NovelToon NovelToon

Tuan Muda Arnold

TMA Bab 1

Bagaimana jadinya, jika orang yang kita pikir baik ternyata adalah orang jahat yang akan menjual kita?

Begitulah yang terjadi dengan Tiara, dia berusaha melepaskan diri dari pamannya. Namun sayang, sang paman lebih dulu mengurung dia di kamar.

Sekarang ini, Tiara hanya bisa menangis dan menangis. Sampai waktunya tiba, dia akan menikah dengan juragan tua.

Seharusnya gadis dengan tinggi 165 cm itu, bisa kabur sejak dulu. Tiara tahu, pamannya tak sebaik yang dia pikir. Tapi, semua sudah terjadi. Dia tak bisa lagi mengulang untuk kabur.

“Paman! Buka pintunya! Aku tidak mau menikah dengan tua bangka itu!” teriak Tiara sambil menggedor-gedor pintu kamar.

Percuma dia melakukan itu, pamannya tetap tak akan mengeluarkan dia. Seperti perkataannya beberapa jam yang lalu.

Berusaha dan berusaha, Tiara terus mencari cara agar bisa keluar dari kamar ini. Sampai dia menemukan ide, beserta tatapan mengarah pada balkon kamar.

Ya, mungkin dia bisa keluar melalui balkon. Namun, bagaimana dengan bodyguard pamannya? Tak mungkin Tiara bisa mengelabuhi sepuluh pria berbadan kekar itu.

“Coba aja dulu, siapa tahu, Tuhan berpihak padaku,” pikir Tiara seraya berjalan ke arah balkon kamar.

Perlahan dia mendekati pembatas balkon, untuk melihat situasi di bawah. Menghela napas kasar, Tiara memasang wajah murung saat melihat banyaknya orang di bawah sana.

“Enggak mungkin bisa, itu orang banyak banget di bawah. Ya, Tuhan, tolong hamba.”

Karena tak tahu harus berbuat apa, Tiara terduduk di lantai balkon. Tangannya menengadah ke arah langit, berharap ada keajaiban untuknya.

Ketinggian balkon ke bawah, memang tak terlalu tinggi. Kalau saja tak ada orang di bawah, sudah pasti Tiara bisa turun.

Dia punya ide, Tiara bisa melakukan itu nanti malam. Setidaknya dia bisa bersembunyi di gelapnya malam.

**

Malam hari sudah tiba, Tiara juga sudah bersiap untuk kabur. Setelah makan malam di kamar, pembantu langsung membawa piring kotor ke bawah. Ini saatnya untuk dia beraksi, Tiara bisa menggunakan waktu makan semua bodyguard untuk kabur.

Tali sambungan dari seprai dan selimut, Tiara jatuhkan ke bawah. Sedangkan yang di atas dia ikat di pembatas balkon. Menghembuskan napas dan mengucap basmalah, dengan perlahan Tiara turun. Tentunya berpegang erat pada tali buatannya.

“Syukurlah.” Tiara mengusap kening saat sudah sampai di bawah.

Dia segera pergi dari sana dengan mengendap-endap. Mata Tiara tak pernah lengah, untuk memastikan bahwa tak ada orang yang mengikutinya.

“Hey Nona! Jangan kabur!” Teriakan dari arah belakang, membuat Tiara terkejut. Dia segera membuka gerbang dan menutupnya kembali.

Untung saja gerbang belum tergembok, jadi dia bisa keluar dari sana. Sekuat tenaga Tiara berlari, menghindari beberapa pria yang mengejarnya di belakang.

“Tolong! Tolong!” teriak Tiara, frustrasi.

Tiara sangat takut, tak pernah dia seperti ini. Sesekali Tiara melihat ke belakang, dan larinya semakin kencang.

“Ya, Tuhan. Kumohon, tolong aku,” lirih Tiara masih terus berlari.

Hingga dia tak melihat benar ke depan, bahkan saat mobil mau menabrakkannya Tiara baru menyadari itu.

“Aaa!” Refleks Tiara berteriak dan menutup wajahnya menggunakan tangan.

Mobil Pajero putih berhenti secara mendadak, berjarak beberapa senti dari keberadaan Tiara. Masih untung sang pengemudi bisa menginjak rem sebelum menabrak tubuh gadis itu.

