Suara derak roda beradu dengan lantai diiringi ujaran kekhawatiran dan rintihan kesakitan, membuat kegaduhan di sepanjang selasar dan ruang IGD pagi itu.
"Miss Neel.... kau hubungi dokter Soraya cepat", instruksi dokter Salman terdengar tenang namun tegas.
Seorang wanita mengenakan seragam berwarna biru muda bergegas menelpon seseorang sesuai instruksi yg didengarnya. Dia berbicara singkat namun padat makna, membuat suara di sebrang sana terdengar putus asa namun mengiyakan dengan segera
"dr.Soraya langsung kemari ... beruntung dia baru akan turun ke basemen", ujarnya kemudian.
" Baiklah..... kita tutup jatah sift malam kita dengan.... dua pasien patah tulang, satu tak sadarkan diri dan satu luka ringan. Anda masih siap'kan mr. Salman... kau juga miss Neel", seru seorang pria muda dengan seragam yang sama dengan nama dadanya Jhonatan.
Sementara erangan dan teriakan kesakitan serta umpatan-umpatan kotor terlontar dari dua orang pria berambut pirang & gondrong yang nampak seperti berandal. Ketika perawat wanita yg dipanggil miss Neel itu hendak memasang infus...
"Bitch.... kau beri saja kami morfin. Biar kau tak perlu repot-repot ..", pria yang bertubuh lebih besar itu menyentak keras.
" Yang ini bagian ku Neel... kau urus saja yg luka ringan. Si dungu satunya ... biar Scot saja yang membebat mulutnya". Jhonatan segera mengambil alih.
Wanita itu tersenyum, memberikan tepukan ringan di pundak tanda terima kasih pada sahabatnya, kemudian bergegas menghampiri seorang pasien yang nampak paling tenang.
"Neel.... dia orang Indonesia", Sarah memberitahunya. " Luka di lengan kirinya cukup dalam dan panjang, yang di pelipis hanya sobek kecil.... kau bisa tangani sendiri?".
" Ya", jawabnya tegas. " dr.Soraya lebih membutuhkan keahlian mu .... sana, cepat!".
Sarah menautkan dua jempolnya tanda setuju. Wanita bloondie dengan tinggi semampai itupun bergegas meninggalkan temannya yang masih sibuk mengenakan masker dan handscoon.
Orang Indonesia... ah entah kenapa dada perempuan itu terasa sedikit sesak karena luapan semangat mendengar nama negara nya di sebut. Ada debaran aneh saat ia melihat sosok yg duduk diatas ranjang membelakanginya. Orang Asia, namun posturnya ras kaukasia. Mungkin tingginya sekitar 183 cm, pria dengan rambut hitam.
Saat dia melangkah mendekati, pria itupun menoleh dan berbicara fasih dengan logat Australia yang kental.
" Bagaimana keadaan kawan saya?..... apakah dia baik-baik saja?"
Hampir saja dia menjatuhkan bak instrumen (kotak stainless steel tempat menaruh peralatan medis) saat pria itu menampakkan wajahnya. Sesaat ia termangu, menghentikan langkahnya dan berdiri kaku menatap sosok sang pria . Wajah dengan garis rahang yang begitu tegas, hidung yang menjulang sempurna, serta sepasang alis lebat yang membingkai rupawan. Dia tidak akan pernah lupa...... wajah itu.
"Maaf miss ... anda kenapa?", sergah pria itu kebingungan menatapnya
" Ahhh.... ya... dr.Soraya sudah menanganinya", jawabnya gugup. Kemudian dia menyadari, masker itu telah menutup sebagian muka dan membuatnya tersamar.
Tanpa mengatakan apapun, mulailah sang wanita menggunting lengan kiri kemeja sang pria. Membersihkan luka memanjang dari pangkal ketiak hingga hampir lipatan siku. Senyap....... namun hatinya bergemuruh. Kenapa ???? desis wanita itu dalam diam.
" Maaf tuan.... saya akan memberikan anastesi lokal sebelum menjahit luka ini. Dan rasanya lebih sakit .... "
" Ya... ", sang pria memotong perkataannya dengan cepat.
" Anda berbaringlah tuan", ucapnya kemudian.
Tanpa bersuara, sang pria kemudian berbaring dan memperhatikan setiap aktifitas perempuan itu. Saat dia menarik kursi mendekat, mengoplos cairan-cairan bening dari tube kaca, mulai menata jarum berbentuk lingkaran nyaris utuh beserta benang-benang halus mengkilat. Saat wanita itu duduk dan mendekat padanya, tatapan mereka sesaat beradu.
