~ Tidak ada manusia yang sempurna karna kesempurnaan hanyalah milik Allah ~
~ Tidak baik menyimpan dendam, karna itu adalah awal dari kebinasaan ~
~ Memaafkan itu memang sulit, karna ini melibatkan hati yang pernah sakit ~
~ Hijrah di Jalan Allah ~
Namaku Rahma. Rahma Putri Ramadhani. Berusia 18 tahun. Siswi kelas 12 IPA B di salah satu sekolah swasta terfavorit di kotaku. Jakarta Utara.
Aku termasuk siswi beruntung karena bisa masuk di SMA ini dengan jalur beasiswa. Dengan kondisi ekonomi keluargaku saat ini mustahil mereka bisa membayar uang sekolah yang sangat mahal.
Ayahku hanya supir angkutan umum, sedangkan ibuku hanya tukang penjual gado-gado. Mereka tidak akan mampu.
Awalnya kupikir semua sekolah sama saja. Namun ternyata tidak, di sini aku diperlakukan berbeda. Bermacam ragam sifat siswa-siswi di sini kuhadapi. Dari yang suka membully sampai yang mencaci maki. Ternyata rupanya aku tidak seberuntung itu.
Kalian tau siapa orang yang suka membullyku? Namanya Ridho. Ridho Ahmad Wibowo. Pemuda berwajah rupawan, tapi tidak punya rasa kemanusiaan.
Pemuda yang ditakuti oleh seantero sekolah itu selalu saja semena-mena. Merupakan ketua geng motor balap liar yang merajai jalanan membuat orang tunduk.
* * *
Memang tidak mudah aku menjalani hari-hari di sekolah. Tapi demi keluarga, ku coba untuk sabar. Meraih mimpi mencapai ke suksesan agar mereka bangga padaku.
Walaupun kadang merasa tak sanggung dan ingin menyerah. Tapi kalau teringat bagaimana bahagia ayah dan ibu saat aku mendapatkan beasiswa di sekolah ini, ku coba untuk kuat.
Saat rasa sedih melanda pun karna aku diperlakukan berbeda kuingat lagi wajah orang tuaku. Hingga sedih berganti dengan senyum tipis yang kupaksakan.
Begitu banyak duka yang ku lewati di SMA ini. Dari awal sekolah sampai sekarang aku selalu sendirian. Tidak ada yang mau berteman.
* * *
Aku dilahirkan dari keluarga sederhana yang alim. Mengamalkan ajaran Rasulullah. Salat lima waktu dan sunnahnya sering kami kerjakan.
Membaca al-qur'an sehabis salat. Menutup aurat sesuai dengan perintah Allah. Karna menutup aurat bukan hanya wajib, tapi juga melindungi kita dari tindakan kejahatan.
Ibu dan ayah selalu mengajarkan kebaikan kepadaku. Menjaga akhlak, adab dan bertutur kata sopan setiap sesama. Saling menghormati dan menghargai. Membantu orang yang membutuhkan. Tidak dendam serta memaafkan kesalahan orang lain dengan ikhlas.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali hanyalah Allah. Oleh karna itu pasti semua manusia berbuat kesalahan dan kita tidak perlu mendendam bukan?
Karna menyimpan dendam akan membuat kita mencapai kebinasaan. Cobalah memaafkan karna dengan memberi maaf akan membuat hati lebih damai.
Aku juga tidak pernah berpacaran dan selalu menjaga diri dari yang nama nya zina. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur Allah selalu menuntunku ke jalan yang benar dan tidak menjadi anak remaja pada umumnya yang suka berpacaran dan selalu memikirkan duniawi. Mereka lupa bahwa ada nya kehidupan akhirat setelahnya.
Kadang-kadang aku juga merasa sedih melihat banyak orang yang berpacaran di zaman sekarang ini. Mereka tidak memikirkan apa akibat dari perbuatan mereka itu. Aku hanya selalu berdoa mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada mereka agar mereka bertaubat. Aamiin.
