...~ Happy Reading ~...
...____________________...
...*...
...*...
...*...
Edinburgh, Skotlandia, November 2021
Gelap semakin pekat kala sebagian lampu dari hunian yang cukup besar itu dipadamkan. Jarum jam berdetak pelan dan terasa lambat bagi jiwa yang menunggu, lalu pun malam merangkak jauh membentangkan kelam yang meragu.
Derap langkah penuh khawatir berjejak kaku menuruni tangga. Cengkeraman pada besi pembatas itu begitu kuat, menandakan ketakutan yang hakiki.
Baru saja pijakan rapuh itu menyentuh undakan terakhir, suara petir menggelegar memecah keheningan semesta bersamaan dengan seberkas kilat yang menyambar. Sesosok wanita ceking refleks terduduk dan menunduk dengan kedua tangan menutup kuat kupingnya.
Oh, God! Kirimkan womanizer itu cepat kembali.
Gemuruh angin menyusup masuk melalui celah-celah ventilasi, menerbangkan tirai yang bergelantung setia menutupi kaca-kaca jendela. Riuh ketakutan berbondong-bondong menyerang wanita itu. Tiba-tiba saja ia memekik histeris kala sebuah sentuhan mendarat di pundaknya.
"Mommy!"
Wanita itu tersentak lalu mengangkat pandangannya. Ia refleks berbalik dan meraih tubuh kecil yang tengah berdiri dengan sebuah senter LED di tangannya.
"Sayang, kenapa ada di sini?" tanya wanita itu dengan panik. Ia mendekap erat bocah lelaki yang tiba-tiba saja berdiri di belakangnya.
Entah, sejak kapan bocah itu mengikutinya, padahal beberapa menit lalu ia baru saja keluar dari kamar anak lelaki itu.
"Ini sudah larut, Dear. Ayo, tidur!" ajaknya. Wanita itu bangkit lalu mengajak si bocah lelaki kembali menaiki tangga. Niat ingin mengintip tanda-tanda pulangnya sang suami, ia urungkan.
Langkah keduanya baru saja akan meninggalkan pijakan saat itu, petir kembali menyapa dengan keras. Tak ketinggalan kilat berkelebat dengan gemuruh angin yang kencang memporak porandakan kain gorden dan beberapa benda lainnya. Semesta sedang berpesta ataukah mengamuk? Entahlah.
Wanita ceking itu berjingkrak kaget dan langsung mendekap anaknya.
“Mom, apakah kau takut?” tanya si bocah. Eratnya pelukan dan sedikit getaran pada tangan kurus wanita itu, memberitahukan padanya bahwa wanita yang dipanggilnya ‘mommy’, tengah ketakutan.
"Ti-tidak, Sayang–"
"Aku di sini, Mom, jangan takut!" sanggah si bocah menghentikan ucapan ibunya.
Suara lembut dengan genggaman halus yang tak seberapa kuat, cukup untuk memberi wanita itu secuil keberanian. Keduanya cepat-cepat melangkah menapaki tangga.
"Malam ini Mom ingin tidur lagi denganku?" tanya si bocah dan ibunya mengangguk.
Begitu pintu kamar sudah tertutup pasti, rintik-rintik hujan mulai berjatuhan, berhambur di atas genteng menciptakan sensasi gaduh dan menggigil. Lama kelamaan, rintik pun berganti guyuran deras.
Wanita itu semakin gelisah menunggu sang suami yang belum juga kembali sejak ke kantor pagi tadi. Ini untuk kesekian kali suaminya pulang larut malam. Tidak ada masalah dengan hal itu sama sekali. Hanya saja, sang wanita takut terhadap kesendirian dan juga gelap.
"Ayo, tidur! Tidak baik anak kecil begadang." Ia membujuk anaknya yang masih setia terjaga. Bocah lelaki yang belum cukup umur itu seakan memahami gundah yang tengah merajai sang ibu.
"Mommy juga tidur, jangan menunggu daddy lagi!" sahut si bocah seketika membuat ibunya tertegun sejenak. Sepeka itu kamu sekarang, nak?
Ia tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, good night, Dear!" bisiknya. Ia pun meninggalkan satu kecupan di kening sang putra.
"Good night, Mom!"
