NovelToon NovelToon

LIGHT For A STAR

PROLOG - PERCIKAN API

Halo semuanya, terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca novel karya Cherry. Ini adalah novel Cherry yang ke 6. Novel sebelumnya :

1. The Killer series

2. Cinta dan Benci (Axelle dan Vanessa)

3. Separuh Jiwaku (Anthony dan Kimberly)

4. Amelie Sang Penjaga Jodoh (Leon dan Amelie)

5. My Highschool Sweetheart (Azka dan Mia)

Boleh mampir ya 😊🥰 . Kalau novel yang ini cerita tentang Putra pertama Leon yang bernama Xavier Light Sebastian.

Mudah2an novel ini berkenan buat teman2 dan kakak2 semua. Karena aku hanyalah remahan biji jagung yang kadang menjadi bakwan, kadang menjadi popcorn 🤣.

❤❤❤❤❤

Xavier Light sebastian, putra pertama dari pasangan Leon Sebastian dan Amelie Kirania Williams. Saat masih kecil, ia dipanggil dengan sebutan Baby Xavier, namun Axelle sangat senang memanggilnya Light. Ia sangat dekat dengan Kakeknya, yakni Axelle Williams, hingga ia meminta semua orang memanggilnya Light.

Hampir setiap hari ia selalu meminta untuk bertemu dengan Axelle, bahkan ia akan menginap di kediaman Williams, meski tak ada kedua orang tuanya di sana. Bisa dikatakan Light lebih dekat dengan Axelle dan Vanessa daripada dengan Larry dan Miranda, orang tua Leon.

Amelie kadang merasa aneh karena Light begitu dekat dengan Daddynya. Axelle sangat menyayangi Light, bahkan sering mengajaknya jika sedang bertemu dengan rekan bisnisnya, atau jika ia sedang berlibur. Light akan sangat serius memperhatikan pembicaraan Axelle dengan rekan bisnisnya, ia sama sekali tidak mengganggu.

Leon dan Amelie memiliki 2 orang putra. Putra keduanya adalah Ray Thunder Sebastian. Jika Light lebih ceria dan supel, maka Ray lebih dingin dan pendiam. Ia lebih sering berada di dalam kamarnya dan membaca buku. Usia keduanya hanya berjarak 2 tahun. Usia Ray sama dengan Axton, putra Azka dan Mia.

Light selalu mengikuti kemana pun Axelle pergi sejak ia berusia 3 tahun. Ia sangat menempel seakan tak mau lepas. Axelle membuatkannya sebuah rumah kayu di taman belakang kediaman Williams. Rumah itu menjadi tempat bermain bagi Light, bahkan ia bisa tidur siang di sana.

"Light! ayo kita makan," Axelle memanggil Light yang berada di dalam rumah kayu dan mengajaknya makan. Terlihat seorang anak laki laki berusia 10 tahun keluar dari sana dengan wajah yang ceria.

"Grandpa!" teriak Light dengan wajah berseri seri.

"Apa yang sedang kamu kerjakan di dalam?" tanya Axelle ingin tahu.

"Aku sedang membuat sesuatu. Ini misi rahasia, jadi tidak boleh ada yang tahu," bisiknya pada telinga Axelle.

"Apa Grandpa tidak boleh tahu?"

"Tidak! ini kejutan!" serunya sambil tersenyum.

Axelle kemudian menggandeng tangan Light dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Mereka duduk bertiga di meja makan, Axelle, Vanessa, dan Light.

"Light, kamu mau makan yang mana?" tanya Vanessa.

"Aku mau ini, ini, dan ini, Grandma," dengan telaten Vanessa mengambilkan beberapa lauk dan sayur ke atas piring Light, begitu juga untuk suaminya.

Mereka makan dengan tenang, tanpa ada pembicaraan karena memang Axelle dan Vanessa mengajarkan hal itu pada Light. Setelah mereka selesai, mereka duduk bersama di ruang tengah.

"Light, apa kamu tidak ingin pulang? Mommymu selalu menelepon Grandma dan menanyakan keadaanmu. Ia juga bertanya kapan kamu akan pulang," ucap Vanessa.

"Nanti, Grandma. Aku betah di sini dan aku senang di sini. Apa Grandpa dan Grandma mengusirku?" tanya Light dengan tatapan sendu.

