NovelToon NovelToon

ARTELARIVAN

Ale-1

...# Happy Reading #...

Ciiitttt......

BOOOMMM.....

Gelapnya malam dan di dukung hujan deras yang mengguyur jalan membuat darah dari dalam mobil yang baru saja menghantam pembatas jalan menyebabkan mobil itu hancur parah.

Tak ada mobil yang berlalu melewati area kecelakaan.

Dan sudah di pastikan sepasang suami-istri serta sopir yang menumpanginya juga telah meregang nyawa.

Lama mobil itu di sana hingga fajar menyingsing.

_________

Dreettt

Dering ponsel berbunyi, mengusik seorang gadis cantik yang masih nyaman dengan tidurnya, ia memaksa kedua matanya terbuka.

Tangannya meraba di atas nakas

"Halo"

Kata gadis itu dengan suara khas bangun tidur.

"Halo Benar dengan keluarga Dominic?" Tanya seorang di sebrang sana.

"Iya, Benar" jawab Gadis itu yang tak lain Artelariana.

"Kami dari kepolisian menemukan keluarga anda mengalami kecelakaan tunggal di jalan Tol" kata si penelepon yang tak lain pak polisi.

Deg....

Jantung Riana berdegup kencang.

"Di rumah sakit mana mereka sekarang pak?" Tanya Riana.

"Mereka di larikan ke Hospital Center Jakarta untuk melakukan Otopsi" jawab pak polisi.

"Otopsi?" Tanya Riana dengan nada suara bergetar.

"Korban telah tewas saat kami menemukannya" jawab pak polisi.

"Nggak, Nggak Mungkin, Hiks Argggh" Riana putus Asa, ia meraung setelah melempar ponselnya ke sembarang arah.

Kemudian Riana yang masih tersiak menuju sebuah kamar.

Duk

Duk

Duk

Tanpa peduli dengan rasa sakit yang di dapatkan nya ia terus menendang dan memukuli pintu kamar itu secara bergantian.

Hingga pemuda yang berada di dalamnya terusik dan Segera beranjak membuka pintu.

Ceklek

Pintu terbuka memperlihatkan seorang pemuda tanpa baju, hanya menggunakan celana selutut.

"Kenapa Na?" Tanya pemuda itu.

"Kak Hiks" Riana tak sanggup menjawab, ia memilih menghambur pelukan memeluk kakak kandungnya itu.

Pemuda itu membalas pelukan Riana untuk menenangkan nya. Tangan nya mengusap surai hitam Adik perempuannya.

Pemuda itu merasakan firasat yang kurang baik.

Setalah cukup tenang, Riana mengurai pelukan.

Pemuda itu menatap Riana yang mendongak kepadanya, matanya bengkak.

"Kenapa?" Tanya pemuda itu.

"Papa kecelakaan" kata Riana.

Deg....

Jantung pemuda itu memompa darah lebih cepat ke seluruh tubuhnya.

"Di mana?" Tanya pemuda itu lagi.

"Hospital Center kak" kata Raina.

Pemuda itu dengan cepat masuk ke dalam kamarnya mengambil kunci motor matic miliknya, tak lupa baju dan celana panjang.

Sedangkan Raina juga menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua.

Dengan segera pemuda itu membawa motor matic nya menuju Hospital Center wilayah Jakarta.

Matic sederhana itu sampai di parkiran rumah sakit, dengan segera keduanya berlari menuju tempat Administrasi rumah sakit.

"Permisi korban kecelakaan pagi ini di mana ya?" Tanya Riana pada petugas di sana.

"Keluarga korban?" Tanya petugas.

Riana mengangguk.

"Mereka telah berada di kamar mayat" kata si petugas.

Pemuda yang bersama Riana terdiam. 'kamar Mayat?' pikirnya.

"Kamar Mayat?" Tanyanya melihat Riana.

Riana tak menjawab, ia segera berjalan menuju kamar mayat rumah sakit.