Wanita itu segera menyelimuti raga dan memaksa tuk tidur. Namun, kelopak matanya tak kunjung jua terpejam, bahkan kantuk seolah enggan tuk singgah.
Bolak-balik ia memastikan putranya tertidur dengan damai. Sesekali, ia akan bangun dan merapikan selimut sang putra yang sedikit tersibak. Lelah hayati menunggu dalam suasana yang mencekam, wanita itu akhirnya terlelap kala jarum jam mencapai angka 2.
...*****...
Hari masih agak gelap dan mentari belum juga tampak mengintip. Kabut masih setia membentangkan selimut menggelugut dan embun masih bermanja ria di balik dedaunan. Bau basah sisa hujan semalam, menciptakan hawa dingin tetapi menyegarkan.
Wanita itu terbangun lalu memeriksa kamarnya berharap sang suami telah kembali dengan selamat. Matanya langsung tertuju pada ranjang kosong dan masih tetap rapi sama seperti semalam. Ia pun melirik sofa di sana, terdapat tas kerja dan sepatu yang tergeletak sembarangan.
Pasti baru pulang.
Deritan pintu kamar mandi yang terbuka refleks mengalihkan atensi wanita itu. Sosok sang suami keluar dari sana dengan wajah segar sehabis mandi.
"Semalam pulang jam berapa? Lembur lagi?" Ada kesal yang masih coba ditahan. Ia melangkah ke arah lemari, lalu memilih baju untuk suaminya.
"Sudah sangat larut. Iya ada lembur lagi. Maaf," jawab lelaki itu sekenanya.
Wanita itu memejamkan mata tuk meredam gejolak hati, kala ia mengingat ranjang rapi tak terjamah sama sekali.
Kapan kau berubah, Tristan? Batin sang wanita.
"Kenapa yang ini? Aku harus ke kantor, Ra!" Melayangkan protes ketika istrinya memberikan baju santai rumahan.
Wanita itu mengernyit. "Ini hari Sabtu, Tan. Dan … sepagi ini kamu … please, stop it! Kapan kamu akan sadar?" Ia mulai gusar.
"Jangan aneh-aneh kamu! Suami mau ke kantor bukannya nyiapin keperluan, malah banyak tanya." Sang suami malah makin kesal.
"Kamu baru saja kembali dan langsung mau pergi lagi? Apa-apaan kamu, Tistan?" cecar wanita itu tak lagi sabar.
"Maksud kamu apa? Aku sudah pulang dari semalam dan tidak ada istri yang menungguku di sini, malah memilih tidur di kamar anaknya." Suara lelaki itu mulai meninggi.
Sang wanita menyorot tajam. "Jam berapa aku tanya? Jam berapa kamu pulang? Dari dulu kamu tahu aku punya ketakutan besar terhadap gelap dan kesendirian. Kenapa sekarang jadi persoalan jika aku harus tidur di kamar Given?"
Suaminya terbungkam dengan sorot datar. "Maaf." Langsung menoleh ke sembarang arah.
Wanita itu mendengus. "Hanya itu? Maafmu tidak pernah sungguh," sahutnya pelan tapi tajam.
"Aku lelah dan malas berdebat, Vlora!"
Lelaki itu menyudahi perdebatan kecil mereka. Ia memilih sendiri pakaiannya lalu berganti, kemudian berlalu dari kamar. Vlora mengekornya dengan tidak ada rasa puas atas setiap jawaban lelaki itu.
"Tunggu, Tan! Aku belum sel–"
"Cukup, Vlora!"
Bentakan itu menjadi sejarah baru dalam rumah tangganya. Tristan, sang suami, memang telah banyak menyakitinya dengan bermain wanita. Namun, belum pernah sekalipun ia mengasari dan menyakiti Vlora.
Sekelebat rasa takut tiba-tiba menyapu jiwa Vlora. Bukan takut diduakan. Sama sekali bukan karena hal itu sudah biasa baginya. Akan tetapi, ada hal lain yang selalu menghantui wanita cantik satu itu.
Apa ini? Kenapa dia jadi kasar? Tidak, tidak ... dia tidak mungkin berubah ....
...🌷🌷🌷...
...To be continued …....
... 🤗...
...~ Happy Reading ~...
...____________________...
...*...
...*...
...*...
