Cerita ini hanya imajinasi penulis,tidak mewakili suatu kelompok masyarakat tertentu, Fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita. Itu adalah kebetulan semata tidak ada unsur kesengajaan.
Selamat membaca
🍁🍁🍁
Sebuah mobil Ferrari SF90 melaju dengan kecepatan tinggi diikuti oleh belasan mobil patroli dari belakang mengejarnya.
Wuiwuiwuiwiuuuuu! Suara sirine mobil polisi berbunyi panjang membuat orang-oranh terjaga di malam yang penuh dengan gemerlap cahaya dari bangunan kecil hingga gedung pencakar langit.
"Uwahh!" Sontak publik yang melihat mobil Ferrari seolah terbang melintas tanpa menyentuh jalan membuat semua orang yang berada di tepi jalan terperangah.
"Apa yang barusan saja aku lihat?" Tanya warga.
"Apa ada pertandingan balap liar disini?" Tanya yang kemudian dibuat terperangah oleh deretan mobil patroli dengan sirine.
Wiuwiuwiuwiu!
"Mobil menuju Kota X." Suara dari ujung microfon memberi aba-aba.
"Tim Kota X bersiap!" perintah dari mic.
"Siap!" Balas serentak.
Mobil merah menabrakkan mobil yang melaju didepannya hingga posisi berputar haluan dijalanan membentur sederet mobil patroli yang mengejarnya.
Brakk! suara mobil patroli bergesekan dengan mobil yang telah hilang kendali di tengah jalan karna panik akan serangan dadakan.
Brooom! Suara mobil Ferrari melaju kembali dengan kecepatan lebih tinggi oleh kejaran mobil patroli lainnya yang semakin bertambah banyak mengejarnya.
"Mobil patroli 150! mobil patroli 150 bersiap blokir gang arah timur!" suara dari ujung microfon melihat mobil Ferrari yang hendak berbelok dari monitor.
"Mobil patroli 222 blokir gang yang berada di barat!"
Broom! suara mobil Ferrari naik melaju di trotoar menghantam apapun yang ada disana untuk menghindari mobil patroli yang hampir menabraknya.
"Aaaaaahhh!" Teriak Lucas dari dalam mobil merah yang terus menaikkan kecepatannya menghindar dari kejaran polisi yang sudah dua tahun ini mencari keberadaannya.
Lukas, 30 tahun seorang Bos Kartel Narkoba di Asia tenggara. Satu Minggu yang lalu Ia menerima undangan dari salah satu rekannya yang memiliki bahan baru untuk membuat barang terbaru.
"Bos, biarkan saya ikut." Ucap Asistennya yang bertanggung jawab atas segala bahan yang masuk untuk diolah.
"Jika kau ikut siapa yang akan bertanggung jawab disini!" Tolak Lukas menyetel pistol ditangannya. "Kau hanya perlu memastikan ponselmu selalu aktif." Sambung Lukas menarik pelatuknya.
Dorr! Satu tembakan menjatuhkan seekor burung yang terbang di hadapannya.
"Aku bisa melakukannya sendiri." Tegasnya melirik kecil pada Asistennya yang diam-diam memasukkan kembali benda kecil hitam kedalam saku jasnya. "Siapkan tiket penerbanganku!" Perintah Lukas menodongkan pistol tepat di kening Asistennya. "Aku sangat membenci penghianat." Menarik pelatuknya perlahan dengan mata membidik lurus membuat wajah Asisten berubah menjadi pucat pasi.
"Bang!" Ucap Lukas mengagetkan Asisten yang kini diguyur oleh keringat membasahi pelipisnya. "Kau terkejut?" Tegur Lukas menyeringai lalu mengarahkan pistolnya menembak seorang yang bersembunyi dibalik pohon.
Dorr! Satu tembakan tepat dikepala menumbangkan seorang.
"Bereskan sisanya!" Perintah Lucas melempar pistol pada Asistennya yang masih terperangah.
Wungg! Suara pesawat terbang membawa Lukas dari Thailand menuju Indonesia tanpa pengawal. Ia sengaja melakukannya untuk menghindari kecurigaan petugas kepolisian yang sudah menargetkannya dirinya sejak lama.