Di sana keluarga sang sopir sudah menangis di depan pintu ruangan.

Riana dan pemuda itu melangkah cepat untuk segera sampai di sana. Dengan segera ia masuk ke kamar itu, ia melihat seorang petugas yang berjaga di sana.

"Korban kecelakaan pagi ini" kata Riana.

Seolah mengerti, petugas itu membuka lemari pendingin ibu dan Ayah Riana.

Terlihat wajah keduanya sudah di bersihkan dari noda darah, tubuh keduanya di bekukan agar tak rusak, beberapa luka pecahan kaca yang mengenai wajahnya juga telah di jahit.

Riana dan pemuda itu dapat mengenali keduanya.

"Kak Hiks, Mama Kak" Rancau Riana di pelukan pemuda itu.

Sedangkan pemuda itu mencoba mencerna semuanya.

__________

Pihak kepolisian menutup kasus kecelakaan dan di tetapkan sebagai murni kasus kecelakaan tanpa ada campur tangan manusia.

Kedua jenazah telah di makamkan sesuai kepercayaannya.

Setelah kedua orangtuanya meninggal, Riana dan pemuda itu.

Namun nyatanya bukan hanya kedua orangtuanya yang pergi, Harta yang baru saja di kembangkan oleh orangtuanya juga sudah hilang menutupi hutang perusahaan.

Teman dan kekasih masing masing juga pergi meninggalkan Riana dan pemuda itu.

Artelarivan Dominic nama kakak Riana pemuda yang baik berubah menjadi dingin dan keras.

Rivan hanya memiliki Riana adiknya, sedangkan sahabat dan temannya sudah pergi bersama dengan hartanya.

Rivan yang saat itu berumur 18 tahun dan seorang Maba di Kampus ternama di Jakarta harus menjadi tulang punggung untuk adiknya Riana yang masih kelas 11.

Mereka tinggal di rumah peninggalan Orang tuanya, satu satunya warisan yang orang tuanya tinggalkan untuk dirinya dan Riana.

Tak ada masalah untuk sekarang, semua berjalan baik, Rivan mencoba menerima cobaan yang datang menghampiri nya, ia harus kuat untuk adiknya Riana.

Namun semua berubah setelah setahun kemudian.....

Uang SPP Rivan menunggak sedangkan Riana juga akan memasuki dunia kuliah hingga membutuhkan biaya yang besar.

Pembullyan setiap hari di terima oleh Rivan, hingga membuatnya semakin dingin dan tak percaya pada siapapun.

Bukannya Rivan tak bisa melawan, hanya saja si pembully adalah seorang anak Rektor kampus hingga ia tak bisa berbuat apa apa.

Sedangkan Riana di bully habis habisan oleh teman temannya karena fitur wajahnya yang cukup cantik membuat c4be cabe4n iri dengannya.

____________

"Kalau kamu tidak bisa melunasi Uang SPP semester ini dan semester lalu, tidak usah datang ke kampus" kata seorang Rektor di hadapan Rivan.

Saat ini ia sedang di sidang kerena tak sanggup membayar biaya kuliahnya.

Rivan hanya diam mendengarkan ocehan yang di lontarkan oleh rektor itu untuknya.

"Kamu tidak bisa mengikuti kelas sebelum membayar Uang SPP" lanjut si Rektor.

Rivan hanya menatap rektor itu dengan datar.

"Silahkan keluar" kata rektor menutup ocehannya.

Rivan tanpa berkata apapun berjalan keluar dari ruangan itu, bersiap untuk pergi bekerja, karena sekarang ia tak dapat mengikuti kelas lagi.

Di koridor kampus, banyak yang menatapnya sinis tak sedikit cemoohan terlontar dari mulut mereka dan mengatakan Rivan miskin.

Namun dengan tampang datarnya, Rivan hanya menganggapnya angin lalu.

Hingga seorang dari arah berlawanan berjalan dengan cepat kemudian akan menabrak bahu Rivan.