Raja siang yang bersembunyi di balik awan, berada tepat di tengah-tengah perjalanannya. Siang yang mendung itu Vlora didatangi sahabatnya, Jihan. Pertengkaran kecil pagi tadi membuat mood perempuan bertubuh ceking itu sedikit tidak baik.
"Muka kenapa gitu? Tristan lagi yah?" tebak Jihan.
Tepat sasaran, tetapi Vlora selalu mengelak. Saat itu mereka tengah berbincang di ruang tamu kediaman Vlora dan suaminya.
Melihat Vlora yang uring-uringan, Jihan berinisiatif mengajaknya keluar. Sedikit banyak ia sudah memahami segala seluk beluk tentang sahabatnya itu.
"Ck, sotoy!" decak Vlora langsung bangkit dan bergegas untuk bersiap-siap.
Tidak lama setelah itu ia kembali dari atas dengan sebuah tas kecil di pundaknya.
"Ayo, sebelum mager mengurungku lagi!" ajaknya seraya melenggang keluar rumah.
Tidak ingin terbeban dengan rasa takut yang bertumpuk-tumpuk lalu akhirnya akan menggunung, Vlora menyetujui dan berniat mengajak serta anaknya dengan menjemput bocah lelaki itu terlebih dahulu di sekolah.
Mobil yang dikendarai Jihan kini memasuki parkiran Maverly Market, sebuah pusat perbelanjaan yang ada di Edinburgh.
"Ra, bukannya itu …." Ucapan Jihan menggantung kala melihat sosok pria yang dikenalnya keluar dari mobil yang juga tak lagi asing.
"Apa?" tanya Vlora. Ia tidak memperhatikan sekitar karena sibuk melepas seat belt yang masih membelit putranya.
"E-enggak, gak. Ayo, turun!"
Jihan memilih diam tak memberitahu. Tadinya ia ingin mengatakan keberadaan mobil yang tidak lagi asing itu. Namun, pemandangan berikutnya membuat wanita dengan tinggi semampai itu menahan lisan. Jangan sampai ucapannya justru menimbulkan perspektif yang berbeda bagi sang sahabat.
Sayangnya, situasi justru berpihak pada Vlora. Netra legam ibu satu anak itu lurus tertuju pada sosok pria yang sangat ia kenal, tengah melenggang mesra dengan seorang hawa nan cantik dan ….
Kayak kenal wanita itu, deh. Batin Vlora bertanya-tanya merasa familiar dengan sosok dara di sana. Segerombolan ketakutan mulai mengerubunginya lagi.
"A-ayo, jalan! Ngapain masih di sini?" Vlora langsung meraih tangan putranya, lalu melangkah meninggalkan Jihan yang masih terpaku di sana.
Ia berjalan sedikit cepat, sambil menarik tubuh sang putra agar merapat padanya. Tampak ia tengah berusaha menutupi fakta tadi dari sang putra.
"Loh, kok lewat situ?" Jihan baru tersadar saat Vlora telah berbalik arah dan menjauh. "Ra, hei! Vlora!" panggil Jihan yang tak digubris oleh Vlora.
Wanita itu segara melangkahkan kakinya mengikuti sang sahabat. Baru beberapa langkah saja, ia kembali berhenti dan menoleh ke arah yang berlawanan.
"Eh, tadi itu Vlora liat gak sih?" tanya Jihan. Entah pada diri sendiri ataukah pada angin yang melintas.
Bingung mengira-ngira, Jihan menggeleng dan hendak beranjak dari sana. Saat ia menoleh ke arah Vlora, tubuh ceking sahabatnya tak lagi tertangkap ain. Wanita dengan tinggi semampai itu lekas mengambil langkah seribu mencari Vlora di tengah banyaknya manusia yang berlalu lalang.
"Sopan sekali, yah, orang yang ngajak ditinggal pergi begitu saja," gerutu Jihan yang baru saja bergabung. Wanita cantik berwajah judes itu tampak sedikit tersengal-sengal.
Ketiganya tengah bertandang di Little Maestro, sebuah restoran yang berada tidak jauh dari Maverly Market. Tujuan mereka siang itu memang untuk makan terlebih dahulu, sebelum menjelajahi tempat yang selalu dipadati lautan manusia tersebut.
