NovelToon NovelToon

Transmigrasi menjadi Putri Abu

Vyolla

"Haish! Lo kenapa lemah banget sih Put? Kesel banget gue lama-lama sama lo!" teriak Vyolla, seorang gadis berparas cantik dengan rambut hitam pekat yang sengaja ia cepol asal. "Mau berhenti... penasaran. Tapi kalau dibaca terus, malah bikin emosi. Ck, bener-bener gedek banget gue sama lo Put, hobi kok ditindas, parah!"

Gadis berlesung pipi itu tak pernah berhenti memberikan komentar pedas kepada sang protagonis wanita yang novelnya tengah ia baca. Vyolla teramat gemas dengan karakter Putri yang selalu dengan sukarela menerima penindasan dari orang-orang disekitarnya.

"Nggak, nggak bisa. Gue nyerah baca novel yang protagonisnya lemah maksimal kaya gini. Gue butuh spoiler." Dan untuk saat ini, Vyolla akhirnya menyerah. Ia memilih tidur cepat, sebab tak sabar ingin mendapatkan spoiler dari orang yang telah meracuni novel tersebut, esok hari.

"Mbak Iraaaaaaa!" Vyolla berteriak ketika melihat Mbak Ira sedang berjalan menuju lift.

Tapi, bukan hanya Mbak Ira saja yang melihat kearah Vyolla, semua orang yang berada di lobby kantor pun kompak menengok ke arah sumber suara yang berbunyi nyaring itu.

"Ini kantor, bukan hutan," ucap seorang pria dengan suara bariton yang familiar ditelinga Vyolla.

Mendengar suara pria tersebut membuat mata Vyolla seketika membulat. Saliva yang ada di mulut pun ditelannya dengan kasar. Dia berbalik sambil cengengesan menahan rasa malu dan canggung yang mendera.

"Eh ada Pak Agiyassa, selamat pagi Pak. Heh-he," sapa Vyolla kikuk.

Ya, pria yang mengomentari teriakan Vyolla adalah Agiyassa. CEO tampan berkharisma, yang bisa membuat setiap orang yang melihatnya begitu terpana dan terpesona, terkecuali Vyolla. Sebab menurut Vyolla, sikap angkuh dan galak yang melekat di diri Agiyassa, mampu menutupi ketampanan serta kelebihannya dengan sempurna.

Karena postur tinggi mereka yang cukup jauh, maka Agiyassa yang mempunyai tinggi 181cm pun melihat Vyolla yang hanya 159cm dengan sedikit menunduk.

"Saya heran sama kamu. Badan kamu mungil gini tapi kok suaranya bisa ngalahin toa masjid ya?" Dengan perlahan Agiyassa sengaja mencondongkan badannya, karena ingin membisikkan sesuatu kepada Vyolla. "Jika kedepannya saya masih mendengar suara teriakan kamu di area kantor, siap-siap saja nilai magang kamu bakalan saya kasih D."

Bisikan suara dari Agiyassa yang menggelitik, membuat telinga Vyolla menjadi merah. Dan Agiyassa yang melihatnya, tanpa sadar langsung mengusap-usap lembut telinga dari gadis berwajah oval itu.

Manik mata dari keduanya kini beradu. Agiyassa melihat sepasang mata sayu berwarna hitam dari Vyolla, yang terasa begitu teduh dan memabukkan.

"Apaan sih Pak," ketus Vyolla sembari menepis tangan Agiyassa yang masih setia bertengger di indera pendengarannya.

"Saya?" Agiyassa menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, agar ia punya sedikit waktu untuk menenangkan kembali pikirannya.

"Iyalah Bapak, siapa lagi orang disini yang mengusap-usap telinga saya."

"Ternyata kamu orang yang mempunyai tingkat ke PD an yang tinggi, yah?"

Vyolla mengernyitkan dahi tanda tak mengerti, apa maksud dari ucapan Agiyassa.

"Bukan mengusap, tapi menjewer."