Terlihat sang pengemudi keluar dari mobil itu, lalu menghampiri Tiara yang masih menutup wajahnya.

“Kamu, cari mati, ya?” tanya sang pengemudi.

Tiara membuka wajahnya, dan menggeleng. “Enggak, Tuan. Saya ... saya sedang dikejar-kejar pencuri.”

“Pencuri?” Pria si pengemudi tadi, mengerutkan dahinya bingung.

“Iya pencuri, yang mau menjual saya. Saya mohon, Tuan. Bawa saya pergi dari sini,” mohon Tiara sembari memegangi tangan pria itu.

“Tapi ....”

“Saya mohon, Tuan!” tukas Tiara. Dia menangis tersedu-sedu sambil melihat ke belakang.

Lama sekali pria itu berpikir, sampai-sampai Tiara tak sabar. Dia sudah ketakutan, suruhan pamannya akan menemukan dia.

“Saya numpang di mobil, Tuan. Maaf kalau lancang,” ucap Tiara sambil berlari ke arah mobil Pajero itu.

Dia langsung masuk ke jok penumpang, dan bersembunyi di sana. Tiara menunduk dengan badan gemetar.

“Kamu siapa?”

 

 

TMA Bab 2

“Kamu siapa?”

Sontak kepala Tiara terangkat, dia ikut terkejut saat melihat pria dengan ponsel sebagai senter ditangannya.

“Aku ... aku Tiara,” jawab Tiara gelagapan.

Sedangkan pria berwajah datar itu, semakin menyorotkan senter ponselnya ke arah wajah Tiara. Membuat sang empu semakin ketakutan, karena diperlakukan seperti itu.

“Mau maling, kamu?” tuding si pria di jok penumpang.

“Bukan!” Tiara langsung menyangkal sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

Tampaknya si pemilik mobil ini, tak percaya dengan pengakuan Tiara. Dia langsung memanggil sopir yang masih berada di luar. Tiara makin ketakutan parah, berulang kali dia memohon pada pria itu.

“Saya mohon, Tuan, izinkan saya berada di mobil Anda,” lirih Tiara sambil menangkupkan tangannya di depan dada.

“Sekretaris Fan, dia siapa?” Pria itu bertanya pada sosok pria yang baru masuk ke dalam mobil.

“Saya tidak mengenalinya, Tuan. Tetapi, katanya dia sedang dikejar-kejar pencuri, makanya tadi mau tertabrak,” jawab pria yang dipanggil sekretaris Fan.

“Aku tidak mau tahu, suruh dia keluar dari mobilku!” perintah pria berwajah datar itu.

Tiara langsung duduk, dia kembali menggelengkan kepalanya. “Saya mohon, Tuan, jangan. Saya tidak mau menikah dengan tua bangka, tolong biarkan saya berada di sini,” mohon Tiara.

Dahi pria itu berkerut, hingga alisnya saling bertaut. Kedua tangannya dia lipat di dada, dengan pandangan intens mengarah ke Tiara.

“Tuan, Arnold, apa tidak sebaiknya dia di sini dulu. Saya kasihan melihat dia seperti itu,” usul sekretaris Fan.

“Apa kamu bisa memastikan, bahwa dia bukan gadis yang ingin mencuri?” tanya pria bernama Arnold.

“Saya yakin, Tuan, dia orang baik,” sahut sekretaris Fan cepat.

Mendapat angin segar, membuat Tiara bisa bernapas lega. Akhirnya Si Tuan pemilik mobil ini, mengizinkan dia untuk ikut bersamanya. Beruntungnya Tiara bisa kabur dan bertemu dengan mobil Arnold.

Di sepanjang jalan, Tiara tertidur dengan pulas. Efek karena terlalu lama menangis, hingga membuat dia begitu. Sedangkan sang pemilik mobil, Arnold, menghela napas kasar melihat gadis di sebelahnya itu.

“Lihatlah, dia sangat tidak tahu diri. Sudah menumpang, tidur lagi!” ketus Arnold dengan tatapan tak suka.

“Ah, itu ... mungkin dia kecapaian, Tuan,” ucap sekretaris Fan sambil fokus pada kemudi.

