NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Rana

Bab 1. Kehilangan dia

Malam mencekam diselimuti dinginnya udara saat hujan deras itu mengguyur bumi. Aku duduk berlutut memohon pada gadisku yang telah aku kecewakan hatinya. Ia hanya melantunkan kepedihan dalam tangis meratapi keadaan dirinya yang telah aku hancurkan berkeping keping.

Yah, aku adalah Langit Sagara Biru pria jahat yang semestinya melindungi orang yang ku cintai, nyatanya telah menghancurkan masa depan gadis yang selama 5 tahun ku puja dan ku jaga karena terdorong rasa cemburu yang tak nyata.

"Maafkan aku sayang, aku khilaf maafkan aku."

Aku terus meminta maaf pada wanitaku, Rana Syifa.

Dia tak berniat menjawab ungkapan maaf ku padanya. Rana hanya terus menangis tak henti memperdengarkan kesakitan yang tak pernah aku dengar selama 5 tahun bersamanya sambil terus mengeratkan selimut putih yang menutupi tubuh polosnya.

"Sayang, maafkan aku, aku akan bertanggung jawab," ucapku meyakinkan.

Dia tetap tak mengatakan apapun, tetapi dia menatapku penuh dengan kebencian. Kemudian dia menangis kembali dengan derayan air mata yang tak surut semenjak 1 jam lalu.

Setelah tangisnya mulai mereda, dengan posisi diriku masih memeluk kakinya, dia kemudian berdiri dan dengan kasar melepaskan pelukanku darinya.

Mungkin saat ini tenaganya sudah terkumpul kembali setelah aku menyalurkan hasrat dan kemarahan ku padanya, menjamah tubuhnya dengan paksa, mengoyak kesuciannya tanpa ampun, dan membuat ia menjerit kesakitan. Bukan hanya karena aku menyakiti tubuhnya, aku pun telah mengoyak harga dirinya yang telah dia jaga selama hampir 23 tahun.

Setelah beberapa jam bungkam dalam tangisnya, Rana baru mau mengeluarkan suaranya.

"Kau tak cinta aku ka, kau hanya obsesi padaku. Jangan harap kau bisa bertemu denganku lagi, aku sangat membencimu!," ucap Rana bagaikan petir menyambar tubuhku dan membuatnya menjadi abu.

Aku mematung mendengar penuturan Rana.Dia meninggalkanku karena ke bodohanku. Aku menjadi segila ini karena aku mencintainya kenapa dia meninggalkanku?. Aku akan bertanggung jawab kenapa dia tak percaya?.

Rana bergegas memakai pakaiannya yang telah terkoyak sebagian karena ulahku. Beruntungnya dia memakai hoody, jadi dia bisa menutupi pakaiannya yang terkoyak dengan hoody yang aku berikan.

Kemudian aku tersadar dengan keterkejutan ku. Aku berlutut dihadapannya nyaris menangis karena begitu takutnya aku ditinggalkan oleh jantung hatiku.

"Jangan tinggalin aku sayang, aku akan bertanggung jawab, maafkan aku aku khilaf," ucapku mengiba meminta ampunan darinya.

Dengan derayan air mata dia menatapku sambil berkata penuh dengan penekanan.

"Kata maaf mu tak akan pernah mengembalikan kesucian ku ka. Dimana rasa cintamu padaku saat aku menangis meminta ampun untuk kamu tidak merusak ku?, dimana rasa belas kasihan mu saat kau mendengar ku berteriak kesakitan?, apakah setan yang ada di dirimu benar benar menutup mata dan hatimu ka?" ucapan Rana begitu menusuk hatiku, benar benar aku telah menyakiti wanita yang paling aku cintai hingga begitu dalam

"Sayang, bagaimana jika kamu hamil?. Jika kamu tinggalin aku siapa yang akan bertanggung jawab?," ucapku masih berusaha mempertahankan wanitaku.

"Kau pikir jika aku hamil dan anakku lahir kau punya hak atas dirinya? tidak ka, kau tau ?kau hanya jadi ayah biologis baginya, kau tidak punya hak untuk menjadi walinya, dan anak ku juga tidak menjadi ahli waris untukmu, jadi jika aku menikah dengan mu apa fungsinya untuk anakku? tidak ada ka, anak ku hanya milikku, aku akan menjadi sosok ibu dan ayah baginya. Jika pun ada pria yang mau menikahi wanita kotor sepertiku, dia bisa menggantikan mu menjadi sosok ayah, dan kau hanya akan menjadi penjahat dalam hidupku?," capnya semakin membuatku menjadi penjahat dalam dirinya, aku hanya mematung mendengarkan setiap kalimat yang dia ucapkan. Aku terus berfikir bagaimana caranya agar wanitaku tak pergi.