"Tentu saja tidak sayang. Mengapa kamu berpikir seperti itu? Grandpa dan Grandma sangat menyayangimu."

"Bagaimana kalau kita merayakan ulang tahunku di sini?" celetuk Light. Axelle dan Vanessa berpandangan dan kemudian menganggukkan kepalanya, membuat senyuman terbit kembali di wajah Light.

1 minggu kemudian, sebuah acara ulang tahun diadakan di kediaman Williams. Light mengundang semua teman temannya di sekolah, sedangkan Leon mengundang sahabat sahabatnya dan meminta mereka membawa putra putri mereka. Kebetulan sekali mereka semua berada di Indonesia karena sedang mengerjakan project bersama sama.

Acara ulang tahun akan diadakan pada siang hari dan pada malam hari karena mereka akan mengadakan acara barbeque khusus untuk keluarga dekat. Para tamu mulai berdatangan, terutama teman teman Light dari sekolah. Mereka datang berlari masuk ke dalam kediaman Williams sambil membawa hadiah.

Axelle dan Vanessa sangat senang melihat kediamannya yang sangat ramai dengan anak anak. Amelie datang sejak kemarin bersama Leon dan juga Ray. Ray hanya diam di kamarnya sambil membaca buku sementara Light bermain di rumah kayunya.

Handy dan Abigail datang bersama dengan Chloe, putri mereka satu satunya. Chloe datang dan langsung menghampiri Light yang berada di taman belakang. Usia mereka hanya berbeda bulan saja. Mereka juga bersekolah di sekolah yang sama.

Azka dan Mia datang bersama putra dan putri mereka, yakni Axton dan Alexa. Alvin datang bersama dengan kedua putra mereka yakni, Ethan dan Enzo. Sementara David dan Angel datang paling terakhir bersama si kembar Maverick dan Maystar.

Melihat banyak anak anak di taman belakang, mereka langsung berlarian dan ikut bermain. Meskipun usia teman teman Light lebih besar, tapi tidak mengurungkan keinginan mereka untuk bermain. Mereka

Maystar, baru berusia 4 tahun, ia yang paling kecil di antara mereka. Ia tak ingin berlari, karena ia belum lama terjatuh. Ia hanya memperhatikan mereka, sambil kadang kadang tersenyum. Dari atas balkon, Ray memperhatikan banyaknya anak anak. Ia juga melihat bagaimana Star yang duduk seorang diri. Ia pun segera masuk kembali ke dalam kamar dan melanjutkan bacaannya.

Star merasa tertarik dengan rumah kayu yang berada tak jauh dari hadapannya. Ia masuk ke dalam. Ada sebuah ruangan yang terbuka dan ia melihat seorang anak laki laki sedang merakit sesuatu.

"Hi! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Star.

"Keluarlah! Aku sedang sibuk. Jangan menggangguku. Aku akan membuat kejutan untuk Grandpa-ku."

"Apa aku boleh membantumu?" tanya Star.

"Ahhh!!!" tanpa sengaja tangan Light terkena cutter saat akan memotong sebuah kabel.

"Kamu tidak apa apa?" Star langsung berjalan mendekat dan memegang tangan Light.

"Aku tidak apa apa. Kamu mengganggu pekerjaanku. Bagaimana kalau nanti tidak selesai?" Light agak sedikit kesal karena ia ingin sekali membuat kejutan untuk Grandpa-nya untuk acara nanti malam.

"Baiklah, aku akan keluar."

"Jangan lupa tutup pintunya!" perintah Light pada Star dan gadis kecil itu menurutinya.

Saat Star ingin keluar dari rumah kayu, beberapa anak laki-laki menerobos masuk dan membuat Star terjatuh, hingga menyenggol sebuah tiang panjang yang akan digunakan oleh Light untuk menyalakan kejutannya.

Tiang tersebut miring, para anak laki laki itu terus berputar putar dan berlarian di dalam rumah kayu, hingga akhirnya tiang tersebut mengenai kabel lampu, kemudian memecahkan lampu dinding. Percikan api mulai terlihat, Star ingin berteriak, namun tenggorokannya seperti tertahan. Ia segera bangun dan ingin masuk kembali ke dalam ruangan tempat Light berada untuk memintanya keluar.

