NovelToon NovelToon

TENTARAKU SUAMIKU

Prolog

Kisah seorang gadis muda yang bertugas di

sebuah perusahaan swasta yang berada di

salah satu daerah konflik wilayah timur

Indonesia bernama Diana Aprilia, wanita muda yang cantik, dewasa dan mandiri.

Pertemuannya dengan seorang anggota TNI

yang bertugas di wilayah tersebut telah merubah seluruh takdir hidupnya.

Guntur Pramudya, nama laki-laki itu. Seorang anggota TNI beristrikan Riana dan memiliki seorang putri cantik yang masih balita bernama Kiara.

Mas Gun, demikian panggilan sayang Diana kepada Guntur Pramudya, lelaki muda, tampan, humoris, betubuh tegap dan pandai bernyanyi.

Ketidak tahuan Diana tentang status Guntur yang pandai menyembunyikan status pernikahannya membuat hubungan mereka semakin jauh.

Tidak pernah terbayangkan oleh Diana bahwa dirinya akan berhubungan serius dengan seorang anggota TNI yang sudah beristri.

Hal yang sangat dibenci dan selalu berusaha dihindari oleh Diana.

Namun takdir berkata lain.

Akhirnya Diana mengetahui status asli Guntur Pramudya setelah salah satu sahabat Diana, Nani menyampaikan rahasia terbesar Guntur yang tenyata sudah beristri dan beranak satu.

Ternyata Diana menjadi bahan taruhan antara Guntur dan teman-temannya. Marah dan kecewa sudah pasti dirasakan oleh Diana.

Namun, nasi telah menjadi bubur. Keterikatan perasaan antara Guntur dan Diana dan perasaan cinta mereka membuat semua usaha Diana untuk bisa berpisah dengan Guntur gagal total.

Berbagai macam cara dilakukan Diana untuk berpisah dari Guntur. Berpacaran dengan teman sekantornya, melanjutkan pendidikannya di kota B dan menghindari kontak dengan Guntur Pramudya.

Namun semua usaha Diana sia-sia, seolah takdir mengharuskan gadis itu untuk tetap bersama Guntur.

Sebutan PELAKOR akhirnya tersanding dibelakang namanya meskipun hal itu bukanlah keinginan dan kehendak Diana.

Cinta, rasa kagum, keterikatan perasaan, rasa nyaman ketika bersama dan persamaan hobi membuat keduanya semakin tak terpisahkan serta membulatkan tekad Guntur dan Diana untuk melanjutkan hubungan terlarang mereka ke jenjang yang lebih jauh yaitu perkawinan, meskipun orang tua Diana menentang keras hubungan mereka.

Keputusan tersebut diambil Guntur setelah mengantongi restu kedua orang tuanya yang memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan sang menantu, Riana.

Riana, istri Guntur akhirnya memilih untuk bercerai dari suaminya. Hal tersebut semakin memuluskan rencana pernikahan Diana dan Guntur.

Namun hari-hari yang mereka lalui setelah pernikahan membuat Diana semakin meradang.

Rumah tangga mereka terus menerus mengalami cobaan.

Masalah demi masalah kerap menghampiri. Perselingkuhan Guntur, teror Riana, ketidak setujuan kakak Guntur dan tidak adanya restu orang tua Diana atas pernikahannya dengan Guntur serta sikap egoisme yang kerapkali muncul diantara keduanya membuat kehidupan Diana dan Guntur seperti drama.

Keputusan Diana untuk resign dari perusahaan tempatnya bekerja demi menjaga dan menghargai perasaan suaminya yang telah resign terlebih dahulu dari dinas ketentaraan membuat keadaan perekonomian Diana dan Guntur semakin tidak menentu.

Apalagi setelah 3 tahun usia pernikahan mereka, Guntur memutuskan untuk mengadopsi seorang anak laki-laki yang bahkan belum dilahirkan ibunya.

Ya...anak yang diadopsi Guntur masih berada dikandungan ibu biologisnya.