" Anda siap tuan?..... saya akan mulai suntikan anastesinya"
" Ya mulailah.....", sang pria menarik nafas panjang
Empat suntikan anastesi dikedua sisi robekan memanjang luka sang pria akhirnya selesai dilakukan. Tak lama kemudian si perawat wanita mulai menekan-nekan kedua sisi luka itu. Saat itulah tatapan keduanya kembali beradu.
" Sudah mulai terasa menebal?.... atau anda masih bisa merasakan sentuhan ?
" Emm.... sepertinya sudah mulai bekerja anastesi nya. Anda bisa mulai menjahit nya nona".
Nafas keduanya yang berhembus teratur seolah saling berbincang riuh. Bertolak belakang dengan yang terlihat. Kedua masih tetap diam dan membisu. Bahkan sampai luka itu rapi terjahit dan terperban dengan sempurna.
Kemudian terjadilah percikan rasa yang membuat sang wanita bagai tersengat aliran listrik ribuan volt. Ketika didapatinya sang pria tak melepaskan pandangan dari wajahnya. Seolah-olah masker hijau muda itu transparan. Hingga tanpa sadar wanita itu menyentuh sekilas masker yang dikenakannya, memastikan benda itu ada dan melakukan tugasnya dengan baik
"Nilam......", suara sang pria jelas terdengar. "Nilam....".
Dan tangan sang pria terulur ke wajahnya. Membuka masker hijau itu perlahan, tanpa dirinya bisa mencegahnya. Entah kenapa dia membatu. Atau mungkin karena dia terlalu rindu.
" Nilam...", dan sekali lagi nama itu disebut. " Aku menemukan mu .... "
Dan tangan sang pria terulur ke wajahnya. Membuka masker hijau itu perlahan, tanpa dirinya bisa mencegahnya. Entah kenapa dia membatu. Atau mungkin karena dia terlalu rindu.
" Nilam...", dan sekali lagi nama itu disebut. " Aku menemukan mu .... "
*****
-Nilam Pov-
Ya Tuhanku ..... cerita apa yang harus kujalani saat ini??? Dia begitu nyata dihadapanku. Menatap hangat seperti dulu. Kumohon.... jangan biarkan aku menangis, apa lagi dihadapannya. Wahai Tuhanku yang maha pengasih, kumohon belas kasihanmu. Jangan biarkan dia tahu gemuruh nya degup jantungku
"Nilam.... apakah kamu sudah membuang semua?", tanya itu membuat ku menarik nafas dalam mengaturnya sedemikan rupa agar tidak memburu dan tersengal. Agar kau tidak tahu betapa paniknya aku.
"Kau sudah benar-benar melupakan ku...."
" Maaf... bisakah anda tidur kembali tuan. pelipis anda tetap butuh jahitan benang bedah plastik", sergahku cepat.
Dia menurut dan merebahkan dirinya kembali. Aku tak berani menatap sepasang manik matanya yang tajam menghunjam, menelanjangi seluruh rahasia ku. Duhai ..... jantungku, kumohon! biarkan kuselesaikan tugas ini. Wahai hatiku..... bertahanlah!!!!!!
"Rayhan....."
Kenapa kau sebut namamu sendiri? aku bahkan tak pernah lupa dengan nama panjangmu.
"Kau lebih suka memanggilku Rey.... tidak Hans seperti yang lain"
Dan akhirnya satu simpul terakhir berhasil kuselesaikan dengan sempurna. Kassa berantibiotik pun telah menutupi luka itu dengan manis. Tapi aku tidak dapat tersenyum manis seperti biasa yang ku lakukan pada pasien setiap aku selesai memberi tindakan perawatan. Susah payah kubasahi kerongkongan dengan ludahku sendiri, terasa mencekik saat aku menelannya.
Sudah terlanjur.... dan tak berguna lagi kusembunyikan. Perlahan kubuka masker ini, dan dia tidak sedetikpun melepaskan pandangannya dariku. Aku tidak pernah melupakanmu.... sungguh. Apa kabar Rey .....
