NovelToon NovelToon

Penutup Noda

Sangat Terkejut

Di kediaman keluarga Gentaram Praja tengah dibuat ricuh antara istri dan anak perempuannya.

"Apa! kamu hamil?" tanya sang ibu dengan suara yang cukup kedengeran keras, sekaligus memastikan kebenaran mengenai pengakuan dari putrinya sendiri l.

"Ya Ma, aku hamil anaknya Erwan dari keluarga Galeyandra." Jawabnya disertai ketakutan, tak mampu juga untuk menatap wajah ibundanya.

"Terus, kemana perginya lelaki yang sudah menghamili kamu itu? ayo, katakan pada Mama. Dimana lelaki bren*gsek itu bersembunyi, jawab dengan jujur." Desak sang ibu.

"Erwan sudah meninggal, Ma." Jawabnya dengan ketakutan.

"Kamu bilang apa barusan? meninggal? jangan membohongi Mama, Aluvia."

"Tidak, Ma. Aku tidak sedang membohongi Mama. Semua yang aku katakan, memang benar kenyataannya."

"Ada apa ini? kenapa kalian berdua kedengaran sedang membicarakan sesuatu yang sangat serius? ayo jawab dengan jujur." Timpal sang ayah yang tiba-tiba sudah datang dan menanyakan sesuatu yang membuat Beliau penasaran.

"Putrimu." Sahut sang istri.

"Putriku, ada apa dengan Aluvia?"

"Putrimu telah hamil, Pa." Jawab sang istri dengan suara mengecil pada kalimat terakhirnya.

"Apa! Aluvia hamil?"

Tuan Gentaram tidak kalah terkejutnya ketika mendengar jawaban dari istrinya itu. Bahkan, kedua tangannya mengepal dengan kuat. Rahangnya yang tiba-tiba menjadi keras dan otaknya terasa mendidih ketika mendengar jawaban dari istrinya.

Aluvia yang takut jika dirinya mendapatkan amukan dari orang tuanya, ia hanya bisa menunduk dan terdiam. Mendongak saja tak mampu, apalagi ikut berbicara.

"Dengan siapa kamu hamil, Aluvia?" tanya sang ayah yang sudah berada didekatnya.

Aluvia gemetaran dan ketakutan saat ayahnya tengah mengetahui kebenaran dari putrinya itu.

"Dengan Erwan, Pa. Anak dari keluarga Galeyandra." Jawab Aluvia masih dengan tubuhnya gemetaran.

Tanpa pikir panjang, Tuan Gentaram langsung bergegas pergi tanpa berpamitan dengan sang istri.

"Tunggu! Pa."

Teriak Aluvia menghentikan langkah kaki ayahnya. Tuan Gentaram langsung menoleh ke belakang dan mumutar balikkan badannya.

"Mau apa lagi?"

"Erwan sudah meninggal." Jawab Aluvia dengan gemetaran.

Tuan Gentaram tidak peduli, karena Beliau tahu jika keluarga Galeyandra mempunyai anak laki-laki tidak hanya satu. Sekalipun sudah beristri, Tuan Gentaram akan memintanya untuk menikahi putrinya karena tidak ingin reputasi dan nama baiknya akan hilang begitu saja.

Tidak peduli jam berapanya mendatangi rumah Galeyandra, Tuan Gentaram tetap segera datang dengan tekadnya yang tidak bisa untuk dirubah.

Tanpa membutuhkan seorang supir, Tuan Gentaram melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bahkan, tidak peduli dengan jalanan yang di padati dengan kendaraan yang lalu lalang.

Sampai di depan rumah keluarga Galeyandra, dengan kuat menekan klakson mobilnya.

Kedua satpam yang menjadi penjaga pintu gerbang, segera memastikannya.

Rasa ketidaksabaran nya, Tuan Gentaram langsung turun dari mobilnya.

"Buka! pintunya."

Dengan suara yang lantang, Tuan Gentaram tidak peduli dengan rasa malunya.

"Maaf Tuan, anda siapa dan mau apa datang kemari?" tanya salah satu satpam yang tengah berjaga rumah keluarga Galeyandra.

