Di mansion nan megah tampak penjaga yang tengah mengawasi pelataran rumah di berbagai sisi untuk keamanan. Namun di sisi lain dalam mansion itu ada keluarga yang tengah asyik dengan kesibukan sendiri-sendiri. Di dalam sana ada sepasang sejoli dengan perempuan yang sudah rentan sedang asyik bercanda ria di ruang tamu. Sementara kedua anaknya asyik dengan kesibukan masing-masing. Tiba-tiba dikejutkan dengan suara tembakan yang menggelegar begitu keras.
Dorr...dorr.. dorr...
Tembakan melesat di dada dua pengawal yang menjaga di pelataran sisi depan tepat pada jantung tiga kali. Lalu pengawal lainnya berlari ke depan dan melihat kedua rekan kerjanya mati dengan bersimpuh darah. Mereka bergidik ngeri melihat kejadian yang mengenaskan di depan matanya.
Kemudian, salah satu pengawal yang bernama Eddie menghubungi pemilik mansion.
“Hallo tuan, mansion kita telah diserang dan dua pengawal mati tertembak tepat di jantungnya”.
Xavier yang tengah asyik bercanda ria, ekspresinya menjadi dingin ketika mendengar suara tembakan di ruang tamu dan mendengar kabar tentang dua pengawalnya tertembak.
“Kalian berpencarlah dan cari pelaku yang sudah mengganggu keluarga Xavier sampai tertangkap. Lalu laporkan kepadaku”.
“Baik tuan”.
Di samping Xavier, Sea bertanya kepadanya sambil merangkul ibunya yang sudah rentan.
“Apakah mansion kita diserang honey?”
“Iya sweety”.
“Siapa lagi musuh yang telah menyerang mansion kita honey?”
“Entahlah”.
“Kamu sekarang bawalah momy ke tempat yang aman dan biarkan aku menyelesaikan bersama kedua putra kita yang berada di mansion ini”, ucap Xavier.
“Baiklah”.
“Kamu harus berhati-hati honey”, ucap Sea dengan berlalu sambil merangkul ibunya masuk ke ruangan yang aman.
Setelah kepergian istrinya, Xavier memanggil kedua putranya melalui ponsel untuk berkumpul di ruang kerja.
“Hallo dom, cepatlah pergi ke ruang kerjaku!”, perintahnya.
“Hallo Damien, cepatlah pergi ke ruang kerjaku!”, perintahnya kembali.
Mereka yang tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing langsung bergegas pergi ke ruang kerja daddy-nya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, kedua putranya datang dan mendekat ke meja kerja Xavier.
“Ada apa dad?”, tanya Damien.
“Mansion kita diserang oleh orang dan dua pengawal di mansion ini mati tertembak senapan tepat bagian jantung”, ungkap Xavier.
“Kalian carilah pelaku yang telah mengusik keluarga kita dan cek pengawal di mansion ini. Karena daddy mencurigai bahwa di mansion kita ada mata-mata sehingga dengan mudahnya mereka memasuki di wilayah kita”, berang Xavier.
“Baik dad, aku akan pergi”, pamit Dominic langsung bergegas pergi keluar untuk mengambil senjata dan rompi anti peluru. Lalu disusul oleh Damien namun tertahan oleh Xavier yang memanggil namanya.
“Tunggu Damien!”
Damien menoleh ke arah Xavier.
“Ya dad”.
“Tolong hubungi Dante untuk menyelidiki orang dibalik dalang ini”, ucap Xavier.
“Baik dad”.
Lalu Damien keluar pergi menyusul Dominic mengambil senjata dan rompi untuk menangkap pelaku penembakan yang telah berani mencari masalah dengan keluarga Xavier.
Sedangkan Xavier menghubungi Brian untuk membantu melacak pelaku.
Brian yang tengah dihubungi sedang fokus bermain mobile legend di tempat kerjanya. Brian merasa terganggu dengan suara deringan ponselnya dan membuat permainan berakhir dengan kekalahan. Lalu Brian mendeal up dengan menghembuskan nafas dan mulai menyapa.
“Hallo tuan Xavier, ada apa?”
“Hallo Brian, saya butuh bantuan kamu untuk menyelidiki seseorang yang telah mengincar keluargaku. Aku mau, kamu segerah menyelidiki mengenai Charles dan Raymond. Mereka musuh bebuyutan yang telah lama tidak mengusik. Aku curiga dengan mereka yang mengirim pelaku untuk menyerang wilayahku”, perintah Xavier.
“Baik tuan, akan saya selidiki. Nanti saya akan menghubungi anda kembali”, ucap Brian.
“Saya tunggu”, ucap Xavier dengan mematikan ponsel.
Sembari mendengar kabar, Xavier pergi bergegas ke ruang pengamanan untuk mencari jejak pelaku melalui CCTV yang merekam.
Tatkala Xavier sedang menyelidiki lewat pantauan CCTV, kini Dominic dan Damien sedang mati-matian mengejar pelaku dengan saling menembak. Suara tembakan menggelegar di bawah langit gelap.
Beberapa lama kemudian Dominic berhasil melumpuhkan satu pelaku bagian lengan dan kakinya. Sementara Damien tengah mengejar pelaku yang melarikan diri dan akhirnya tertangkap meski harus lewat adu jotos.
Mereka membawa ketiga pelaku untuk dihadapkan kepada Xavier sebagai kepala keluarga di ruang bawah tanah dengan mengikat kedua tangannya dibesi dengan bergelantungan.
Kemudian mereka pergi mencari Xavier yang berada di ruang pengamanan.
Dominic membuka pintu itu dengan diikuti Damien dari belakang. Xavier yang tengah fokus mencari jejak rekaman hasilnya nihil dan beranjak dari kursi. Dominic dan Damien melihat expresi kemarahan Xavier mengerti.
“Apakah daddy tidak menemukan pelaku lewat CCTV?”, tanya Dominic.
“Iya dude, daddy semakin curiga bahwa di mansion kita ada mata-mata”, ungkap Xavier.
“Benar dad, di mansion kita ada mata-mata yang telah membantu teman-temannya menyusup ke wilayah Xavier”, ucap Dominic dengan ekspresi dingin sambil melirik wajah pelaku yang menyabotase jejak pengaman CCTV di mansionnya.