Klekk! Suara Lucas membuka pintu turun dari mobilnya didepan sebuah Villa milik rekannya. Namun saat ia berbalik mengunci otomatis mobilnya.
Dorr! Sebuah tembakan terdengar dari dalam Villa membuat Lucas bergegas masuk kembali kedalam mobil.
Sial! Umpatnya memutar mobil berbalik arah meninggalkan Villa.
Dorr! Suara tembakan mengejar mobil merah yang dikendarai Lukas. Ia melihat wajah seorang yang begitu familiar dua tahun ini dari kaca spionnya. Seorang Detektif polisi yang selama ini telah mengincar keberadaan Lukas.
Benar-benar Sial! Umpat Lukas menaikkan kecepatan mobilnya sambil melirik detektif menggerakkan anggota yang telah mengepung Villa itu untuk mengejarnya.
Ditengah kejaran polisi Lukas berusaha menghubungi satu persatu rekannya yang lain untuk meminta bantuan,termasuk Asistennya. Namun satu pun dari mereka tak ada ada yang mengangkat panggilan darinya.
Brakkk! Suara mobil polisi menabrakkan mobilnya membuat mobil yang di kendarai Lukas terporosok pada dinding pembatas jalan.
"Brengsek!" Umpat Lukas mencampakkan ponselnya lalu membanting setir ke samping hingga berbalik menghantam mobil polisi yang membuatnya dirinya terperosok.
Brakkk! Suara mobil polisi jatuh terbalik dibelakang menghalangi mobil lainnya yang terus mengejar.
Lukas tak menyangka bahwa undangan tersebut adalah sebuah jebakan yang di buat polisi untuk menangkapnya.
Di waktu bersamaan seorang wanita yang masih lengkap dengan gaun pernikahannya berbalik badan ke arah balkon. Ia berlari ke balkon setelah mendengar suara mobil dari lantai dua rumahnya.
"Kau mau kemana?" Teriak Salwa, 22 tahun. Seorang anggota BIN yang mengorbankan karirnya untuk menikah dengan pria yang ia cintai selama ini.
Broom! Suara pria yang memutar mobilnya sambil menurunkan kaca melempar cincin pernikahan pada Salwa.
Trangggg! Suara cincin dengan ukiran nama Salwa terlempar jatuh ke lantai bersamaan dengan mobil yang bergerak meninggalkannya.
"Heh!" Cibir Salwa merobek gaun pengantinnya menjadi sebuah dress sambil melangkah menuruni tangga. "Baiklah jika ini yang kau inginkan." Meraih kunci mobil menyusul pria yang telah resmi menjadi suaminya sejak 10 jam yang lalu.
Salwa melacak lokasi mobil yang digunakan suaminya. Sebagai mantan mata-mata yang bekerja untuk negara Salwa tak pernah lepas dari benda-benda kecil untuk menjaga keamanannya dan orang yang ia cintai.
Tring! Suara lokasi mobil terdeteksi. Salwa menginjak pedal gasnya meluncur mengejar keberadaan Suaminya.
Sejak pagi tadi sebelum pemberkatan dimulai Salwa sudah mengetahui hal ini akan terjadi. Ia tak sengaja mendengar percakapan kekasihnya itu dengan Salma,Kakak kandung Salwa.
"Aku mencintaimu." Ucap Salma membuat hati Salwa tak terima mendengar pengakuan itu pada Pria yang akan menikah dengannya.
"Aku tahu tapi Salwa telah menepati janjinya padaku." Balas Pria itu dengan balutan tuxedo menyikap air mata di pipi Salma.
"Aaaaaahhh!" Teriak Salwa sambil meningkatkan kecepatan mobilnya. "Sudah sejauh apa hubungan mereka selama ini dibelakangku!!!" Sambungnya berteriak menatap mobil suaminya melaju didepannya. "Dasar Pria brengsek!" Umpatnya menginjak pedal gas menabrak mobil yang dikendarai suaminya dari belakang dengan menggertakkan giginya.
Brakkkk! Mobil terdorong kedepan mengejutkan Pria yang ada didalam. Ia melirik ke kaca spionnya dan melihat mobil Salwa semakin mendekat padanya.