-Rayhan Pov-
Sungguh..... mungkin aku harus sangat berterimakasih pada dua pemabuk bermotor yang menabrak mobil kami, aku dan Gerald. Walau Gerald saat ini masih belum sadarkan diri. Inilah hikmah dibalik musibah. Aku menemukan mu Nilam. Enam tahun kau menyiksaku, membuat ku terpuruk oleh rasa bersalah..... frustasi karena kehilangan mu. Kini kau nyata di hadapanku.... menyentuhku. Ah... aku rindu padamu, sangat ... rindu
Kau terlihat baik-baik saja, ah.... kapan kau tak pernah baik-baik saja. Sejak dulu, kau tetap tenang...... tersenyum, diam..... mengalah. Tapi konyol..... yah kekonyolan mu..... aku rindu semua itu. Kau cantik.... lebih dewasa, dan....
" Lain kali.... jangan buka masker paramedis sembarangan. Apa lagi saat mereka sedang melakukan tindakan medis"
What's???...... kau berkata demikian santai tanpa ekspresi, membuatku tertegun setengah ternganga. Sesaat kemudian nampaklah senyuman manismu itu..... senyuman yang tak berubah semenjak tigabelas tahun lalu ku mengenalmu.
" Nilam..... ". Bodoh.... pasti aku terlihat sangat bodoh karena hanya bisa mengulang menyebut namamu.
" Beristirahatlah mr. Rayhan.... ingat saat ini anda pasien, jadi harus menurut pada petugas medis", instruksimu kembali dalam bahasa Inggris dengan British aksen yang kental. Dan itu sukses menampar hatiku.
" Ok miss". Kuraih pergelangan tangannya, kutarik mendekat dengan cepat. Kilatan dimatamu mengumumkan, bahwa kau lebih dari sekedar terkejut.
" Aku ...... tidak akan melepaskannya lagi". Ku turunkan peganganku dari pergelangannya, beralih pada telapak tangan bersarung lateks itu. Aaah... biarlah!!!!. Ku tautkan jemariku pada jemarinya. Sepasang matamu terkerjap gelisah..... biarlah, kau harus paham riuh redamnya perasaanku.
"Kau .... jangan meninggalkan ku lagi, please",
" Rey..... aku bekerja disini". Kenapa kalimat itu yang keluar dari mulut mu Nilam???
" Beristirahatlah..... sebentar lagi petugas kepolisian akan meminta keterangan. Aku... aku... harus membantu yang lain, .... ya..."
" Baiklah..... lanjutkan tugasmu", dan perlahan kulepaskan tautan jari jemari ini. Masih tanpa melepaskan tatapanku pada warna hujan di bola matamu, ku tegaskan sebuah janji. " Aku tidak akan melepaskan mu lagi....."
Srrrreeekk..... srrreeek.... srrrreeekk, suara rel gorden yang kau tarik untuk menutup area terbatas tempat ranjangku berada. Entahlah.... namun aku begitu ketakutan. Tirai - tirai ini.... mengapa kalian membuat Nilam tak terlihat lagi. Aahhhh!!!!! .... aku kembali frustasi.
Dua insan, dua hati.....
Dalam batasan ruang yang memisahkan, menggenggam dan menenangkan jiwanya sendiri-sendiri.
Aahh.... seandainya hati sang pria dapat meloncat, pastilah sudah sedari tadi mengejar hati sang wanita. Lalu mendekapnya erat, membisikkan selaksa kata maaf dan mengutarakan kerinduan berbalut cinta, serta bersimpuh memohon..... jangan tinggalkan aku lagi.
Hati sang wanita terisak sedih.... Aku lelah mengabaikan rinduku, aku penat menyembunyikan yang sesungguhnya padamu dan aku takut dengan kenyataan ini. Kenapa tidak kau cukupkan saja aku sendiri yang menjalani.
Dua insan, dua hati....... riuh dengan harap dan permohonan. Dalam keramaian suasana, terciptalah sulur-sulur kenangan yang mulai bertautan, saling mencari-cari keselarasan. Terkadang cinta mempunyai cara tersendiri untuk menguji dan juga mempertemukan. Sebagaimana Sang Maha Cinta memerintahkannya ..... cinta untuk dua insan .
Nusantara, tahun 2003
Lapangan sekolah itu mulai terasa hangat oleh sinar mentari pagi. Sisa-sisa hujan dimalam tadi masih berjejak pada dedaunan dan menyatu dengan embun pagi. Suara berderap kaki-kaki bersepatu yang menapak serempak dalam irama lari mereka, seperti musik di pagi ini. Dua pelton barisan putra & putri, anak putih abu-abu yang sedang baris - berbaris.