“Apa kamu mengetahuinya Dom?”, tanya Damien.
“Tentu! dia ada di dekat kita dan tengah duduk dengan berpura-pura memencet tombol komputer”, ucap Dominic dengan senyum sinis.
Di tengah kusudutkan, pelaku itu tidak bisa bersikap tenang. Pelaku itu semakin berkeringat dan sesekali melirik sepatu entah milik siapa dengan kaki terus digerakkan.
Dominic tersenyum miring dan mendekati pelaku sambil membisikkan, “ajalmu telah tiba”. Lalu Dominic menarik kerah pria berambut keriting dengan warna rambut blound.
Damien terkejut begitu juga dengan Xavier yang sejak tadi tidak menyadari bahwa pelaku itu ada didekatnya.
“Ouwh! ternyata kamu yang sejak tadi pura-pura membantu saya”, geram Xavier dengan melayangkan bogeman dan pelaku itu terluka di bagian sudut bibirnya.
“Bawalah dia ke ruang bawah tanah!”, perintahnya.
Setelah memberi perintah kepada Dominic, Xavier mendapatkan telepon dari Dante.
“Hallo Dante!”
“Hallo dad!”
“Aku menemukan siapa pelaku yang merencanakan itu semua”, ucap Dante dari seberang sana.
“Siapa dude?”, tanya Xavier.
“Dia Charles dad”, ucap Dante.
“Sudah aku duga”, gumam Xavier.
“Kalau begitu cepatlah kembali ke Jerman”, ucap Xavier.
“Baik dad, aku besok sudah bisa kembali”, ucap Dante.
“Baguslah. Daddy tutup telepon dulu. Ada yang harus daddy tangani”, ucap Xavier langsung mematikan hubungan dan pergi berlalu dengan diikuti oleh kedua putranya.
Xavier telah sampai ke ruang bawah tanah dan melihat wajah keempat pelaku yang berani mengusik keluarganya. Xavier mencoba bermain-bermain dengan keempat pelaku dengan mengangkat kursi kecil sambil memutar-mutar pistol di tangannya.
“Siapa yang menyuruh kalian untuk menyerang wilayahku?!”,geram Xavier dengan menarik pelatuk ke atap dan suara tembakan itu menggelegar di ruang bawah tanah dan membuat keempat pelaku kaget.
“Apakah tidak ada yang mau menjawab?”, tanya Xavier kembali.
Salah satu pelaku berambut hitam tersenyum sinis.
“Aku tidak sudi memberitahu kepadamu”, ucapnya.
Xavier langsung melesat peluru pada bagian kepala tiga kali dan pelaku itu langsung mati.
“Apa kalian mau kayak dia?”, tanya Xavier dengan ekspresi dingin.
Ketiga pelaku hanya diam dan merasakan sakit di pergelangan tangannya yang menggantung di besi.
Beberapa menit kemudian ada salah satu pelaku yang mencoba membuka suara.
“Saya akan memberitahu kepada anda. Tapi anda harus berjanji untuk melepaskan saya”, ucap pria berambut keriting dengan warna blound.
“Baiklah, katakan!”, tegas Xavier.
Pria berambut blound saat akan bersuara, rekan di sebelahnya mengingatkan dan menasihati pria itu.
“Kamu jangan main-main, kita itu pengawal setia. Dia yang telah memberi kita kehidupan nyaman. Kamu jangan mengkhianati aliansi kita!”, teriaknya.
“Iya, kamu akan tetap terbunuh olehnya bodoh”, geram rekan satunya lagi.
Nasehat mereka terdengar di telinga Xavier, Dominic dan Damien sehingga kedua pelaku itu harus di diamkan secara paksa. Xavier memberikan aba-aba kepada kedua putranya dengan kode mata. Mereka menembak tepat di perutnya dan dada sampai pria berambut blound itu merinding melihat ketiga rekannya mati mengenaskan.
“Apakah kamu mau seperti mereka?”, tanya Dominic dengan ekspresi dingin.
“Tidak tuan, saya akan beritahu”, ucapnya dengan gugup.
“Katakanlah!”, tegas Xavier.
“Kami diperintahkan oleh tuan Charles untuk memusnahkan keluarga anda”, ucapnya.
“Cuman dia sajakkah?”, tanya Xavier.
“Bukan dia saja tuan. Kami juga di bawah pengawasan tuan Raymond demi merebut perusahaan yang anda duduki sekarang”, jawabnya.
“Charles, Raymond, dua orang parasit”, gumam Xavier dengan senyum menyeringai.
“Dom, Damien, bereskan dia, daddy kembali ke ruang kerja dahulu”, ucap Xavier.
Dominic menarik pelatuk dan melesat pada bagian dada pelaku. Sedangkan Damien menembak pada bagian kepala sampai darah itu mengalir deras di berbagai sisi. Lalu mereka pergi dan dibereskan ketiga pengawalnya.
Di tengah malam, Dominic dan Damien pergi membersihkan diri setelah membereskan para pelaku yang berani menyusup di mansion keluarga Xavier. Sementara Xavier sedang mengobrol dengan Brian.
“Hallo Brian!”
“Ya tuan Xavier”.
“Apakah kamu menemukan informasi terbaru mengenai Charles dan Raymond?”, tanya Xavier.
“Iya tuan, kami mendapatkan informasi bahwa Raymond dan Charles mengirim senjata ke Swiss lewat jalur ilegal di tahun ini. Mereka juga mendapatkan pemasokan bahan peledak dan obat-obatan terlarang”, ungkap Brian.
“Jadi dia itu selama ini tidak mengusik dan tenang ternyata dia memiliki rencana detail. Aku sangat salut kepada mereka”, batin Xavier.
“Hallo tuan, apakah anda masih berada di sana?”, tanya Brian.
“Brian, aku butuh bantuan kamu untuk ikut meringkus mereka sendiri sebagai pembalasan dendam aku terhadapnya”, ucap Xavier.
“Saya juga mau berbicara soal itu tuan. Tapi, kita menyerang mereka dengan menggabungkan aliansi milik keluarga Wilson tuan”, ucap Brian.
“Baiklah tidak apa-apa”, ucapnya.
“Besok lusa berkumpullah ke markas keluarga Wilson dan kita berangkat bersama dengan ketua kami juga”, ucap Brian.
“Baik, aku terima tawarannya”, ucap Xavier.