"Salwa, Apa yang kau lakukan?!!" Teriak Pria sambil menurunkan kaca mobilnya melihat pada Salwa yang menabrakkan kembali mobilnya. "Salwa berhenti!" Teriak pria itu kembali namun Salwa kini menghimpit mobil itu hingga melaju dalam keadaan terpojok. "Salwa kau hanya akan membuat kita dalam bahaya!!" Teriak kembali sambil fokus kedepan. Sementara dari arah berlawanan sebuah mobil Ferrari melaju kearah keduanya.
Kringg Kringg! Suara ponsel berdering dibawah kursi berhasil mengalihkan perhatian Lukas ke jalan didepannya. Ia meraih ponsel dan mengandalkan tangan kirinya mengendalikan roda kemudi.
"CK!" Decak Lukas melihat sebuah panggilan tak terjawab dari Asistennya tanpa menyadari sebuah mobil sedan melaju didepannya.
Brakkkk! Mobil yang dikendarai suami Salwa menabrak kuat mobil Lukas yang berada dalam kecepatan tinggi.
Apakah ini akhir dari semua yang telah aku lakukan?Aku bahkan belum menikmati apa itu hidup bersama seorang yang aku cintai. Batin Lukas dengan mata terbuka melayang diudara.
"Aaaaaahhh!" Teriak Salwa melihat Lukas terpental keluar dari mobil bersamaan dengan suaminya.
Brukkk! Suara keduanya jatuh bersamaan di susul oleh suara sirine mobil patroli dan mobil polisi lainnya yang berhasil meringkus Lukas dalam kecelakaan.
"Tersangka mengalami kecelakaan!" Suara polisi melapor dari TKP.
🍁🍁🍁
🍁🍁🍁
"Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Mobil Ferrari yang dikendarai Bos kartal Narkoba dalam pengejaran polisi menabrak mobil sedan dengan yang datang dari arah berlawanan. Dua orang pria terlempar ke jalan mengalami luka berat dan satu orang perempuan pingsan ditempat. Demikian berita terkini." Penyiar berita melaporkan.
Suara sirine dan desas-desus orang menyelimuti ketiganya yang diangkut masuk kedalam mobil ambulans.
Dua jam kemudian sekelompok berjas putih samar-samar terlihat berlari membawa dua orang pria yang terkulai lemas. Suami Salwa membuka mata sambil menjulurkan tangannya pada Lukas yang menghadapkan wajahnya padanya dalam keadaan tak sadarkan diri. Ketika jari yang berlumuran darah itu hendak menggapai Lukas.
"Minggir!" Teriak Dokter membawa dirinya masuk kedalam ruangan yang berbeda dengan Lukas.
Plakk! Suara tangan Suami Salwa terjatuh.
"Dokter datak jantung pasien melemah!" Suara samar-samar terdengar.
Satu jam berlalu satu persatu dokter dan perawat keluar melepas masker. Dokter kemudian menemui Salwa dan polisi yang menunggu di ruang tunggu operasi. Namun salah seorang perawat yang menemukan kejanggalan.
"Dokter bagaimana ini?" Tanya seorang perawat pada dokter lainnya yang akan keluar ruangan.
"Ada apa?" Tegur dokter ketika melihat perawat dan dokter yang keluar dari ruangan pasien. Keduanya kemudian menceritakan apa yang terjadi sambil sesekali melirik Salwa dan polisi.
*
*
*
Usai operasi kedua pasien dipindahkan ke ruangan yang berbeda. Setengah jam setelah itu salah seorang petugas polisi mengembalikan pada Salwa barang milik Luhan Kardinata yang ditemukan di TKP.
"Terimakasih." Ucap Salwa membuka ponsel Luhan sambil menilik pria yang terbaring lemas dari pintu kaca ruangan. Ia menemukan sepuluh panggilan tak terjawab dari Salma kakaknya. "Apa dia berencana mengganggu bulan madu kami?" Membuka lima pesan baru dari nama yang sama. "Apa-apaan ini?" Melihat begitu banyak chatt mesra keduanya didalam. "Heh!" Melihat foto Salma hanya mengenakan bikini hingga tanpa mengenakan apapun ditubuhnya.
Klik! Memutar rekaman yang ada di ponsel.
"Aaah...Aaahh...Aaaaah!" Suara Lenguhan dari wajah Salma yang memenuhi layar dengan Luhan yang menimpa tubuhnya dari atas tanpa mengenakan apapun.