"Apa kau lupa, aku Gentaram Praja." Jawabnya dengan lantang.

Seketika, kedua satpam terkejut mendengar jawaban dari seseorang yang tidak pernah ia temui.

Satpam satunya lagi menghubungkan panggilan telponnya ke dalam rumah untuk memberitahu bahwa ada tamu yang memaksa untuk masuk, yakni Tuan Gentaram.

"Maaf, Tuan. Anda dilarang untuk masuk." Ucap seorang Satpam mencegah Tuan Gentaram yang hendak memaksa untuk masuk ke rumah keluarga Galeyandra.

"Kau! tau apa, Satpam. Cepat kau minggir sekarang juga, aku harus menemui majikanmu yang tidak punya malu sedikitpun." Bentak seorang dari Tuan Gentaram sendiri terhadap salah satu satpam yang masih melayani Beliau.

Karena sudah mendapatkan izin dari pemilik rumah, Tuan Gentaram akhirnya diizinkan untuk masuk kedalam.

Dengan langkah kaki yang tergesa-gesa dan dengan napasnya yang memburu hingga memuncak sampai ke ubun-ubun, Beliau tidak peduli dengan para penjaga rumah yang tengah mengawasinya.

Tidak peduli baginya jika harus melawannya, setidaknya apa yang sudah menjadi tujuannya itu akan tercapai.

"Hei! Tuan Topan Galeyandra, keluar kau! sekarang juga. Tunjukkan jati diri anda padaku, aku siap mengusutmu." Panggilnya dengan suara yang cukup lantang.

Meminta Tanggung Jawab

Telinga yang terasa mau pecah saat mendengar teriakan dibawah anak tangga, pemilik rumah segera turun untuk menemuinya.

"Gentaram! mau apa kau datang ke rumahku. Tidak ada sopan santunnya masuk ke rumah orang." Sahut pemilik rumah sambil menuruni anak tangga bersama istrinya.

Saat sudah berada dibawah anak tangga, kini Tuan Gentaram dan Tuan Galeyandra tengah berdiri saling berhadapan.

"Kedatanganku kemari mau menuntut tanggung jawab mu, Tuan Topan Galeyandra."

"Menuntut, memangnya aku sudah melakukan kesalahan apa sehingga kau mau menuntut ku."

"Putramu telah menghamili putriku."

Bagai layangan putus dari pemiliknya, tentu saja sangat panik dan terkejut saat mendengar apa yang didengarnya.

"Putraku? Edwin kah yang kau dimaksud?"

"Bukan, tapi Erwan putramu yang sudah meninggal."

Lagi-lagi Tuan Topan kembali terkejut saat mendengar pernyataan. Seketika, kepanikannya berubah menjadi tersenyum.

"Dari dulu bukankah kau ini seorang pembohong, tentu saja akan melakukan hal yang memalukan."

"Tutup mulut mu, Tuan Topan Galeyandra."

Kini, Tuan Gentaram tengah murka saat mendapatkan hinaan dari pemilik rumah.

Tuan Topan tertawa mengejek ketika mendapatkan sebuah tuduhan yang sangat murahan itu, pikirnya.

"Kau sangat lucu sekali, menuntut pada seseorang yang sudah meninggal. Apakah semua ini akal-akal kamu saja untuk menipu ku, Gentaram Praja? caramu benar-benar sangat menjijikkan." Ucap Tuan Topan dengan berani.

Tak lupa juga, tawa lepas tengah ditunjukkan di depan Tuan Gentaram hingga membuat otak yang diejek terasa mendidih.

"Be*debah! kau Tuan Topan, aku akan mengusut kasus putriku dan akan menjatuhkan nama baik keluarga mu."

Mendengar sebuah ancaman dari seorang Tuan Gentaram yang kedengaran tidak main-main, Tuan Topan berpikir sejenak.

"Bagaimana aku bisa mempercayai mu soal putraku Erwan telah menghamili putrimu? berikan buktinya padaku, jika putraku memiliki hubungan dengan putrimu."