Melihat itu Rivan dengan segera menyampingkan tubuhnya, membuat orang yang berniat menabraknya malah terjatuh.

Suasana menjadi sunyi, tak ada yang menertawakan orang yang jatuh itu karena dia adalah si anak Rektor yang kurang akhlak.

Daffa nama anak Rektor itu, wajahnya memerah menahan malu, tatapannya menghunus ke arah Rivan.

"Kau berani?" Tanya Daffa kemudian berdiri.

Tangannya terangkat bersiap menghantam wajah tampan Rivan.

Rivan dengan segera menghalaunya menangkap tangan Daffa kemudian memelintir nya ke belakang, setelah itu ia menjatuhkan Daffa dengan posisi tiarap di atas lantai.

"Pecundang" Desis Rivan.

Tak lama 4 pemuda yang sebaya dengan Daffa berjalan mendekat untuk membantunya.

Mereka mencoba melepaskan Daffa dari Rivan dengan menendang Rivan yang ada di atas Daffa.

"Argggh" Daffa mengerang saat lengannya berhasil di patahkan oleh Rivan.

Ke empat sahabatnya dengan segera melawan Rivan bersamaan, Rivan mengelak sambil terus membalas pukulan oran orang itu.

Perkelahian terjadi dengan sangat sengit, tak ada yang memisahkan kelimanya, mereka menyaksikannya seperti sedang menonton sebuah pertandingan tinju.

Rivan yang mulai kehabisan tenaganya mulai terkalahkan, lebam di wajahnya semakin banyak.

Bukh

Tendangan dari seorang pemuda yang Rivan lawan tepat mengenai pelipisnya hingga menghilangkan kesadarannya.

Sebelum benar benar kehilangan kesadarannya Rivan bisa mendengar suara pemberitahuan yang masuk di kepalanya.

[Ding!!!...................]

Rivan mendengar itu sebelum gelap benar benar membawanya.

Ale-2

...#Happy Reading #...

6 Bulan sebelumnya...........

Rifan saat ini sedang berada di depan pintu kayu berwarna hitam dan terlihat kokoh, Rivan yakin ada ruang ruang bawah tanah di balik pintu itu.

Padahal saat rumah yang ia tempati sekarang di beli oleh orangtuanya, baik sang ayah maupun ibu tak ada yang membahas ruang bawah tanah itu.

Ceklek

Ceklek

Ceklek

Rivan mencoba menekan kenop pintu berkali-kali namun sia-sia, pintu terkunci.

Sejenak Rivan terdiam mengamati pintu itu, tak mungkin bisa di dobrak.

Mengamati pintu itu lebih teliti, merasa ada yang janggal di sana. Tapi apa....?

Tunggu.....

Pintu itu terkunci.....

Tapi.....

Tak ada lubang kunci? Juga tak ada gembok ? Apakah terkunci dari dalam? Pikir Rivan yang menemukan keanehan pada pintu itu.

Masih dengan rasa penasarannya, Rivan mulai meraba tekstur pada pintu itu.

Debu.....

Ada tumpukan debu yang menempel dan menutupi corak aneh di permukaan pintu itu.

Rivan mulai membersihkan debu yang di rasa menutupi corak yang hampir tak nampak di sana.

Setelah di rasa cukup bersih, Rivan kembali meneliti corak pada pintu itu, terdapat ukiran aneh di sana, jika melihat sekilas, ukiran itu berbentuk simbol sihir yang di lihatnya di anime-anime.

Namun di lihat lebih teliti lagi, itu berubah menjadi tumbuhan, hewan, angka, symbol, dan sayap, seolah ukiran itu mengabarkan sesuatu yang ada di alam semesta.

Di bawah ukiran itu ada sebuah tulisan yang tak dikenali oleh Rivan, namun anehnya ia merasa tertarik untuk menatap lama lukisan itu.