“Dasar gadis menyusahkan!” umpat Arnold kesal.

**

Gadis dengan mata terpejam, mengerjap berulang kali. Tiara mengucek matanya saat tubuhnya sudah duduk sempurna, menatap sekitar, dia mengerutkan dahi.

“Aku di mana?” tanyanya sembari menatap sekitar.

“Cepat keluar dari mobilku! Dasar gadis tidak tahu diri!” Arnold bersedekap dada di depan Tiara. Pintu jok penumpang sengaja dia buka lebar-lebar, agar gadis di dalam segera keluar.

Mendapat teriakan seperti itu, Tiara lekas keluar dari mobil. Dia terus menundukkan kepala, tak berani menatap wajah Arnold yang semakin menakutkan di matanya.

“Sudah puas, kamu? Sekarang tak ada lagi pencuri-pencuri yang kamu maksud itu,” omel Arnold.

“Iya, Tuan, terima kasih,” ucap Tiara masih menundukkan kepala.

“Kamu pikir aku tanah?” tanya Arnold dengan wajah semakin kesal parah.

Sontak Tiara mengangkat kepalanya, gadis itu nyengir kuda melihat wajah Arnold. Baru dia mengambil tangan Arnold untuk disalami.

“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, Tuan.” Tiara mengecup punggung tangan Arnold berulang kali.

“Heh! Kuman di mulut kamu berpindah ke tanganku!” teriak Arnold sembari mengibaskan tangannya kuat.

“Hehehe, maaf, Tuan,” ujar Tiara sambil nyengir menampakkan giginya.

“Cih, dasar.”

Dengan kesal Arnold berlalu dari sana. Pria itu berjalan dengan mengentak-entakkan kaki keras di lantai rumahnya. Sedangkan Tiara, dia mendadak bingung. Tidak tahu harus ke mana, akhirnya Tiara mengikuti Arnold.

Sampai di dalam rumah, Arnold membalikkan badannya karena merasa ada yang mengikuti.

 “Ngapain kamu di sini?” tanya Arnold dengan menunjuk wajah Tiara.

“Maaf lagi, Tuan, saya tidak tahu harus ke mana. Boleh nggak, kalau saya numpang dulu di sini?” Tiara balik bertanya. Jemarinya terus memilin baju yang dia kenakan.

“Apa kamu bilang? Numpang?!”

“Iya, Tuan. Malam ini saja,” mohon Tiara.

“Dasar gadis merepotkan! Cepat pergi dari sini! Aku tak menerima orang untuk menumpang!” teriak Arnold, menggema.

Tiara langsung menutup telinganya, tetapi tak beranjak dari tempat.

“Saya tetap mau menumpang di sini! Titik tidak pakai koma!” teriak Tiara balik.

**

Tuan Arnold cerewet😂

 

 

TMA Bab 3

Pagi sudah menyapa, ayam berkokok membangunkan manusia yang tengah pulas di tempat tidur. Begitu pun bagi Tiara, dia segera bangun saat mendengar suara ayam dari luar.

Merenggangkan otot, Tiara turun dari kasur. Meski kamar yang dia tempati tak seenak kamarnya, tetapi Tiara bersyukur bisa tidur malam ini. Setelahnya, dia harus berpikir akan pergi ke mana dan tinggal dengan siapa.

“Sepertinya aku harus masak deh,” kata Tiara setelah mencuci wajahnya.

Dia bergegas keluar dari kamar menuju dapur, mungkin dengan membantu memasak. Tuan pemilik rumah ini tak lagi marah, ya, mungkin. Pikir Tiara.

“Astagfirullah! Nona siapa?” Pertanyaan dengan keterkejutan penuh membuat Tiara juga kaget. Dia menggaruk tengkuk yang tak gatal dengan senyum malu.

“Saya, Tiara, Buk,” jawab gadis itu. Tentunya dengan kepala tertunduk.

“Kenapa Nona bisa ada di sini? Apa pembantu baru?” tanya wanita paruh baya lagi.

“Tidak, Buk! Saya hanya menumpang satu malam di sini,” tukas Tiara dengan sopan.

“Owh. Begitu, ya, Nona. Terus ... Nona mau ngapain di dapur?” Lagi, wanita yang bekerja sebagai pembantu itu bertanya.

