NovelToon NovelToon

Bukan Suami Impian

Pertama Bertemu.

🌸

🌸

"Jadi kamu yang bernama Reno?" tanya Viona, setelah dia mengehempaskan bokongnya di kursi yang ada di seberang pria yang cukup tampan dengan setelan santai, celana jeans biru tua dan kaos ketat warna putih, menegaskan bahwa bentuk tubuhnya yang seksi dan berotot.

Laki-laki itu sejenak terlihat terpesona, dan Viona sudah sering mendapatkan pria yang terpesona dengan kecantikannya.

Pria mana yang bisa menolak pesona seorang Viona Karisma yang mempunyai bentuk tubuh seksi, wajahnya cantik, kulit putih mulus tanpa cela dan juga karir yang cukup cemerlang, yaitu seorang desainer muda yang mempunyai sebuah butik bernama VIONA FASHION.

Sungguh sayang, karir yang cemerlang berbanding terbalik dengan kisah asmaranya yang berkali-kali gagal ke pelaminan. Lebih sering dia yang di khianati, dengan alasan yang terlalu di buat-buat.

Karena itu Mela, sang Mama mempunyai inisiatif untuk menjodohkan putri semata wayangnya dengan seorang pemuda yang baik dan juga cukup bertanggung jawab. Sebab itu Viona ada di sini sekarang, di sebuah rumah makan pada hampir petang ini, untuk menemui pria yang di sodorkan oleh sang Mama.

"Hey, aku bertanya dari tadi," kata Viona lagi, seraya melambaikan tangan kanannya di depan wajah pria tampan berhidung bangir itu, sorot matanya juga setajam elang, huh, membuat hati Viona berdetak tidak karuan.

"Hah, iya ... maaf, aku Reno. dan kamu pasti Viona kan, putri Tante Mela?" Pria bernama Reno itu balik bertanya, tersenyum manis kepada sang lawan bicara.

Cantik sekali dia, rasanya aku jatuh cinta pada pandangan pertama, semoga dia juga merasakan seperti yang aku rasa. monolog Reno dalam hati .

"Ok, jadi apa pekerjaan kamu?" tanya Viona dengan angkuh, menyandarkan punggung ke belakang, dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku bekerja di bengkel." Reno tersenyum, segala gerak-gerik Viona mampu membuatnya terpesona, begitu seksi dan menggoda.

"Montir?" dahi Viona berkerut.

"Boleh di bilang seperti itu." Reno tertawa kecil, yah, tidak masalah sedikit berbohong, dia juga ingin tahu seperti apa sifat asli Viona.

"Hemm, berapa gaji kamu?" Viona bertanya lagi, dia harus tahu detail pria ini, walaupun ketampanannya di atas rata-rata, tetapi dia juga harus memastikan, bibit, bebet, dan bobot calon suaminya. jangan sampai membeli kucing dalam karung.

"Sekitar tiga juta," jawab Reno.

"Satu hari?" Viona cukup lega, setidaknya tidak terlalu buruk dengan gaji sebesar itu, toh dia juga punya penghasilan sendiri di butik miliknya.

Reno tertawa keras, merasa lucu dengan pertanyaan yang begitu jujur dan detail, Reno semakin bersemangat untuk mengerjai Viona.

"Tidak, itu dalam satu bulan."

"Hah, satu bulan tiga juta? dapat apa uang segitu, apalagi untuk satu bulan." Viona melemas, hancur sudah angan-angan yang tadi sempat tersirat.

Pembicaraan mereka terjeda oleh kehadiran pelayan restoran, membawa buku menu dan di serahkan kepada Viona. Wanita cantik itu membuka dan mencari menu apa yang dia inginkan.

"Aku pesan nasi goreng seafood saja mbak, minumnya es jeruk ya." Viona menyerahkan lagi buku menu kepada pelayan wanita itu, dia bahkan tidak berniat menanyakan Reno ingin makan apa, sungguh dia tidak peduli

"Kalau Mas nya, mau pesan apa?" tanya pelayan wanita itu ramah.

"Samakan saja mbak, tapi minumnya teh hangat saja."

"Baik, permisi mbak, Mas, pesanannya sebentar lagi datang." Pelayan itu bergegas pergi begitu tugasnya selesai.