Aku tau betul bagaimana keras kepalanya Rana. Dia hidup sebatang kara di dunia ini setelah dilepas dari panti asuhan untuk hidup mandiri. Dia bekerja di sebuah bimbel untuk mencukupi kehidupannya. Dalam kesendiriannya dia tak pernah sekalipun mengeluh, hanya senyumnya yang membuat dia begitu kuat.

Rana adalah sosok wanita tegar dan mandiri, dan menjunjung tinggi kesucian dan harga dirinya. Bahkan untuk meluluhkan hatinya aku berjuang mendekatinya selama 1 tahun. Meyakinkan dirinya bahwa aku akan melindunginya dan menemani kesepiannya.

Dalam hubungan kami, tak pernah ada kontak fisik yang berarti, kami menjalani kisah cinta kami dengan manis tanpa ada unsur nafsu di dalamnya. Aku ingin Rana menjadi istriku, menjadi ibu dari anak anakku, menua bersamanya sampai maut memisahkan kami berdua.

Kini aku menghapus senyum indah diwajahnya, menghancurkan harga dirinya dan memusnahkan cita citaku bersamanya.

"Tuhan tolong aku, maafkan aku, jangan buat dia pergi dariku."

Setelah mengatakan kesakitan dalam hatinya. Rana meninggalkan ku disini, di apartemenku yang menjadi saksi keganasan nafsuku padanya.

Tempat ini yang menjadi saksi cemburu buta ku padanya. Gadis cantikku kini membenciku. Bagaimana aku menjalani hariku tanpa dia, tanpa sapaan manisnya, tanpa semangat darinya, tanpa tawa renyahnya yang selalu menghiasi hari jenuhku menjalani hari sebagai pemimpin perusahaan yang selalu membuatku stres.

Rana tergesa gesa keluar dari apartemenku sambil terus mengalirkan air mata di wajah cantiknya, tanpa menoleh sedikitpun.

Aku kemudian secepat kilat menggunakan pakaianku dan mengejar langkahnya.

Aku mencekal langkahnya saat ia akan masuk lift sambil menarik tangannya dan berusaha memeluknya.

"Rana tunggu sayang, beri aku kesempatan maafkan aku, jangan tinggalkan aku Rana aku mohon," ucapku masih memelas padanya, tak ada kata kata lain yang bisa ku ucapkan padanya, hanya kata maaf saja yang bisa aku ucapkan. Air mataku sudah lolos dari pelupuk mataku, tapi tak ada artinya dihadapan Rana.

Rana kemudian menepis tanganku dari tubuhnya, dia tak peduli dengan apa yang kukatakan, dia sudah muak melihatku, muak dengan ucapan ku.

"Jika Kaka mengikuti ku, aku akan lompat dari atas gedung ini," ancamnya membuatku merinding membayangkannya.

Dengan berat hati aku melepaskan genggaman tanganku darinya. Aku takut dia melakukan apa yang dia katakan. Aku bisa gila jika dia berani melakukan ancamannya itu.

"Sayang, jangan pergi."

Rana tak mengatakan apapun, dia hanya menyorotkan mata basahnya padaku sambil mengarahkan tangannya padaku pertanda aku tak boleh mengikutinya.

Setelah lift yang dinaiki Rana tertutup, kemudian aku menaiki lift disebelahnya untuk mengejanya. Aku benar benar khawatir dia akan melakukan sesuatu yang buruk pada dirinya.

Benar benar penantian yang terasa lama bagiku sekarang menanti lift yang turun ke lobi. Aku harus mengikuti Rana hingga dia sampai ke kosannya.

Saat life yang aku tumpangi terbuka, secepat kilat aku melangkahkan kaki dan mencari keberadaan Rana. Ternyata dia sudah ada di ujung sana menaiki taksi yang membawanya entah kemana.

Rana sayangku, izinkan aku menebus kesalahanku padamu.

Bab 2. Penyesalan

Malam ini hujan begitu deras mengguyur bumi, menemani kesendirianku kala sang pujaan pergi meninggalkanku dengan jutaan penyesalan yang sulit untuk di maafkan oleh nya.

