"Oh ya Mas, kenalkan ini tunangan saya," Ucap Queen kepada Banyu, lelaki berusia 37 tahun. Dengan postur tubuh yang tinggi dan atletis. Pembawaan nya sangat tenang dan tidak banyak bicara sejak kepergian Tika. Kepergian orang yang sangat ia cintai merubah segalanya. Hatinya beku dan hidupnya terasa akan berakhir. Terlebih saat ia tahu, Tika meninggalkan dunia ini dengan membawa calon buah hati mereka, yang ia sebut dengan nama "Lil Angel".
"Halo,"
"Halo," Ucap Raka, tunangan Queen.
"Dan ini Tasya," Queen meraih tangan Tasya yang berdiri dibelakang nya untuk mendekat kepadanya dan berkenalan dengan Banyu.
"Hai, saya Banyu," Ucap Banyu, dengan ekspresi wajah yang datar.
"Tasya," Tasya tersenyum ramah dan mengulurkan tangan nya kepada Banyu. Dengan ragu, Banyu menyambut tangan Tasya dan menatap wanita cantik itu beberapa detik.
"Saya Putra," Sela Putra, yang merupakan adik kandung dari Banyu. Putra sempat memiliki hati kepada Queen. Namun, Queen lebih memilih Raka untuk menjadi pendamping hidupnya.
"Tasya," Sahut Tasya, seraya melepaskan tangan nya dari Banyu dan menyambut uluran tangan Putra.
Queen memutar bola matanya, saat Putra memperkenalkan dirinya kepada Tasya.
"Tidak menyangka kita bertemu disini ya Mas," Ucap Queen berbasa basi.
"Hehehe, iya. Alhamdulillah bertemu." Sahut Banyu.
"Mas, aku kesini dalam rangka, ingin memberitahukan bila aku akan menikah dua bulan lagi kepada Tika. Kebetulan, kita bertemu disini. Aku mau mengundang Mas ke acara pernikahan aku dan Raka, calon suamiku. Untuk undangan fisik nya, aku boleh minta nomor telepon Mas? Soalnya, aku tidak tahu alamat Mas yang sekarang. Jadi, mana tahu saat menyebar undangan, aku bisa menghubungi Mas untuk bertanya alamatnya Mas Banyu." Terang Queen kepada Banyu.
"Ah, boleh-boleh. Catat ya.." Ucap Banyu, seraya menyebutkan nomor ponsel nya.
Queen pun bergegas meraih ponselnya dari dalam tas dan langsung mencatat nomor telepon Banyu.
"Terima kasih Mas," Ucap Queen setelah mendapatkan nomor ponsel Banyu.
"Sama-sama," Ucap Banyu, seraya tersenyum manis kepada Queen.
"Ah, silahkan. Saking asik berbicara, jadi aku lupa maksud kedatangan kalian. Maaf ya, " Ucap Banyu saat menyadari maksud kedatangan Queen ke makam tersebut. Lalu, ia beranjak ke pinggir, agar Queen, Tasya dan Raka dapat mendekati makam Tika.
"Terima kasih Mas," Ucap Queen. Lalu Queen beranjak ke makam sahabat nya itu.
"Tik, maaf ya, gue jarang melihat makam elu. Akhir-akhir ini, gue cukup stress dengan pekerjaan dan juga persiapan pernikahan gue yang tinggal dua bulan lagi." Queen mengusap lembut nisan itu.
"Tik, gue mau menikah dengan Raka. Kalau bukan karena elu, mungkin gue tidak akan bisa sebahagia ini dengan Raka saat ini. Terima kasih ya Tik." Mata Queen memerah, lalu ia memeluk nisan Tika.
"Tau gak sih lu.... gue rindu banget sama elu Tikaaaaa..." Sambung Queen lagi, air mata nya pun terjatuh tanpa mampu ia tahan lagi.
Terlihat Raka mengusap punggung Queen untuk menabahkan hati tunangan nya itu.