Kelahiran Edo, putra adopsi Guntur dan Diana yang lahir dan tumbuh menjadi anak laki-laki yang sehat, tampan dan menggemaskan tidak mengurangi kebiasaan buruk Guntur yang mudah tertarik dengan wanita lain.

Perselingkuhan suaminya menjadi sesuatu yang biasa dialami Diana.

Walaupun dikhianati dan disakiti berulang kali namun keputusan Diana untuk mempertahankan mahligai rumah tangganya sebagai konsekwensi keputusannya untuk menjadikan Guntur sebagai satu-satunya suami dalam hidup Diana berhasil membuat Guntur menyadari semua kesalahannya.

Apalagi setelah susul menyusul, lahir keempat anak hasil pernikahan Guntur dan Diana.

Kesabaran dan kedewasaan Diana yang terpaut usia 3 tahun lebih tua dari suaminya Guntur akhirnya berhasil membawa biduk rumah tangga mereka ke usia emas pernikahan.

Kehadiran 5 buah hati dan restu kedua orang tua Diana setelah kelahiran cucu-cucu mereka membuat pernikahan Guntur dan Diana menjadi lebih sempurna.

Takdir memang bukan kuasa manusia. Apakah seorang perempuan pantas disebut PELAKOR jika ada permainan takdir di dalamnya ?.

Wallaahua'laam......

Episode 1. Pertemuan Pertama Diana dan Guntur

Alunan musik dangdut terdengar menyentak di salah satu cafe kecil yang terletak di persimpangan jalan menuju pasar rakyat kota kecil itu.

Sebuah kota kecil diujung timur Indonesia. Kota yang terdampak kerusuhan berbau SARA yang memporak porandakan keindahan, kenyaman dan kerukununan hidup yang selama ini dirasakan masyarakatnya.

Diana berjalan santai sambil menikmati alunan musik dan nyanyian si penyanyi yang kali ini terdengar berbeda, merdu menyentuh kuping Diana.

Waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIT. Biasanya jam segini, cafe mulai ramai dikunjungi para anggota TNI yang bertugas mengamankan kota ini untuk sekedar bersantai, ngopi atau berkaraoke.

Hari ini Diana ditugaskan pemilik cafe, Inah kakak tertua Diana untuk menggantikan tugasnya mengawasi cafe yang belum lama didirikan oleh Inah dan suaminya Rama.

Jangan dibayangkan cafe tersebut dengan cafe kebanyakan karena tidak tersedia minuman keras didalamnya. Menu-menu sederhana yang ditawarkan kepada pengunjung untuk sekedar menemani pengunjung menghabiskan malam bersama orang-orang terdekat mereka adalah makanan khas daerah setempat dan beberapa menu moderen yang telah dimodifikasi oleh Inah dan Rama.

Kopi hitam, teh manis, Juice buah, susu jahe merah, mie goreng, mie rebus, pisang goreng, dan berbagai macam cemilan lainnya adalah sebagian kecil menu andalan cafe yang diberi nama cafe ramInah, gabungan nama Rama dan Inah.

Diana bergegas mempercepat langkah kakinya menuju cafe raminah. Terlihat jelas dari kejauhan, Rama kerepotan melayani pesanan menu dan request lagu oleh pengunjung cafe yang sebagian besar adalah anggota TNI.

Di salah satu sudut ruang cafe, duduk seorang laki-laki tinggi besar berseragam loreng bersama seorang lelaki paruh baya yang terlihat jelas dari seragam yang dipakainya adalah atasan dari si lelaki tinggi besar tadi.

Sebuah lagu dangdut berjudul Cane buah karya pedangdut legendaris Rhoma Irama dinyanyikan dengan sempurna olehnya.

Diana yang sudah menempati meja kasir melemparkan senyum manisnya ke arah si lelaki berseragam loreng sambil bertepuk tangan sebagai tanda ucapan selamat datang dan penghargaan atas nyanyiannya yang memang terdengar merdu dan meramaikan suasana cafe dimalam itu.