Tup! Jari Salwa menghentikan rekaman persetubuhan yang dilakukan Luhan dan Salma kakaknya. Ia menangkup wajahnya dengan satu tangan sambil menangis sesenggukan.
"Permisi!" Tegur perawat yang menemukan kejanggalan pada kedua pasien sebelumnya di ruang operasi.
"Ada apa sus?" Tanya Salwa menyikap air matanya sambil beranjak berdiri dari kursi.
"Apa ada yang salah dari pasien?" Tanya Perawat dengan wajah panik.
"Suster."
"Ya?"
"Apa saya boleh membawa pasien pulang?" Tanya Salwa menggenggam erat ponsel Luhan dengan amarah.
"Tapi Nona pasien masih dalam---"
"---Tolong!" Menangkup tangan perawat. "Tolong bawa saya menemui dokter yang bisa melakukannya." Pinta Salwa.
*
*
Seminggu berlalu,Salwa duduk termenung dikamar dengan seorang pria yang masih terbaring oleh bantuan selang dan monitor yang mendeteksi denyut jantung. Ingin rasanya Salwa mencabut selang yang tertancap dihidung dan dipergelangan tangan itu.
Panggilan dan pesan terus berdatangan dari keluarga Kardinata dan keluarganya termasuk Salma. Untungnya sejak awal Salwa telah meminta pada polisi dan pihak rumah sakit agar tidak mempublikaskan identitas Luhan di media saat kecelakaan terjadi.
"Halo mah." Sambut Salwa menerima panggilan Rose,Ibu Luhan. "Kami baik-baik aja." Ucapnya melihat ke ranjang.
"Mama mau bicara dengan Luhan,boleh?" Pinta Rose dari ujung telpon.
"Luhan masih tidur mah." Jawab Salwa berbohong.
"Sampaikan pada dia untuk mengangkat telpon papanya."
"Iya mah." Mengakhiri panggilan. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Tanya Salwa berdiri menatap monitor jantung. "Mungkin akan lebih mudah untukku jika kau mati saja dalam kecelakaan itu." Ucapnya yang kemudian berbalik badan keluar meninggalkan kamar.
Slurpp! Suara Salwa menikmati mie instan yang hanya direndam oleh air panas. Ia duduk dikursi dengan kaki yang sedikit mengangkang. Sesekali ia menggoyangkan kakinya sambil menyantap mienya.
Tak! Suara Salwa meletakkan sumpitnya dengan keras di meja membuat mata pria yang terbaring terbuka.
"Akhirnya kau bangun juga!" Sapa Salwa bangkit dari kursinya meraih buket bunga yang ia genggam dihari pemberkatan.
Aku belum mati. Batin Pria itu mendapati langit-langit putih diatasnya sambil meletakkan kedua tangan didada.
Dag Dig Dug! Suara denyut jantung.
Ternyata benar Aku masih hidup. Batinnya lagi dengan memiringkan kepalanya kearah kanan mendapati beragam bunga mawar diatas vase.
Tunggu! Suara Batinnya sambil melihat ranjang dengan kelambu yang diikat pita di setiap tiangnya dan bunga mawar di setiap sudut kamar mirip sebuah kamar pengantin.
Apakah penjara untuk penjahat sepertiku sengaja di buat dengan konsep begini. Tanya Lukas dalam hati sambil bangkit terduduk di sambut oleh Salwa yang berdiri didepannya dengan sebuah buket bunga ditangannya.
Kringggg! Suara ponsel berdering. Panggilan masuk dari Salma untuk Luhan membuat Salwa melempar buket ditangannya.
"CK!" Decak Pria itu kesal yang kemudian meraih buket dan hendak melemparkannya balik,namun sayangnya selang infus yang masih terhubung ditangan menghalangi niatnya. "Apa kau sudah tak sabar mengintrogasiku?" Tanya Lukas mencabut selang infus dari tanganya. "Aaaaw!" Ringisnya.
"Apa masih ada yang sakit?" Tanya Salwa menghamburkan diri mendekat pada Lukas sambil memeriksa tubuh dan wajahnya.
"Singkirkan tanganmu dari wajahku!" Cibir Lukas pada Salwa.