Agiyassa berlalu pergi meninggalkan Vyolla yang tercengang tak percaya. Ia sungguh tak habis pikir, bisa-bisanya Agiyassa bilang jika itu adalah sebuah jeweran. Padahal jelas-jelas Vyolla merasakan bahwa Agiyassa benar-benar mengusap telinganya dengan lembut dan juga halus.

"Heh, sejak kapan kamu deket sama Agiyassa?" tanya Mbak Ira, asisten pribadi Agiyassa sekaligus pembimbing magang Vyolla.

Vyolla yang langsung tersadar dari bengong nya, hanya menjawab pertanyaan Mbak Ira dengan singkat, "ngaco."

...****************...

"Sini lo." Marsha menarik kasar tangan Vyolla yang hendak pergi ke kamar mandi. Ia lantas membawa Vyolla masuk ke dalam ruangan arsip.

Bughh

Badan Vyolla didorong Marsha keras ke lemari kabinet besi. Tak terima mendapat serangan yang tiba-tiba, Vyolla langsung membalasnya dengan melakukan hal serupa.

Marsha yang merasakan sakit di bagian punggungnya, menjadi semakin marah. Ia lantas melampiaskan kemarahannya itu dengan menampar pipi kiri Vyolla. "An*jing lo! Lo berani sama gue hah? Lo itu cuma anak magang, nggak usah sok sok an deh!" seru Marsha menunjuk-nunjuk muka Vyolla.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Vyolla menangkap jari telunjuk Marsha, dan memelintirnya dengan kuat hingga Marsha mengaduh kesakitan. "Terus, emang kalau gue anak magang, gue harus takut gitu sama lo yang cuma pegawai KON-TRAK." Vyolla sengaja menekankan kata kontrak nya.

Marsha berusaha melepaskan jari telunjuk yang masih di pelintir Vyolla.

"Kenapa, sakit?" tanya Vyolla dengan nada psychopath.

"Eush, lepasin be*go!"

Vyolla menampar pipi kanan Marsha, "ingat yah, gue orangnya dendaman. Kalau lo ngelakuin A sama gue, gue akan ngebalas lo dengan ngelakuin A juga."

"BACCOT!" Marsha sekuat tenaga menjambak rambut Vyolla yang terurai dengan bebasnya.

"Aw!" Vyolla yang mempunyai teknik dasar penyerangan balik di pelatihan karate, langsung mengambil gerakan berbalik setengah badan sambil mengangkat kaki kirinya hingga menyentuh badan Marsha.

Marsha pun jatuh. Vyolla dengan sigap duduk di atas badan Marsha dan tak lupa memegang erat kedua tangan Marsha. "Lo kenapa sih!" bentak Vyolla.

"Heuh, lo nanya gue kenapa?!"

"Iyah! Lo kenapa!"

"Lo yang kenapa! Ngapain lo tadi pagi tebar pesona sama Si Agiyassa, hah! Nggak usah sok kecantikan deh."

Vyolla mengernyitkan dahi. Ia tak menyangka bahwa dirinya bisa mengalami hal seperti ini hanya gara-gara kejadian tadi pagi. "Nih ya Sha. Yang pertama, gue nggak pernah tebar pesona sama dia. Yang kedua, ngapain juga gue tebar pesona sama pacar gue sendiri, aneh. Yang terakhir dan yang paling penting, gue bukannya sok cantik, tapi gue emang beneran cantik."

Vyolla berdiri. Ia melihat Marsha yang begitu pucat setelah mendengar pernyataannya barusan. "Kalau lo naksir sama dia, mending mundur deh, dia udah jadi milik gue," ujar Vyolla sebelum benar-benar keluar dari ruangan tersebut

Marsha masih diam terpaku. Kaget dengan apa yang baru saja Vyolla utarakan.

"Huh....huh," deru napas Vyolla tersengal. Dia lantas membasuh wajahnya menggunakan air kran yang ada di wastafel kamar mandi.

Dengan wajah yang masih basah, ia melihat pantulan dirinya di cermin, "lo ngapain bilang kalau Pak Agiyassa itu milik lo sih Vyo! Be*go banget! Gimana kalau dia tahu gue cuma asal ngomong aja. Duhhh mampus pasti!"

