ingin hubungan yang membuatnya sulit, karena itulah mereka menjadi pasangan dalam surat kontrak.
Dan mendengar Dea yang mengucapkan kata pisah, Arden semakin mendekap erat pinggang wanitanya.
"Aku akan kembalikan semua fasilitas yang sudah kamu bari, itu tertulis di surat perjanjian jika aku yang meminta pisah," ucap Dea lagi, dia menatap lekat kedua mata Arden, dia yakin kelak dia tidak akan bisa melakukan ini lagi.
"Apartemen dan mobil, barang-barang mewah semuanya akan aku kembalikan. Jadi ayo kita akhiri hubungan ini," final Dea, setelah mengatakan itu dia melepaskan tangan Arden yang menyentuh pinggangnya, Dea bangkit dari pangkuan Arden lalu menjauh berdiri di hadapan Arden dengan terhalang meja kerja.
"Mulai malam ini aku tidak akan tidur di apartemen ..."
"Permisi."
Setelah mengatakan itu Dea pergi, saat keluar tiba-tiba air matanya jatuh begitu saja. Hatinya makin sakit saat melihat Arden yang hanya diam dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Seolah dia memang snagat tidak penting bagi pria dingin itu.
Seolah hubungan mereka yang terjalin selama ini benar-benar tidak ada artinya.
Dea menangis, terus menangisi kebodohannya sendiri. Disaat dia memberikan cinta, pria itu ternyata hanya menjadikannya teman ranjang, tidak lebih.
Kamu memang bodoh Dea. Sangat bodoh.
Apa aku harus mengundurkan diri juga dari perusahaan ini? ah Iya, kalau ingin mengakhiri hubungan jangan tanggung-tanggung.
Pergi yang jauh sekalian.
Tapi cari pekerjaan tidak mudah.
Ah terserahlah, pokoknya aku harus pergi jauh dari pria menyebalkan Itu!
Hari itu juga Dea membuat surat pengunduran dirinya, dia kirim surat itu ke bagian HRD.
Lalu bagian HRD menyerahkannya kepada sang CEO untuk disetujui.
Arden langsung menyetujui itu tanpa pikir panjang.
Sampai akhirnya Dea dipanggil oleh bagian HRD dan mulai tanda tangan pemutusan kontrak secara sepihak. Karenanya Dea tidak mendapatkan pesangon.
Lihatlah! pria brengsek itu bahkan langsung menyetujui tanpa memanggil dan bertanya padamu lebih dulu! hih! menyebalkan sekali.
Cinta yang sudah lama bersemi, seketika berubah jadi benci. Dia sangat membenci Arden yang bersikap dingin itu. Meski mulut Dea diam, tapi dalam hatinya dia terus mengutuk Arden.
Saat jam pulang kerja tiba, Dea membereskan semua barang-barangnya. Besok dia sudah tidak masuk kerja lagi.
Dea membereskan barang itu dengan kasar, sesekali memasukkan barangnya ke dalam kardus dengan melempar.
"Nona Dea." panggil seorang pria dan membuat Dea sedikit terkejut, dia langsung berbalik dan melihat Leon. Leon adalah asisten pribadi Arden, saksi adanya surat kontrak diantara Dea dan Arden. Satu-satunya orang jelas tahu hubungan terlarang diantara mereka.
"Pak Leon, ada apa?" tanya Dea, dia mulai memasang wajah hormat, tidak ada lagi kekesalan yang tergambar di raut wajahnya. Bagaimana pun di perusahaan ini jabatan Leon lebih tinggi dibanding dia.
"Anda ingin mengakhiri hubungan dengan Tuan Arden?" tanya Leon langsung dan Dea menganggukkan kepalanya dengan ragu.
"Sepertinya Anda lupa dengan beberapa poin di surat perjanjian Itu," jelas Leon dan membuat Dea meneguk ludahnya dengan kasar.
Mulai mengingat-ingat apa yang dia lupakan.
"Apa Anda sudah mengingatnya?" tanya Leon ketika melihat Dea yang seolah berpikir, tapi tak kunjung memberikan respon.