Raut wajah Rivan berubah aneh saat tulisan aneh yang di tatapannya lama mulai berubah menjadi kata-kata yang dapat di pahaminya.

'PENCIPTA'

Tanpa sadar Rivan mengumamkan kata itu dengan suara lirih.

Clek

Suara dari pintu yang seolah menyadarkannya, dengan ragu Rivan mengulurkan tangan kembali mencoba membuka pintu itu.

Ceklek

Pintu terbuka ............

Bersamaan dengan itupun cahaya terang menerpa wajah Rivan.

Seketika Rivan di buat takjub dengan apa yang di lihatnya, itu bukanlah sebuah ruang bawah tanah biasa.

Ruangan itu lebih mirip kulkas yang di penuhi oleh buah-buahan dan sayuran di dalamnya.

Kebun dengan berbagai tanaman yang telah berbuah.

Rivan melangkahkan kaki memasuki ruangan aneh itu, masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya ia mencoba melihat langit-langit ruangan memastikan apakah ada langit dan matahari di atas sana.

Kosong, tak ada yang aneh dengan langit-langit ruangan itu.

Pandangan Rivan teralihkan pada sebuah benda yang mengeluarkan cahaya yang sangat mirip dengan matahari.

Benda itu melayang di atas sana, berdampingan dengan pelataran Es di sampingnya.

Rivan takjub dengan itu, kedua sisi itu benar benar sangat kontras, sisi yang bercahaya terasa hangat, sedangkan sisi yang berbeda dingin di penuhi dengan es.

Rivan menyipitkan mata melihat apa yang terletak di pelataran es itu.

Daging..... Bukan...... Itu adalah banyak hewan yang tengah membeku!!!.

Semua hewan nampak beku namun terlihat jelas hewan hewan itu hidup. Di lihat dari pergerakan pupil matanya yang mengikuti gerak gerik Rivan.

Melangkah lebih dekat, Rivan semakin jauh menelusuri Ruangan yang belum terlihat ujungnya itu.

Setumpuk Emas dan berlian serta batu batuan indah terletak di hadapannya tambang!!

Namun dinding tambang itu bukanlah sebuah tanah melainkan emas, kerikil nya berupa berlian serta batu batuan indah seperti Zamrud dan Ruby.

Apa yang di tambang di dalam sana jika tempat tambangnya saja sudah seperti tambang?? Pikir Rivan.

Rivan sebenarnya sedari tadi sudah tergiur dengan semua yang di lihatnya, hanya saja ia tak berani menyentuhnya karena takut akan resiko yang di terimanya.

Kembali melangkah menjauh dari sana, hingga sampailah Rivan di tempat 'pembuangan' tumpukan kendaraan yang terlihat seperti barang buangan ada di hadapannya.

Pernah melihat museum masa depan yang ada di dubai ?

Apa yang di lihat Rivan di hadapannya sekarang adalah gunung kendaraan masadepan yang saling bertumpukan.

Menggiurkan!!! Rivan ingin salah satunya.

Sejenak Rivan tergiur dengan berbagai macam kendaraan di sana, namun lagi-lagi ia tak berani menyentuhnya.

"Hufft" Rivan membuang nafas sejenak mencoba memikirkan apa yang di alaminya.

Tanpa sadar ia telah sampai di penghujung ruangan itu.

Perpustakaan ?

Deretan buku-buku besar tersusun rapih di hadapannya, perpustakaan ini hampir setengah dari keseluruhan ruangan yang telah Rivan telusuri.

Pandangan Rivan tertuju pada sebuah buku yang ada di tengah-tengah ruangan itu.

Rivan merasa tertarik menyentuhnya.

"Tak apa Rivan hanya menyentuh saja" kata Rivan meyakinkan dirinya sendiri.

Perlahan Rivan mengulurkan tangannya pada buuku hitam yang terkesan menyeramkan sekaligus mengagumkan itu.

"Dasar Penciptaan" Gumam Rivan membaca sampul buku itu.