Yah..sebagai adik pemilik cafe, Diana dituntut untuk bersikap ramah dan sopan terhadap seluruh pengunjung cafe. Tanpa disadari Diana, seulas senyum manisnya tadi sempat mencuri perhatian si laki-laki besar itu.

"Namanya mas Guntur Ana,". Tiba-tiba kak Rama sudah berdiri disamping Diana.

"Gak nanyak," sahut Diana enteng sambil menoleh ke arah Rama yang tertawa menggoda dirinya.

Rama berlalu meninggalkan Diana. salah tingkah Diana dibuatnya. Lambaian tangan salah satu tamu cafe menolong Diana lepas dari candaan kakak iparnya.

Rama mempercepat langkahnya meninggalkan Diana yang tersenyum sendiri melihat tingkah konyol Rama. Malam ini hanya Diana dan Rama serta beberapa pelayan cafe yang melayani sekian banyak pengunjung cafe.

Walaupun kerepotan, tapi tidak menyurutkan semangat Diana dan Rama untuk melayani setiap permintaan tamu cafe. Sesekali kawan-kawan Diana ikut membantu

Rama dan Diana melayani para tamu walaupun hanya sekedar mengantar makanan atau minuman yang dipesan oleh tamu cafe. Apalagi saat malam minggu seperti ini, semakin malam cafe semakin ramai oleh pengunjung.

Lambaian tangan si lelaki berseragam loreng kearah Diana membuat gadis itu menghentikan kegiatannya di meja kasir. Bergegas Diana melangkahkan kakinya mendekati meja 12 yang ditempati si lelaki tinggi besar bersama atasannya tersebut.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Diana sopan sambil tersenyum sesampai dirinya dihadapan mereka.

"Jangan panggil saya dengan sebutan pak dong. Panggil aja mas Guntur," ujar lelaki itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya ke arah Diana bermaksud hendak berkenalan dengannya.

Diana tersenyum mengiyakan sambil mengatupkan kedua belah tangannya ke dada sebagai isyarat bahwa Diana menerima perkenalan yang ditawarkan Guntur tanpa harus berjabat tangan dengannya.

Ini adalah salah satu peraturan tidak tertulis yang dibuat Inah kakaknya khusus untuk Diana agar Diana tidak menjadi objek godaan para pengunjung yang memang sebagian besar adalah kaum Adam.

"Siapa namamu?" tanya Guntur sembari menarik tangannya kembali ketika menyadari bahwa gadis yang berdiri dihadapannya tidak ingin berjabat tangan dengannya.

Seulas senyuman diberikan kepada Diana sebagai tanda bahwa dia menghargai sikap Diana terhadap dirinya.

"Diana," jawab Diana singkat.

"Oh ya..ya, pemilik cafe ini?" tanya Guntur lagi, penasaran...ingin mengetahui siapa Diana sebenarnya setelah sempat melihat keakraban Diana dan Rama tadi.

"Bukan, saya adik dari pemilik cafe ini. Kak Inah dan itu kakak ipar saya, kak Rama pak..eh mas," jawab Diana gagap sambil menunjuk ke arah Rama yang untuk sementara menempati meja kasir menggantikan posisi Diana.

Terlihat sekilas senyuman puas tersungging disudut bibir Guntur.

Hmmm, syukurlah, ternyata dia masih single, ujar Guntur dalam hati.

Senyuman manis Diana kepada Guntur tadi berhasil membuat Guntur penasaran dan bertekad untuk mengetahui lebih jauh siapa gadis itu. Jiwa petualangnya bergejolak. Senyum Diana telah menawan hati Guntur.

"Saya minta dibuatin kopi hitam satu lagi ya, tapi mbak yang bikinin," Guntur kembali bersuara dan terdengar sedikit memaksa Diana.

"Baik mas, akan saya buatkan. ada lagi yang lain?" tanya Diana sopan.