(Lusa telah tiba)
Pukul 08.00 pagi mereka bersiap untuk pergi menuju di kediaman Wilson. Mereka membawa tas masing-masing yang berisi senjata, peluru, dan peledak. Tak lupa mereka memakai rompi anti peluru untuk mengantisipasi tembakan.
Para pengawal berbaris dan memberi hormat kepada Xavier. Xavier memberikan perintah kepada mereka untuk mengikuti aturan permainan yang telah didiskusikan. Lalu mereka berangkat menaiki mobil sedan hitam menuju di kediaman Wilson bersama gabungan CIA.
Xavier berpamitan dengan istrinya.
“Sweety, aku pergi dulu dan jaga diri juga momy. Aku akan segera kembali”, ucap Xavier dengan mengecup kening istrinya.
“Ok, kamu harus hati-hati dan jangan sampai terluka. Jika terluka tahu akibatnya”, ucap Sea dengan senyuman menyeringai sambil memainkan kedua alisnya.
“Baik sweety”, ucap Xavier dengan sedikit takut.
Xavier masuk ke dalam mobil dengan hembusan nafas kasar yang terdengar di telinga Dante. Lalu Dante menggoda daddy-nya.
“Dad, apa kamu diancam oleh momy? Sampai ekspresi daddy asam begitu”, godanya.
“Diamlah dude, suatu hari kamu akan merasakan apa yang kurasakan”, ucap Xavier dengan kesal
“Tentu tidak dad”, ucap Dante dengan menggoda menaikkan ke dua alisnya naik-turun sambil memberikan senyum meledek.
“Kamu anak brengs*k!”, umpat kasar Xavier.
Perjalanan mereka menuju ke tempat Wilson cukup memakan waktu banyak karena mansion miliknya berada di puncak. Beberapa lama kemudian mereka telah sampai di kediaman Wilson. Mereka turun dari mobil sedan mewah tersebut. Mereka di sambut oleh salah satu pengawal.
“Selamat datang tuan-tuan”, dengan membungkukkan badan.
“Mari ikut saya”, ajak Wilson.
Mereka mengikuti salah satu pengawal dari Wilson. Mereka memasuki ruang markas dan saling menyapa.
“Hallo tuan Wilson, perkenalkan beliau adalah Xavier”, ucap Brian.
“Iya saya tahu, dia sahabatku yang telah lama kami tidak berhubungan”, ucap Wilson.
“Apa kabar Xavier?”, tanya Wilson dengan saling memeluk tubuh sebagai pelepasan rasa rindu.
“Aku baik Wilson”, ucap Xavier.
“Aku kira yang akan bekerja sama denganku Wilson yang lain. Ternyata kamu”, kekeh Xavier.
Steve yang berada di belakang Wilson, memotong pembicaraan antar dua sahabat yang telah lama berpisah.
“Maaf tuan-tuan, bukannya saya bermaksud untuk melarang kalian saling melepaskan rindu. Tapi, kita harus segera membahas strategi untuk malam nanti”, ucap Steve.
“Baiklah Steve”, ucap Wilson.
Mereka mulai membahas strategi meringkus Raymond dan Charles. Mereka membahas cukup panjang untuk mematangkan strategi khusus agar mereka tidak lolos.
“Bagaimana kalau kita membagi menjadi lima sayap yang terdiri tujuh orang?”, tanya Xavier.
“Itu ide bagus tuan”, ucap Brian.
“Jika kita membagi lima sayap berarti kita harus bergerak di berbagai sisi dan setiap kelompok ada yang memimpin jalannya serangan kita ke dalam markas”, ucap Steve.
“Kita pilih saja pemimpin jalannya perang dengan lima kelompok. Aku dan tujuh bawahanku akan mengambil bilik belakang. Adam ambil bilik kiri, Damien ambil bilik kanan, Dominic ambillah bilik depan dengan memantau musuh dari area gedung tinggi bersama empat bawahan, dan untukmu Brian kamu ambillah bagian area parkir bersama kedua anggotamu di dalam mobil untuk memantau pergerakan musuh. Sedangkan kau, Dante kamu tetaplah di sini untuk meretas pengamanan mereka dan anda berdua bisa memantau dari sini untuk memberikan arahan ke berbagai sayap”, ucap Steve.
“Baiklah, aku terima strategi yang kau bagi”, ucap Wilson.
“Kalau saya strategi ini cukup menguntungkan. Jadi, aku terima strategi yang kau berikan”, ucap Xavier.
Malam hari pukul 08.00,mereka mulai bergerak untuk mengepung markas milik Charles dan Raymond. Mereka bergerak sesuai arahan dari pemimpin mereka masing-masing.
Xavier memberikan pesan untuk para anggota yang akan berangkat ke markas milik Charles dan Raymond.
“Kalian berhati-hatilah. Jangan meremehkan kelicikannya”,ucap Xavier.
Lalu mereka berangkat dan mulai bergerak.
Steve sebagai pemimpin memberikan arahan untuk anggotanya.
“Ingatlah yang pernah aku sampaikan kepada kalian ketika kita menghadapi musuh. Kita menodong pistol ketika kita keadaan mendesak. Kita bisa menembakkan jarum bius ke tubuh mereka. Kita butuh informasi dari bibir mereka. Apabila keadaan kita mendesak karena kehabisan jarum bius, kita bisa membunuh mereka. Mengerti!”, tegas Steve.
“Kalau begitu kita bersiap dan pastikan aerphone kita tetap berfungsi untuk saling memberi informasi”, ucap Damien.
“Ya sir!”, seru anak buahnya dengan serentak.
“Kali ini kalian berhati-hatilah”, ucap Adam yang diangguki oleh anak buahnya yang mengikutinya.
Mereka berjalan mengendap-endap dan bersembunyi di balik box kotak dan tempat persembunyian lainnya. Steve menembakkan jarum bius itu ke arah lawan yang tengah mondar-mandir dan tepat sasaran. Begitupun juga dilakukan oleh rekan-rekannya.
Damien dan Adam menembak peluru ke tempat sasaran agar bisa meringkus kedua pria baj*ngan.