* H I J R A H D I J A L A N A L L A H *
Di kamar tidak luas itu, seorang gadis bermata bening memakai mukena putih menengadahkan kedua tangan. Di sepertiga malam ini ia memohon agar Allah Swt. memudahkan segala urusannya. Berharap ia bisa lebih sabar lagi dalam menjalani kehidupan.
Setelah mengusapkan tangan ke wajah, gadis itu membuka sebuah kitab yang ia ambil di atas meja belajar. Membacanya dengan syahdu. Al-qur'an memanglah sangat ampuh menghilangkan rasa gelisah yang ada di dada. Sesibuk apapun kita, cobalah biasakan diri membaca Al-qur'an setiap harinya walaupun cuma satu ayat. Itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Tepat saat gadis bernama Rahma itu menutup Al-qur'an, suara azan terdengar. Gadis itu dengan khusyuk mendengarkan hingga selesai lalu berdoa. Ia sempatkan salat sunnah 2 raka'at terlebih dahulu sebelum melaksanakan salat subuh. Salat sunnah Qabliyah subuh.
***
"Biar ibu aja, Nak!" Fatimah yang baru saja masuk ke dapur menegur anaknya. "Mendingan kamu siap-siap ntar telat!"
Pisau yang dipegang sang putri untuk memotong sayuran, ia ambil alih.
"Tapi Bu-
"Sekolah kamu lebih penting dari ini." Ia memotong ucapan putrinya. "Ini pekerjaan ibu bukan kamu."
Menghela nafas, Rahma pasrah. "Baiklah, Bu. Aku siap-siap sekarang," balasnya lalu pergi.
***
Pagi ini matahari bersinar cerah. Setelah turun dari angkot ayahnya Rahma melangkah menuju gerbang. Kerudung putihnya diterpa angin saat ia berjalan. Padangan siswa-siswi tampak merendahkan membuatnya tidak nyaman. Gadis itu mempercepat langkah hingga tanpa sengaja menabrak seseorang. Seseorang yang tidak ia temui hari ini, esok, atau nanti.
"Maaf," ucapnya pelan.
"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maaf Rahma, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya mata tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Setelahnya pemuda itu pergi membawa kekesalan di dalam dada. Awas aja ia akan membalas gadis ini, tekadnya dalam hati.
"Padahal nggak sengaja." Rahma menghela nafas, berurusan dengan orang tadi pasti masalah akan berujung panjang. Rahma ingat bagaimana orang itu membulinya, tertawa saat berhasil mengerjainya.
Menguatkan mental, ia melanjutkan perjalanan menuju kelas.
***
"Kamu kenapa?"
Gadis cantik berambut panjang bertanya saat Ridho memasuki kelas dengan wajah masam.
Melihat Ridho hanya diam ia bersuara lagi. "Cewek aneh itu lagi?" tebaknya.
Pemuda itu meliriknya sekilas. "Hmm."
"Kenapa tuh orang selalu bikin masalah terus sama kamu," dumel gadis itu.
Ridho tak menghiraukannya. Pemuda itu menuju bangku dan tidur disana. Ransel yang cuma berisi satu buku ia alaskan ke kepala. Semalam ia pulang pukul tiga dini hari sehabis nongkrong dengan teman-temannya. Rasanya ia mengantuk sekali. Ridho menguap lebar lalu memejamkan mata.
Di saat bersamaan Rahma muncul di depan kelas. Memasuki kelas setelah mengucap salam yang dijawab ogah-ogahan bagi sebagian orang di sana. Duduk di bangku yang hanya dihuni ia sendiri. Tidak berdua seperti yang lain. Tidak ada yang mau duduk di sampingnya. Tidak ada yang mau dekat-dekat dengannya. Tidak ada yang mau berteman dengannya.