"Tidak, itu saja. nanti saya panggil lagi mbaknya kalau ada lagi yang ingin saya pesan," ujar Guntur sambil menyeruput kopi miliknya yang masih tersisa diatas meja dihadapannya.

Diana pun berlalu menuju dapur cafe untuk mempersiapkan kopi hitam pesanan Guntur. Atasan Guntur yang duduk disampingnya hanya tersenyum mendengar percakapan singkat Guntur dan Diana.

Kembali terdengar sebuah lagu dangdut dinyanyikan oleh Guntur disambut tepuk tangan dan sorak sorai pengunjung cafe lainnya. Malampun semakin larut.

Setelah secangkir kopi yang disiapkan Diana selesai dibuatnya, ia kemudian melambai ke arah Rama memintanya menuju dapur. Rama bergegas mendekati Diana setelah terlebih dahulu mengunci laci meja kasir.

"Ada apa An?" tanya Rama sambil sesekali menoleh kearah Guntur yang sedang asyik bernyanyi.

"Kak Rama anterin kopi ini dong ke meja 12", pinta Diana sembari menyodorkan secangkir kopi hitam yang masih panas diatas nampang bertuliskan nama cafe raminah.

"Lho, bukannya kamu yang diminta mas Guntur untuk membuat sekalian nganterin kopi itu ke mejanya?" tanya Rama.

Sebelah tangannya menolak nampang yang disodorkan Diana.

"Iya sich, tapi saya risih kak. orangnya terlihat aneh. Ada anting ditelinganya kak, iiih..sereem," jawab Diana sambil pasang mimik ketakutan. Rama tertawa melihat tingkah adik iparnya.

"Udah sana, anterin. Orangnya udah nunggu tuh," ujar Rama sembari memonyongkan bibirnya kearah Guntur.

"Iih, kak Rama gitu dech. Ga bisa bantuin adiknya." sahut Diana merengut sambil melangkah menuju meja 12 tempat Guntur dan atasannya duduk.

"Semoga sukses pdktnya ya dek," goda Rama seraya tertawa dan berlalu meninggalkan dapur menuju meja kasir.

Diana hanya tersenyum menanggapi sikap konyol Rama sambil mempercepat langkah kakinya menuju meja 12. Begitulah hubungan Rama dan Diana yang akrab layaknya kakak beradik.

"Kopinya mas," Diana meletakkan secangkir kopi hitam yang dibuatnya keatas meja dan mempersilahkan Guntur, ramah.

"Terima kasih," jawab Guntur singkat dan melanjutkan nyanyiannya. Dianapun berlalu diiringi tatapan penuh mistri dimata Guntur.

Malampun semakin larut.

 

Episode 2. Namaku Diana Aprilia

Namaku Diana Aprilia, karyawati salah satu perusahaan ternama yang bergerak di bidang ekspedisi di kotaku. usiaku 28 tahun, belum menikah, belum memiliki pacar dan mandiri.

28 tahun, usia yang seharusnya tidak lagi berstatus sendiri. Tapi aku enjoy dengan hidupku. Kapan dan dimanapun aku berada, tak ada yang melarang. Aku bebas menentukan arah langkahku.

Selain berstatus karyawati, akupun memiliki perkerjaan sambilan lainnya, menjadi kasir sekaligus asisten pribadi Inah kakakku di sebuah cafe sederhana miliknya.

Seluruh waktu, hidup dan tenagaku kucurahkan untuk kerja, kerja dan kerja sehingga aku lupa kalau usiaku telah menjelang kepala 3.

Desakan kedua orang tuaku agar aku segera menikah semakin sering kudengar, namun kutanggapi biasa saja.

"Nak, kapan kamu menikah," tanya ibuku suatu ketika.

Aku terdiam, mencoba mencari jawaban yang kuharapkan bisa di terima ibuku dan tak akan menimbulkan pertanyaan baru.

"Kok ga ada yang kamu perkenalkan kepada ibu dan bapakmu nak?" lanjut ibu, melihat aku tak bereaksi menjawab pertanyaannya.