Saat mereka tengah mengendap-endap Charles datang dengan ekspresi terkejut lalu menembakkan ke arah lengan Adam dan berlari. Lalu Damien mengejar Charles dengan sesekali menembakkan ke arah area tubuhnya dan melesat ke kaki kanannya sehingga ia terpincang-pincang dan Damien menangkapnya namun tanpa sepengetahuannya ada sosok pria yang memukul bahu dari belakang dan membawa Charles pergi setelah Damien ambruk akibat pukulan keras ke tengkuknya.
Mereka kembali tanpa membawa hasil karena kedua pria yang mereka incar telah lolos dan melarikan diri. Kekecewaan itu terbayarkan karena mereka mendapatkan data ilegal milik dua baj*ngan tersebut.
Meski rasa kecewa itu membuat amarah Wilson tanpa dibendung tetapi Wilson masih bisa untuk membalaskan rasa sakit istrinya yang tengah koma di rumah sakit akibat penyerangan dari Charles di lain waktu.
Kini Wilson dan Xavier berhubungan baik dan saling mendukung untuk meringkus dua baj*ngan setelah peperangan telah usai.
Kerja sama mereka akan memberikan keuntungan bagi dua belah pihak dan merugikan bagi musuh yang semakin tersudut karena kekuatan antara Xavier dan Wilson akan semakin besar.
Tiga bulan kemudian Dominic pergi berlibur setelah menyelesaikan pekerjaannya yang sering kali memakan banyak waktu untuk bisa refreshing. Ia pergi berlibur ke Hawai untuk menikmati nuansa hangat dan bertemu dengan sahabatnya bernama Jhon Kendrick.
Dominic telah tiba di bandara dengan menarik koper. Dia pergi mengenakan pakaian kasual yang berbalut celana jins hitam, kaos putih dengan jaket jin dan bingkai kaca mata hitam yang menghiasi wajah tampannya.
Dia berjalan mencari sosok pria berkulit hitam dan tidak lain lagi Jhon Kendrick sahabatnya sejak menempuh sekolah menengah. Jhon Kendrick membawa papan nama yang bertulisan Dominic Xavier. Lalu Jhon Kendrik menyapa sahabatnya.
“Halo bro!”, sapanya dengan memeluk tubuh Dominic.
“Wao man, aku tidak menyangka kamu menghubungiku untuk menjemputmu. Ini kali pertama kamu menyuruhku untuk minta dijemput man. Aku akan membawamu bersenang-senang”, ucap Jhon.
“Mari, biar aku membantumu membawakan koper”, tawar Jhon.
Mereka berjalan bersama menuju mobil mewah berwarna merah. Jhon membantu memasukkan koper milik sahabatnya. Setelah dia menyelesaikan tugasnya, kemudian Jhon melajukan mobilnya menuju pantai hawai sambil terus berceloteh dan berteriak dari bibir Jhon yang amat cerewet membuat Dominic hanya dapat bersabar dan mengabaikan kekonyolannya.
“Man, perjalanannya apakah membuatmu lelah?”, tanya Jhon.
“No”, jawab Dominic.
“Aku tidak menyangka man, kalau kamu bisa mengambil waktu cuti ditengah kesibukan kamu secara mendadak”, ucap Jhon Kendrick.
“Bagaimana kalau aku akan perkenalkan kamu dengan wanita-wanita yang ada di hawai man?”, tanya Jhon.
“Tidak perlu”, jawab Dominic yang malas menanggapi ocehan sahabatnya yang tengah fokus sambil bertingkah aneh sejak dari bandara.
“Ayolah man, semangat. Sebentar lagi kita menikmati pantai dan wanita sexy. Yahoooo!!”, ucap Jhon dengan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sampainya di villa, Jhon dan Dominic turun dari mobil dengan disuguhkan tatapan mata dari para wanita yang tengah berkunjung di pantai. Mereka menatap Dominic dengan lapar. Mereka mengagumi Dominic yang penuh pesona namun Dominic mengabaikan tatapan itu dengan berjalan membawa koper yang berpindah alihkan ke tangan para staf di villa. Dia berjalan melewati para wanita yang menatapnya kelaparan kecuali Jhon Kendrick yang terus tebar pesona.
Setelah melewati para pengunjung villa dekat pantai. Dominic merebahkan tubuhnya ke atas ranjang dengan rasa lelah. Sedangkan Jhon terus cerewet tentang hal masalah wanita yang dilihat dari jendela kamar.
“Man, kamu harus menikmati pemandangan ini. Pemandangan dari sini sangat indah apalagi menatap dengan dekat. Di sana dipenuhi surga dunia. Apalagi wanita yang berbikini warna merah muda dengan bokong yang semok sungguh menawan man”, ucap Jhon.
“Aku tidak tertarik”, ucap Dominic.
“Kamu benar-benar laki-laki yang tidak penuh bahagia”, ucap Jhon.
“Wah, mereka itu bagaikan taman bunga yang menghiasi lahan yang begitu luas. Keindahan itu hanya bisa kulihat dari balik jendela kamar paling atas. Aku akan menikmati itu nanti malam. Aku tidak sabar lagi untuk mendapatkan kalian”, gumam Jhon Kendrik.
Dominic yang tidur hanya menggeleng kepala dan berdecak lalu terlelap tidur.
Malam hari, Dominic keluar dari Villa dengan diikuti oleh Jhon Kendrik.
Mereka berpisah setelah keluar dari lift. Jhon pergi untuk menggoda para wanita sedangkan Dominic pergi ke bar untuk menikmati minuman whisky.
Ketika sedang menikmati minumannya dan alunan musik tiba-tiba Dominic dikejutkan suara yang meracau yang tak karuan dengan keras dari bibir wanita yang terlihat berantakan. Dia meracau dengan kata-kata kasar. Entah siapa yang membuatnya seperti itu.
“Da..hik...dasar wanita jal*ng dan laki-laki baj*ngan..hik. Suatu hari nanti akan aku balas perbuatan kalian huhu!!”, dengan memukul dadanya yang terasa sesak.
“Arghhhh....!!!”, teriaknya dengan suara keras sambil rambutnya ditarik dengan tangisan yang amat keras dan melengking sampai jatuh dari kursi duduknya sehingga Dominic yang akan mencoba membantu lalu mengurungkan diri ketika wanita itu sudah terjatuh dengan mengadu sakit.