"Hari gini gaji cuma segitu? kamu yakin bisa membahagiakan aku?" tanya Viona lagi, sejenak muncul keraguan dalam hatinya, apakah dia bisa memenuhi semua kebutuhannya, apalagi dengan gaji cuma segitu.

"Gaji berapapun, itu tergantung bagaimana kita mengelolanya Dek, maaf nggak apa-apa 'kan aku panggil Dek, aku rasa usia kamu cukup beda jauh dengan aku," kata Reno seraya tersenyum. sungguh tipe pria yang ramah dan sopan, karena sedari tadi senyum manis tak pernah lepas dari bibirnya.

"Terserah mau panggil apa, juga." ketus Viona.

"Aku akan bekerja lebih keras lagi untuk bisa memenuhi kebutuhan kamu Dek," kata Reno lagi.

"Kamu yakin? tahu ' kan siapa aku?" mata Viona memicing, seperti meremehkan lawan bicaranya.

"Tahu, kamu Viona Karisma seorang desainer muda yang berbakat," jawab Reno tenang, dia berusaha bersikap tenang, padahal sebenarnya dia gugup luar biasa, entah mengapa pesona Viona begitu meluluh lantakkan pertahanan hati nya.

"Jadi, apa kamu yakin mau menerima perjodohan konyol ini?" Viona menaikkan kedua alisnya.

"Aku rasa aku menyukai kamu, dan akan menerima perjodohan ini, aku tidak mau mengecewakan Tante Mela." Reno mengulas senyum.

Viona membelalak mendengar ucapan jujur dari Reno, walaupun dia sudah bisa membaca sejak awal pertemuan tadi, bahwa Reno menyukainya. terlihat dari sorot matanya yang tidak pernah lepas dari Viona, pria itu terlihat begitu memujanya.

"Sekarang, ceritakan dulu tentang diri kamu." Viona menatap Reno.

"Cerita apa?"

"Apa saja, tentang diri kamu, misalnya kamu punya pacar atau tidak?" Viona melirik sinis.

"Tentu saja aku tidak punya pacar, Dek. karena itu aku disini sekarang, kalau aku punya pacar, tidak mungkin memenuhi undangan Tante Mela."

"Ya sudah, cerita apa saja deh."

"Baiklah, aku anak tunggal, sekarang usiaku hampir 30 tahun, lima tahun yang lalu mengalah kecelakaan lalu lintas dan meninggal di tempat, saat itu mereka baru saja pulang dari rumah saudara yang beda kota, dan sejak saat itu aku hanya hidup seorang diri." Reno mengusap sudut matanya yang berembun.

Setiap mengingat kedua orangtuanya, selalu berhasil membuatnya cukup sedih dan terguncang.

Viona tercekat, dia merasa bersalah karena sudah membuka luka lama Reno.

"Maaf, aku tidak tahu," kata Viona lirih, menatap penuh penyesalan kepada pria yang berusaha mengulas senyum itu.

"Nggak apa-apa Dek, aku sudah biasa. hanya saja, saat mengingat mereka pergi terlalu cepat, bahkan aku belum bisa membahagiakan mereka, itu yang selalu membuatku merasa bersalah," kata Reno.

"Semua sudah taqdir yang harus diterima dengan ikhlas, tugas kamu sekarang adalah, rajin mendoakan mereka, agar mendapat tempat di sisi ALLAH.

"Ah, iya. terima kasih Dek, sudah memberi aku semangat." Reno semakin kagum dan terpesona, di balik sikap angkuh dan judesnya, ternyata ada kelembutan dan kebaikan yang tertutupi.

"Sama-sama."

*Bersambung ...

hai, jumpa lagi dengan karya aku yang kelima, mohon dukungannya ya, klik tombol like, love dan komen.

semoga suka dengan ceritanya.

terima kasih ...😘😘

🌸

🌸*

Jangan terlalu berharap.

🌸

🌸

" Jangan terlalu berharap dulu, belum tentu kan aku mau menikah dengan kamu." Kata Viona ketus.

Reno tertawa kecil, sikap ketus dan dingin wanita cantik itu sungguh membuatnya tertarik.