" Perhatian semuanya! .... waktu satu jam setelah saya bubarkan barisan ini, gunakan untuk membersihkan ruang kelas yg sudah digunakan untuk tidur tadi malam. Kembalikan bangku dan meja seperti semula, tidak ada sampah ...di kelas atau di halaman. Anggota Pleton inti harus bisa menjadi contoh yang baik". Seorang remaja pria berpostur tinggi tegap memberi pengarahan, dialah Rayhan. Kakak senior yang banyak dipuja-puja para adik kelas, bahkan juga teman seangkatannya.
" Jam 8 tepat.... semua sudah harus siap di sini untuk upacara penutupan. Untuk rakawira & rakanita, setelah ini segera berkumpul di sekretariat. Jelas???!!!!!"
" Siap Jelas!! ", jawab serempak seluruh manusia yang ada di lapangan.
" Tanpa penghormatan..... bubar, jalan"
Kembali terdengarlah derap kompak yang kemudian disusul suara-suara berlarian.
" Mari duduk melingkar ", Rayhan kembali mengkomando. Serta merta diikuti oleh gerakan kompak ke dua belas temannya, duduk melingkar.
Dengan sudut matanya, Rayhan bisa menangkap bayangan Aldo yang menyibak memaksakan diri duduk menyebelahi gadis bertopi putih yang nampak tidak nyaman. Gadis itu adalah Nilam, mantan pacar Aldo.
Berusaha tidak peduli, Rayhan kemudian melanjutkan evaluasi pada kegiatan pengukuhan Pleton Inti semalam. Namun ia tidak dapat mendustai hatinya sendiri yang begitu terganggu dengan aktivitas Aldo. Mata Rayhan berkilat tak nyaman demi dilihatnya Aldo memberikan kertas yang dilipat kecil dengan paksa pada Nilam. Dan gadis itu terlihat sangat terganggu.
" Hans.... untuk serah terima kapan?", sebuah suara dan sikutan kecil di pinggangnya.... mengembalikan konsentrasinya. Arlina, gadis itu sukses mengembalikan kesadarannya.
Sementara itu di sisi lain. Nilam masih memegang secarik kertas yang dilipat kevil itu dengan perasaan tidak nyaman. Terlebih lagi saat ia menangkap kilatan mata Rayhan yang menusuk. Sementara itu, Aldo yang duduk disebelahnya terlihat tersenyum menang
Sampai saat ini, Nilam masih sangat menyesal kenapa dulu pernah menerima cinta Aldo. Walau masa jadian mereka tak lebih dari delapan bulan, itupun Nilam yang memutuskan mengakhiri hubungan itu. Kenyataannya adalah, Aldo seperti tak mau melepaskannya. Berbagai alasan digunakan pria itu untuk bisa sering-sering bicara dengan Nilam. Alasan-alasan terbarunya adalah, curhat tentang adik-adik centil yang mulai menjadikannya gebetan. Dan sekarang entah apalagi..... Nilam mendengus cukup keras, kesal, risih.
'Temani aku beli kado buat Mawar. Dua hari lagi dia ulang tahun. Please...'. Begitu isi pesan Aldo. Nilam meremas kertas itu. Saat ia akan membuangnya ketempat sampah, sebuah gerakan cepat menyambar dan mengambil alih si kertas.
" Sekarang kenapa lagi terong itu?", suara Rayhan terdengar jelas dan dekat di telinga Nilam. Gadis itu terlonjak kaget, hingga nyaris saja kehilangan keseimbangan.
Tap!.... jemari kokoh Rayhan menangkap pundak kiri Nilam. Posisi Rayhan yang berada dibelakang Nilam, membuat keduanya nampak seperti pasangan yang intens saling mendukung. Hal ini membuat beberapa pasang mata menatap jengah penuh selidik. Ada juga yang menatap tajam penuh cemburu, terutama para gadis.
"Oooh..... ", Rayhan mengangguk-angguk setelah membaca tulisan di kertas itu.
"Nanti aku temani", tukasnya kemudian.
" Rey..... nanti kamu ribut lagi, nggak usahlah. Aku juga belum mengiyakan 'kok ", jawab Nilam keberatan sambil menatap Rayhan.