Perbedaan kasta sangat kentara sekali di sini. Orang-orang menyisihkannya karna tak punya. Anak tukang angkot dan penjual gado-gado, yang pasti membuat mereka malu jika berteman dengannya.
"Eh lo?" Sinta yang merupakan pacar Ridho menujuk wajah Rahma. "Bikin masalah apa lagi lo sama cowok gue hah?" Matanya yang besar itu melebar. "Nggak ada kapok-kapoknya ya? Masih kurang hadiah dari gue selama ini?"
Rahma mengerjap polos sambil membalas," Aku nggak merasa bikin masalah sama kalian." Nada suaranya terdengar tenang. "Kalian yang selalu bikin masalah sama aku." Itu benar Rahma tidak pernah cari masalah dengan mereka. Merekalah yang selalu menganggapnya pembawa masalah.
"Berani lo ya jawab omongan gue?" Gadis berambut panjang itu menggebrak meja. Awas ia tidak akan membiarkan cewek aneh ini lepas. Sesuatu yang menyenangkan akan terjadi. Ia sudah mempunyai rencana untuk memberinya pelajaran.
Saat ia hendak mendorong gadis itu seorang guru bernama Siska datang membuatnya mengurungkan niat. Ia kembali ke bangkunya duduk di samping Rani. Tak lupa tatapan tajamnya ia layangkan kepada Rahma.
"Pagi anak-anak," sapa Bu Siska setelah mengucap salam terlebih dahulu.
Setelah salam dan sapaannya dijawab guru Fisika itu membuka buku paket. Membolak balik lembaran kertasnya. "Minggu kemaren ibu kasih kalian tugas kan? Kumpulkan sekarang kedepan!"
Di bangku nomor dua sana Rahma mengobrak-abrik tasnya. Mencari buku latihan Fisikanya di dalam sana yang tidak ada diantara tumpukan buku yang ia bawa. Mencoba mengecek ulang kalau kalau buku itu terselip di antara yang lain. Namun, seberapa teliti ia mencarinya hingga ke kolong meja tetap saja tidak bersua. Apa mungkin ketinggalan ya? pikirnya.
"Apa semuanya sudah mengumpulkan tugas?" suara Bu Siska menghentikannya dalam mencari buku latihan Fisika yang entah di mana. Guru di depan sana menghitung jumlah buku yang dikumpulkan. "Siapa yang tidak mengumpulkan tugas?" tanyanya setelah memastikan jumlah buku tak sesuai dengan jumlah siswa-siswi yang hadir.
Hening. Murid-murid berpandangan. Merasa tugas mereka telah dikumpulkan kecuali satu orang dari mereka.
"Siapa yang tidak mengumpulkan tugas?" kali ini Bu Siska bertanya dengan suara keras saat tidak mendengar jawaban dari siapapun
Dengan takut-takut Rahma mengangkat tangan kanannya. "Saya, Bu," ucapnya sambil menunduk.
"Rahma? Kamu anak pintar di sekolah ini kenapa bisa tidak mengumpulkan tugas?"
"Tugas saya ketinggalan kayaknya, Bu," jawab gadis berkerudung itu yakin tak yakin.
Bu Siska menghela napas. Apapun alasannya ia akan tetap memberi sanksi pada murid yang tak mengumpulkan tugas. "Kamu tau kan? apa hukuman buat murid yang nggak ngumpulin tugas?"
Rahma mengangguk. Ia tau siapa yang tidak mengumpulkan tugas Fisika akan diberi hukuman membersihkan toilet dekat perpus. Semua yang ada di kelas ini sudah mendapatkan hukuman itu sebelumnya kecuali Sinta, anak pemilik sekolah dan Ridho, pacarnya. Setelah pamit pada Bu Siska ia keluar dari kelas itu pergi ke tempat tujuan.
"Bu saya izin ke toilet dulu ya."
Sesorang menyusulnya dari belakang.