"Ya ... " Tak banyak kata yang di ucapkan oleh Reno selebihnya hanya dia gunakan untuk terus mengagumi sosok cantik yang ada di depannya.

"Viona memalingkan wajah dengan kesal, dia tahu sedari tadi pria itu terua mengamati dirinya.

"Hemm, Vio ... aku harus panggil apa nih sama kamu?"

"Terserah saja," kata Viona ketus, dan di mata Reno sikapnya yang ketus dan jutek itu, justru menambah kadar kecantikannya.

"Boleh minta nomer ponsel kamu?" Tanya Reno hati-hati.

"Buat apa?" Viona menatap penuh selidik ke wajah tampan pria di depannya itu.

"Buat apa ya? Hemm, mungkin kalau kamu sudah memutuskan mau menerima aku atau tidak, bukankah butuh nomer ponsel aku?" Kata Reno seraya tersenyum.

Viona mengulurkan ponsel yang baru saja dia ambil dari dalam tas slempangnya, wajahnya terlihat seperti tidak ikhlas untuk memberi nomer ponselnya kepada Reno.

"Terima kasih." Reno langsung saja mengetikkan sederet angka ke layar ponsel Viona, setelah itu dia men- dial nomer yang baru doa tulis, dan akhirnya nomer ponsel Viona bisa masuk ke dalam ponselnya.

Reno mengembalikan lagi ponsel dengan warna gold itu kepada si empunya. Bersamaan dengan itu pelayan datang dan mengantar pesanan mereka.

"Selamat makan mbak, mas," kata mbak pelayan sebelum dia meninggalkan pasangan itu.

"Terima kasih, mbak." Reno yang menjawab, karena Viona bersikap tak acuh, wanita itu langsung saja menyantap nasi gorengnya dengan lahap.

"Selamat makan, Vio."

"Hemm."

Pria tampan itu mengulas senyum tipis, kemudian dia juga segera menyantap makanannya tanpa banyak bicara lagi.

Keduanya menikmati makanan masing-masing dengan keheningan yang menyelimutinya, Viona juga tidak mengeluarkan suara sedikitpun, dia terlihat begitu menikmati makanannya.

"Makanannya enak?" Tanya Reno penasaran.

"Lumayan, cukup cocok di lidah aku."

"Apa kamu bisa masak?" Reno bertanya lagi, dia menggeser piringnya yang sudah kosong ke pinggir, dan berganti menikmati jus jeruk pesanannya tadi.

"Bisa."

"Oh ya, bisa masak apa saja?" Tanya Reno dengan wajah berbinar.

"Masak air."

Reno tergelak, mendengar jawaban yang keluar dari bibir berwarna merah itu membuatnya tidak bisa menyembunyikan rasa gelinya.

Lagipula, wanita karir sekelas Viona, mana mungkin juga mau bersusah payah di dapur, di zaman seperti ini, sosok asisten rumah tangga tentu saja lebih di butuhkan.

"Kenapa tertawa?" Tanya Viona, dia juga sudah menghabiskan nasi gorengnya, saat ini dia tengah mengaduk jus jeruknya menggunakan sedotan yang berwarna putih.

"Nggak pa-pa." Reno tersenyum.

"Jangan pernah berharap aku mau masuk ke dapur, jika ingin menikah dengan aku."

"Tidak masalah, untuk sementara aku yang akan memasak untuk kita."

"Hey, bukankah sudah aku bilang, jangan terlalu berharap dulu, aku harus memikirkan dulu."

"Iya, aku mengerti. Tapi, jangan lama-lama, aku beri kamu waktu 24 jam dari sekarang."

"Apa-apaan kamu, 24 jam tidak cukup untuk memikirkan semuanya, ini menyangkut masa depanku lho, tidak bisa sembarang memutuskan." Mata bulat itu membelalak, membuat Reno bertambah gemas saja.

"Mau memikirkan apa lagi, yang penting kita berdua ada niat, selebihnya biarkan mengalir seperti air."

"Tidak bisa, aku butuh waktu, mungkin satu minggu, jika sudah ada jawaban, aku akan menghubungi kamu." Viona berdiri," karena pembicaraan ini sudah cukup, aku permisi pulang dulu."