"Jika Anda lupa saya bisa membantu anda untuk mengingatnya," jelas Leon.
Ketika itu Dea langusng melebarkan mata dan menajamkan telinga siap mendengar.
"Anda mengatakan pada Tuan Arden untuk tidak tinggal lagi di apartemen, tapi setelah berpisah kalian harus tinggal bersama dulu selama 3 bulan, untuk memastikan apakah Anda hamil atau tidak, karena selama ini Tuan Arden tidak pernah menggunakan penga_"
"Stop! iya saya paham," potong Dea dengan cepat, membicarakan ini dengan Leon cukup membuatnya malu. Bagaimana bisa Leon mengingat dengan jelas percintaannya dengan sang Tuan.
"Tapi kan aku pakai KB Pak."
"Tapi tinggal selama 3 bulan setelah memutuskan berpisah itu juga ada di surat perjanjian."
Dea lemas, dia membuang nafasnya berat. Niat hati ingin pergi sejauh-jauhnya tapi kini malah kembali terikat dengan pria menyebalkan Itu.
"Hari ini Anda akan pulang ke apartemen, mobil juga masih bisa anda pakai."
Dea hanya bisa pasrah.
Setelahnya Leon pergi, meninggalkan Dea yang kembali duduk dengan lemas.
"Sekarang aku akan benar-benar jadi simpanannya, karena siang malam akan selalu ada di apartemen, karena aku tidak bekerja lagi. Ah! sial!"
"Tidak, tidak, aku harus kuat, harus fokus! meski tinggal kembali 1 apartemen, tapi mulai sekarang aku akan tidur di kamar terpisah."
Tekad Dea semakin kuat, bagaimana pun dia memang harus mengakhiri hubungan ini. Karena kini diantara mereka sudah berbeda. Dea yang semakin cinta dan Arden yang sebentar lagi akan menikah.
Tidak ingin lemah, Dea kembali bangkit dan menyelesaikan berkemasnya. Lalu pulang menuju apartemen yang sudah dia tinggal selama 2 tahun terakhir, di tahun pertama Arden hanya mendatanginya saat butuh, saat hanya perlu pelepasan. Tapi di tahun kedua mereka mulai tinggal bersama. Seperti pasangan sesungguhnya tapi ketika berada di kantor Arden akan tetap bersikap dingin.
Dea menekan password apartemen itu dan pintu terbuka.
Masuk dengan santainya langsung menuju kamar...
"Eh Salah, aku tidak boleh tidur di kamar itu lagi," ucap Dea ketika kesadarannya kembali, sudah terbiasa tidur bersama terus otomatis datang ke kamar utama. Tapi kini tidak lagi, Dea kan tidur di kamar terpisah.
Setelah meletakkan barangnya di kamar, Dea terpaksa tetap masuk ke kamar utama untuk mengambil baju-bajunya.
Buru-buru Dea mengambil baju Itu, sebelum Arden sampai kalau bisa ini semua harus selesai.
"Nah sudah!" ucap Dea saat berhasil mengeluarkan semua baju, dia tersenyum siap berlari kembali ke kamarnya.
Namun langkahnya urung saat tiba-tiba melihat Arden yang masuk ke dalam kamar.
Deg! seketika jantung Dea bergemuruh hebat, mendadak berdebar khas orang jatuh cinta.
Dia benci sekali, kenapa dia selemah ini.
"Mau kamu bawa kemana baju Itu?" tanya Arden, dia berdiri dihadapan Dea yang sedang memeluk semua bajunya dengan kedua tangan.
"A-Aku mau pindah kamar." Dea menjawab dengan gugup.
"Dimana bra dan cd mu, biar ku bawakan."
Astaga!! saat itu juga Dea menjerit di dalam hati nya.
"Tidak perlu! nanti ku ambil sendiri!" kesal Dea, setelahnya dia berlalu dari sana, bahkan menabrak lengan Arden dengan kesal.
Dea tidak melihat saat Arden tersenyum dengan tingkahnya itu.
Arden geleng-geleng kepala.
"Kenapa harus malu," ucap Arden.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!