Tak berapa lama dari dumelan yang Vyolla utarakan, pintu toilet yang ada di belakangnya perlahan terbuka. Betapa kagetnya ia, ketika melihat Agiyassa lah yang keluar dari pintu toilet tersebut.

Agiyassa berjalan menghampiri Vyolla dengan santai, dan lalu membasuh tangannya di kran yang sedang dipakai 'wanitanya'. "Lain kali, sebelum bicara itu cari tahu dulu, ruangannya kosong atau enggak. Oke pacar?"

Agiyassa mencubit kedua pipi Vyolla dengan tangannya yang masih basah. "Dan satu lagi. Jangan sampai salah masuk toilet lagi yah pacar, nanti pacarmu ini marah loh karena mikirin yang aneh-aneh," sambung Agiyassa seraya tersenyum tengil.

Agiyassa pergi, Vyolla masih membatu.

"Argh! Sial!" teriak Vyolla setelah melihat papan toilet yang menunjukkan bahwa toilet yang dia masuki adalah toilet pria.

Kecelakaan

Setelah insiden memalukan di toilet minggu kemarin, Vyolla benar-benar enggan berpapasan dengan Agiyassa. Lahir batinnya belum siap jika Agiyassa kembali mempermainkan dirinya dengan panggilan pacar. Namun, kenyataan tak selamanya sesuai dengan yang kita harapkan. Pada akhirnya mau tidak mau Vyolla tetap harus berhadapan dengan Agiyassa.

Tok..tok..tok

Gadis itu mengetuk pintu ruangan Agiyassa.

"Masuk."

Tangannya seketika gemetar, tatkala mendengar suara Agiyassa yang memintanya untuk masuk. Ia berusaha menahan getaran pada nampannya agar tidak terjatuh. Vyolla mengatur napasnya untuk mengurangi rasa gugupnya. Dengan perlahan Vyolla membuka pintu ruangan tersebut. Dan dia merasa sedikit lega ketika mendapati Agiyassa tengah sibuk bekerja hingga tak menyadari kedatangannya.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Vyolla bergegas pergi tanpa suara begitu selesai meletakkan kopi di atas meja kerja pria itu.

"Ira ke mana?" tanya Agiyassa tepat saat Vyolla sudah berdiri di ambang pintu ruangan yang sedikit lagi akan berhasil keluar dari sana.

Vyolla mendesah pasrah. Ia membalikkan badannya agar menghadap ke arah Agiyassa. "Mbak Ira izin pulang duluan Pak."

Agiyassa menutup dokumennya dan fokus melihat wajah Vyolla.

'Sial, padahal dia nggak ngeliat ke arah gue, tapi kok bisa tau kalau gue itu bukan Mbak Ira,' ujar Vyolla dalam hati.

"Harum parfum kalian beda, jadi saya bisa tahu kalau kamu itu bukan Ira."

Vyolla melongo. Matanya yang sayu kini ia paksa bulatkan. 'Kok dia bisa tahu yang gue ucapin dalam hati? Wah curiga dia turunan iblis nih. Sifat dan kelakuannya kan iblis banget,'

"Saya turunan cenayang, jadi saya saranin kamu jangan merutuki saya dalam hati. Percuma, pasti saya bakalan tahu."

Vyolla menelan ludahnya dengan kasar. 'Masa sih?'

"Benar dong pacar, ngapain juga saya bohong."

Mata Vyolla mendelik tajam. Dia kesal mendengar kata pacar yang dilontarkan Agiyassa. "Pak please, stop manggil saya pacar!" ketus Vyolla sambil berlalu pergi dari ruangan Agiyassa.

"Nggak perlu bisa baca pikiran untuk mengetahui isi hati kamu, Vyo. Ekspresi wajah kamu memberitahu semuanya," ucap Agiyassa ketika Vyolla sudah keluar dari ruangannya.