"Tidak mau aku antar?" Tanya Reno, dia juga sudah ikut berdiri.

"Aku bawa mobil sendiri, makanan ini ... kamu yang bayar kan?"

"Tentu saja ..."

"Ok, aku pergi dulu." Viona berbalik dan mulai melangkah, hingga teriakan dari Reno membuatnya harus menoleh lagi.

"Dek ..." Teriak Reno entah mengapa dia ingin memanggil wanita cantik itu dengan panggilan 'dek' bukankah terdengar manis.

"Apa lagi?" Viona menghentikan langkahnya, dan sedikit menoleh.

"Hati-hati, tolong hubungi aku bila sudah sampai di rumah." Reno mengusap tengkuknya malu.

Viona memutar kedua bola matanya, dia merasa Reno adalah tipe pria yang posesif, belum jadi suami juga sudah ingin ini itu.

Tanpa menjawab, Viona bergegas melangkah meninggalkan tempat itu, dan Reno terus saja memandang Viona, hingga hilang dari pandangannya.

*

*

"Bagaimana tadi, lancar kan?" Sang Mama, Mela langsung saja meng- interogasi, begitu putri semata wayangnya muncul dari luar.

"Aduh, Ma. Biarkan aku duduk dulu kenapa? Baru saja datang, sudah di interview," kata Viona agak kesal. Memang yang begitu ngotot menjodohkan dia adalah sang Mama. Entah apa yang Mamanya lihat, dari sosok Reno ganteng sih, tapi kan miskin.

Viona Menghempaskan bokongnya, di sebelah Mela, yang sedang menonton acara infotainment di layar televisi.

"Tampan kan?" Mela memiringkan tubuhnya, hingga bisa berhadapan dengan sang putri.

"Lumayan, masih tampan Alex."

Mela melotot, cukup kesal ketika mendengar bama Alex di sebut, dia adalah mantan pacar putrinya, yang beberapa bulan yang lalu memutuskan jalinan asmara mereka, alasannya bosan dengan Viona yang terkesan pasif dan dan dingin.

Alex mengkhianati Viona, dan yang terakhir Viona dengar, pacar Alex yang sekarang sudah hamil, entah mereka menikah atau tidak.

"Jangan mencari pria hanya karena tampang saja."

"Bukannya Mama tadi tanya, ganteng apa enggak?" Viona melirik Mela sekilas, wanita itu menyandarkan punggungnya ke belakang.

"Iya ... Ya." Mela terkekeh, dia mencubit hidung mancung putrinya dengan gemas.

"Jadi, bagaimana? Cocok kan, Mama tahu seperti apa sosok Reno, dia pria yang bertanggung jawab, reputasinya juga tidak buruk."

"Mama kok tahu banget ya tentang pria itu?" Tanya Viona agak sinis.

"Iya dong, Mama sudah mencari tahu ke sumber yang bisa di percaya." Mela terkekeh lagi.wanita cantik yang berusia mendekati paruh baya itu masih terlihat cantik dan muda.

"Huh ... Kenapa nggak Mama saja yang pacarin dia?"

"Huss, papa mau di taruh di mana?" Mata Mela sontak melotot.

"Lagian, umur Vio juga masih 25 Ma, kenapa buru-buru nyari menantu sih?"

"Laki-laki semakin banyak usia, semakin bagus dan matang, kalau perempuan, umur sudah mendekati kadaluarsa, pasti sulit cari jodoh."

"Dih, masih muda Vio Ma, belum ada 30 tahun, santai saja Ma."

"Tidak bisa, kali ini kamu harus menurut sama Mama, kamu tidak akan menyesal bila menikah dengan Reno," kata Mela, kali ini wanita cantik berambut ikal sebahu itu terlihat serius.

"Vio butuh waktu buat berpikir, Ma."

"Iya, tapi jangan lama-lama, kamu sudah 25 tahun, teman kamu juga banyak yang sudah punya anak." Mela terus saja bicara, membuat Viona semakin kesal.

"Memang jodoh manusia itu bisa kita tentukan Ma, bagi Vio, menikah itu sekali seumur hidup, jadi perlu pemikiran yang matang," kata Viona.