Kini Rana Syifa wanitaku yang begitu aku cintai telah membenciku karena sikap pencemburu ku yang sialan ini. Kini penyesalanku tak berguna, aku telah menorehkan luka terlalu dalam, telah memberikan noda yang tak akan pernah bisa seperti semula lagi.

Semua ini karena aku tak mau mendengarkan penjelasan Rana padaku.

*Fl**ash back*

Sore itu, saat aku menjemput Rana dari pekerjaannya sebagai pengajar di salah satu bimbel di dekat kantor ku. Aku melihatnya sedang bercakap cakap dengan seorang pria tepatnya seorang duda beranak satu yang mana anaknya adalah murid Rana sendiri.

Mereka mengobrol dengan begitu asik dan tak menyadari keberadaan ku yang sudah menunggu Rana sekitar 30 menit. Mereka saling melempar senyum satu sama lain, dan lebih mengesalkan lagi duda itu menatap wanitaku dengan penuh cinta.

Saat melihat itu, aku begitu marah pada duda itu. Beraninya dia menatap wanitaku sedangkan dia tau aku adalah calon suaminya.

Rana tak menyadari keberadaan ku yang berada tepat 10 meter dibelakangnya, tetapi Adrian duda beranak satu itu tau keberadaanku di belakang Rana dan dia mengabaikan ku. Malah dia menampakkan senyum sinis nya padaku.

Kemudian aku mendekati merek, dan menyentuh bahu wanitaku. Sontak Rana terkejut dengan apa yang aku lakukan.

"Ka, kapan sampai? ko ngga telpon?" ucap Rana sambil memegang tanganku.

"Nungguin kamu lama jadi aku samperin aja takut ngga kedengaran kalo telpon, dan kayanya kalian lagi ngomong serius tadi jadi aku ngga mau ganggu kamu," ucapku sambil menatap sengit pada Adrian.

"Engga gitu ka, kita cuman ngobrol biasa aja ko," ucap Rana.

Tanpa Rana sadari, pernyataan Rana memancing amarahku yang sedang aku tahan dari tadi. Rana mengobrol dengan bahagia bersama pria lain, dan ini adalah pria yang jelas jelas menaruh hati padanya.

Adrian lalu mengembangkan senyumnya seperti mengejek diriku yang sedang dibutakan oleh kecemburuan ini.

"Bu Rana, saya pamit ya makasih untuk hari ini."

"Oh iya pa sama sama, sampai jumpa besok Helen," ucap Rana sambil melambaikan tangannya.

"Udah yu ka, udah makan belum? makan dulu yu"

Rana belum menyadari kemarahan ku.

Lalu ia menggandeng tanganku menuju mobilku yang terparkir tepat didepan bimbel tempat Rana bekerja.

Ia masih mengembangkan senyumnya saat masuk kedalam mobil. Setelah beberapa menit dalam mobil hanya tercipta keheningan. Kemudian ia menoleh padaku.

"Kaka kenapa? ada masalah? ko dari tadi diem aja," ucap nya begitu khawatir padaku.

Seketika amarahku memuncak lagi. Dia tak menyadari kenapa aku tak bersuara, dia tak tau kenapa aku diam saja, dia tak menyadari kemarahan ku. Lalu aku mengeratkan tanganku pada setir yang aku pegang hingga mengeluarkan bunyi genggaman.

Sontak Rana kaget dengan aksi ku itu. Kemudian ia melihat wajahku yang sangat kentara menahan amarah hingga Ranna tak berani mengeluarkan suara.

Selama berhubungan dengan Rana aku tak pernah kasar padanya, aku terlalu mencintainya tak akan tega jika aku menciptakan kesedihan di wajahnya. Tapi kali ini emosiku tak terkendali. Aku tak terima melihat wanitaku bisa tertawa bahagia dengan pria lain. Pria yang jelas jelas menaruh hati padanya.

Kemudian aku melajukan mobilku menuju apartemen. Ranna tak protes dengan apa yang aku lakukan, bahkan mungkin dia sudah lupa dengan rasa laparnya.

Setelah ku parkirkan mobil ku, kemudian aku menariknya menuju apartemenku, dia tak melawan sedikit pun hanya pasrah mengikuti ku.

Saat sampai di apartemen dan kami sudah duduk di ruang tamu, baru dia mengeluarkan suara.