Agiyassa hanya tersenyum tipis tatkala mendapatkan perlakuan yang cukup asing dari seorang wanita. Karena selama ini, para wanita akan memberikan sikap termanis mereka hanya untuk mendapatkan perhatiannya. Vyolla justru selalu ketus bahkan marah ketika dirinya memanggil pacar, satu hal yang sangat diidam-idamkan banyak wanita

Setelah kembali ke meja kerja Ira, Vyolla berusaha kembali fokus untuk mengerjakan tugasnya agar cepat selesai.

"Send. Done."

Jarum jam menunjukkan pukul 9:30 malam. Vyolla memutuskan untuk menyimpan motornya di kantor dan pulang menggunakan ojek online agar bisa lebih safe di jalan.

"Pamit dulu nggak yah?" tanya Vyolla ke diri sendiri. "Ah langsung balik aja deh. Gue masih kesel sama dia."

Vyolla pergi, dan tak berapa lama Agiyassa keluar dari ruangannya.

"Loh, dia udah pulang?" Agiyassa setengah berlari untuk mengejar Vyolla. Dia khawatir jika Vyolla pulang sendirian.

Sesampainya di parkiran, ia melihat motor Vyolla masih terparkir rapih di sana. Agiyassa lalu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Vyolla, tapi nihil. Akhirnya Agiyassa memutuskan untuk bertanya kepada security.

"Oh Ibu Vyolla barusan pulang naik ojek online Pak. Baru pergi banget Pak, sekitar 3 menitan lah."

Jawaban security tersebut membuat Agiyassa panik. Ia segera kembali ke parkiran dan langsung melajukan mobilnya dengan kencang agar bisa menyusul Vyolla.

Berbeda dengan Agiyassa yang panik, Vyolla malah santai membaca novel yang membuat dia penasaran sekaligus darah tinggi. Ya, Vyolla memutuskan kembali membacanya karena Ira telah memberikan spoiler bahwa novel tersebut mempunyai akhir yang happy ending.

"Busset, udah 6 bab gue baca dan lo masih jadi upik abu, Put?" monolog Vyolla dengan suara pelan. "Andai gue punya keahlian untuk masuk dalam novel, gue pasti bakal bantuin lo Put. Biar lo bisa jadi protagonis wanita yang kuat, nggak menye-menye, dan yang paling utama, nggak gampang ditindas."

Vyolla yang terlalu fokus membaca novel, tak sadar jika sesuatu telah terjadi menimpa dirinya

BRUGGGG

Dentuman keras yang dihasilkan dari tubrukan mobil dan motor yang Vyolla naikin membuat orang-orang yang di sekitar kejadian tersebut kaget. Vyolla terpental cukup jauh dari titik tabrakan. Dan dia langsung tak sadarkan diri.

"Kamu bos galaknya Vyo?" tanya bunda ketika melihat ada Agiyassa yang tengah duduk di depan ruang IGD.

"Sstt Bun," ayah memberi isyarat agar bunda diam.

Agiyassa tersenyum. Ia mencium tangan ayah dan bunda Vyolla.

"Pemeriksaannya belum selesai?" tanya ayah kepada Agiyassa.

"Belum Om," jawab Agiyassa pelan.

"Kamu kenapa bisa tahu kalau Vyo kecelakaan?"

"Saya tidak sengaja melihat Vyolla tertabrak Tan, jadi saya langsung bawa dia kesini."

"Kenapa lo gak anterin dia balik, hah? Lo yang nyuruh dia lembur kan?" kali ini Varel, adik Vyolla yang angkat bicara.

"Saya nggak tahu jika Vyolla yang lembur, karena yang saya suruh untuk lembur itu Ira, bukan Vyolla. Dan tadi pun saya berencana untuk mengantarkan Vyolla pulang, tapi dia nggak pamit. Jadi saya nggak tahu kalau dia sudah pulang duluan," jawab Agiyassa padat dan jelas.

"Oh seperti itu. Terimakasih yah, kamu sudah membawa Vyolla ke sini," ayah menepuk pelan bahu Agiyassa.