"Daddd!!!"

🧡 🧡 🧡

TURUT BERDUKA CITA

Asap semakin memenuhi rumah kayu tersebut, membuat pandangan Star buram. Light yang berada di dalam ruangan semakin sesak nafas karena pintu ruangannya tak bisa dibuka. Ia pun mulai ambruk. Star berhasil membuka pintu. Untung saja kunci masih tergantung di sana. Ia langsung mencoba berteriak. Ia menarik tubuh Light yang jauh lebih besar darinya namun sangat sulit.

Para orang tua yang berada di ruang tengah tidak melihat kejadian itu, sementara Chloe yang berada dekat dengan rumah kayu langsung mencari seseorang. Ia menarik Axelle dan membawanya ke rumah kayu.

Melihat sebagian rumah kayu sudah terbakar, Axelle langsung masuk, kemudian menggendong Light keluar. Ia merebahkan Light di atas rumput, dan meminta Chloe menjaganya. Axelle kembali masuk ke dalam untuk memeriksa. Ia melihat seorang anak perempuan tergeletak tertimpa kayu yang sedikit terbakar. Ia langsung membulatkan matanya dan mengangkatnya.

Brakkk !!!

Sebuah kayu besar jatuh dan menimpa kepala Axelle, membuat kepalanya langsung terasa sakit. Ia berjalan tertatih agar bisa keluar dari rumah kayu itu sambil menggendong Star yang sudah tak sadarkan diri.

"Dad!" teriakan Azka membuat Axelle tersenyum kemudian seketika pandangannya kabur dan menggelap.

*****

Light mengerjapkan matanya. Aroma obat obatan tercium di inderanya, membuatnya membuka mata. Ia menatap ke sekeliling, tak nampak siapapun. Yang ia ingat hanya ia berada di atas rumput dengan Chloe yang sedang menepuk pipinya.

"Light, kamu sudah bangun? Aku akan memanggil Uncle dan Aunty."

"Chloe," Light berusaha meraih Chloe. Ia ingin bertanya.

"Ada apa sebenarnya? aku ...,"

"Kamu pingsan karena menghirup banyak asap," ucap Chloe.

"Apa kamu yang menolongku?" tanya Light.

"Ya, aku yang menolongmu. Kalau tidak, kamu akan mati di dalam sana. Aku akan memanggilkan Uncle dulu," Chloe pun keluar dari ruangan.

Tak lama, Leon masuk ke dalam seorang diri. Ia juga memanggil seorang dokter untuk memeriksa putranya itu. Setelah dokter selesai dan keluar, Light pun berbicara dengannya.

"Dad, apa aku sudah boleh pulang? Aku ingin bertemu dengan Grandpa. Aku merindukan Grandpa," mendengar ucapan Light, Leon langsung memeluknya. Ia tidak tahu bagaimana ia akan memberitahukan pada putranya itu mengenai kondisi mertuanya.

"Istirahat dulu ya," ucap Leon sambil kembali merebahkan tubuh Light.

"Aku tidak sakit, Dad! Aku ingin bertemu Grandpa. Bukankah hari ini ulang tahunku? Aku ingin memperlihatkan sesuatu untuk Grandpa! Ayolah Dad!"pinta Light.

Ceklekkk ...

Amelie masuk ke dalam ruangan. Sudah tak nampak bulir air mata di pipinya, namun terlihat matanya masih begitu sembab karena terlalu banyak menangis. Leon tahu Amelie sedang menguatkan dirinya sendiri di depan putranya.

"Kamu sudah bangun, sayang," ucap Amelie sambil tersenyum melihat Light.

"Mom, katakan pada Dad, aku ingin bertemu dengan Grandpa. Kejutanku belum selesai, dan lihatlah ini sudah malam," ungkap Light dengan memanyunkan bibirnya.

Mendengar ucapan Light, Amelie rasanya ingin menangis lagi. Kejadian ini sangat mendadak dan membuat suasana yang awalnya bahagia dan penuh canda tawa, menjadi penuh duka dan air mata.

"Nanti ya sayang. Kamu harus istirahat dulu. Apa dokter sudah memeriksamu?" tanya Amelie.

"Sudah Mom. Aku sudah tidak apa apa," ucap Light sekali lagi.