"Tik, ini Tasya. Dia sangat ingin kenal sama elu. Gue yakin, saat ini elu melihat Tasya kan? Dan gue yakin, hadirnya Tasya, karena permohonan elu sama Allah, untuk menghadirkan seorang sahabat lagi untuk menemani rasa sepi gue. Makasih ya Tik..."
Tasya tersenyum dan turut mengusap nisan Tika.
"Hai, Tik, aku Tasya. Semoga kamu tenang disisi Allah ya Tik. Walaupun kita tidak pernah bertemu, Aku tahu, kamu adalah orang yang baik hati. Itu semua terlihat dari betapa banyak orang-orang yang mencintai kamu Tik," Ucap Tasya.
"Aamiin," Sahut Raka, Queen, Bantu dan Putra.
Mereka semua pun berdoa di malam itu untuk Tika yang sudah mendahului mereka semua.
.
Setelah berdoa, Queen, Raka dan Tasya beranjak berdiri dan menatap Banyu dan Putra. Terlihat sorot mata yang canggung dari Putra saat bertatapan dengan Queen. Memang, saat ini ia masih menyukai Queen. Tetapi, saat tadi ia mendengar bila Queen sudah memutuskan akan menikahi Raka. Maka, ia pun berusaha untuk tidak lagi mengejar Queen. Sejak awal pun, Putra sudah kalah berkompetisi dengan Raka. Karena Queen tidak sama sekali menanggapi Putra yang tergila-gila kepadanya.
Tetapi, sorot mata Putra berkali-kali jatuh kepada Tasya. Wanita cantik dengan kulit yang eksotis, memiliki tinggi 163 sentimeter. Rambut panjang hitam yang tergerai serta senyuman manis yang selalu menghiasi wajahnya.
"Cantik banget.." Gumam Putra.
"Mas, kami pamit dulu ya.. nanti aku kabarin masalah undangan nya ya Mas," Ucap Queen.
Banyu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Ayo Mas Banyu, Putra..." Ucap Queen lagi sambil menyalami mereka satu persatu.
"Iya Queen, hati-hati dijalan," Ucap Banyu, saat melepas Queen, Raka dan Tasya yang hendak meninggalkan komplek pemakaman itu.
Setelah Queen, Raka dan Tasya sudah beranjak menjauh, Banyu kembali berjongkok di samping nisan Tika. Matanya terus tertuju ke tulisan yang berada di nisan tersebut.
Tika Maharani binti Sutrisna
Nama dari pemilik nisan itu. Wanita yang baru saja beberapa bulan dinikahi oleh Banyu. Wanita yang telah mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan, canda dan tawa. Kini sudah pergi mendahului dirinya. Kematian Tika bukan karena sakit, melainkan Tika kecelakaan saat mengendarai mobil yang ia pinjam dari Queen. Kecelakaan itu pun bukan karena keteledoran dari Tika sendiri. Ada seseorang yang dengan sengaja membuyarkan konsentrasi Tika dalam berkendara. Yaitu orang suruhan Lala, wanita yang memiliki dendam kepada Queen yang telah berhasil menyita perhatian dan perasaan Raka dari dirinya.
Kasus kecelakaan yang disengaja dan salah sasaran ini, sudah di tangani oleh kepolisian. Tersangka, atau otak dari kecelakaan itu, yaitu Lala, sudah di tangkap juga oleh pihak yang berwajib. Kini, Lala sudah mendekam di dalam dingin nya hotel prodeo.
Meskipun begitu, Banyu tidak sekalipun menyalahkan siapa-siapa. Termasuk Raka dan Queen yang merupakan inti dari permasalahan yang membuat istrinya harus kehilangan nyawa. Dan yang lebih pahit lagi, Banyu baru tahu setelah kepergian Tika, bila Tika sedang mengandung buah hati mereka berdua. Banyu berusaha ikhlas, walaupun hatinya sangat hancur berkeping-keping. Dunia nya pun mendadak suram, wajah nya muram dan hidupnya kini terasa kosong.