Setelah menunggu satu setengah jam, akhirnya pintu ruangan IGD terbuka. Dokter keluar dengan masker yang masih digunakannya, sehingga semua orang tak bisa melihat ekspresi yang ditunjukkan dokter kepada mereka. "Tidak ada luka dalam serius yang dialami oleh pasien. Tapi karena benturan cukup keras yang membuat cidera kepala dan trauma yang dirasakannya, jadi dia tidak bisa segera bangun untuk sementara waktu."

...****************...

"Hey, heyy," ucap seorang wanita berusaha membangunkan Vyolla untuk bangun.

Mata Vyolla sedikit demi sedikit terbuka. "Hah, perasaan gue tadi lagi naik motor deh, tapi kok sekarang tiba-tiba ada di Afrika ya?" tanya Vyolla bingung ketika melihat di sekitarannya hanya sebuah hamparan rumput yang luas.

Wanita yang membangunkan Vyolla itu tertawa. Ia tak habis pikir, kenapa negara Afrika yang terlontar dari mulut Vyolla.

"Lo siapa?" tanya Vyolla kepada wanita yang telah iseng membangunkannya.

"Mmm, sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu, Vyolla."

"Minta maaf? Buat apa?" Vyolla semakin bingung. "Lo siapa sih? Perasaan gue nggak kenal sama lo deh, tapi kok lo bisa tau nama gue?"

"Mm..Mmm, maaf. Maaf, karena aku yang nggak sengaja nabrak kamu kemarin malam."

Vyolla mengerenyitkan dahi. Bola matanya mengarah ke kanan atas tanda sedang mengingat-ingat apa yang telah terjadi pada dirinya. "Oiyah, gue ingat sekarang!"

"Maafin aku yah," wanita itu tertunduk takut karena aura marah yang sangat terasa dikeluarkan oleh Vyolla.

"Maaf, maaf, lo gila apa, nyetir sampai bikin orang lain celaka! Kalau lo nggak bisa nyetir, ya nggak usah nyetir dong!" Vyolla emosi. Ingin rasanya ia memakan wanita yang ada didepannya itu sekarang. "Dan..dan..dannn, apa gue udah mati? Apa ini yang namanya alam barzah?"

Vyolla melihat sekeliling sambil ketakutan. Ternyata pikirannya tentang dia yang ada di Afrika itu salah. "Yaa Allah, saya belum sempat taubat nasuha! Saya juga belum sempat baca syahadat di saat terakhir saya hidup! Hiks..hiks, gak mau masuk neraka......." Vyolla menangis lirih.

"Hey heyy, tenang."

"Tunang, tenang, tunang, tenang! Ini semua gara-gara lo ya! Kalau gue masuk neraka, lo juga harus ikut. Lo harus mengambil alih siksaan buat gue entar!"

"Kita belum mati."

Vyolla diam. Ia menatap mata wanita itu dengan intens.

"Iyah, kita cuma koma doang, belum mati."

"Hah, koma lo bilang cuma? What the fak! Koma itu pertarungan hidup dan mati coy!"

"Hiks, maaf. Maaf, aku beneran nggak sengaja."

Tangis memilukan dari wanitu itu, membuat Vyolla sedikit meredakan emosinya. "Yaudah lah, gimana lagi, ini mungkin udah jadi takdir gue."

Wanita itu melihat mata Vyolla dengan nanar. Sorot matanya seakan-akan berkata bahwa ia sangat menyesal atas kejadian yang menimpa Vyolla.

Vyolla yang tak sanggup ditatap seperti itu akhirnya memilih untuk tiduran melihat ke arah langit yang begitu cerah. "Terus, lo kenapa bisa sampai nabrak orang? Mabok lo?"

Wanita tersebut duduk di sebelah Vyolla. "Aku stres."

Vyolla secepat kilat bergeser untuk menjauh dari wanita itu.

"Hey, bukan stres gila! Aku cuma stres karena komentar jelek yang terus aku terima terhadap novel yang baru aku rilis."

"Ohh, lo penulis novel?"

"Ya. Aku Cherry, penulis novel 'Putri?'."