“Huhu...kalian keterlaluan memperlakukan aku seperti ini. Aku kurang baik apa sampai kalian berkhianat di belakangku huhu!!”, ocehnya dengan beranjak mengambil botol wine dengan kadar alkohol tinggi sampai sempoyongan dan tandas. Lalu wanita itu yang bernama Rosiana Imanuel hampir jatuh karena tidak kuat lagi menahan kakinya yang lemas. Rosiana merasakan sentuhan kulit di bahunya yang menolong dirinya. Rosiana membelai pipi Dominic dengan menatap penuh serius lalu mengatakan, “apa kamu mau tidur denganku ini?”
Dominic tersenyum sinis sambil berdecak, “ck, kamu sungguh luar biasa sweety”.
Rosiana meracau kembali dengan nada lembut, “ kamu sangat tampan dan bibir kamu membuatku ingin menyentuhmu”, dengan mengusap bibir Dominic lalu mencoba meraih bibirnya sehingga terjadi ciuman. Dominic merasakan bahwa gadis di depannya ini tidak pernah berciuman sehingga Dominic mengambil alih. Rosiana menikmati setiap sensasi dalam ciuman yang diberikan oleh Dominic. Entah kenapa Dominic merasakan sesuatu yang berbeda dari wanita yang tengah diciumnya. Dominic melepaskan ciuman itu dan mengangkat tubuh Rosiana. Dominic menggendong Rosiana untuk dibawa ke tempat Villa yang disewanya. Dominic membisikkan pada wanita itu, “kita lanjutkan di kamar sweety”.
Dominic membawanya dengan terburu lalu melemparkan tubuhnya ke atas ranjang dan menindihnya. Dominic membawa wanita itu ke surga dunia sampai pagi telah tiba.
Pukul 08.00 pagi, wanita itu menggeliat merenggangkan ototnya namun di pinggangnya terasa berat. Lalu Rosiana mencoba menoleh ke belakang dan membelalak matanya karena melihat sosok pria yang tengah asyik tidur. Rosiana kemudian mencoba perlahan untuk menyingkirkan tangan Dominic dan duduk dengan bersandar di kepala ranjang.
Lalu air mata itu tiba-tiba terjatuh dengan mengutuk kebodohannya sambil memukul kepalanya.
“Aku benar-benar bodoh dan tidak bisa mengendalikan diri”, gumam Rosiana. Rosiana mengutuk dirinya sambil menangis dalam dekapan tangan agar tidak terdengar oleh pria disampingnya yang tengah tertidur.
Beberapa lama kemudian Rosiana segera bergegas sebelum pria disampingnya terbangun. Rosiana mengambil kemeja milik pria itu karena gaun miliknya sudah terkoyak akibat semalam.
Setelah kepergian Rosiana cukup lama, Jhon datang membangunkan temannya yang tengah asyik bergelung di bawah selimut tanpa sehelai kain.
“Dom! C’mon bangun!”, ucap Jhon dengan suara keras sambil menepuk pipi kanan-kiri milik Dominic dengan berkali-kali. Lalu Dominic terbangun dari tidurnya dan merenggangkan otot. Dominic terkejut melihat sahabatnya berada di kamarnya dengan langsung beranjak dari tidur dan mengubah posisi duduk.
“Kenapa kamu bisa masuk?”, tanya Dominic.
“Pintunya tidak di kunci man”, jawab Jhon.
“Perempuan yang disampingku kemana?”, tanya Dominic melihat ke samping dan meraba kasur. Jhon yang ditanya mengernyit.
“Jadi, kamu semalam tidur dengan wanita. Wah..katanya kamu tidak akan pernah menyentuh wanita man”, ucap Jhon. Namun ucapan Jhon diabaikan oleh Dominic yang beranjak dari ranjang dan langsung melesat ke kamar mandi dengan telanjang dada namun nihil tidak ada wanita. Dominic langsung membersihkan diri dan berganti pakaian. Jhon yang sejak tadi menunggu tidak sabar untuk mendengarkan malam tadi.
“Gimana man rasanya bergelung dengan wanita. Ini pertama kamu menyentuhnya semenjak insiden dengan mantan pacar kamu man”, ucap Jhon.
“Siapa nama wanita itu?”, tanya Jhon.
Tapi, Dominic tetap tidak mengindahkan berbagai macam pertanyaan yang terus keluar dari bibir Jhon. Dominic malah sibuk menghubungi uncle Stefan.
“Hallo uncle tolong cari informasi mengenai wanita yang kutemui tadi malam di bar. Kamu selidiki profil wanita itu di Hawai. Jangan ada satu pun terlewatkan”, perintah Dominic.
“Baik Dom, uncle akan coba cari tahu”, ucap Stefan.
“Harus”, perintah dengan memaksa dan memutuskan sambungan ponsel.
Setelah selesai menghubungi Stefan, Dominic mencoba mencari jalan untuk segera mendapatkan informasi mengenai wanita yang semalam tidur dengannya. Lalu Dominic menoleh ke arah sumber suara yang terus mengoceh tanpa henti.
“Jhon!”, panggil Dominic.
“Bisakah kamu carikan informasi mengenai wanita semalam yang tidur denganku?”, tanya Dominic.
“What?”
“Apa imbalannya?’, tanya Jhon.
“Aku akan kirimkan moge yang terkenal dan pernah kamu incar jika kamu mendapatkan informasi lengkap tentang wanita yang bersamaku semalam dalam waktu sehari sebelum uncle Stefan mendapatkan”, ucap Dominic dengan memberikan tawaran yang begitu mahal hanya seorang wanita semalam.
“Baiklah, aku terima tawaran itu setelah aku pertimbangkan”, ucap Jhon.
“Carilah sekarang!”, perintah Dominic.
Sementara Dominic menunggu informasi dari hasil pencarian mereka dengan menikmati wine yang di bar.
Jhon mencari dengan sungguh-sungguh sampai bibirnya tidak berhenti mengoceh.
“Demi moge”.
“Demi moge”.
“Aku tidak boleh tergoda dengan bidadari di sini”.
“Ayolah Jhon, c’mon sebelum uncle Stefan menemukan wanita itu”.
Sedangkan wanita yang semalam ditiduri oleh Dominic, kini dia sedang kembali di kediaman orang tuanya di Los Angeles.
Rosiana duduk di kursi sesuai nomor urut pesawat yang didapatkan sambil menikmati majalah yang disuguhkan.