***
Melewati lorong sepi gadis berkerudung itu berjalan sendiri. Sepasang sepatu hitam lusuhnya terus melangkah bersentuhan dengan ubin. Selama ia bersekolah di sini baru kali ini Rahma dihukum begini. Ia mengingat-ingat kembali apakah buku latihan fisikanya benar ketinggalan atau tidak. Tapi, rasanya ia membawanya.
Beberapa kemungkinan ia pikirkan kalo misalnya buku itu sama sekali tidak ada di rumah berarti ada seseorang yang mengambil buku itu tanpa sepengetahuannya. Dan ia sudah bisa menebak siapa orangnya.
Saat ia sampai di tempat tujuan yaitu toilet. Ia mengedarkan netranya. Hmm tidak buruk. Toilet ini tidak terlalu kotor meski menguarkan aroma yang tidak sedap. Rahma yakin tidak butuh waktu lama untuk membersihkannya.
Dan benar saja seperempat jam kemudian ia sudah selesai membersihkannya. Rahma menghela napas lega. Ini tidak sulit Rahma sudah biasa bersih-bersih di rumah.
Setelah menyuci tangan di wastafel ia hendak keluar. Namun, saat ia memutar handle pintu. Ada yang salah dengan benda itu sehingga tidak bisa dibuka. Apa pintunya rusak, pikirnya. Mencoba berulang kali memutar handle pintu itu lagi dan lagi tapi usaha tidak berhasil.
Ia mulai panik menggedor pintu kuat-kuat. "Hey ada yang dengar?" teriaknya.
Tangan kurusnya terus menerus menggedor pintu.
"Hey pintunya rusak tolong bantu aku membukanya!"
Berulang kali ia berteriak minta tolong, namun tidak sahutan dari luar. Apa ada yang sengaja menguncinya? Rahma menebaknya begitu.
Lelah berteriak. Ia memilih pasrah. Rahma terduduk di lantai sambil berharap ada yang menolongnya. Detik berganti menit dan menit berganti jam. Namun, pertolongan itu tak kunjung datang. Lagi pula siapa yang sudi menolong orang seperti dirinya. Mana peduli mereka.
Rahma memeluk lututnya. Perutnya terasa lapar. Perih. Tubuhnya lemas serta pusing datang bersamaan. Berjam-jam ia terkurung hingga malam menjelang. Rahma tak kuat lagi dan berakhir tak sadarkan diri.
***
Suara dering handphone menghentikan Ridho yang sedang bermain PS sendiri di kamarnya. Segera ia meraih benda itu dan menganggat panggilan whatsapp dari seseorang.
"Hallo sayang iya ada apa?"
"What?" Ekspresinya terlihat terkejut.
Diseberang sana Sinta mengabarkan bahwa ia telah berhasil mengurung satu-satunya gadis berkerudung di sekolah dalam toilet.
Setelahnya suara gadis itu tidak terdengar jelas lagi. Hanya samar-samar. Pikirannya menerawang.
Rahma. Apa gadis itu baik-baik saja?
Tapi buat apa juga ia peduli. Bukan urusannya juga. Toh selama ini ia juga sering membully gadis itu.
Beperang batin, Ridho melirik jam. Sudah jam sembilan malam tidak mungkin kan ia masih di sana. Siapa tau sudah ada yang menolong.
Tapi, gadis itu tidak punya teman. Siapa yang peduli.
Ridho memutuskan panggilan sepihak tampak mempedulikan gadis di seberang sana mengomel. Cepat-cepat ia sambar kunci mobil. Oke kali ini saja ia mencoba untuk peduli. Hanya sekali ini, setelah itu ia kembali jadi Ridho seperti biasa lagi.
Lagi pula kalau misalnya gadis itu mati siapa lagi yang akan ia bully. Meski pun sebenarnya banyak sih. Tapi membully gadis aneh itu lebih seru.
Ya Ridho yakin dia sebenarnya tidak peduli. Hanya takut saja orang bullyannya mati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!