Vyolla segera duduk. Ia menghadapkan badannya agar bisa bertatapan dengan Cherry. "Jadi lo, penulis novel yang bikin gue darah tinggi?!"

"Darah tinggi?" Cherry kaget saat Vyolla kembali menjadi mode galak.

"Iyah, darting! Lo kok bisa-bisanya nyiptain karakter protagonis wanita yang benar-benar lemah dan nggak bisa ngapa-ngapain kayak gitu!"

"Ya kan biar ada pria bak pangeran yang nolongin dia."

"Ya tapi nggak perlu selemah Si Putri itu juga kali! Gillaaaa! Udah tahu dia itu bener, tapi tetep aja ngalah dan mau disiksa terus-terusan. Nerima nerima aja lagi pas ditindas semua orang disekitarnya. Heran!" seru Vyolla meluapkan kekesalannya terhadap karakter Putri. Dia seketika lupa tentang masalah koma yang sedang dihadapinya.

"Aku cuma terinspirasi dari cerita si upik abu."

Vyolla diam.

"Aku cuma pengen kalau Bagas bener-bener menjadi hero-nya Putri. Jadi aku bikin karakter Putri selemah mungkin," Cherry menghembuskan napas panjang. "Tapi aku nggak nyangka, ternyata banyak banget para pembaca yang nggak suka sama karakter dia."

Vyolla masih diam.

"Dan aku nggak ngerti, kenapa novel aku bisa best seller? Padahal kan komentar negatif nya banyak banget!"

"Hm. Mungkin karena mereka penasaran?"

Kali ini giliran Cherry yang diam. Ia menatap Vyolla dengan tatapan rasa ingin tahu yang menggebu.

"Iyah, penasaran. Penasaran pengen tahu kapan sih Si Putri bisa berubah. Tapi ternyata udah lebih dari setengah buku dibaca, tetep aja lemah. Kecewa." Vyolla tersenyum kecut karena dirinya termasuk kedalam salah satu orang yang kecewa dengan novel Cherry.

Tak ada tanggapan dari Cherry. Dia masih setia mendengarkan pemikiran Vyolla. "Mungkin kalau lo setting dunianya di jaman dulu, masih bisa diterima lah yah karakter Si Putri itu. Tapi masalahnya lo setting dunianya di dunia modern, dan lo targetin pasarnya buat usia 15-24 tahun yang rata-rata umur segitu tuh sukanya sama karakter cewek yang nggak klemar-klemer kayak Si Putri." sambung Vyolla.

Vyolla melihat ke arah Cherry yang bagaikan patung, diam tak bergerak. Ia berpikir bahwa Cherry sudah tersinggung dan sedih dengan ucapan yang ia lontarkan. "Tapi cerita yang lo bikin bagus kok. Alurnya menarik. Cob-ba aja kalau karakter Si Putri ada perubahan misalnya di tengah sampai akhir novel kek, pasti bakal epic banget novel lo."

Cherry tersenyum penuh arti setelah mendengar kritik dan saran dari Vyolla.

Welcome

"Hey, heyyy."

Vyolla merasa Dejavu dengan kalimat dan suara yang baru saja ia dengar. Ia membuka matanya perlahan. "Yaa Allah, dimana lagi iniii!" teriak Vyolla, ketika ia melihat sekelilingnya sudah bukan lagi hamparan rumput yang luas.

"Hai," sapa Cherry dengan senyuman yang penuh misteri.

"Kok ada lo lagi sih?"

"Hehe. Welcome to my novel world, Vyollaaa."

Vyolla bingung. Ia kembali mengedarkan pandangannya. Kamar berwarna putih tulang itu dihiasi dengan pernak-pernik karakter tsum-tsum di setiap sudut. Bahkan di kasurnya pun penuh dengan boneka tsum-tsum yang beraneka ragam. "Ohhhh, I see I see. Lo mau ngasih tour gratis buat gue ngelilingin dunia novel lo?"

Cherry menggeleng pelan disertai senyum misteriusnya yang masih terpampang.

"Ohhhh, lo mau kasih kesempatan gue buat marahin langsung Si Putri?"