" Nggak ... nggak akan kok. I swear... toh kamu sudah bukan pacarnya lagi. So.... nggak boleh cemburu 'kan dia, klo aku deket kamu". Rayhan tersenyum menang. " Kecuali dia yang memulai....... "
" Rey... !!!! ", dan Nilam pun menghentakan tangannya kesal. Namun Rayhan tertawa puas dan berlalu meninggalkan Nilam sambil menaut-nautkan jari tengah dan jari telunjuknya membuat tanda promise.
Beberapa bulan yang lalu atau tepatnya enam bulan setelah masa jadian Nilam dan Aldo, terjadi peristiwa yang cukup menjadi kasak-kusuk dikalangan para aktivis sekolah. Tentang perang urat syaraf yang berlanjut dengan perang dingin dua sahabat. Yang katanya rebutan cewek. Mereka adalah Aldo dan Rayhan, yang memperebutkan cinta Nilam. Memalukannya lagi, kejadian itu di pelataran mushola selepas acara malam Isro Mi'roj. Memang tidak sampai ke telinga para guru, namun cukup membuat Nilam tertunduk saat harus melewati segerombolan cewek-cewek nyinyir.
Sepele ..... semua berawal dari sikap posesif Aldo, yang memang dibesarkan di keluarga yang sangat menyayangi dan memanjakannya. Hampir semua keinginannya dituruti, sehingga membuatnya sedikit arogan juga. Bahkan untuk menjadikan Nilam sebagai pacarnya 'pun, dia melibatkan ibunya. Hal ini membuat Nilam akhirnya memutuskan untuk menerima cinta Aldo. Keputusan yang kemudian perlahan-lahan disesalinya.
Rayhan sendiri dekat dengan Nilam justru setelah gadis itu pacaran dengan Aldo sahabat nya. Sebenarnya Nilam sangat perhatian pada Aldo. Saat Aldo bertanding basket dan Nilam tidak dapat menyemangati dengan menonton langsung, gadis itu menitipkan kotak bekal padanya untuk Aldo.
" Rey... ini untuk Aldo, titip ya. Aku harus mengantar mamih ku ke dokter sore ini".
Rayhan menerima dua buah kotak bekal dari tangan Nilam. Satu berwarna hijau dan satu lagi berwarna biru. Sebenarnya saat itu Rayhan akan protes, karena gadis ini memanggilnya 'Rey', tapi dia menahannya.
" Yang satu untukmu ... maaf ya Rey, merepotkan".
Semenjak saat itulah, Reyhan selalu mendapatkan jatah support snack (begitu dia menyebutnya) dari Nilam. Tentunya saat dia ada pada event yang sama dengan Aldo.
Dari sekedar saling sapa meningkat jadi obrolan ringan, hingga pada suatu saat entah siapa yang memulai.... obrolan itu menjadi begitu intens dan nyaman untuk keduanya.
Rayhan menjadi sangat betah berlama-lama menelepon Nilam. Mendiskusikan tentang apapun. Dia merasa kalau Nilam sangat bisa menjaga rahasia, sangat bisa memahaminya dan sangat menyenangkan diajak bicara. Hingga kemudian diam-diam tanpa sepengetahuan Aldo.... Rayhan mulai mendatangi rumah Nilam. Dan keduanya semakin dekat.
Selingkuh ???? aaahh... tentu saja tidak. Toh obrolan kami tidak pernah membahas perasaan. Bahkan aku banyak minta saran untuk urusan gadis-gadis. Apanya yang selingkuh??. Begitu pikir Rayhan.
Namun malam itu, saat Nilam menjadi mc pada acara Isro Mi'roj**, semua berubah. Saat itu Rayhan seolah baru tersadar betapa mempesona temannya ini. Sepasang matanya yang menyudut dengan manik kelabu seperti warna hujan, terbingkai sempurna oleh alis hitam tebal. Yang seolah berbaris rapi dan tegas membingkai wajah campuran oriental, arabic dan putri jawa.
" Cantik ", gumamnya tanpa sadar. Terdengar jelas oleh Aldo yang duduk di sebelahnya.
" Arlina ??? 'kan memang cantik"
" Bukan", Reyhan menyangkal cepat. "Nilam"
" Iya doooong.... cewek ku gito looh", Aldo berseloroh bangga. "Jangan coba-coba merebutnya dariku Hans". Tiba-tiba saja tubuh Rayhan menegang, seperti tersengat sesuatu yang menyakitkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!