Beberapa lama kemudian Rosiana telah tiba di bandara dan langsung bergegas menuju taxi. Perjalanan yang ditempuh olehnya cukup jauh dan memakan waktu yang lama. Sampai di kediaman orang tuanya, Rosiana langsung masuk ke kamar dan terbaring di atas ranjang sambil mengingat kejadian saat malam itu.
Flashback.
Rosiana menghubungi kekasihnya bahwa dirinya ingin mengajak dinner di pinggir pantai hawai untuk merayakan hari anniversary. Namun kekasihnya tidak bisa dihubungi. Sudah berkali-kali tanpa ada jawaban.
Ketika keluar dari lift, tanpa sengaja Rosiana melihat kekasihnya sedang bersenang-senang dengan sahabatnya penuh canda dan tawa. Rosiana merasa cemburu dengan melihat kebahagiaan yang mereka tampilkan.
Rosiana menepis rasa cemburu dengan berpikir positif, “c’mon Rosi, kamu sudah dewasa dan jangan kekanakan melihat mereka tawa bersama. Mungkin mereka tanpa sengaja bertemu. Kamu harus percaya dengan kekasihmu”, batin Rosiana.
Lalu Rosiana berlari memanggil kekasihnya tetapi mereka sudah masuk ke dalam lift. Kemudian Rosiana menyusul dengan lift disebelahnya. Tetapi lift itu tak kunjung terbuka sehingga dia memutuskan menaiki tangga sesuai dengan angka di lift tersebut.
Rosiana telah sampai dimana kekasihnya berada. Lalu Rosiana mengikuti dengan jarak yang masih jauh dengan nafas yang terus menderu. Rosiana melihat dengan kepalanya sendiri, mereka masuk ke kamar hotel bersamaan sambil bercumbu membuat hati Rosiana sesak. Kemudian Rosiana mengetuk pintu namun ketukan itu tidak didengar oleh dua sejoli yang tengah bersenang-senang dalam surga dunianya.
Lalu Rosiana mencari cara lain untuk bisa membuka pintu hotel tersebut. Rosiana masuk ke dalam trolli pelayan itu yang tengah mengetuk pintu milik kekasihnya.
Kemudian Levien membuka pintu dan membawa masuk troli yang didorongnya.
“Sweety, aku bawa apa coba?”, tanya Levien.
“Oh my god Levien, kamu ingat hari ini hari apa?”, tanya Angel.
“Iya sweety, happy anniversary”, ucap Levien.
“Aku senang deh, kamu merayakan hari bahagia ini bersamaku bukan bersama dengan Rosiana. Aku akan memberimu kebahagiaan surga dunia honey”, ucap Angel mencium bibir Levien.
“Apa kita berlanjut lagi sweety?”, tanya Levien dengan mencium bibir Angel.
Rosiana yang berada di bawah troli menangis dalam dekapan tangan sampai tidak bisa menahan diri dan keluar dari persembunyian sambil meneriaki mereka.
“Kalian brengs*k!!!!”
Dua sejoli tersebut tersentak kaget melihat Rosiana yang memergoki mereka.
“Rosi”, lirih Angel.
“Rosiana, dengarkan aku dahulu”, ucap Levien.
“Aku benci kalian dan kalian benar-benar...”, ucapan Rosiana tidak bisa berlanjut kembali sehingga dia lari menuju pintu keluar dan menutup pintu hotel dengan keras.
Levien dan Angel kini telah kandas masalah ingin mengambil harta Rosiana. Mereka hanya berdiam dan pikiran mereka kalut.
Sementara Rosiana pergi ke sebuah villa dimana taxi itu berhenti. Rosiana masuk dan melihat sebuah ruang diskotik di area terdekat villa. Rosiana mendekati meja bar dan memesan tiga botol minuman anggur dengan kadar alkohol tinggi.
Lalu malam itu merupakan malam bagaikan bencana baginya.
Rosiana tengah terlelap tidur sampai larut malam dan terbangun ketika momy-nya membangunkan.
“Momy!”, panggil Rosiana.
“Sayang ternyata kamu berlibur hanya sebentar”, ucap Grace.
“Iya mom, aku tiba-tiba gak mood di sana karena suasananya tak seindah Los Angeles”, ucap Rosiana berbohong.
“Sayang, apa kamu ada masalah?”, tanya Grace.
“Tidak mom”, jawab Rosiana.
“Yakin nak. Jika kamu ada masalah bisa cerita ke momy”, ucap Grace.
“Tidak mom. Aku mandi dahulu baru menyusul ke bawah. Takut daddy kelaparan gara-gara nungguin Rosiana”, ucapnya bergegas ke kamar mandi.
Grace melihat tingkah putrinya bergeleng kepala karena Rosiana selalu memendam perasaannya sendiri jika ada masalah. Grace hanya bisa berdoa untuk putri semata wayangnya agar selalu sehat dan bahagia.
Sementara Dominic mendapatkan informasi dari Stefan bahwa nama wanita itu bernama Rosiana Imanuel beserta keluarganya.
Sedangkan Jhon merasa kecewa pada dirinya karena tidak menemukan informasi yang dibutuhkan oleh Dominic Xavier.
Stefan yang melihat ekspresi kecut Jhon bergeleng kepala.
Dominic pergi ke Bandara keesokan harinya setelah mencari data mengenai wanita semalam yang ditidurinya. Dominic masuk ke pesawat VIP. Pesawat itu lepas landas menuju Los Angeles. Beberapa lama kemudian Dominic telah sampai ke bandara dan langsung menemui orang yang sudah dia hubungi. Koneksi Dominic begitu luas karena keluarga Xavier.
Dominic masuk ke mobil ferari hitam setelah mengambil kunci dari pria bawahannya. Dominic berpisah dengan pria tersebut yang membawa kopernya ke apartemennya. Sedangkan Dominic pergi mencari alamat wanita itu.
Dominic melajukan mobil dengan kecepatan sedang sambil tersenyum menyeringai ketika mengetahui siapa Rosiana.
Dominic telah sampai di pelataran depan mansion milik Rosiana dengan jarak cukup jauh.
Dominic mengintai wanita itu yang keluar dari mansionnya. Dominic mengikuti wanita itu sampai ke butik.
Dominic hanya berdiam sembari menikmati keseharian wanita yang mengganggu pikirannya dalam semalam.