"Sayang... sedang apa kamu di surga? Hidup ku kacau balau tidak ada kamu. Bangun tidur aku tidak bersemangat, karena tidak lagi melihat senyuman manis mu. Aku tidak selera makan, karena aku merindukan masakan mu."
"Sayang, maafkan aku.. Harusnya saat itu aku tidak keluar Kota. Harusnya aku yang membawamu ke Bandung. Andaikan kecelakaan terjadi pun, aku ingin mati bersama kamu. Maafkan aku sayang.. maafkan aku.." Banyu menangis, hingga barunya terguncang hebat. Putra berusaha menenangkan kakak kandung nya itu. Ia berusaha memberikan empatinya dengan mengusap punggung Banyu dengan lembut.
"Aa, kita pulang yuk... Kapan-kapan kita kesini lagi. Aa, jangan sedih terus. Kasihan juga Teh Tika di sana kalau melihat Aa terus-terusan bersedih."
Banyu mengusap air matanya saat mendengar ucapan dari Putra. Lalu, ia menoleh dan menatap Putra dengan seksama.
"Iya, ayo kita pulang," Ucap Banyu.
Putra tersenyum dan berusaha membantu Banyu untuk berdiri.
"Sebentar," Banyu menahan tangan Putra yang sedang berusaha membantu dirinya.
Putra menghentikan aksinya dan menatap Banyu sekali lagi.
"Sayang, aku pulang dulu. Aku janji akan rajin-rajin mengunjungi kamu kesini," Ucap Banyu, seraya mengecup batu nisan Tika. Lalu ia kembali beranjak dan bergegas meninggalkan komplek pemakaman itu bersama dengan Putra.
"Kenapa banyak wanita diluar sana begitu beruntung di cintai begitu hebat oleh pasangan nya? Tetapi, tidak denganku." Batin Tasya yang sedang berada di perjalanan pulang bersama dengan Queen dan Raka. Ia yang duduk di kursi penumpang hanya dapat menatap tangan Raka yang sedang menyetir sambil menggengam tangan Queen yang duduk disampingnya.
"Andaikan aku diperlakukan seperti itu, atau dicintai sedalam Mas Banyu kepada Tika, walaupun aku sudah mati, pasti duniaku terasa begitu indah. Tetapi, itulah.. rezeki semua orang berbeda-beda." Batin Tasya lagi.
Angan Tasya kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat dirinya dijodohkan oleh anak dari sepupu ibunya, yang bernama Antoni. Sebenarnya Tasya sudah sejak kecil mengagumi Antoni. Antoni yang berumur jauh di atas Tasya saat itu sudah kuliah. Sedangkan Tasya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Awalnya Tasya ragu untuk di jodohkan dengan Antoni. Karena Tasya merasa tidak percaya diri, bila Antoni akan menerima perjodohan itu. Tetapi diluar bayangan nya, ternyata Antoni menerima perjodohan tersebut. Betapa bahagianya hati Tasya saat itu. Akhirnya rasa kagum nya selama ini kepada Antoni terbalaskan, dirinya akan segera memiliki Antoni seutuhnya.
Angan Tasya sudah begitu indah saat dirinya akan dipersunting oleh Antoni. Ia sudah membayangkan cerita indah dirinya dan Antoni, kelak saat mereka berumah tangga. Tetapi semua itu terbantahkan, dengan sikap Antoni yang begitu dingin kepada Tasya, saat berumah tangga dengan nya.
Tasya yang tidak tahu cerita tentang Antoni yang masih mencintai Queen, mantan tunangan Antoni, mulai merasa tersiksa. Selama berbulan-bulan dirinya tidak di sentuh oleh Antoni. Bahkan malam pertama mereka, Antoni pergi meninggalkan dirinya begitu saja.
Sikap Antoni mulai melunak setelah beberapa bulan mereka memutuskan untuk tinggal berdua saja di rumah sendiri. Tanpa Tasya tahu, perubahan Antoni bukan karena Antoni mulai mencintai dirinya. Melainkan karena Antoni hanya menginginkan keturunan dari Tasya, atas tuntutan dari ibunya Antoni yang selalu mempertanyakan tentang kapan mereka akan memiliki anak.