Niat yang tadinya hanya ingin menyentuh berubah seketika, Rivan membuka sampul buku itu dan yang terlihat selanjutnya adalah gambar Tinta dan sebuah pena.

"Skenario adalah awal dari segala penciptaan"

"Siapa yang menciptakan Skenario?" Rivan membaca kutipan pada lembaran pada baris terakhir.

Tak ada jawaban.........

"Siapa yang menciptakan Skenario??" Gumam Rivan mengulang pertanyaan dari buku itu, namun tak menemukan jawaban.

Tiba-tiba halaman buku terbuka dengan sendirinya hingga sampai pada halaman terakhir.

"Akhir dari penciptaan adalah kehancuran" Rivan membaca teks yang ada di halaman terakhir buku itu.

Setelah menutup buku, Rivan terus berfikir tentang apa yang di maksud buku itu.

Tuhan

Kehidupan

Kematian

Hanya itu yang dapat menjawab semua pertanyaannya.

Larut dalam pikirannya, Rivan tak menyadari sebuah lingkaran sihir bercahaya di bawah kakinya, sampai sebuah meja muncul dari bawah tanah.

Di atas meja ada sebuah buku berwarna emas, dan di sampingnya ada beberapa alat yang mirip dengan suntik.

Rivan tentu terkejut, tangannya meraih buku berwarna emas yang ada di atas meja itu.

SKENARIO TELAH DI TULIS, SIAPA PENULISNYA?, judul buku itu.

Isi buku itu berupa panduan untuk menyuntikkan cairan yang ada di atas meja tadi.

Biru

Emas

Hitam

Dan Putih

Warna itu sesuai dengan warna cairan yang ada di atas meja.

Rivan memperhatikannya, siapa juga orang bodoh yang mau memasukkan cairan aneh yang tidak di ketahui ke dalam tubuhnya ?? Tentu saja tak ada kan ??

Rivan menghiraukannya, ia lebih memilih untuk beranjak pergi dari ruangan itu, mencoba melupakan hal gila yang di alaminya.

Saat setelah tiba di pintu untuk keluar, pikirannya terus saja di bayangi oleh buku hitam, buku emas dan setiap yang dilaluinya dalam perjalanan kembali.

"Ck" setelah berdecak, Rivan dengan segera berlari menuju meja tadi.

Langsung saja Rivan mengambil suntik berwarna Biru dan menyuntikkannya di lengan kanannya.

Berlanjut dengan warna Emas

Kemudian Hitam, Putih

Dan yang terakhir suntik yang tak memiliki warna, hanya berupa cairan yang mirip dengan air biasa.

Arrrrrrggggghhh

Rivan mengeram saat cairan yang mirip air itu telah di suntikkan sepenuhnya.

Buku emas di atas meja terjatuh.

-Cairan Gagal, tak di sarankan untuk menggunakannya-

Ale-3

...# Happy Reading #...

Rivan terbangun, merasakan sakit di sekujur tubuhnya, pikirannya masih melayang buana ke kejadian 6 bulan yang lalu.

"System?" Gumam Rivan memikirkan kejadian sebelum dirinya pingsan.

[Ya Tuan?]

Rivan membelalakkan matanya menatap layar bertuliskan tulisan aneh di hadapannya, namun anehnya ia seolah mengerti dengan apa yang tertulis di sana.

Rivan mencoba kembali tenang, kejadian beberapa bulan lalu sudah cukup aneh untuk membuatnya percaya dengan apa yang di lihatnya.

"System kau siapa?"

[System]

"Siapa yang membuat mu?"

[System tak tahu]

"Dari mana kau berasal? bagaimana bisa kau ada di sini?"

System tak menjawab namun menampilkan kejadian 6 bulan yang lalu saat Rivan nekat menyuntikkan 5 cairan pada tubuhnya.