Cherry kembali menggeleng.

"Oh atau lo mau gue ngeliat seganteng apa Si Bagaskara GM hotel itu?"

Lagi-lagi Cherry menggelengkan kepalanya.

"Terus maksud lo bawa gue kesini itu apa?!"

Cherry menghampiri Vyolla dan memegang kedua bahu Vyolla. "Aku mau minta tolong sama kamu buat merubah karakter Putri menjadi wanita yang kuat dan berani."

"Maksudnya?" Vyolla tak mengerti maksud dari ucapan Cherry.

Cherry membawa Vyolla ke depan cermin.

"Loh heh, kok penampilan gue jadi kayak gini?!" Vyolla kaget ketika melihat dirinya dengan penampilan culun plus kacamata tebal bak Betty La Fea.

"Yang kamu lihat di cermin itu adalah Putri."

Vyolla tambah bingung. Jelas-jelas sosok yang ada di depan cermin itu adalah dia. Dan buktinya adalah tubuh tersebut senantiasa mengikuti semua gerakan yang disuruh oleh otaknya.

"Aku masukin jiwa kamu kedalam tubuh Putri."

"What?!!!!!!" Vyolla mendudukkan badannya, eh badan Putri ke atas kasur. Vyolla membuka kacamatanya dan dia kembali melihat kearah cermin sambil memegang wajah Putri yang jelas-jelas adalah wajahnya. "Lo kok main masuk masukin jiwa gue ke tubuh orang lain sih Cher! Lo udah melanggar hak asasi gue tahu nggak!" protes Vyolla dengan menatap tajam ke arah Cherry.

"Iyah iyah, aku minta maaf Vyo. Tapi aku nggak ada pilihan lain."

"Maksud?"

"Bantu aku untuk merubah Putri menjadi wanita yang lebih berkarakter yah?"

Vyolla diam. Tatapan matanya seolah berbicara menunggu Cherry menjelaskan maksudnya dengan lebih detail.

"Jadi gini. Sebelum aku pergi, aku pengen melihat sosok Putri yang aku ciptakan itu bisa menjadi Putri yang disukai pembaca novelku. Tapi aku nggak bisa merubahnya. Mungkin karena aku adalah anak introvert, jadi aku nggak bisa ngebayangin wanita pemberani itu seperti apa."

"So?"

"Bantuin aku ngewujudin itu yah?" Cherry menggenggam kedua tangan Vyolla.

"No!" Vyolla menarik tangannya hingga genggaman tangan Cherry pun terlepas. 'Ternyata benar apa kata orang tua dulu, jangan suka ngomong sembarangan. Karena semua yang kita ucapkan adalah doa,' seru Vyolla dalam hati. Ia kembali mengingat ucapannya yang dengan menggebu-gebu mengatakan bahwa dirinya ingin sekali menggantikan Putri di novel Cherry.

Cherry kembali menggenggam tangan Vyolla. "Please, biar aku nggak penasaran Vyo."

"Ya nanti aja pas kita udah sama-sama sadar, gue bantuin lo nulis ulang, oke?" Walaupun ia mengatakan ingin menggantikan Putri, tapi itu hanyalah kesal sesaat. Vyolla takut jika ia tidak bisa kembali lagi ke dunia nyata. Dia lebih mencintai kehidupannya dibandingkan hidup Putri yang meskipun happy ending tapi sad beginning.

Cherry diam. Ia melepaskan genggaman tangannya dari lengan Putri. "Keadaanku sekarang lebih parah dari kamu Vyo. Dan aku nggak tau apa aku bisa sadar kembali atau......." Cherry tak melanjutkan kata-katanya.

"Ck, oke oke, gue bantuin lo."

Cherry tersenyum cerah seketika. Ia memeluk erat Putri dan berterimakasih kepada Vyolla karena telah bersedia membantunya.

"Tapi gue nggak janji bakal bisa bantuin lo sampai akhir yah. Soalnya kan pasti bakalan lama banget kalau gue harus ngerubah dia sampai akhir."