"Pegel kalo berdiri kelamaan. Kamu, sih, pake acara ngelamun di tempat umum. Gak tau apa perut dah teriak-teriak minta diisi," omel Vlora. Bukan marah, ia hanya berdramatis menutupi hati yang mendadak kacau balau siang itu.
Ya, kali anakku harus melihat kelakukan daddy-nya. Tapi … kenapa aku sepertinya takut kali ini? Batin Vlora.
Jihan yang baru saja mendaratkan bokong pada kursi kosong di depan Vlora, seketika menatap wajah sahabatnya itu penuh tanya.
Beneran, ini orang gak liat tadi? Atau … ah, baguslah kalo gak liat.
Jihan bernafas lega. Akan tetapi, di samping itu ia juga dibuat jengkel dengan pemandangan tadi. Ada marah yang tidak dapat ia tunjukkan karena ia pun sendiri masih bingung dengan fakta yang sebenarnya. Percaya dengan mata saja tidaklah cukup sebab telinga juga butuh penjelasan yang sesuai.
"Ck, jadi aku lagi yang harus minta maaf?" Jihan menggelengkan kepalanya pelan. "Maaf, Nyonya Tristan," ucapnya dibumbui sedikit drama mengejek.
Satu gulungan tisu mendarat sempurna di wajah Jihan. "Gosah lebay, buruan pesan sana! Anakku dah bosen nunggu dari tadi." Tangan lembutnya berpindah mengusap kepala sang putra.
"Et dah, onty cantik kok jadi lupa sama si ganteng ini, yah. Maafkan onty, Giv!" Jihan pun secepat kilat memesan apa yang hendak mereka makan sesuai dengan yang tertera pada daftar menu.
Salah satu menu yang terkenal dari restoran tersebut adalah pizza Italia yang sangat lezat.
Beberapa saat menunggu, tampak sepi tanpa ada obrolan hangat antara dua wanita dewasa itu. Vlora yang larut dalam pikirannya, sementara Jihan yang entah kenapa malah menambatkan pandangannya pada putra semata wayang sang sahabat.
"Ra!" Suara Jihan menghentikan Vlora dari acara duga-menduganya.
"Hm, ya?" Vlora cepat sekali mengendalikan raut serta hatinya.
"Kamu bawel, suka bikin ribut. Tristan apalagi, rame banget orangnya, friendly dan gak bisa diem. Lah, dia napa kalem gini sih?" tanya Jihan penasaran. Matanya tidak lepas dari wajah datar bocah lelaki itu.
Vlora menoleh menatap anaknya sekilas. Senyum kecil tersungging di wajah cantiknya yang begitu tirus. "Ya, dia emang begini orangnya. Malas ngomong yang gak penting. Rada temperamen ... juga extrovert sih."
"Bukannya 99,9% faktor gen itu selalu menurun? Atau …. kesepian kali dia," ucap Jihan penuh canda.
Vlora spontan mendelik kesal. "Jangan meracuni otak anakku!" tegas Vlora.
Tidak lama kemudian pesanan mereka pun tiba dan ketiganya memulai acara makan siang dengan Vlora yang tidak bisa tenang sama sekali. Selesai makan, Jihan yang masih ingin berkeliling kala itu mendapat telepon dari asistennya.
Mereka memutuskan untuk hang out di lain waktu. Vlora bersama anaknya pulang ke rumah, sedangkan Jihan harus kembali ke butik.
Sebelumnya ia telah memastikan bahwa tidak akan ada jadwal atau pesanan penting hari itu karena ia ingin menghabiskan waktu bersama Vlora. Nyatanya masih saja ada halangan.
"Siapa sih yang berkunjung dadakan gini? Merepotkan saja," sungut Jihan.
Ia segera menginjak pedal gas menuju butik, sedangkan Vlora memesan taksi untuknya dan sang putra.
...🌷🌷🌷...
...To be continued .......
Biasakan jempol untuk menekan tombol like, komen dan favorit ❤️
...~ Happy Reading ~...
...____________________...
...*...
...*...
...*...
📲 "Iya, Li! Ini sudah di bawah."
Jihan menjawab telepon dari asistennya sembari berlari kecil memasuki butik. Beberapa sapaan yang tertuju padanya tidak ia hiraukan. Wanita cantik itu malah sibuk membenahi penampilannya dari rambut hingga pakaian.