[Cairan Biru untuk menstabilkan kondisi tubuh]

[Cairan Emas untuk meningkatkan kualitas pemikiran]

[Cairan Hitam dan Putih kekuatan besar yang mampu berbaur dengan segala elemen]

[Embrio 'System' presentase keberhasilan 0,00000001% hampir tidak mungkin untuk bertahan selama proses penanaman]

Rivan terdiam, jadi 6 bulan yang lalu tanpa sadar ia hampir meregang nyawa ?

Ceklek

Pintu ruang yang berisi 3 brankar itu terbuka, terlihat Riana datang sambil menenteng kantong plastik hitam yang Rivan yakini berisi makanan.

"Udah sadar kak?" Riana meletakkan bawaannya di atas nakas.

"Hm" jawab Rivan.

Riana memperhatikan wajah kakaknya yang terdapat banyak lebam, ia merasa sedih melihat perubahan drastis yang terjadi pada kakaknya itu setelah di tinggal kedua orangtuanya.

Tanpa sadar raut wajah Riana berubah sayu.

Rivan yang melihatnya merasa sedikit bersalah.

"Ana" panggil Rivan.

Riana menoleh "iya kak?"

"Sini" Rivan memberi kode agar Riana berjalan mendekatinya.

Rivan langsung saja memberikan pelukan hangat untuk adiknya yang telah menghampirinya itu, satu satunya yang di milikinya di dunia ini untuk sekarang. Rasa sayangnya pada Riana begitu besar.

Sementara Riana yang di peluk merasa nyaman, sudah lama ia tak merasakan pelukan ini, Riana ingat terakhir kali ia di peluk oleh sang kakak sewaktu pemakaman orang tuanya.

Lama mereka berpelukan, Rivan mengurainya dengan memberi kecupan hangat di dahi adiknya itu walaupun wajahnya masih dengan raut datar.

"Panggil dokter kakak mau pulang" kata Rivan.

"Ta-" Riana akan protes, namun dengan tegas terlihat Rivan menggeleng ngotot.

Akhirnya Riana mengalah dan pergi meninggalkan Rivan sendiri di ruang dengan tiga brankar itu.

"Makanya jangan lupa di makan" kata Riana sebelum menghilang di balik pintu.

"System"

[Ya tuan?]

"Apa yang bisa kamu lakukan untukku? Apa fungsi mu sama seperti di cerita-cerita novel fantasi?"

[Tidak tuan, saya tidak bisa melakukan seperti yang anda bayangkan]

"Hah terus untuk apa kamu ada?"

[Tidak tahu]

"System"

[Ya tuan]

"Apa nama rumah sakit ini? Dan di bangsal berapa aku menginap?"

[Tuan sedang berada di Hospital City bangsal Melatih no 4]

"Oh mungkin fungsi mu mirip seperti cyber ya?"

[Tidak tahu tuan]

"Kalau begitu kita coba lagi, temukan Ana"

[Memproses...... Mencari data tentang Ana...... 10.000.000.000 data tentang Ana.....] Setelahnya muncul gambar wajah-wajah di hadapan Rivan baik itu lansia, wanita dewasa anak-anak bahkan gambar pria yang seolah memenuhi ruangan.

"Ah... Jadi benar fungsi mu hanya mengelola data"

Ceklek.....

Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang berjas putih bersih.

"Selamat sore, bagaimana yang anda rasakan?" Tanya si dokter.

"Baik" jawab Rivan dengan nada agak ketus.

"Emm anda sudah bisa pulang setelah melakukan pembayaran untuk biaya perawatan" kata dokter itu.

"Hmm" jawab Rivan

"Kalau begitu saya permisi" dokter pergi bersamaan dengan itu Riana baru saja tiba.

"Gimana kak?" Tanya Riana.

"Pulang" jawab Rivan.

Riana mengangguk mengerti kemudian membereskan barang-barang milik kakaknya di sana.

"Dompet mana?" Tanya Rivan.

"Tadi aku simpan di sweater kakak" kata Riana sebelum bergegas untuk mengambil dompet yang sudah ia letakkan di kantong sweater.