"Mikir apa lagi sih? Apa karena Reno cuma seorang montir?" Tanya Mela sedikit kesal.

"Salah satunya, masak penghasilan aku lebih besar dari dia sih Ma."

"Itu masalah gampang, biar nanti Reno ikut kerja sama Papa." Rendra papa dari Viona punya usaha bengkel besar, karena Viona anak tunggal, otomatis usaha sang papa nanti pasti jatuh juga ke tangan dia.

Viona sendiri tentu saja lebih memilih usahanya sendiri, butik yang dia bangun dari nol, hingga saat ini yang beromset ratusan juta rupiah setiap bulannya.

"Vio pikir-pikir dulu Ma, ya udah. Vio masuk dulu," kata Viona seraya beranjak dari duduknya, dia bergegas menuju ke lantai atas, di mana kamarnya berada.

"Papa belum pulang, Ma?" tanya Viona, begitu dia sampai di tengah-tengah tangga.

"Belum, nggak tahu, mungkin masih memeriksa laporan keuangan bengkel, " kata Mela, setengah berteriak.

"Oh, begitu Ma?"

"Ya, kamu makan malam lagi nggak?" Mela bertanya balik.

"Nggak Ma, sudah kenyang, langsung tidur kayaknya.

"Ok."

Viona langsung saja menghempaskan tubuhnya ke ranjang besar miliknya, kedua matanya terpejam, hingga suara notifikasi ponselnya berbunyi, memaksanya untuk membuka mata lagi.

Jemari lentiknya menyusup ke dalam tas yang tadi dia bawa keluar, dan meraih ponselnya, dan pesan dari nomer yang belum terdaftar. Dahi wanita itu berkerut, dalam hati bertanya, nomer siapa gerangan.

"Sudah sampai rumah belum, Dek?" Bunyi pesan yang sudah dia buka.

Viona memutar kedua mata, saat melihat foto profil sang pengirim pesan, siapa lagi kalau bukan Reno.

"Sudah." Viona menjawab dengan singkat dan padat.

"Alhamdulilah, aku cemas karena kamu tidak kunjung kirim pesan." Begitu kata-kata yang di kirim oleh Reno.

"Aku lupa!" Lagi-lagi balasan Viona begitu singkat dan terkesan ketus.

"Ya sudah, selamat tidur ya, jangan lupa gosok gigi dan cuci kaki sebelum tidur,"

"What!"

Bersambung...

🌸

🌸

Tamu tak di undang

🌸

Viona tampak mengerjabkan kedua matanya yang masih enggan untuk terbuka, hari ini memang hari libur butiknya. Setiap hari Jum'at memang dia sengaja meliburkan dua karyawannya.

Wanita cantik itu melirik jam digital yang ada di nakas sebelah kiri ranjangnya, dan saat itu jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Kebetulan dia sedang ada halangan, jadi bisa berleha-leha bangun agak siang.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Vio ... bangun Sayang, sudah siang!" Terdengar teriakan sang mama dari luar begitu nyaring terdengar, Viona mendengkus, kenapa juga mama sudah teriak-teriak di pagi hari seperti ini.

"Iya Ma, masuk aja!" Viona balas berteriak.dia menggeliat dengan malas, kemudian bangun dan menyandarkan punggungnya ke belakang.

Ceklek ...

"Sudah bangun, cepat mandi. Ada Reno di bawah, kamu libur kan hari ini?" Kata Mama Mela seraya berjalan mendekati sang putri.

"Hah, mau apa dia kemari?" Viona tampak kaget, dia menatap Mama Mela heran, kemarin dia tidak bicara kalau mau ke sini, kenapa bisa tiba-tiba muncul di sini? Monolog Viona dalam hati.

"Tentu saja mau melamar kamu, memang mau apa lagi?" kata Mama Mela.

"Apa-apaan sih Ma, kok tiba-tiba saja dia muncul?" Tanya Viona dengan raut kesal.

"Sudah cepat bangun dan mandi, jangan banyak tanya." Mama Mela menyambar selimut warna biru favorit sang putri, dan segera melipatnya.

"Buru-buru amat sih, Vio sudah bilang sama dia lho, kalau Vio butuh waktu buat mikir."