Aku terdiam, menoleh sesaat dan kembali menekuni novel online di salah satu aplikasi favoritku. Ibu terlihat tak ingin lagi mengajukan pertanyaan yang sama karena reaksiku tidak akan berubah. Air muka ibu terlihat sedih.

"Bu, jodoh itu rahasia Allah. Entah besok atau lusa, kalau sudah waktunya, Diana pasti bakal menikah dan memberi ibu dan bapak cucu seperti kak Inah, sabar ya bu," jawabku panjang lebar, tak sanggup menatap wajah kecewa ibu.

Kerutan diwajah ibu menunjukkan usia ibu yang semakin uzur. Yah, wajar ibu dan bapak memintaku untuk segera menikah.

Mumpung bapak dan ibumu masih hidup nak, begitu kata bapak suatu ketika.

Tapi begitulah aku, tidak ingin memikirkan sesuatu yang menjadi rahasia Allah. Biarkan saja semua mengalir seperti apa adanya.

Jujur, ada beberapa pria yang sempat mendekatiku. Tapi kutolak dengan berbagai alasan yang menurut kakakku Inah terlalu mengada-ada.

Kak Inah dan kak Rama suaminya menjadi mata-mata ibu sekaligus mak comblangku. Beberapa orang pria pernah dicomblangin kak Inah dan kak Rama kepadaku. Tapi belum ada satupun yang "klik" dihati.

Aku memang menginginkan jodoh yang sesuai dengan standar pribadiku. Ganteng bukanlah prioritas utama karena menurutku, susah menjaga hubungan dengan pria ganteng. Aku lebih menginginkan pria bertampan menarik, berhobi sama, santun, sayang keluarga, bisa diajak kompromi dan bisa menjadi imam yang baik dalam bahtera rumah tanggaku kelak.

Ketika mas Guntur diperkenalkan kak Inah dan kak Rama kepadaku, awalnya aku tidak begitu tertarik. Selain karena tampan mas Guntur yang tidak masuk nominasiku, juga karena aku tidak tertarik menikah dengan seorang tentara.

Kata ibu, kalau menikah dengan tentara, cepat jadi janda...ha..ha..ha, ada-ada aja alasan ibu.

Tapi yang paling utama terkait ketidak tertarikanku menikahi anggota TNI adalah karena aku meragukan kesetiaan mereka.

Oh ya, satu lagi, intensitas waktu bersama yang bakal berkurang dikarenakan kewajiban seorang anggota TNI untuk mentaati setiap aturan kedinasan. Setahun diluar, seminggu di rumah.

duh...mana tahanlah aku.

Aku juga memiliki 3 orang sahabat yang selalu setia menemaniku, si kembar Nani dan Nina dan Imah yang bekerja sekantor denganku. ketiganya sudah memiliki pacar, beda denganku yang masih betah menjomblo.

Nah, ketiga sahabatku ini justru berpacarkan tentara berbanding terbalik denganku kan ?. Setiap malam minggu, aku diajak si kembar jalan-jalan berlima. Nani dan Nina dengan pacarnya masing-masing, dan aku?. Tentu sendirian saja.

"An, aku cariin pacar untuk kamu ya, temen mas Anton. Orangnya ganteng lho," ujar Nina suatu ketika.

"Tentara?" tanyaku singkat

"Iya," sahut Nina.

"Ogah," jawabku sambil tertawa dan mencibir ke arahnya. Nina gregetan. Dicubitnya pipiku gemas.

"Belagu. Jangan kebanyakan milih, ntar dapat nangka busuk lo," Nina mengingatkan akibat sifatku yang pemilih.

Tapi bukan Diana namaku kalau aku mau berpacarkan tentara.

Begituah keseharianku dengan kedua sahabatku. Kalau tidak jalan bareng, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton film terbaru di bioskop ditemani sebatang coklat silverqueen ukuran besar bertabur kacang mede kesukaanku dan sekaleng minuman dingin.