Meskipun sikap Antoni sudah melunak. Tetapi lelaki itu tetap menjaga jarak dan sikap kepada Tasya Seakan ada sesuatu yang ia sembunyikan dari Tasya. Hingga suatu saat, Tasya yang sedang merapikan lemari pakaian milik Antoni, menemukan sebuah laci rahasia. Di dalam laci itu terdapat sebuah kotak yang berisi semua kenangan Antoni dengan mantan tunangan nya, yaitu Queen.
Hati Tasya terasa hancur berkeping-keping. Kini ia tahu alasan Antoni yang masih bersikap datar kepada dirinya. Rasanya ingin sekali ia marah dan mempertanyakan hal itu kepada Antoni. Tetapi, ia tahu, sikap nya yang mempertanyakan, akan membuat Antoni semakin tidak menyukai dirinya. Sedangkan saat itu dirinya sedang mengandung buah hatinya dengan Antoni.
Sikap diam Tasya membuat Antoni semakin terlena dengan masa lalunya. Terutama saat beberapa tahun kelahiran Putra mereka. Saat itu, Antoni kembali mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Yang artinya, Antoni begitu dekat dan bebas untuk menemui mantan tunangan nya. Ternyata apa yang dipikiran Tasya benar adanya. Antoni mulai menemui Queen, mantan tunangan nya yang masih ia cintai. Diam-diam juga, Tasya memperhatikan gerak gerik dan juga segala aktivitas Antoni dari jauh.
Sebenarnya pertemuan kembali antara Antoni dan Queen, tidak disengaja. Tasya yang membutuhkan gaun untuk acara keluarga, mampir ke butik milik Queen. Tanpa dirinya dan Antoni tahu, bila pemilik butik itu adalah Queen. Disitulah Antoni mulai menggila. Pertemuan yang tidak disengaja itu membawa petaka bagi Tasya. Rumah tangganya hancur karena Antoni kembali mengejar Queen, tanpa mempedulikan perasaan nya.
Awalnya, Tasya sudah berusaha untuk memperbaiki hubungan nya dengan Antoni, dan berusaha mendekati Queen untuk memberikan pengertian kepada Queen bila dirinya adalah istri dah dari Antoni. Tetapi, sikap Queen membuat Tasya mengerti, Queen sudah lama menghapus Antoni dari hatinya. Queen juga sudah memiliki seseorang yang mencintai dirinya dengan tulus, yaitu Raka.
Niat ingin memojokkan Queen, berubah menjadi perasaan kagum kepada gadis itu. Queen adalah wanita yang baik. Alasan Queen meninggalkan Antoni pun bukan karena kesalahan dirinya. Melainkan Queen hanya meminta keluarga Antoni untuk bersabar mengundur pernikahan dirinya dan Antoni beberapa bulan saja. Karena adik Queen Mengalami kecelakaan hebat.
Semakin hari, Tasya semakin dekat dengan Queen, hingga akhirnya mereka bersahabat dan mengetahui cerita tentang Tika, sahabat Queen yang telah meninggal karena kecelakaan yang di sebabkan oleh mantan kekasih Raka. Pun dengan Tasya yang tak lagi segan menceritakan tentang kisahnya kepada Queen. Termasuk perpisahan dirinya dengan Antoni. Tasya tidak menyalahkan Queen. Melainkan dirinya paham, bila Antoni sudah mengalami gangguan jiwa saat perpisahan nya dengan Queen. Karena itu juga lah, Tasya memilih mundur dan menceriakan Antoni.
Kini, ia hidup hanya berdua saja dengan putra semata wayangnya, yang bernama Rafis. Tasya juga bekerja dan menjalani hidupnya dengan bahagia. Tetapi, sebahagianya seorang ibu tunggal, sebenarnya dirinya pun rapuh. Ia merindukan seseorang yang bisa menjadi labuhan hatinya. Menjadi teman bicara saat senang dan susah. Berbagi keluh kesah dan cerita lucu yang ia alami di kantor atau perjalanan pergi dan pulang dari kantor. Hidup Tasya begitu sepi, hanya Queen dan putranya lah yang membuat hidup nya sedikit merasa berwarna.