"Sudah mandi sana, kasihan dia belum sarapan lho, lagi pula kamu juga libur 'kan?"

"Iya sih, tapi kan Vio ingin rebahan cantik di kasur empuk ini Ma," rengek Viona.

"Nanti bisa tidur lagi, ayo cepat. Apa mau Mama mandi'in?" Mata wanita yang suka sekali memakai daster ala-ala ibu rumah tangga sejatu itu melotot, dia sangat gemas melihat Viona yang masih bermalas-malasan.

"Iya ... Iya ..., Sabar kenapa sih? Lagian dia kok bandel banget sih, Vio sudah bilang tunggu satu minggu," gerutu Viona, tak urung dia turun juga dari ranjang kesayangannya itu.

Segera masuk ke dalam kamar mandi, sebelum sang ibu negara murka dan mengeluarkan mengutuknya jadi seorang model.

"Jangan lama-lama, Vio. Nggak usah ada acara berendam segala!" Teriak Mama Mela lagi, lalu wanita itu segera keluar dari kamar Viona yang mendominasi Warna putih itu.

*

*

"Tunggu sebentar ya nak Reno, Vio-nya masih mandi," kata Mama Mela dengan ramah, dia duduk menemani calon menantunya yang terlihat tampan walau hanya dengan celana jeans warna abu-abu dan kaos polo warna putih.

Memang pria yang di pilihnya sudah tampan sejak lahir mungkin, karena itu Mama Mela begitu antusias ingin menjodohkan Reno dengan putri semata wayangnya.

" Iya Tante, santai saja. Memang saya yang kepagian bertamu nya." Reno tersenyum sungkan.

"Ah, tidak. Vio memang libur setiap hari Jum'at, jadi selalu bangun siang, nanti sarapan sama-sama ya?" Mama Mela berkata lagi.

"Gitu ya Tan, Om kemana Tan, kok sepi?"

"Om lagi ada kerjaan sedikit di bengkel, mungkin nggak sampai siang, ada barang yang datang katanya."

Reno hanya tersenyum kecil, dia memang tipe pria yang irit bicara, karena itu pasti akan cocok dengan Viona yang cerewet.

Kedua orang itu terus saja ngobrol, sembari menunggu sang tuan putri yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Cukup lama mengobrol, akhirnya Viona muncul juga dari atas, memakai hotpans dan juga kaos warna putih yang kebesaran, bahkan hampir menelan hotpants yang dia pakai. Reno tampak menatap tak berkedip, dalam pandangannya apapun yang di pakai Viona selalu tampak mempesona, apalagi rambut panjangnya yang sekarang di kuncir kuda, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus.

"Nah, itu dia yang kita tunggu, langsung sarapan saja ya sama Viona." Titah Mama Mela.

"Hah, sarapan berdua? Mama nggak sarapan?" Tanya Viona, dia masih mematung di samping tangga.

"Mama tadi sudah sarapan sama Papa."

Viona cemberut, dia segera melangkah menuju ruang makan yang ada di sebelah kanan tangga, wanita itu bahkan tidak mau mengajak Reno.

"Vio, kenapa Reno-nya di tinggal sih?" Geram Mama Mela.

Reno hanya tersenyum, pria itu beranjak bangun, dan segera menyusul calon istrinya, kalau dia mau menerima dirinya. Viona tampak sudah mengambil sarapan dengan menu nasi goreng.

"Vio, layani nak Reno," Terdengar teriakan dari sang Mama, membuat Viona memutar bola mata dengan sebal.

"Dia sudah gedhe kali Ma, bisa ngambil sendiri." Viona balas teriak, tapi dia tak urung melakukan titah dari Mama Mela, mengulurkan tangan kepada Reno meminta piring yang masih tertelungkup di depan pria itu.

"Mana, sini aku ambilin," kata Viona ketus, wajahnya tak menyiratkan senyum sama sekali. Dia begitu kesal karena hari liburnya di kacaukan oleh pria bernama Reno yang hari ini terlihat begitu tampan. Eh,,,

Viona mengambilkan beberapa centong nasi goreng, begitu banyak hingga piringnya nyaris tak terlihat.