"Baiklah, nanti akan Mom tanyakan pada dokter, kapan kamu boleh pulang," Amelie memaksakan diri untuk tersenyum.

Sebuah tray makanan dibawa masuk oleh seorang perawat. Amelie langsung meminta Light untuk makan terlebih dahulu.

"Mom, aku ingin makan bersama Grandpa. Kenapa Grandpa tidak datang menemaniku di sini?" Light masih saja terus merajuk agar Axelle berada di sampingnya.

Tiba tiba Amelie mengeluarkan air matanya kembali, "Honey, kamu temani Light dulu. Aku mau keluar sebentar menemui dokter."

Amelie segera keluar. Ia menutup pintu, kemudian berdiri membelakanginya. Ia memejamkan matanya dan air mata turun begitu saja tanpa bisa ia tahan lagi.

Dad, aku merindukanmu. Apa yang harus kukatakan pada Light. - Amelie tak kuasa lagi menahan sesak di dadanya.

*****

Ia mengenakan kemeja dan celana berwarna hitam, tatapannya dingin. Semua orang yang melihat keadaan Light merasa aneh. Ia tak menyapa siapapun, kecuali keluarga intinya, dan Grandmanya yakni Vanessa.

Tak ada air mata, tangisan atau wajah yang murung. Ia hanya diam seribu bahasa, namun dari matanya bisa dilihat bahwa tatapannya begitu tajam seperti menyimpan sesuatu.

Kehilangan Axelle secara tiba tiba, membuatnya kehilangan pegangan. Keceriaan, kelembutan, dan cinta yang ia miliki seakan ikut terkubur bersama dengan Axelle. Kini Light yang dulu sudah hilang, Light yang sekarang malah lebih pendiam dari pada Ray, putra kedua Leon dan Amelie.

Setelah acara pemakaman selesai, Leon dan Amelie membawa putra mereka pulang, sementara Azka dan Mia nantinya akan tinggal bersama dengan Vanessa. Azka tak akan membiarkan Mommynya tinggal seorang diri, dan Mia menyetujui hal itu.

"Len, Mel, aku turut berduka cita. Maaf untuk semuanya," ucap David.

"Jangan seperti itu, kamu tidak salah apapun. Bagaimana keadaan Star?" tanya Leon.

"Saat ini Star masih ditangani oleh dokter. Rencananya aku akan membawanya ke Munich untuk mendapatkan perawatan lebih baik di sana."

"Dad! Apa kita akan terus berada di sini?" tiba tiba saja Light mengeluarkan suaranya dengan keras.

"Tunggu sebentar ya sayang. Dad sedang berbicara dengan Uncle David," Amelie memegang bahu kedua putranya.

David menyadari bahwa sedari tadi Light menatap tajam ke arahnya. Ia mengerti perasaan Light yang sangat kehilangan Axelle, karena itu ia tak terlalu mengambil hati.

"Mom, aku tunggu di mobil," Light melepaskan tangan Amelie yang berada di bahunya. Dengan cepat ia berjalan ke arah mobil dan masuk ke dalam.

"Maafkan Light, sepertinya ia masih sangat shock. Kami sungguh berterima kasih karena Star sudah menolong Light," Air mata kembali lolos dari mata Amelie ketika mengingat kejadian itu.

"Kami justru yang sangat berterima kasih karena Tuan Axelle sudah menyelamatkan Star. Aku tidak tahu bagaimana membalas semuanya," ucap David. Sementara Ray hanya terus melihat dan mendengarkan.

Star ... - batinnya di dalam hati. Ia menyimpan nama itu di dalam hatinya.

"Kabari aku bagaimana keadaan Star nanti. Aku harus segera kembali," Leon menepuk bahu David dan berjalan ke arah mobilnya. David bisa melihat tatapan Light yang melihat ke arahnya dengan marah.

🧡 🧡 🧡

AKU INGIN SENDIRI

17 tahun kemudian,

"Pagi, Dad," sapa Star yang menghampiri David yang berada di meja makan.

"Pagi, sayang. Apa kamu akan pergi ke kampus?"

"Ya Dad. Hari ini adalah hari pengumpulan skripsiku. Oya, apakah Mave sudah berangkat?" tanya Star.

"Sudah. Ia berangkat pagi pagi sekali tadi."

"Di mana Mommy?"