"Baiklah, aku akan menunjukkannya padamu tentang bukti kedekatan putramu bersama putriku." Jawab Tuan Gentaram yang masih dikuasai oleh emosinya.

"Karena sudah tidak ada lagi yang diperdebatkan, maka pergilah dari rumahku." Ucap Tuan Topan dengan terang-terangan mengusir Tuan Gentaram.

Tanpa menjawab sepatah katapun, Tuan Gentaram bergegas keluar dan pergi meninggalkan rumah keluarga Galeyandra.

Rasa penasaran yang menyeruak di dalam benak pikirannya, Tuan Topan segera masuk ke kamar putranya yang bernama Erwan.

Ingin mengetahui kebenarannya, Tuan Topan ingin menyelidiki putranya sendiri. Selama ini, Beliau tidak pernah memeriksa kamar milik Erwan maupun anak yang lainnya.

Saat sudah berada di dalam kamar putranya, Tuan Topan mengamati isi ruangan kamar tersebut. Kemudian, menuju lemari yang terdapat banyak lacinya.

Dengan hati-hati, Tuan Topan memeriksanya. Pandangannya tertuju pada sebuah kotak kecil yang telah mencuri perhatian, alias mencuri pandangannya.

"Kotak apakah itu?" gumamnya dengan berbagai penuh tanda tanya.

Saat sudah diambil kotaknya, Tuan Topan membukanya dan memeriksa isi di dalam kotak tersebut.

Saat kotak itu terbuka dengan sempurna, terdapat banyak lembaran foto dengan perempuan yang tidak dikenali oleh Beliau.

"Siapa perempuan ini?" gumamnya dan mencoba untuk mencernanya.

"Apakah perempuan ini putrinya Tuan Gentaram? aku harus memastikan siapa yang akan datang nanti, apakah perempuan yang ada di foto putraku ini? jika benar, aku harus bagaimana." Gumam Tuan Topan sambil berpikir jika dirinya tak mempunyai jalan keluar.

"Ah ya, ada Edwin yang sudah menduda. Aku sendiri juga tidak mau jika nama baikku serta nama baik keluarga Galeyandra akan buruk. Aku harus mengorbankan putraku untuk menikahi putri dari Tuan Gentaram, tanpa penolakan apapun dari putraku Edwin."

Ketika sudah mendapatkan jawaban, Tuan Galeyandra merasa lega saat mempunyai cara untuk menutupi nama buruk keluarganya.

Keputusan

Di kediaman keluarga Galeyandra, tengah duduk di ruang santai bersama sang istri yang bernama Holena.

"Papa beneran sudah yakin nih, mau menikahkan Edwin dengan putrinya Tuan Gentaram."

"Tidak punya cara lain selain menikahkan Edwin dengan putrinya Gentaram. Muka kita mau ditaruh dimana, Ma? memangnya Mama mau nama baik keluarga kita menjadi buruk? tidak, 'kan? aku sendiri tak mau reputasi ku hancur." Jawab Tuan Topan yang tetap pada rencananya ketika bukti itu benar-benar tidak ada yang salah apapun.

"Kalau Edwin tidak mau, bagaimana?"

Lagi-lagi Bunda Holena kembali bertanya pada sang suami. Takut, jika putranya akan menolak keras atas keputusan serta permintaan dari ayahnya.

"Aku akan tetap memaksanya. Mau tidak mau, Edwin harus menerima pernikahannya yang kedua. Lagian juga, Edwin man*dul dan sudah dinyatakan tidak akan bisa mempunyai keturunan. Lagi pula anak yang dikandung putrinya Gentaram adalah be*nih dari Erwan, keluarga Galeyandra. Tidak hanya itu saja, nama Edwin akan kembali bersinar setelah bayi itu lahir." Ucap Tuan Topan dengan percaya dirinya dengan apa yang dibayangkan.

Saat itu juga, terdengar jelas suara langkah kaki menuju anak tangga.

"Edwin, kemari sebentar Nak." Panggil Tuan Topan saat putranya sampai di rumah.