"Mmm, kamu tenang aja. Satu bulan di dunia novelku cuma satu hari di dunia nyata kita kok. Jadi pasti kamu bisa bantuin aku sampai novelnya tamat."

"Ohhh gitu."

"Iyah gitu."

"Oke, daripada gue bengong gak jelas sampai nungguin gue sadar dari koma ya kan, yaudah deh mending gue nyari kesibukan lain."

Cherry mengangguk bersemangat.

"Oiyah! Tapi selama gue ada di dunia novel lo, lo harus selalu stand by ngawasin gue! Dan lo juga harus selalu bantuin gue ketika gue butuh bantuan lo. Deal?"

"Deal."

Cherry dan Putri berjabatan tangan tanda setuju dengan kesepakatan.

"Ini gue beneran boleh ngerubah Si Putri habis-habisan kan?" tanya Cherry setelah kesepakatan dengan Cherry terjalin.

"Boleh, tapi nanti berubahnya pas kamu masuk di Bab 2 yah. Jadi aku pengen Bab 1 nya masih ikutin alur cerita dari novel versi asliku."

"Tapi kalau gue ngerubah karakter si Putri, alur ceritanya juga pasti bakalan berubah total dong?"

"Gapapa. Tujuan utamaku kan hanya untuk melihat Putri berubah. Jika masalah alurnya menjadi berbeda total, itu udah nggak penting buat aku."

"Mmm, oke." Vyolla mulai melihat-lihat kamar dan juga rumah Putri. Ia harus menyesuaikan diri terlebih dahulu sebelum dia benar-benar masuk ke dalam Bab 1. "Sekarang lo bawa gue ke tempat-tempat yang selalu didatengin sama Si Putri."

Cherry kembali hanya mengangguk. Ia melakukan teleportasi dan mulai menjalankan tour singkatnya.

"Bener-bener upik abu versi jaman modern banget nih Si Putri," ucap Vyolla ketika mereka sudah kembali lagi di kamar Putri.

"Kenapa?"

"Ya itu tempat yang didatengin nya cuma rumah sama kantor doang, bosenin banget!"

"Hihihi, iyah kan nanti kamu bisa explore sendiri Vyo."

"Hm, oke. Nah sekarang, coba liatin muka-muka orang yang bakal selalu interaksi sama Si Putri."

Cherry mengeluarkan beberapa foto dari tokoh novelnya.

"Wait wait, kok muka-mukanya gue hapal semua?"

"Ya karena wajah mereka sesuai dengan imajinasi kamu ketika membaca novelku, Vyo."

"Nggak mungkin, nggak mungkin."

"Kenapa?"

"Yakali gue pikir kalau Si Bagas, hero-nya Si Putri itu wajah Pak Agiyassa sih. Gila, nggak mungkin!"

"Agiyassa?"

"Iyah, bos gue di tempat magang. Angkuh dan galak banget dia! Sedangkan Si Bagas kan lembut dan material boyfriend banget."

"Ohhh, ya mungkin karena mereka berdua sama-sama atasan, jadi kamu kepikiran kalau Bagas itu adalah Agiyassa." jawab Cherry dengan alasan klisenya. Padahal di dalam hatinya dia ngeledekin Vyolla yang ternyata lain di mulut lain di hati. Cherry yakin alasan sebenarnya adalah karena Vyolla tertarik kepada Agiyassa. Ya tapi cuma karena kesan pertamanya yang buruk, jadi Vyolla pun sebisa mungkin mengingkari perasaan itu.

"Hm, cukup masuk akal juga." Vyolla kembali melihat-lihat wajah karakter yang akan selalu ditemuinya ketika ada di dunia novel Cherry.

"Udah hapal semua wajah-wajahnya kan?"

Vyolla mengangguk tanda sudah hapal.

"Oke, kalau gitu sekarang kita mulai masuk ke Bab 1 yah Vyo."

"Oke."

Dannnn treuk, dengan jentikkan jari Cherry, mereka berdua pun langsung masuk ke dalam Bab 1 novel Cherry yang berjudul "Putri?".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!