"Maafkan akuuu." Balas Salwa yang malah memeluknya sambil menangis.
"Tidak usah berpura-pura lagi." Mendorong Salwa untuk melepas pelukan dari tubuhnya. "Aku paling benci melihat orang menangis." Sambungnya.
"Aku tahu kau pasti akan begini." Jawab Salwa melihat ke Lukas yang memalingkan wajahnya dari pandangannya. "Apa kau sangat tak ingin melihat wajahku?" Menangkup wajah Lukas dan mengarahkan padanya dengan air mata yang terus mengalir. "Kenapa?!!!" Teriaknya pada Lukas. "Kenapa kau melakukannya padaku?" Menatap Lukas dengan penuh kebencian di matanya.
"Berhenti berteriak di wajahku." Jawab Lukas dengan nada pelan. "Jika kau ingin mengintrogasiku menjauhlah sedikit." Sambungnya dengan nafas terengah-engah.
"Apa aku begitu menjijikan?" Balas Salwa. "Sampai kau memintaku untuk menjauh." Sambungnya dengan sesenggukan.
"Bukan." Sangkal Lukas.
"Lalu apa?" Tanya Salwa yang semakin mendekatkan wajahnya pada Lukas hingga mengikis jarak diantara mereka. "Karna Aku bukan dia?" Menangkup wajah Lukas. "Jawab aku?" Pintanya dengan tangisan.
"Dia siapa?" Tanya Lukas bingung.
"Salma!" Jawabnya. "Selingkuhanmu!" Sambungnya memeluk Lukas. "Kenapa kau harus selingkuh dengan Kak Salma?" Tanya Salwa dengan sesenggukan.
Tunggu! Sela Lukas dalam hatinya melihat sekitar ruangan dan mendapati sebuah bingkai foto besar yang terpajang pada dinding tepat dihadapannya.
"Kenapa wajahku bisa ada didalam sana?" Tanyanya Lukas pada Salwa yang melihat pada foto yang ditunjukan padanya.
"Itu Foto Prawedding kita." Jawab Salwa.
Apa. Batin Lukas kaget.
"Apa sebenarnya yang terjadi disini?" Tanya Lukas beranjak turun dari ranjang. "Kamar pengantin?" Melangkah ke arah Jendela. "Salma?" Menyibak gorden. "Selingkuhan?" Membuka Jendela. "Foto Prawedding?" Melihat pohon Cemara. "Heh!" Menyeringai tipis.
Polisi juga tidak ada disini. Batin Lukas yang kemudian berbalik badan menatap Salwa.
"Apa otakmu bermasalah?" Tanya Salwa.
Lalu siapa wanita ini. Tanya Lukas dalam hati melangkah dan berhenti di hadapan bingkai foto.
"Luhan!" Panggil Salwa.
"Apa nama pria ini Luhan?" Tanya Lukas yang kemudian melihat ke Salwa yang sigap meraba keberadaan pistolnya.
"Siapa kau?" Tanya Salwa berdiri dari ranjang.
"Aku?" Sahut Lukas yang kemudian menyeringai miring dengan salah satu alisnya naik ke atas. "Luhan." Sambungnya membuat Salwa mengeluarkan pistol dari balik celananya.
"Kau bukan dia." Sangkal Salwa mengarahkan pistolnya pada Lukas.
Krekk! Suara Salwa menarik pelatuknya dengan salah satu matanya membidik pada Lukas yang berdiri didepannya tanpa rasa takut.
Dorr!
🍁🍁🍁
🍁🍁🍁
Suara tembakan mengagetkan sepasang perawat yang berada di lantai bawah Villa. Keduanya keluar bersamaan dari kamar dengan wajah shock.
"Apa kau mendengarnya juga?" Tanya Perawat laki-laki yang di pekerjakan Salwa untuk membersihkan tubuh Lukas selama koma.
"Iya." Jawab perawat wanita yang diperkerjakan untuk menangani peralatan medis yang digunakan pada tubuh Lukas. "Apa kita perlu keatas melihatnya?" Melihat keatas
"Go!" Sahut perawat laki-laki menaiki anak tangga menuju kamar disusul oleh perawat wanita dari belakang.