"Ya Pa, ada apa?" sahut Edwin sambil melepas sepatunya serta kaos kakinya dibawah anak tangga.

"Papa ingin berbicara denganmu, duduklah." Ucap Tuan Topan dan meminta kepada putranya untuk ikut duduk bersama.

"Ma, ambilkan minum untuk Edwin." Perintah Tuan Topan pada istrinya, Bunda Holena hanya bisa nurut dengan apa yang diperintahkan oleh suaminya.

Edwin duduk dengan santai, seakan hanya akan diajaknya mengobrol dan membahas pekerjaannya saja, tidak lebih.

"Bagaimana dengan pekerjaan kamu di kantor?" tanya sang ayah basa basi.

"Biasa aja, tidak ada masalah apapun di kantor. Papa ada perlu apa memanggilku, apakah ada hal yang penting lainnya?" jawab Edwin dan balik bertanya.

Edwin paling tidak suka jika waktunya hanya terbuang sia-sia dan tidak menghasilkan apapun. Makanya, ia langsung bertanya pokok intinya pada sang ayah.

"Syukurlah kalau tidak ada masalah didalam kantor. Papa memanggilmu, ada sesuatu yang ingin Papa sampaikan padamu. Tentunya, masalah pribadimu." Jawab Tuan Topan yang membuat putranya penasaran dengan apa yang akan disampaikan dari ayahnya sendiri.

"Kenapa dengan masalah pribadi ku, Pa?" tanya Edwin yang mulai tidak sabar untuk berdialog lebih serius lagi.

Tidak lama kemudian, datanglah sang ibu sambil membawakan segelas air putih dan meletakkannya di hadapan putranya.

"Minumlah Nak, supaya pikiranmu lebih tenang." Ucap sang ibu, Edwin mengangguk dan meminumnya hingga tandas dan tak tersisa dalam gelas.

Karena merasa gerah, Edwin melepaskan jasnya.

"Aku sudah siap, katakan saja apa yang ingin Papa sampaikan padaku." Ucap Edwin yang langsung membuka suara, karena dirinya tidak menyukai basa-basi.

"Papa ingin menikahkan kamu." Jawab Tuan Topan padat dan sangat jelas.

Edwin langsung menajamkan pandangannya pada sang ayah, sungguh kalimat yang sangat panas untuk ia dengar.

"Menikah?" tanya Edwin seperti mendengar lelucon saja, pikirnya.

Edwin mengulang satu kalimat yang di ucapkan oleh sang ayah. Tuan Topan mengangguk pelan.

"Benar, kamu akan Papa nikahkan dengan seorang perempuan yang sedang hamil." Jawab Tuan Topan tegas.

"Apa! Aku sedang tidak salah mendengar kan, Pa?"

Benar-benar sangat terkejut ketika mendengar jawaban dari sang ayah. Menikah dengan perempuan yang sedang hamil, yang benar saja, pikir Edwin dengan nalarnya.

"Benar, Edwin. Kamu akan Papa nikahkan dengan perempuan yang sedang mengandung anaknya Erwan, mendiang adik kamu sendiri." Jawab sang ayah dengan tegas dan juga dengan tatapan yang sangat serius.

Edwin menatap ayahnya dengan tajam. Seakan dirinya kembali diperbudak oleh Beliau.

"Apa Papa sudah gil*a, menikahi perempuan yang sedang hamil. Yang benar saja, apa untungnya." Ucap Edwin dengan perasaan yang sangat dongkol.

Bahkan, yang tadinya Edwin terlihat santai, kini berubah seperti orang yang kese*tanan.

"Untungnya, nama baik keluarga kita tidak akan menjadi buruk. Tidak hanya itu saja, rumor yang mengatakan bahwa kamu tidak bisa memberi keturunan pada keluarga Galeyandra akan pudar dan nama kamu akan kembali bersinar. Setelah bayi itu lahir, Papa dapat menjaminnya jika kamu akan semakin sukses dalam berkarir." Jawab Tuan Topan menjelaskan panjang lebar pada putranya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!