Setelah menerima dompetnya, Rivan mengambil kartu berwarna biru di sana dan menyerahkannya pada Riana.

"Bayar dulu" kata Rivan.

Riana mengangguk kemudian beranjak dari sana.

"Pasti habis" gumam Rivan memikirkan isi saldo di kartu ATM itu hanya beberapa angka nol.

Uang yang sengaja ia sisihkan untuk biaya makan sudah habis, pikiran Rivan malah melalang buana menuju ruang bawah tanah rumahnya.

Setelah hari itu, Rivan tak pernah lagi membuka ruangan itu, dan sepertinya ia akan mengambil beberapa bahan makanan di sana untuk makan malam.

__________

Sekarang jam menunjukkan pukul 18:23 kurang lebih 2 jam lalu Rivan sudah tiba di rumahnya bersama Riana.

"Mau makan apa kak?" Tanya Riana

Rivan menaikkan sebelah alisnya pikirannya bertanya-tanya apakah masih ada bahan di dapur? Seingatnya semalam telur sebiji dan mie instan sudah ia rebus.

"Apa aja" jawab Rivan.

Riana menuju dapur dan membuat makanan yang tak di ketahui oleh Rivan.

Sebenarnya dulunya Riana itu anak yang manja panci dan wajan saja tak tahu di bedakannya, tapi setelah kedua orangtuanya meninggal mau tak mau ia harus terjun ke dapur untuk membuatkan makanan pada sang kakak yang bekerja banting tulang untuknya.

"Udah kak" kata Riana dari dapur.

Dengan malas Rivan menuju dapur melihat masakan apa yang di buat adik kecilnya yang sebentar lagi akan lulus SMA.

Sampai di sana ia melihat Riana sudah duduk di meja makan menunggunya.

"Makan apa?" Tanya Rivan.

Riana menampilkan senyum manisnya kemudian beranjak mengambil makanan yang sudah ia siapkan.

"Silahkan di makan kak" kata Riana sembari meletakkan piring berisi nasi dengan gorengan bawang di atasnya.

Tak ada lauk lainnya selain bawang goreng itu.

Rivan tak masalah dengan itu, hanya saja nasi itu terlalu sedikit untuk dirinya yang memang sudah lapar.

"Udah makan?" Tanya Rivan pada Riana.

Adik  manisnya itu mengangguk semangat.

"Udah" jawabannya.

Mulut berkata sudah, namun perutnya berbunyi sangat keras untuk minta di isi.

Jika wajah Riana merah karena malu ketahuan bohong, wajah Rivan malah terlihat suram.

"Makan" kata Rivan sambil mendorong piring yang berisi sedikit nasi itu.

"Ngg-"

"Makan!" Perintah Rivan.

Rivan tipe orang yang tak suka di bantah.

"Tap-"

"Makan Artelariana Dominic"

Akhirnya Riana memakan makanan yang ia masak sendiri, dengan sesekali rambutnya yang halus di usap oleh sang kakak.

Selesai dengan makannya, Riana membersihkan dapur dengan Rivan yang senantiasa duduk di meja makan.

Riana kembali duduk di hadapan Rivan dengan raut wajah serius.

"Kak" katanya ragu.

"Hm"

"Kak, gimana kalau kita jual aja rum-" kata Riana belum selesai.

"Tidak" tolak Rivan mentah-mentah

"Kita beli rumah yang lebih kec-"

"Tidak akan" potong rivan kembali.

"Huffft terus gimana? Mau kayak gini aja kak? Mau makan ajah susah" kata Riana.

Rivan tak membalas ia beranjak dari sana melangkah menjauh.

"Ikut" panggilannya pada Riana yang bingung dengan tingkah kakaknya itu.

Tak mau ambil pusing, Riana akhirnya mengikuti sang kakak yang terlihat sedang menuju tempat yang tak pernah ia kunjungi di sisi rumah besar ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!