Sweety, kita akan ketemu kembali. Tunggulah aku untuk menjemputmu.
Lalu Dominic pergi melajukan mobilnya ke apartemen dan membersihkan diri setelah seharian menguntit Rosiana. Ketika dirinya tengah asyik menikmati suasana Los Angeles tiba-tiba Dominic mendapatkan kabar dari daddy-nya untuk menangani masalah pekerjaan yang berada di Bangladesh. Dominic kemudian bergegas menghubungi bawahannya untuk menyiapkan helikopter untuk penerbangan ke Bangladesh malam ini.
Kini Dominic menangani kebocoran data dengan menghubungi pegawainya yang berada di Bangladesh lewat chat.
Dominic :
Bagaimana perkembangan di sana?
Salim:
Belum tahu tuan. Kami sedang berusaha.
Dominic :
Baiklah, kalian usahakan semua data tidak bocor.
Dominic :
Kamu minta para keamanan untuk mencari pelaku yang telah membocorkan data-data kita dan hubungi Dante.
Salim :
Baik tuan.
Setelah berhubungan lewat chat Dominic menyuruh Lucas yang berada di Bangladesh untuk ikut membantu menangani kebocoran data.
Dominic sekali lagi harus menghubungi seseorang lewat chat.
Dominic :
Lucas, jika kamu masih di Bangladesh aku minta bantuan kamu untuk membantu para pegawai untuk meminimalisir kebocoran data agar saham tidak menurun.
Beberapa menit kemudian Lucas membalas chat dari Dominic.
Lucas :
Aku sudah ada di kantor bersama dengan Jorsh.
Setelah membaca chat dari Lucas, hati Dominic sedikit lega.
Beberapa lama kemudian Dominic telah tiba di area helipad dan turun dari helikopter. Dominic langsung bergegas menuju mobil dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh yang diikuti oleh para pengawalnya.
Dominic langsung masuk ke gedung yang megah dengan sedikit gusar. Dominic tidak ingin kebocoran data mengakibatkan pemasarannya menjadi menurun dan merugikan penanam saham.
Dominic berjalan menghampiri Lucas yang tengah fokus berkutat dengan keyboard dan layar monitor.
“Bagaimana Lucas? Apakah kamu sudah meminimalisir kebocoran data besar-besaran ini?”, tanya Dominic.
“Aku sudah berusaha setengahnya dan ada beberapa data yang sudah tercuri oleh hacker. Mereka sangat hebat. Aku mengakui kepintaran para hacker yang dikerahkan oleh penyabotase data milik kita yang notabenenya kode keamanan kita jarang kena sabotase”, ucap Lucas.
“Sepertinya di wilayah kita ada mata-mata”, ucap Dominic dengan dugaannya.
“Kalau begitu aku juga harus turun tangan walaupun sampai pagi”, ucap Dominic mengambil tempat duduk di sebelah Lucas.
Pukul 08.00 pagi mereka telah menyelesaikan pekerjaannya. Mereka menghembuskan nafas lega dengan menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Begitupun dengan Jorse.
“Akhirnya kita bisa menemukan kode hacker yang sudah menyabotase data milik kita”, ucap Dominic.
“Ya, kamu seharusnya memberikan bonus kepada kami yang sudah berusaha mati-matian untuk melindungi data”, ucap Lucas.
“It’s okay, aku akan memanjakan mereka selama satu minggu untuk makan enak secara gratis dengan tiket hiburan selama dua hari”, ucap Dominic.
“Ide bagus”, sela Jorse dengan senyum unjuk gigi.
Sementara Rosiana yang tengah sibuk melayani pelanggan tiba-tiba bertubi-tubi ada seseorang yang mengirimkan bunga dan cokelat untuknya sampai butik itu penuh dengan karangan bunga dan cokelat. Sampai Rosiana membagi-bagi kepada pelanggan karena tidak mungkin dirinya menghabiskan cokelat yang segunung itu.
Rosiana sangat kesal kepada pengirim barang ke butiknya sampai momy-nya terheran.
“Sayang, kali ini kita dipenuhi hadiah dari penganggum rahasia kamu semenjak dua hari. Momy sampai heran sama penganggum rahasia kamu”, ucap Grace.
“Heran kenapa mom?”, tanya Rosiana.
“Ya heran dong sayang. Kamu kan tidak pernah memiliki teman sebanyak itu kecuali Levien dan Angel”, ucap Grace.
“Sudahlah mom, kita tidak perlu menyebut mereka lagi. Mereka teman yang tidak tahu terima kasih”, kesal Rosiana.
Grace mendengar nada bicara Rosiana seperti itu kemudian menduga masalah yang sedang dihadapi putrinya. Grace tidak ingin melanjutkan pembicaraan yang sensitif lagi. Grace mengenyahkan dan mencari tahu sendiri masalah putri semata wayangnya.
Sedangkan Dominic yang sedang berada di kamarnya tengah tersenyum menyeringai sambil memandang pemandangan luar lewat jendela kamarnya dengan menikmati secangkir kopi dan tangan kiri masuk ke kantong celana panjangnya.
Sweety, semoga kamu senang dengan pemberian aku.
Usai menangani masalah pekerjaan di Bangladesh, Leon, Jorse dan Lucas kembali ke Jerman tempat kelahiran mereka.
Tatkala mereka sedang menuju ke tempat asalnya, kini Alena tengah termangu memikirkan cara mencari gadis kecil itu. Ketika tengah termangu, Devan dari belakang memanggil momy-nya sampai Alena tersentak kaget.
Devan melihat momy-nya seperti itu langsung bertanya ke permasalahan yang saat ini dipikirkan oleh momy-nya.
“Momy pasti memikirkan gadis itu lagi”, ucap Devan dengan menduga.
“Iya boy”, ucap Alena sesuai dugaan Devan.
“Mom, tenang saja. Devan akan membantu mencari gadis itu. Tapi apabila tidak ketemu momy harus berjanji untuk melupakan gadis itu”, ucap Devan sambil mengambil roti tawar.
“Iya momy janji”, ucap Alena meski hatinya mengatakan tidak rela.
“Tapi mom, apabila kita mencari gadis kecil itu anak almarhum aunty monica akan sulit. Kita hanya memiliki foto waktu kecil saja. Ini sudah lima belas tahun lebih mom”, ucap Devan.