"Mommy di sini, sayang. Apa kamu memerlukan sesuatu?" tanya Angel.

"Tidak, Mom. Aku hanya ingin menciummu sebelum berangkat," Star mendaratkan sebuah kecupan di pipi Angel, juga di pipi David.

"Aku berangkat dulu, Mom, Dad."

"Apa kamu tidak sarapan dulu, sayang?" tanya Angel.

"Nanti aku sarapan di kampus saja, Mom. Bye!" Star melambaikan tangannya. Ia selalu pergi ke kampus bersama seorang supir, meskipun ia bisa mengemudikan mobil.

Star memandang ke luar jendela, mengamati jalan yang hampir tiap hari ia lalui. Tak sampai 30 menit, Star sudah sampai di kampus. Ternyata Mave sudah menunggunya di sana.

"Terima kasih, Uncle Josh," ucap Star sebelum menutup pintu mobilnya.

"Nanti Star pulang denganku, Uncle," ucap Mave pada Josh, dan Josh menganggukkan kepalanya.

Mave merangkul Star dan mengajaknya masuk ke dalam kampus, "maaf aku meninggalkanmu. Aku harus menemui Mr. Alan untuk pemeriksaan terakhir skripsiku."

"Aku tidak apa apa. Aku sudah dewasa, bukan anak kecil lagi," Star memanyunkan bibirnya, membuat Mave langsung mencubit bibir Star.

"Maveee!!" Maverick hanya tertawa mendengar Star yang kesal padanya.

"Ayo, aku temani menemui Mr. Roger," mereka berdua mengambil jurusan yang sama yakni ekonomi bisnis, namun memiliki dosen pembimbing yang berbeda untuk skripsi mereka. Maverick selalu berada di samping Star, dan melindunginya dari orang orang yang akan mengganggunya.

Wajah mereka berdua tidak sama, tapi sama sama cantik dan tampan. Banyak wanita yang mendekati Mave, terutama wanita di kampusnya. Namun, Mave tak pernah memberikan perhatian pada mereka karena baginya yang terpenting adalah Star.

Sementara Star, ia tak pernah dekat dengan pria manapun. Bukan karena tak ingin, tapi memang dirinyalah yang membatasi diri. Padahal, banyak pria yang ingin mendekatinya dan menjadi kekasihnya.

"Masuklah, aku akan menunggumu di sini," ujar Maverick.

Mave duduk di sebuah kursi kayu panjang yang berada di luar ruang Mr. Roger. Ia menunggu Star hingga selesai sambil memainkan ponselnya.

"Mave!!" seorang wanita berjalan mendekatinya. Wanita itu adalah Sophia. Ia selalu berusaha mendekati Mave, meskipun Mave selalu mengusirnya.

"Sudah kukatakan jangan menggangguku. Pergilah!" ujar Mave dengan nada sedikit tinggi.

"Jangan marah, Mave," Sophia mendudukkan dirinya persis di sebelah Mave, kemudian mengeluarkan sebuah undangan, "Aku hanya ingin memberikan ini. Aku sangat mengharapkan kedatanganmu."

Maverick melihat ke arah seorang wanita yang berdiri di sebelah Sophia, yang kerjanya hanya menunduk dan mengikuti Sophia kemana pun ia pergi.

"Mear (baca : Mir), cepat kipasi aku. Panas sekali di sini," Mearna mengambil sesuatu dari paperbag yang ia bawa, kemudian mulai mengipasi Sophia.

"Lebih kencang sedikit, kamu punya tenaga tidak? Aku kan sudah memberimu makan tadi," ujar Sophia.

Tak lama, Star keluar dari ruangan Mr. Roger, "Aku sudah selesai."

"Baiklah, ayo kita pergi," Mave membawa undangan tersebut, meskipun ia tak akan datang ke sana.

"Aku menunggu kedatanganmu, Mave!!" ucap Sophia.

Mave berjalan melewati Mearna sambil berkata dengan pelan, "Dasar bodoh!"

Mearna memejamkan matanya. Ia tahu kalau ucapan Maverick tersebut ditujukan padanya. Ia menghela nafasnya pelan dan tetap mengipasi Sophia yang sedang memperbaiki make up nya.