Aku bisa betah berlama-lama didalam bioskop, sendiri tentu saja sambil menikmati film terbaru yang diputar.

Awal perkenalanku dengan mas Guntur terjadi di cafe milik kak Inah dan kak Rama. Aku yang memiliki hobi nyanyi suka banget nongkrong di cafe sambil membantu kak Inah melayani tamu yang datang.

Kadang membuat kopi dan mie rebus pesanan tamu cafe, kadang jadi kasir dadakan. Gitu dech, apa saja aku lakukan untuk membantu kak Inah dan kak Rama membesarkan cafenya.

Malam itu, karena harus berbelanja kebutuhan cafe, kak Inah menugaskan aku untuk membantu kak Rama menggantikan dirinya.

Aku mengiyakan, karena waktunya yang memang pas banget lagi rame-ramenya. Malam Minggu, Tentu saja kak Rama membutuhkan bantuanku.

Sosok mas Guntur awalnya tidaklah begitu menarik bagiku. Hal yang membuat aku sedikit memberikan perhatianku adalah suaranya yang memang merdu walaupun gendre musik yang dinyanyikan mas Guntur bukanlah gendre musik pop yang aku sukai.

Namun suara merdu mas Guntur yang sukses menyanyikan lagu dangdut karya musisi legendaris Rhoma Irama berhasil menarik perhatianku. Sebagai adik pemilik cafe, aku juga punya kewajiban untuk menyenangkan hati para tamu walaupum hanya dengan senyuman dan pujian seadanya.

"Namanya mas Guntur," aku terkejut.

Tiba-tiba kak Rama telah berdiri di belakang punggungku, tersenyum sambil menyebut nama laki-laki itu tanpa kuminta.

Sorot mata kak Rama mengarah ke arah laki-laki tinggi besar berseragam loreng yang duduk dimeja 12 bersama temannya. Hmmm... Misi mak comblang dimulai.

" Ga nanyak", sahutku acuh tak acuh.

Gawat kalau kuladeni candaan kak Rama. Bakal panjang urusannya

Tiba-tiba sosok laki-laki itu melambai ke arahku. Kulihat kak Rama masih sibuk menyambut beberapa orang pengunjung yang baru datang.

Terpaksa aku berdiri dan berjalan mendekati si lelaki berseragam loreng setelah terlebih dahulu mengunci laci meja kasir.

"Ada yang bisa saya bantu pak," tanyaku sesampainya aku didepan meja 12.

Secara diam-diam mataku meneliti laki-laki yang duduk dihadapanku. Tipe wajah oriental dengan mata yang agak sipit dan bentuk wajah lebar dengan sepasang rahang yang kokoh, kulit tidak terlalu putih dan sebuah giwang kecil menghiasi sebelah kanan daun telinganya. Berbadan atletis, tinggi dan tegap layaknya seorang anggota TNI.

Sadar sedang diperhatikan, lelaki itu tersenyum kearahku sambil menjulurkan tangannya.

"Jangan panggil saya pak, panggil saja mas Guntur," aku terkejut mendengar suara mas Guntur.

Wajahku terasa panas, sudah pasti rona wajahku berubah memerah karena malu. Untung cahaya lampu di ruangan cafe yang agak remang-remang menolongku menyembunyikan semburan warna merah diwajahku.

Duh, ketahuan dech.

Aku menyambut uluran tangan mas Guntur dengan mengatupkan kedua belah tanganku ke arah dada. Isyarat bahwa aku tidak bisa berjabat tangan dengannya. Mas Guntur menyadari isyaratku dan menarik tangannya kembali. Aku mengangguk mengiyakan.

"Siapa namamu," tanya mas Guntur lagi. tatapan matanya masih lekat memandang kearahku.

"Diana," jawabku singkat.

Kumainkan ujung jemariku untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba muncul.

Entah apa yang ada di benak mas Guntur. Tapi perkenalan kami malam itu menjadi awal mula perubahan takdir hidupku.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!