"Banyak banget Dek, apa aku bisa menghabiskan nya?" Pria tampan itu tertawa kecil, melihat porsi yang diambilkan Viona membuatnya merasa kenyang sebelum memakannya.

"Makanya, tadi ' kan harusnya kamu ambil sendiri, nggak usah manja." Omel Viona, dia mulai menyantap nasi goreng dengan telur ceplok favoritnya. Begitu juga Reno, dia juga sudah mulai menikmati sarapan pertamanya di rumah calon mertua.

"Masakan Mama enak ya?" Tanya Reno memecah keheningan di antara mereka, mata bulat Viona tampak memandang pria yang duduk di seberangnya itu.

"Iya dong, Mama paling jago buat masak, tapi jangan berharap aku bisa masak ya, karena itu mustahil." Ultimatum dari Viona.

Reno tergelak, dia begitu suka dengan sifat Vioan yang apa adanya, dan sedikit jutek, itu pertanda dia bisa menjaga dirinya sendiri.

"Aku sudah bilang, tidak akan menuntut apa-apa dari kamu Dek, masalah masak gampang lah, tapi alangkah lebih baik kalau mau belajar memasak sama Mama Mela." Reno mengulum senyum.

"Big no." Mata indah itu melotot tajam seakan ingin memangsa sang lawan. Sontak Reno menelan ludah sambil mengelus tengkuknya yang tiba-tiba meremang.

"I...iya terserah kamu saja Dek," kata Reno akhirnya, dia tak mau membahas sesuatu yang bisa membuat Viona kesal.

"Kalau mau ada yang masak, cari istri seorang asisten rumah tangga, kamu mengerti 'kan?"

"Iya ..."

"Lagi pula kenapa kamu kok ngotot banget ke sini, mau apa sebenarnya? Aku bukannya sudah bilang, aku butuh waktu satu minggu untuk memikirkan semua ini?" Viona menggeser piringnya yang sudah kosong, wanita itu meneguk air putih yang dia tuang sejak tadi.

"Aku ingin segera melamar kamu, Dek, bukannya niat yang baik, harus di segerakan?"

"Hey, kita baru kenal satu hari lho?"

"Lama atau sebentar kita saling mengenal, tidak akan menjamin sebuah hubungan bisa langgeng, biarpun baru satu hari kita saling mengenal, asalkan kita yakin dan sungguh-sungguh menjalaninya, pasti tidak akan sulit."

"Sesuatu yang buru-buru di kerjakan, itu juga tidak akan baik, kalau kita jodoh, pasti akan di satukan juga bagaimana pun caranya."

"Jadi, maunya Adek gimana?"

"Satu minggu lagi, aku akan kasih jawaban ke kamu, mau atau tidaknya," kata Viona lagi.

"Kemungkinan aku di tolak, ada dong berarti?" Tanya Reno dengan nada cemas, menyingkirkan piringnya yang juga sudah kosong, setelah perjuangan yang sungguh berat, nasi goreng satu piring penuh itu akhirnya habis juga.

"Mungkin, aku juga harus mencari informasi tentang dirimu, baru aku bisa memutuskan menerima atau menolak kamu." Viona menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa tidak tanya kepada yang bersangkutan saja?" Reno tersenyum, seraya meneguk minumannya.

"Ish, kamu bisa memanipulasi jawaban 'kan, kalau orang lain, pasti akan jujur."

"Bagaimana jika yang kamu tanya adalah orang yang tidak suka dengan aku, bukankah dia justru akan menjelekkan diriku."

"Sudahlah, kita lihat saja nanti." Kata Viona akhirnya.

"Baiklah, semoga satu minggu lagi ada kabar baik buat aku ya?"

"Berdoa saja yang rajin."

"Hah, iya." Bahu Reno melemas, sia-sia kedatangannya di pagi ini, Viona tetap pada pendiriannya.mau tidak mau, dia harus mengikuti keinginan wanita itu, dari pada dia justru menolaknya tanpa pikir-pikir.

"Selama satu minggu, jangan hubungi aku dan juga jangan memunculkan batang hidungmu di depanku,"

"Hahh ..."

Bersambung ...

*jangan lupa klik like, love dan komen.

terima kasih 😘😘

🌸

🌸*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!