"Bagaimana Mear? Aku sudah cantik kan?" Mearna pun mengangguk. Ia tak pernah membantah apapun perkataan Sophia. Bagaimanapun, ia membutuhkan Sophia agar ia bisa segera menyelesaikan pendidikannya.

Sophia pun bangkit dan berjalan ke arah parkiran dengan Mearna tetap berada dibelakangnya. Maverick menoleh ke belakang dan menghembuskan nafasnya kasar saat melihat ke arah kedua wanita itu.

"Ada apa, Mave?" tanya Star.

"Tak ada. Bagaimana hasil pembicaraanmu dengan Mr. Roger?"

"Minggu depan aku akan melakukan sidang skripsiku. Mr. Roger sudah menyetujui dan menandatanganinya."

"Kami memang hebat!" Mave mengusap pucuk kepala Star, kemudian mengacaknya.

"Mave!!" mereka berdua tertawa bersama.

*****

Brakkk!!!

"Apa kalian semua tidak bisa bekerja?!!" Light menggebrak meja karena kesal melihat hasil kerja para manager di perusahaannya. Setelah menyelesaikan S2, ia langsung membuka perusahaannya sendiri dan berkat tangan dinginnya, ia hanya membutuhkan waktu 4 tahun untul membuatnya besar.

"Black! Pecat mereka," Light langsung pergi dari ruang meeting, meninggalkan mereka yang sudah menampakkan wajah lemas karena baru saja kehilangan pekerjaan mereka.

"Kalian semua sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Light. Sebaiknya kalian segera membereskan barang barang kalian," Black pun langsung keluar dari ruang meeting mengikuti atasannya yang sudah keluar terlebih dahulu.

Light membuka pintu ruangannya dengan kasar. Ia langsung mendudukkan dirinya di kursi miliknya dan menengadahkan kepalanya ke atas. Ia membuang nafasnya kasar.

"Keluarlah, Black. Aku ingin sendiri. Jangan biarkan siapapun masuk," Black sudah mengerti apa yang diinginkan oleh Light. Ia menekan sebuah tombol di sakunya, membuat pintu ruangan Light terkunci dari depan dan hanya bisa dibuka dari dalam atau dengan alat yang ada di sakunya. Kini tak akan ada yang menganggu atasannya itu karena handle pintu pun tak akan bergerak meski dipegang.

Black masuk ke dalam ruangannya yang berada persis di sebelah ruangan Light. Ia mengambil alih semua pekerjaan para staf yang menurutnya memang sangat berantakan. Sepertinya ia harus kembali membuka lowongan pekerjaan untuk mengisi beberapa posisi yang telah kosong.

Di dalam ruangannya, Light duduk seorang diri sambil memejamkan matanya. Ia menarik dan membuang nafasnya perlahan, mencoba menetralkan emosi di dalam dirinya.

17 tahun ini, hidupnya terasa begitu sepi dan sendiri. Ia benar benar menutup dirinya, bahkan dari keluarganya. Setelah melewati Sekolah Menengah Atas, Light langsung pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah S1 dan S2 nya. Hingga saat ini, ia membuka perusahaan sendiri di London, Inggris.

Selama 10 tahun, hanya beberapa kali Light kembali ke Indonesia. Setiap kali ia kembali ke sana, ia selalu teringat pada Axelle dan semua yang telah terjadi, membuat emosinya meningkat secara berlebihan.

Ia berdiri menghadap sebuah jendela besar di ruangannya, melihat Kota London yang menjadi tempatnya berdiam dan bersembunyi. Ia melihat jam di pergelangan tangannya, sudah lebih dari 3 jam ia berada di dalam hanya untuk melamun dan merenung.

Light mengambil jas yang ia letakkan di sebuah tiang kayu di pojok ruangan, lalu keluar dari ruangan. Dengan menggunakan lift ia menuju ke basement untuk mengambil mobilnya, untuk kembali ke apartemen.

Sebuah apartemen mewah tak jauh dari pusat Kota London menjadi tempat tinggalnya. Ia memarkirkan mobilnya dan naik ke atas menuju unit apartemennya. Ketika pintu lift terbuka ia berjalan perlahan sambil meletakkan jas di lengan kirinya.

Matanya membulat ketika membuka pintu apartemen, dan mendapati seseorang sedang duduk menunggunya, "Mom?"

🧡 🧡 🧡

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!