"Ka, apa Rana bikin salah sama Kaka? kenapa Kaka seperti marah sama Rana?," tanya Rana dengan wajah khawatirnya.

"Sayang, kenapa kamu bicara dengan si duda itu?."

"Pak Ardi itu wali murid Rana, tentu saja Rana harus berbicara padanya tentang perkembangan anaknya bukan," ucap Rana meyakinkan.

"Kamu tau Rana aku tak suka saat dia menatapmu, apapun alasannya aku tak suka. Kenapa kamu tertawa begitu bahagia dengannya?. Kamu tau aku cemburu melihat kamu bersama dengan laki laki lain apalagi dengan dia, kamu tak menghargai cintaku Rana."

"Kak jangan konyol, Rana bukan cuman hidup dengan wanita, disekitar Rana banyak pria yang tak bisa Rana hindari. Bagaimana caranya Rana tak dekat dengan mereka, Kaka jangan berlebihan," ucap Rana mulai terpancing emosi dengan kelakuanku.

Perlahan aku mendekatinya dan menariknya kedalam pelukanku. Sontak Rana kaget dengan aksi ku dan berusaha melepaskan pelukanku.

Dengan aksi Rana ini aku merasa di tolak olehnya. Aku lupa dengan siapa aku memiliki hubungan, dengan gadis yang tak suka disentuh jika bukan oleh orang yang berhak baginya yaitu suaminya. Sedangkan aku saat ini belum sah menjadi suaminya dan kini aku lancang memaksakan kehendak ku.

"Jangan lakukan ini ka, Rana ngga suka, lepasin Rana !!"

"Kamu tak boleh bersama pria lain Rana, kamu ngga ngerti aku cemburu saat kamu tersenyum untuk pria lain, aku cemburu Rana!," aku mengatakannya penuh dengan penekanan.

"Bukan gini caranya ka, lepasin Rana ka, Rana ngga mau kaya gini."

Semakin Rana menolak, semakin aku mengeratkan pelukanku dan kemudian aku membopongnya menuju kamar.

"Kaka mau apa?, jangan lakukan hal yang Rana benci ka, Rana mohon," ucapnya terus mengiba memohon agar aku tak lepas kendali, tapi aku mengabaikan permohonannya, dengan lancang aku mendorongnya ke tempat tidurku dan menindih tubuh mungilnya.

"Ka, hentikan ini ka!, jika Kaka melakukannya Rana akan benci Kaka seumur hidup Rana," ucapnya sambil bercucuran air mata. Tapi aku seperti buta dan tuli tak mendengarkan jerit kesakitan wanitaku.

Dalam benakku hanya terngiang Rana tak boleh menjadi milik orang lain, dia hanya milikku. Terdengar gila tapi aku memang sangat mencintai wanitaku ini.

Aku mulai memegang tangannya yang terus menerus memberontak, dan mulai menyusuri tubuhnya aenti demi senti dengan di iringi jeritan tangis Rana yang memohon untuk ku menghentikan kegilaanku ini.

Aku belum menyadari konsekuensi apa yang akan aku dapatkan kala aku menikmati tubuh Rana, tiba tiba tangis Rana terhenti kala hasrat ku telah tersalurkan. Dia menatap kesembarang arah dengan pandangan kosong, aku kemudian melihatnya.

"Deg."

"Apa yang aku lakukan ya tuhan."

Seketika penyesalan menghantam ku tanpa ampun kala melihat Air mata mengalir di pipi Rana dengan tanpa mengeluarkan suara tangisnya lagi. Dia syok beberapa saat meratapi nasibnya yang tak beruntung memiliki pria seperti aku.

Aku menyesal dengan apa yang aku lakukan, bagaimana aku menebus kesalahanku padamu Rana, bagaimana ?

Kecemburuan ini telah menghancurkan ku, cinta gilaku padanya telah merusaknya, aku kini menjadi penjahat bagi cintaku.

Hai para readers yang mampir ke karyaku yang ini.

Dukung semua karyaku ya, jangan lupa tinggalin jejaknya

happy reading 😉

Bab 3. Tak akan pernah melepaskan Rana

Hidupku hancur kali ini. Sepanjang jalan kala mengejar Rana aku terus mengumpati diriku yang bodoh ini, aku menghancurkan kehidupanku sendiri karena terpancing aksi manusia sialan itu. Sepertinya dia akan sangat bahagia melihat kehancuran ku bersama Rana.