"Andaikan.. Andaikan aku bisa seperti mereka," Gunam nya lagi.
.
"Hmmmm, Tasya.. cantik juga," Batin Putra yang sedang mengendarai mobil nya menuju ke kediaman Banyu.
Banyu yang sedang duduk disamping nya pun memperhatikan Putra yang terus tersenyum saat mengendarai mobil.
"Kamu kenapa?"
Putra menoleh kepada Banyu dan kembali tersenyum malu-malu.
"Tidak apa-apa A'," Sahut Putra.
"Senyum-senyum sendiri, kayak orang gila kamu,"
Putra kembali tersenyum, saat mendengar celotehan dari Banyu. Lalu ia menghela nafas panjang dan kembali memperhatikan jalanan yang lumayan padat oleh kendaraan.
"A, Tasya cantik ya..." Celetuk Putra.
Banyu melirik Putra dan tersenyum tipis.
"Kira-kira dia pantas untuk ku tidak?"
Kali ini Banyu menatap Putra dengan seksama.
"Penyakit mata keranjang mu belum sembuh?"
Putra tertawa geli saat mendengar ucapan kakak kandungnya itu.
"Jadi lelaki itu harus memilih pasangan A'. Jadi, aku itu bukan mata keranjang. Tetapi, bila aku mendapatkan Tasya, aku akan tobat, sumpah!"
Banyu kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Ada-ada saja kamu Put!"
"Eh, saya teh serius A',"
"Ah, dari dulu kamu selalu mengatakan hal yang sama. Nyatanya mana?" Banyu kembali menggelengkan kepalanya.
"Bukan begitu A', kemarin saya mau serius dengan Queen, nyatanya apa? Dia lebih memilih begundal itu!" Keluh Putra.
"Tidak salah Queen memilih dia," Ejek Banyu.
"Eh, A'... sebenarnya adik Aa' itu dia atau aku!" Ucap Putra yang mulai terlihat kesal.
Banyu hanya tertawa dan membuang pandangan nya keluar jendela mobil. Pikiran nya kembali tertuju kepada almarhumah istrinya, Tika. Senyuman Tika terus terbayang di pelupuk matanya. Canda tawa Tika, kembali menari-nari di ingatan nya.
Bertahun-tahun dirinya dan Tika menjalin kisah asmara yang begitu manis. Hingga akhirnya dirinya memberanikan diri untuk menikahi sangat pujaan hati. Tetapi cerita itu harus berakhir, sejak dirinya yang sedang berada di luar Kota mendapatkan kabar bila Tika kecelakaan di ruas tol menuju Bandung. Hari itu juga ia kembali ke Jakarta untuk menemui Tika. Tetapi apa yang ia dapatkan, hal yang lebih pahit lagi menanti dirinya Tika sudah tiada dengan membawa serta calon buah hati mereka.
Banyu menangis memeluk jasad Tika yang terbujur kaku di ruang jenazah. Ia tidak peduli bila darah yang berasal dari kepala dan tubuh Tika menodai kemeja putih nya. Sampai detik ini, kemeja itu masih ia simpan. Sebagai kenangan, dirinya pernah memeluk wanita yang ia cintai untuk yang terakhir kalinya.
Langit gelap, gemuruh terdengar bersahutan di langit. Tepat pukul lima sore, Tasya bergegas keluar dari kantornya. Wanita cantik itu menghentikan langkahnya saat berada di lobby kantor itu. Ia menatap hujan yang turun tanpa sempat gerimis sebelumya. Air hujan seakan tercurah dari langit. Tasya hanya bisa menunggu hujan sedikit mereda, karena ia memarkirkan mobil nya di depan kantor tersebut.