Sepenting apa, sih, tamunya sampai aku yang harus turun tangan? Mode malas Jihan sedang on.
Beberapa hari tidak bertemu Vlora, membuat wanita lajang satu itu begitu hampa. Mereka bersahabat baik sejak masih duduk di bangku SMA, di Jakarta, hingga kini sama-sama mendiami sebuah kota tua di selatan Britania Raya.
Setelah menamatkan pendidikan di jenjang menengah atas, dua sahabat itu seia sekata melanjutkan kuliah di The University of Edinburgh, yang berlokasi di United Kingdom, Skotlandia.
Universitas tersebut merupakan salah satu universitas terbaik ke-7 di Eropa dan menduduki peringkat terbaik ke-18 di dunia pada 2021.
Tentu tidak mudah untuk bisa masuk pada universitas tersebut. Beruntungnya Vlora dan Jihan yang masih diberi kesempatan kala itu untuk mengenyam pendidikan pada almamater seorang Charles Darwin.
Vlora yang pandai dengan segudang prestasi yang ia miliki serta ekonomi keluarga yang terbilang cukup mampu, memuluskan langkahnya mencapai negeri dengan kastil-kastil indah itu. Begitu juga dengan Jihan.
Namun, tentu saja ada syaratnya. Dua hawa cantik itu diharuskan memiliki sertifikat IELTS, nilai akademik yang baik, dan juga visa pelajar. Berbulan-bulan Vlora dan Jihan mempersiapkan diri untuk memperoleh semua tiket itu agar dapat bersaing dengan sejumlah siswa dari keluarga konglomerat lainnya.
Sayangnya, baru di garis awal perjalanan, Vlora mundur dengan memutuskan untuk menikah di usia muda karena sebuah alasan yang tidak masuk akal.
Di samping itu, Jihan lebih memilih untuk tetap melanjutkan mimpinya dan berakhir fokus berkarir di kota seribu kastil tersebut.
"Ah, syukurlah, Bu Jihan sudah ada. Ini pemilik butiknya, Bu!" Lidya, asisten Jihan, memberitahukan kedatangan bosnya.
Jihan yang baru saja masuk ke ruangannya, begitu terkejut melihat siapa gerangan yang bertandang ke butik siang itu. Ia terbelalak tak percaya melihat tamu kebesaran.
"Selamat siang, Nona Jihan!" sapa dia yang berkunjung.
Seorang wanita cantik berusia senja dengan penampilan elegan dari ujung rambut hingga telapak kakinya, berdiri mengulurkan tangan pada Jihan. Senyum indah terlukis di wajah tua tanpa sedikitpun keriput di sana, melambangkan kesahajaan dalam kemewahannya.
Jihan bertambah kaget karena ternyata wanita paruh baya itu bisa berbahasa Indonesia.
Eh? Bisa bahasa Indonesia juga? Demi apa coba? Keren banget.
Entah bingung atau terpesona membuat Jihan terdiam cukup lama, hingga suara itu kembali menyadarkannya.
"Tidak apa-apa, Nona Jihan. Tidak usah bingung, berbicaralah dengan bahasa Anda. Saya memahami dengan sangat baik," tutur wanita itu yang mengerti kebingungan Jihan.
"Ah, i-iya, Nyonya!" Jihan terbata tampak grogi.
Ia lalu mengulurkan tangannya dengan sedikit gemetaran menyambut tangan wanita cantik di hadapannya, lalu secepat kilat melepaskan kembali sebelum seluruh tubuhnya dibuat tremor.
"Selamat siang, Nyonya. Maaf, telah membuat Anda lama menunggu!" Mengatupkan kedua tangan di depan dadanya. "Kunjungan Anda merupakan suatu kehormatan bagi saya," ucap Jihan lagi dan sedikit menunduk. "Silahkan duduk, Nyonya!" imbuhnya sungkan.
Oemji, beruntungnya aku siang ini, berasa kek mimpi. Ah, ternyata liat asli begini lebih cantik, sopan, dan … kenapa wajahnya gak asing yah?
...*****...
Sementara itu, dalam perjalanan pulang ke rumah, Vlora tampak melamun. Beberapa kali putranya bertanya, tetapi tidak ada respon sama sekali.
"Mommy!" panggil Given dengan tepukan kecil pada telapak tangan ibunya.