Kali ini aku benar benar khawatir dengan wanitaku itu, aku takut dia akan melakukan hal nekat saat berada di kosannya sendiri. Rana memang bukan wanita yang gegabah, dia tak akan melakukan hal yang dilarang oleh kepercayaan kami, tapi saat ini dia mengalami hal terburuk dalam hidupnya, dan yang membuatnya seperti ini adalah aku orang yang dia percaya.

Aku melajukan mobilku dengan gila mengikuti taksi yang di tumpangi oleh Rana. Saat taksi yang membawa Rana kembali ke kosannya, aku langsung turun dan berlari mengejarnya.

"Sayang, jangan lakukan ini sama aku, please maafin aku. Izinkan aku bertanggung jawab," ucap ku terus mengiba meminta belas kasihan pada wanitaku.

"Jangan dekati Rana ka, Rana mohon," Rana menepis tanganku dan masuk dan meninggalkan ku di depan pintu kosannya.

Aku terus menggedor pintu kamar Rana dengan gila sambil berteriak memanggil namanya dan meminta maaf padanya hingga membuat kegaduhan di sana.

Rana tinggal di kosan yang cukup nyaman, aku yang mencarikan kosan untuknya, aku ingin dia tinggal ditempat yang layak. Ini adalah kostan milik pamanku yang tinggal di Surabaya. tipe kosan disini memiliki jarak dari satu kamar ke kamar lainnya seperti layaknya rumah. Dan tempat ini hanya ada 5 kamar yang telah terisi penuh, semua penghuninya perempuan jadi aku tak hawatir jika Rana tinggal disini.

Setelah beberapa saat aku terus menggedor pintu kamar Rana, tiba-tiba Nayla teman satu kosan Rana keluar dari kamarnya. Kini Nayla masih menggunakan mukenanya, sepertinya ia baru menunaikan ibadah, makanya ia tak langsung keluar melihat siapa yang mengundang kegaduhan itu.

"Langit, ngapain kamu berisik?, ini udah malem," ucap Nayla begitu kesal melihatku.

Nayla memang sudah tidak sungkan lagi padaku, dia adalah anak dari pamanku dan dialah yang mempertemukan aku pada Rana pertama kali jadi dia tau seperti apa aku dan Rana.

Seketika aku menoleh pada Nayla yang berada di belakangku. Melihat kondisiku yang berantakan dengan baju yang basah, rambut ku yang sudah tak rapih lagi seperti biasanya, dan mataku yang merah, tampak jika aku telah menangi, ia mengerutkan dahinya tanda ia bingung dengan kondisiku.

"Nay, tolong aku Nay, tolong lihat Rana didalam. Aku takut terjadi hal yang buruk padanya."

Nayla tak mengatakan apapun, sepertinya dia mengerti ada hal yang buruk menimpa Rana sehingga dia berbuat seperti ini. Tanpa berkata apapun Nayla melangkahkan kakinya menuju pintu kosan Rana.

"Tok tok tok."

"Ran, ini mba, buka pintunya Ran," ucap Nayla dengan tenang.

Nayla adalah orang yang sangat dihormati Rana. Ia sudah menganggap Nayla sebagai kakaknya sendiri. Nayla hanya berbeda 3 tahun dengan Rana tapi ia sosok wanita yang dewasa, pengertian dan bijaksana, jadi Rana sangat percaya padanya.

Tak menunggu lama setelah suara Nayla terdengar oleh Rana, pintu yang tadinya tak mungkin terbuka untuk ku itu seketika langsung membuka hanya untuk Nayla. saat melihat kondisi Rana yang berantakan terlihat mata Nayla membulat sempurna, dia begitu kaget melihat keadaan Rana, dengan rambutnya yang berantakan, bajunya yang terkoyak, ada bercak merah di lehernya dan yang pasti wajah sembabnya yang tak henti menangis.

Rana kemudian menarik tangan Nayla masuk ke kamarnya dan langsung mengunci pintunya kembali, tak ingin memberi kesempatan untuk aku masuk.

Beberapa saat kemudian terdengar suara Nayla yang ikut menangis melihat kondisi sahabat yang sudah ia anggap adiknya itu. Aku hanya diam di luar tak berniat untuk beranjak dari tempatku berada saat ini. Apapun yang terjadi aku harus bisa meyakinkan Rana jika aku akan bertanggung jawab dengan perbuatan ku.