Tasya melirik ke arah sofa yang terdapat di lobby kantor itu. Lalu ia bergegas menghampiri sofa itu dan duduk di sana. Tasya mengeluarkan ponsel nya dan mengecek pesan-pesan yang belum sempat ia baca, setelah seharian ia sibuk bekerja untuk masa depan nya dan Rafis, putra semata wayangnya. Matanya tertuju kepada satu pesan yang tertuliskan nama mantan mertuanya, yaitu ibu dari Antoni. Dengan ragu, Tasya membuka pesan tersebut dan mencoba membacanya satu persatu. Karena mantan mertuanya itu mengirim pesan berkali-kali kepada dirinya.
Tasya, bagaimana kabar Rafis?
Mengapa kamu tidak menjawab pesan saya?
Tasya, kamu mau memutuskan silaturahmi saya dengan cucu saya ya? Mentang-mentang kamu sudah mencampakkan anak saya. Sekarang kamu mau ambil cucu saya satu-satunya!
Tasya, jawab!
Terlihat juga beberapa panggilan tak terjawab di kolom WhatsApp chat antara Tasya dan mantan mertuanya itu.
Tasya menghela nafas panjang, lalu ia menyenderkan punggungnya di senderan sofa tersebut. Matanya menatap ke langit-langit lobby tersebut.
"Kenapa sih bude tidak pernah berubah?" Gumam nya.
Ya, karena masih memiliki hubungan kerabat, Tasya memanggil mertuanya itu dengan sebutan bude. Begitulah sosok mantan mertuanya itu. Selalu berpikir negatif dan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu tanpa tabayyun sebelumnya.
Tasya yang lelah, terlihat malas untuk membalas pesan dari mantan mertuanya itu. Lalu matanya kembali menatap keluar kantor, hujan terlihat semakin deras. Lagi-lagi Tasya menghela nafas panjang. Pikiran nya tertuju kepada Rafis, balita yang terlahir dari pernikahan antara dirinya dan Antoni. Rafis ia titipkan kepada baby sister yang bekerja di rumah nya. Sebagai seorang ibu, pikirnya tidak pernah tenang saat meninggalkan anak semata wayangnya itu untuk bekerja. Setiap hari ia hanya ingin cepat pulang, hanya untuk segera memeluk Rafis dengan erat.
"Andaikan aku bertemu dengan orang yang tepat, mungkin aku tidak perlu lagi bekerja. Aku akan melayaninya dengan baik dan mendekap Rafis sepanjang waktu." Keluh Tasya, di dalam hatinya.
Tiba-tiba, matanya tertuju kepada seorang yang baru saja keluar dari lift. Matanya terus memperhatikan orang tersebut yang sedang melangkah menuju ke luar kantor itu.
"Mas Banyu?" Gumam Tasya.
"Apa benar itu Mas Banyu? Sepertinya iya..." Tasya berusaha kembali menegaskan tatapan nya kepada lelaki yang kini menghentikan langkahnya di depan kantor tersebut. Karena penasaran, Tasya beranjak dari duduk nya dan bergegas menghampiri lelaki yang juga sedang menunggu hujan reda di luar lobby kantor itu.
"Mas Banyu," Sapa Tasya.
Lelaki itu menoleh dan menatap Tasya dengan seksama. Keningnya mengerut, tanda ia mencoba mengingat sosok wanita yang memanggil namanya itu.
"Masih ingat dengan saya?" Tanya Tasya.
Perlahan, ekspresi wajah Banyu mulai terlihat santai, tanda ia telah mengingat wanita yang berdiri di depan nya itu.
"Teman nya Queen kan?" Tanya Banyu.
"Iya Mas," Tasya tersenyum semringah, karena ia merasa di ingat oleh Banyu.
"Kok disini?" Tanya Banyu lagi.
"Ini kantor ku Mas."
"Hah?" Banyu terlihat terkejut dengan jawaban Tasya. Beberapa kali ia mampir ke kantor rekanan nya ini, tetapi tidak sekalipun ia pernah melihat Tasya.
"Aku sering kesini. Tetapi, baru kali ini aku melihat kamu," Ucap Banyu dengan berterus terang.
"Ah, aku baru kerja disini Mas." Tegas Tasya.