Brakk! Perawat mendobrak pintu dan mendapati Salwa menodongkan pistol kearah pasien yang mereka bawa sebelumnya dalam keadaan koma.
"Nyonya apa ada yang bisa kami bantu?" Tawar Perawat laki-laki.
"Maaf istriku telah mengejutkan kalian." Sahut Lukas menurunkan pistol dari tangan Salwa.
"Gak pa-pa Tuan." Jawab Perawat kompak. "Kalau begitu kita tinggal keluar." Sambung perawat wanita menarik perawat laki-laki meninggalkan kamar.
"Katakan padaku siapa kau?" Tanya Salwa kembali mengarahkan pistol pada Lukas. "Dan dimana suamiku yang sebenarnya berada?" Menempelkan bibir pistol tepat diperut Lukas.
"Pertama! Aku hanya seorang sampah yang tak berguna." Jawab Lukas dengan mendekatkan wajahnya pada Salwa. "Dan Kedua! Suamimu berada dalam tahanan polisi." Berbalik meraih pistol dari tangan Salwa.
"Apa kau seorang buronan?" Tanya Salwa membuat Lukas berhenti saat akan mengecek peluru yang ada didalam pistol.
"Ya." Jawabnya. "Dan Aku cukup berterimakasih pada suamimu yang telah menggantikan diriku dalam sel." Jelasnya.
"Bedebah kau!" Umpat Salwa yang kemudian meraih tangan Lukas. "Ayo ke kantor polisi sekarang!" Menarik Lukas yang selang berapa detik kemudian menepis tangannya.
"Kenapa aku harus ke kantor polisi?"
"Karna kau bukan suamiku." Jawab Salwa.
"Hah!" Sahut Lukas. "Aku memang bukan suamimu." Lanjutnya. "Lantas kenapa aku harus ke kantor polisi denganmu?" Menyeringai tipis.
"Dengan Aku mengembalikanmu ke polisi Aku bisa membawa suamiku kembali padaku." Jawab Salwa polos. "Apakah kau mengerti?!" Tanya Salwa.
"Aku mengerti." Menarik pelatuk pistol. "Sangat sangat mengerti." Lanjutnya. "Tapi mohon maaf sekali nona cantik!" Mengarahkan bibir pistol ke bawah dagu Salwa. "Aku tak bisa membantumu untuk itu." Menekan bibir pistol mencekam Salwa yang tak terlihat takut sama sekali. "Lagian bukankah dia menghianatimu?" Menarik pistol. "Harusnya kau berterimakasih padaku." Menembakkannya ke arah vase bunga.
Dorr!
Prangg!
"Tapi jika kau ingin tetap membantu suami yang tak setia itu." Menarik kembali pelatuknya. "Kau bisa pergi menyakinkan polisi bahwa yang ada pada mereka adalah suamimu." Mengarahkan kembali pistol pada Salwa. "Tanpa melibatkanku." Membidik mata Salwa yang masih bereaksi sama membuat Lukas menjahilinya.
"Bang!" Suara Lukas mengagetkan Salwa membuat Pria itu menyeringai padanya lalu mengarahkan pistolnya pada Vase yang ada di belakang Salwa.
Prangg! Suara pecahan vase diikuti oleh kepergian Lukas meninggalkan Salwa jatuh terduduk lemas ke lantai.
"Brengsek!" Umpat Salwa.
*
*
*
Selang setengah jam kemudian Salwa berdiri dari atas balkon mengamati Lukas yang berada di pekarangan Villa.
"Kardinata?" Tanya Lukas membaca ukiran nama akan kepemilikan Villa. Samar-samar ia merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya disuatu tempat.
Kardinata. Batin Lukas yang kemudian beralih memperhatikan kamera cctv di setiap akses masuk ke area Villa. Sesekali Lukas melirik kecil pada Salwa yang sejak tadi terus mengawasinya.
Fyuhh! Suaranya menghela nafas. Lalu berbalik badan dan mengedipkan matanya pada Salwa. Ia mendapati camera cctv dibawah balkon tempat Salwa berada.
"Ehem!" Suara Salwa berdehem pada Lukas yang berdiri ditepi kolam renang. Lagi-lagi wanita itu mengintainya dari balkon atas kamar.