Vlora sedikit tersentak. "Hmm, ya? Ada apa, Sayang?" tanya Vlora cepat.
Wajahnya yang sedari tadi melekat di kaca mobil dan menyapu seisi kota dengan pandangan kosong, kini berbalik menatap sang putra dengan senyuman kecil.
Anak lelaki berusia 6 tahun itu tidak langsung menjawab pertanyaan sang ibu. Manik hitam kecil, menatap lekat wajah wanita yang telah menghadirkannya ke dunia ini.
"Are you ok, Mom?" tanyanya kemudian.
"Ya, mom baik-baik saja, Sayang. Sangat baik." Vlora mengangguk beberapa kali, lalu tersenyum sembari mencubit kecil hidung bangir sang putra.
Bocah berwajah tampan itu menepis tangan sang ibu yang bertengger di hidung mancungnya. Ia kembali memposisikan duduknya menghadap ke depan dan tidak berniat untuk bertanya ataupun berbicara lagi. Mode temperamen kembali diaktifkan.
Vlora yang gemas melihat itu hendak membawa sang putra ke dalam pelukannya, tetapi lagi-lagi ditepis.
"Sayang, tidak boleh begitu sama mommy? Apa Giv sedang marah?" tanya Vlora. Ia sedikit menunduk demi melihat wajah anaknya.
"Giv sudah besar, Mom. Jangan peluk-peluk lagi!" ucapnya pelan.
Vlora hanya tersenyum menanggapi ucapan putra semata wayangnya. Ada secuil damai yang menyelip di antara serpihan ketakutan dan ketidaknyamanan dalam benaknya.
Gak terasa udah sebesar ini. Beruntungnya mommy punya kamu, Giv. Kelak, tumbuhlah menjadi lelaki yang baik. Jangan seperti ....
Vlora menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran aneh yang tiba-tiba saja menjenguk gundahnya.
Sapuan lembut menyentuh kepala Given. Bocah temperamen itu bergeming dengan pandangan lurus ke depan.
...*****...
Senja kembali melukis indahnya di ujung cakrawala, menggiring lelah ke peraduan, lalu membenamkan diri dengan seikat janji 'tuk kembali esok.
Dari balik kaca jendela kamarnya, Vlora melihat mobil sang suami yang baru saja masuk di pekarangan rumah. Embusan nafas berat terlafas, diikuti kelopak mata yang terpejam sejenak.
Mata indahnya kini menyorot datar wajah tampan sang suami kala memasuki kamar. Tidak ada sapaan atau sambutan hangat seperti yang sudah-sudah.
"Baru lagi?" tanya Vlora sinis.
"Apanya? Jangan mulai lagi, Vlora! Aku capek," ucap Tristan dengan malas.
Satu sudut bibir Vlora terangkat. "Ya, ya, kamu capek. Capek jalan-jalan ke mall seharian bersama ... i know, i see." Nada-nada kesal berujung ejek terdengar panas.
Tristan sontak melemparkan tatapan horor pada istrinya. "Jadi seperti itu kerajaanmu sekarang?" Suara lelaki itu meninggi.
Vlora mendengus. "Apa itu berfaedah? Itu bukanlah hal baru yang lantas mengagetkanku ataupun dirimu." Telak dan tajam ucapan Vlora.
"Jadi, apa maumu?" tanya Tristan santai. Namun, bagai satu serangan yang melumpuhkan setitik keberanian Vlora awal tadi.
Vlora terdiam untuk beberapa saat. "Masih sama seperti sebelumnya," ucapnya pelan.
"Dan jika aku tidak mau? Lantas kau mau apa? Kau tidak akan pernah punya pilihan apa-apa, selain diam di rumah dan menjadi istri yang baik," sergah Tristan.
"Apa yang kamu dapatkan dari wanita-wanita itu?" Vlora kembali emosi. "Sadar, Tan! Sadar!" Nada Vlora tak lagi terkontrol.
"Kamu pik–"
Brakkk ….
Hening kemudian tercipta di antara keduanya.
...🌷🌷🌷...
...To be continued …....
...*...
...*...
...*...
...Jangan lupa like, komen dan favoritkan ❤️...
..._______________________________...
...Oh yah, AG mau merekomendasikan novel fantasi karya teman AG nih. Yang suka fantasi, bolehlah merapat 😁...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!