“Saya mau bantu memasak, Buk.” Tiara mengambil wortel dari meja. Berniat untuk membersihkannya.

Sedangkan pembantu wanita itu, melotot tak percaya. Dia segera menghentikan Tiara, karena merasa tak enak dengan gadis muda itu.

“Tidak perlu, Nona! Ini pekerjaan saya, jadi biarkan saja saya yang mengerjakannya,” ujar wanita paruh baya itu.

Akhirnya Tiara mengalah, dia memilih pergi dari dapur setelah mengucap kata ‘maaf’ berulang kali. Kini, Tiara malah merasa bingung sendiri.

“Aku harus ngapain sekarang? Nggak mungkin langsung pergi dari rumah ini.”

Sesuatu yang tidak bisa Tiara lakukan dengan tergesa. Dia harus memikirkan hidupnya, Tiara yakin pamannya tidak akan pernah mau mengalah. Pasti pria paruh baya itu, telah merencanakan sesuatu untuk menangkap dia. Jadi, Tiara harus memiliki rencana yang pas setelah keluar dari rumah ini.

“Ayo turun Nak! Kamu itu, sudah dewasa juga jam segini belum bangun. Jangan sampai telat lagi ke kantor!”

Sungguh Tiara tak percaya dengan apa yang dia lihat. Terlihat Arnold di ruang utama bersama seorang wanita, yang mungkin usianya seusia pamannya atau lebih. Sebab, wajah wanita itu masih terlihat cantik dan bersinar.

“Lagian, Mamah ngapain sih ke rumah aku pagi-pagi seperti ini? Arnold capek, Mah, butuh istirahat yang cukup!” Suara Arnold menggema ke seluruh ruangan.

Tiara yang berada di dekat dinding, semakin menyembunyikan dirinya. Dia tak jadi ke ruang utama, dan lebih memilih di ambang pintu menuju dapur.

Melihat Arnold seperti itu, membuat Tiara meringis. Sangat disayangkan si pemilik rumah bertindak tak sayang pada ibunya, padahal Tiara tahu betul sang ibu sayang pada pria itu.

Dia jadi sedih karena selama hidup tak pernah sekalipun melihat ibunya, bahkan ayahnya juga. Tiara hanya tahu paman, karena memang dia dibesarkan oleh pria paruh baya itu.

“Bagaimana dengan pasanganmu? Pokoknya, Mamah tidak mau tahu, kamu harus bawa pasangan ke acara pernikahan anak teman Mamah!” Ucapan wanita cantik di ruang utama, lagi-lagi mengalihkan pandangan Tiara.

Gadis itu semakin berniat untuk menguping pembicaraan antara anak dan ibu di depannya sana.

“Arnold tidak punya pasangan, Mah. Apalagi pacar, jadi, jangan memaksa Arnold terus!" bantah Arnold tak suka.

“Pokoknya, Mamah nggak mau tahu. Kamu harus bawa pasangan, titik!” Wanita yang dipanggil mamah oleh Arnold, pergi dari sana melalui pintu utama yang terbuka lebar.

Kini tinggalah pria itu, menjambak rambutnya frustrasi. Arnold menjatuhkan tubuhnya di sofa, bahkan dia masih memakai piama tidur. Sungguh, pagi yang buruk. Dia sudah harus mendengar omelan sang mamah pagi-pagi begini.

“Kasihan sekali, Tuan, Arnold. Tapi ... dia juga salah,” pikir Tiara sembari keluar dari persembunyiannya.

Sampai dia tak sadar, bahwa Arnold melihat ke arahnya dengan tatapan yang sangat tajam.

“Hei, kamu! Sini!” teriak Arnold melambaikan tangan pada Tiara.

“Haduh, mampus aku,” bisik Tiara sambil mengusap wajahnya.

Menghampiri Arnold, Tiara berdiri dengan tubuh menegang. Dia terus menatap ke bawah, dan jemari setia memilin pakaian yang dia kenakan.

“Sebagai imbalan karena aku sudah membiarkanmu menginap di sini. Ikut aku nanti malam, berlagaklah seperti pasanganku!” tekan Arnold membuat Tiara terkejut.

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!