"Aku mau lihat apa kau masih ingin mengintaiku." Cibir Lukas melepas satu persatu pakaian ditubuhnya membuat Salwa spontan berbalik badan memunggungi Lukas yang kemudian menyeburkan diri dengan boxer ditubuhnya.
Byurrr! Suara Lukas berenang dengan lima kali putaran bersamaan dengan Salwa yang perlahan kembali berbalik badan. Ia terperangah melihat ada lima bekas luka memanjang di punggung Lukas saat pria itu keluar dari kolam.
"Darimana dia mendapat semua luka itu?" Tanya Salwa berbalik badan masuk kedalam kamar dan merenung sesaat. "Apa dia seorang Gangster?" Tanyanya yang kemudian berbalik dan mendapati Lukas telah berdiri didepannya. Kedua mata Salwa terperanjat pada perut sixpack dan sesuatu dibawahnya yang membuat Salwa menghindar.
"Ambilkan handuk untukku." Pinta Lukas yang tak menyadari dirinya telah membuat Salwa spot jantung.
"Ambil sendiri!" Tolak Salwa menaikkan pandangannya keatas. "Aku bukan pesuruhmu." Menangkap wajah maskulin dengan kedua matanya.
"Baiklah." Sahut Lukas. "Tutup matamu." Menurunkan boxernya yang basah membuat Salwa berteriak masuk kedalam dengan kocar-kacir. Selang beberapa detik kemudian Salwa kembali dengan mata tertutup melempar handuk pada Lukas yang tak mengenakan apapun ditubuhnya.
"Apa kau sengaja melakukannya?" Tanya Salwa pada Lukas yang menyeringai sambil melilit handuk dipinggangnya.
"Apa yang kau katakan?" Balas Lukas masuk ke dalam diikuti oleh Salwa dari belakang. "Aku sama sekali tak mengerti." Melihat alat penyadap menempel dibawah lampu duduk dan lemari pakaian yang ia buka didepannya.
Kenapa begitu banyak benda seperti itu di Villa terpencil ini. Batin Lukas yang sebelumnya juga menemukan benda-benda kecil itu di setiap ruangan yang ada lantai dasar.
"Telanjang!" Tegur Salwa menegurnya.
Apa dia seorang polisi. Tanya Lukas dalam hati sambil berbalik badan menatap Salwa.
"Kau melihatnya?" Goda Lukas yang membuat Salwa mengerutkan alisnya sambil mengarahkan pistolnya pada Lukas.
"Jangan main-main denganku." Kecam Salwa menarik pelatuknya.
"Apa kau seorang Intel?" Tanya Lukas.
"Eh?" Sahut Salwa yang kehilangan fokusnya membuat Lukas mengambil kesempatan meraih pistol ditangan Salwa. Lalu berbalik mengarahkan tepat di dahi Salwa.
"Wah! Kau benaran seorang intel ternyata." Ucap Lukas mendorong Salwa dengan pistol ditangannya. "Kenapa kau tidak sekalian menyuntikkan penyadap di tubuhku?" Cibirnya.
"Kau takut?" Balas Salwa.
"Apa yang harus ku takutkan?" Memindahkan bibir pistol ke bawah dagu Salwa. "Hanya dengan menggerakkan jari telunjukku." Menekan pistolnya. "Kau bisa lenyap ditanganku dengan sekali tembakan." Menarik pistol dari dagu Salwa.
"Kauu---"
"---Kenapa denganku?" Potong Lukas mengeluarkan semua peluru dari pistol Salwa.
"Kau bajingan!" Umpat Salwa.
"Berhenti memprovokasiku." Cibir Lukas yang kemudian melepar pistol kedalam tong sampah. "Jika kau masih ingin bertemu dengan sua---!"
"---Luhannn!" Teriak seorang wanita memotong ucapan Lukas yang membuat keduanya kompak melihat kearah datangnya suara.
"Sial!" Umpat Lukas membuat Salwa menoleh padanya. "Apa kau memanggil timmu untuk meringkusku?" Melihat pada Salwa yang sejak tadi menatap padanya. "Aku bukan suamimu!" Tegurnya. "Jangan melihatku dengan tatapan seperti ini." Mendorong kening Salwa dengan telunjuknya.
🍁🍁🍁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!