Jika Rana masih memiliki orang tua mungkin saja aku bisa membujuk orang tua Rana untuk mau menikah denganku sekarang, tapi saat ini Rana hanya sendiri tak ada orang tua, saudara atau sanak famili, dia hanya hidup sebatang kara, dia hanya memiliki aku pria yang begitu mencintainya, dan sahabat yang dekat dengannya salah satunya Nayla.

Dengan watak Rana yang keras kepala, aku harus berusaha keras untuk bisa meyakinkan dia bahwa dia harus menikah denganku, mau dia suka ataupun tidak suka.

Aku telah menunggu sekitar 30 menit di depan kosan Rana, dan tiba tiba pintu itu terbuka menampakkan ekspresi wajah Nayla yang berbeda dengan tadi sebelum dia masuk menemui Rana. Kini ekspresi wajahnya memancarkan kemarahan dan kekecewaan padaku dihiasi sisa sisa air mata yang sebelumnya membanjiri mata dan pipinya.

"Kau manusia berhati iblis Langit, kau tega menyakiti adik ku hingga seperti ini?, dimana otakmu hah?!, Rana itu yatim piatu tak memiliki sanak saudara dan kau yang katanya mencintai dia tega menyakitinya sedalam ini, kau ini punya perasaan atau tidak? aku tak akan memaafkan mu langit!" teriak Nayla melepaskan kemarahannya sambil menangis dan memukuli tubuhku.

Aku tak bergeming dengan apa yang Nayla lakukan hanya diam menerima setiap pukulannya. Andai Rana melakukan ini padaku memukuliku tanpa ampun aku lebih suka asalkan dia memaafkan ku dan mau menikah denganku.

Tapi Rana bukanlah orang seperti itu, kemarahannya tak pernah dia salurkan dengan fisik, dia akan meninggalkan apapun yang telah menyakitinya, tak akan pernah kembali, itu lebih menyakitkan daripada menerima pukulan dan cambukan sekalipun.

"Pukul aku Nay, pukul sepuas hatimu, tapi tolong bantu aku agar Rana mau menerimaku lagi, aku akan bertanggung jawab dan akan menikahinya."

Pintaku memohon padanya, aku nyaris menangis lagi karena sudah putus asa dengan keadaanku, bagaimana caraku meyakinkan Rana.

Tiba tiba pukulan Naya berhenti kemudian dia menatapku dengan sengit.

"Kau kira jika kau menikahi Rana lukanya akan sembuh? kau kira jika kau menikahi Rana kau akan dimaafkan olehnya ? kau kira jika Rana mau menikah denganmu Rana akan percaya jika kau tak akan menyakitinya lagi hah?, jangankan Rana, sekarang aku saja tak percaya jika kau bisa membahagiakan Rana, jangan mimpi aku akan mau membantumu Langi, tak akan pernah, pergi kau dari sini, aku muak melihat wajah pendusta mu," ucap Nayla dengan begitu emosi.

"Aku tak akan pernah meninggalkan Rana sampai kapanpun Nay, dia milikku, tak akan pernah aku meninggalkannya sampai kapanpun, siapapun yang menghalangiku aku pastikan dia akan menyesal," ucapku sambil menatap mata Nayla dengan sengit, aku sangat kecewa dengan reaksi Nayla. Aku kira dia akan menjadi penengah bagi kami, nyatanya dia lebih marah dan tak terima dengan keadaan Rana.

Kemudian senyum sinis itu mengembang dari wajah Nayla yang masih menampakkan amarah, dia mendekati ku dan berkata sambil menunjuk dadaku.

"Aku Nayla yang akan melindungi Rana dari pria brengsek sepertimu langit, camkan itu," ucap Nayla tak kalah Sengit.

Kini harapanku pada Nayla agar menjadi penolong hubunganku telah pupus, tapi aku tak akan pernah menyerah untuk mempertahankan Rana wanitaku, dia hidupku, separuh nafasku, jika dia pergi aku tak akan bisa hidup normal lagi.

"Cinta langit Sagara Biru memang gila, dia sosok pria arogan yang tak suka wanitanya disentuh oleh siapapun, dia akan mempertahankan Rana sampai kapanpun, akan mengejar Rana kemanapun ia pergi"

Dukung terus karya karya author remahan ini ya, jangan lupa kasih like, komen, dan masukin ke favorit.

Happy reading 😉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!