“Momy yakin dengan feeling momy. Kali ini kita pasti bisa menemukan”, ucap Alena dengan penuh keyakinan.
Di tengah perbincangan antara Devan dan Alena, Lucas datang dan memotong pembicaraan keseriusan Devan dan momy-nya. Lucas ikut bergabung dan mengambil roti bakar dengan diolesi selai kacang. Lucas ikut berdalih bersama Alena dan Devan.
“Apa yang sedang kalian bicarakan?”, tanya Lucas yang tiba-tiba datang.
“Kami sedang membicarakan gadis gendut itu yang selalu dibicarakan oleh momy sampai kebawa mimpi”, jawab Devan.
“Apa yang diucapkan oleh Devan benar mom?”, tanya Lucas sambil menikmati rotinya.
“Iya Lucas”, ucap Alena.
“Tenang saja mom nanti Lucas, akan ikut mencari. Besok kita ke Indonesia. Semoga ini keberuntungan kita Mom. Oh ya Daddy apa masih belum selesai dinasnya ke New york?” ucap Lucas
“Menurut momy nanti malam Daddy akan pulang karena besok dia akan ikut menemani momy mencari anak itu”, ujar Alena.
“Oke, Devan akan menyuruh Alex mengurus semua untuk keberangkatan besok ” kata Devan.
Devan menghabiskan susu dan meninggalkan Lucas dengan momy-nya. Kemudian dia pergi menemui Dominic di kantornya dengan membawa undangan dari Leon untuk seluruh keluarga Xavier. Ketika sampai di depan pintu Devan langsung masuk tanpa mengetuk namun orangnya tidak ada di ruang.
“Kemana dia pergi?”, gumam Devan berjalan menuju ke meja sekretaris dekat ruang kerja Dominic.
“Kemana perginya bos kalian manis?”, tanya Devan dengan mata genit membuat kedua wanita leleh dengan godaan Devan.
“Beliau sedang menemui klien tuan”, ucap salah satu sekretaris.
Ketika Devan tengah berbicara dengan dua sekretaris di depannya. Devan melihat Ellizabeth menuju kemari. Devan langsung menyapa mantan kekasih Dominic.
“Hai Elli”, sapa Devan.
“Ngapain kamu ke sini Dev?”, tanya Ellizabeth.
“Aku ke sini ada keperluan masalah pekerjaan”, jawab Devan.
“Justru aku yang harusnya bertanya. Kenapa kamu datang ke kantornya Dominic? Secara kamu sudah tidak ada lagi hubungan dengan Dominic. Bukankah kalian sudah putus cukup lama?”, sarkas Devan yang mengenai hatinya.
“Aku ke sini karena ada perlu dengan mantan kekasihku itu”, ucap Elli dengan menahan perasaan kesal terhadap Devan.
“Perlu apa?”, tanya Devan.
Ellizabeth mencari alasan dengan kata ehmm ehmm... Ketika sedang berpikir mencari alasan, Dominic muncul tiba-tiba seperti keberuntungan bagi Ellizabeth sendiri. Ellizabeth berteriak memanggil Dominic dan merangkul lengan Dominic meski Dominic terlihat enggan dirangkul oleh Ellizabeth.
Sampai di ruang kerja, Dominic langsung to the point menanyakan kehadiran Ellizabeth di kantornya.
“Ngapain kamu ke sini?”, tanya Dominic dengan ekspresi dingin.
“A..aku ke sini untuk minta balikan kembali”, ucap Ellizabeth dengan muka tebal.
“Aku sangat jijik melihatmu. Pergilah sekarang. Aku tidak mau mendengar omong kosongmu lagi”, usir Dominic.
“Aku masih mencintai kamu, Dom”,ucap Ellizabeth.
“Aku sebenarnya tidak menyelingkuhi kamu tapi saat itu aku dijebak”, tangis Ellizabeth dengan bersujud.
“Aku mau kamu keluar dalam hitungan detik. Apabila kamu tidak keluar, akan aku panggilkan satpam”, sarkas Dominic.
“Dom, please beri aku kesempatan sekali saja”, mohon Ellizabeth yang tengah frustrasi dan menyesal atas kebodohannya yang percaya dengan pria brengs*k yang mengiming-imingi harta.
“Keluar!”, usir Dominic dengan ekspresi dingin.
Namun Ellizabeth masih kekeh untuk mempertahankan kebodohannya sampai Dominic mengambil tindakan dengan cara kasar dengan menyuruh satpam menyeret wanita itu. Aksi itu dilihat oleh mata Devan dengan memukau.
Ini benar-benar sifat jahat Dominic. Itu pantas didapatkan oleh Elli yang hanya mengincar harta milik Dominic saja.
Usai kepergian Ellizabeth, Dominic menanyakan keberadaan Devan ada di kantornya.
“Dev, kamu mau apa?”, tanya Dominic dengan menjatuhkan bokongnya di kursi kerja.
“Aku ke sini, hanya mau memberikan undangan pesta Leon”, ucap Devan dengan menghampiri meja Dominic dan menyerahkan undangan ke atas meja sambil mendudukkan bokongnya ke kursi depan meja kerja Dominic.
“Pesta apa yang diadakan oleh Leon?”, Dominic.
“Ini pesta seperti hal nya syukuran”, jawab Devan.
“Di tengah pesta perayaan itu, kita juga bisa membahas masalah musuh lewat bantuan otak Leon dan para pengikutnya untuk menemukan identitas yang bekerja sama dengan aliansi Black dog”, saran Devan.
“Benar juga yang kamu katakan. Kita juga butuh strategi dari Leon untuk memecahkan strategi politik Raymond”, ucap Dominic.
“Baiklah, aku harus kembali ke mansion untuk siap-siap packing untuk lusa dan aku juga harus membantu momy-ku untuk mencari seorang anak yang telah lama hilang”, ucap Devan dengan berlalu pergi meninggalkan ruang kerja Dominic.
Devan juga berpamitan kepada dua sekretaris wanita dengan melambaikan tangan dan mata genitnya.
“Girls, aku pamit dulu. See you sweety”, ucap Devan
“Oh my god, tuan Devan benar-benar tampan dan baik. Dia membuatku selalu meleleh”, ucap salah satu sekretaris berambut coklat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!