"Ooooo... pantas saja." Banyu tersenyum kecil. Saat itu juga Tasya terpaku pada senyum manis yang dimiliki lelaki itu. Hari ini ia baru melihat bila Banyu benar-benar tersenyum dengan tulus. Saat ia bertemu dengan lelaki itu di komplek pemakaman, tidak sekalipun ia melihat Banyu benar-benar tersenyum dengan tulus. Melihat senyuman Banyu yang Tasya tahu bila Banyu masih terus berduka akan kepergian istri dan calon buah hatinya pun membuat Tasya tersenyum bahagia.
"Mas sendiri ngapain disini?" Tanya Tasya yang penasaran akan adanya Banyu di kantor tempat dirinya bekerja.
"Hmmm, ada urusan." Ucap Banyu singkat.
Tasya mengangguk paham, lalu ia berdiri tepat di samping Banyu. Mereka berdua menatap air hujan yang terus tercurah dari langit.
"Kenapa masih disini?" Banyu berusaha memecah kesunyian antara dirinya dan Tasya.
"Hujan mas," Sahut Tasya.
"Memang tidak bawa mobil?" Tanya Banyu lagi.
"Saya parkir disana mas," Tasya menunjuk lapangan parkir yang terguyur air hujan yang deras.
"Oh," Banyu mengangguk paham. Dirinya pun sama, ia menunggu hujan sedikit reda agar ia bisa berlari ke arah lapangan parkir itu.
Dan hening....
.
"Pertemuan kita sampai disini, wassalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh," Ucap Putra, saat ia mengakhiri jam pertemuan nya dengan para mahasiswa dan mahasiswinya di sebuah kampus tempat dirinya bekerja.
Putra adalah seorang dosen, ia baru saja pindah ke kampus itu. Sebelumnya ia mengajar di sebuah kampus di Kota Bandung. Tetapi ia merasa dirinya harus pindah ke Jakarta, untuk menemani Banyu yang sedang patah hati karena di kehilangan Tika. Putra adalah adik yang baik, ia sangat perhatian dengan Banyu, kakak satu-satunya. Karena hanya Banyu lah saudara yang ia miliki. Ia tidak memiliki adik atau pun saudara yang lain nya.
Seorang mahasiswi menghampiri Putra, mahasiswi yang cantik itu pun tersenyum kepada Putra yang sedang membereskan buku bawaan nya yang terlihat berantakan di atas mejanya.
"Pak, saya mau tanya masalah..."
Putra menatap mahasiswi nya dengan tatapan yang terlihat begitu yang mempesona, sehingga mahasiswi nya itu tak sanggup melanjutkan kata-kata yang akan ia ucapkan kepada Putra.
"Ya?" Tanya Putra.
"Anu pak, hmmm..."
Putra tersenyum, yang membuat mahasiswi nya membeku.
"Mau tanya apa?"
"Anu.. hmmm.. materi yang tadi, saya belum paham pak,"
"Oh.. maka kamu harus lebih memperhatikan apa yang saya terangkan," Ucap Putra, sembari kembali membereskan buku-bukunya.
Mahasiswi itu terdiam, lalu ia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Iya pak, maaf."
Putra kembali menatap gadis cantik itu dan mulai tersenyum.
"Mau saya antar kan pulang? Kamu bukan tidak mengerti materinya, kamu sedang berusaha mendekati saya."
Mahasiswi itu terperangah dan membalas tatapan Putra.
"Pak... saya..."
Temui saya diparkiran." Putra berlalu dari hadapan mahasiswi itu.
Mahasiswi itu terdiam, ia menatap punggung Putra yang berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Lalu mahasiswi yang bernama Wina tersebut tersenyum penuh arti. Siapa yang tidak terpesona dengan sosok Putra, laki-laki tampan dengan tubuh yang atletis serta penampilan yang sangat menarik? Ditambah dengan gaya Putra yang terlihat sedikit cuek dan nakal, membuat saliva membanjiri rongga mulut mahasiswi yang berada di kelasnya.
"Akhirnya..." Gumam mahasiswi tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!