NovelToon NovelToon

SANG PEWARIS

SEBUAH GEBRAKAN

Hari berganti. Kini semua kembali ke rutinitas masing-masing. Hanya Lidya dan Saf yang masih cuti melahirkan.

Setelah aqiqah besar diadakan kemarin. Virgou juga akan mengadakan aqiqah untuknya, Bart, Leon, Frans dan Gabe. Pria itu juga telah menyatakan maksudnya pada keempat orang itu.

"Jadi kau ingin meng-aqiqahkan grandpa dan lainnya?" tanya Bart dengan tatapan berkaca-kaca.

"Iya, grandpa. Makanya aku meminta mereka untuk datang ke sini dan merayakan bersama," jelas Virgou.

Bart memeluk keponakannya dengan erat. Ia tergugu di bahu pria dengan sejuta pesona itu.

"Kau memang yang terbaik. Padahal Ben dulu pernah mengatakan jika kau lah yang lebih genius dibanding dirinya. Tapi kami buta dan tuli ... maafkan aku nak ... maafkan aku," bisik pria tua itu.

"Sudahlah ... itu masa lalu. Jangan ungkit lagi, aku juga sudah memaafkanmu," ujar Virgou.

Bart mengurai pelukannya. Ia menciumi wajah tampan itu. Virgou merengek.

"Grandpa ... aku bukan Fathiyya!"

Bart terkekeh. Pria tua itu mengingat jumlah perusuh yang bertambah.

"Aku sudah tak sabar dengan aksi perusuh menggemaskan itu!" sahut Bart gemas.

"Ck ... aku ingin setiap hari ada pesta. Agar setiap hari melihat tingkah mereka. Harun kemarin memarahiku karena ingin membunuh ayah," gerutu Virgou.

Bart tertawa mendengar gerutuan cucu tampannya itu. Pria itu juga sangat kaget karena Virgou muncul tiba-tiba, padahal mereka tengah menggosipinya.

"Daddy pawu patiin Tate?!" Seru Harun galak pada ayahnya.

Herman tertawa meledek pada pria beriris biru itu. Dia baru saja mengadu pada bayi yang mau dua tahun itu.

"Pita hutum paja Daddy!" saran Sky.

Virgou mendelik. Ia akan kalah jika melawan sembilan perusuh gembul itu. Dan benar saja. Ayah dari banyak anak itu diserang, bukan hanya oleh sembilan perusuh, tapi oleh semua anak-anak. Bahkan Darren, Demian dan Rion ikut menyerangnya.

"Hei ... kenapa kalian begitu sama Daddy!"

Lidya melerai anak-anak yang menggelitik dan menciumi monster Dougher Young.

"Kami menciuminya Kakak Iya!" sahut Dimas membela diri.

"Tapi jika kalian mengeroyoknya kan pasti berat dan sakit!" sela Lidya tak terima.

"Kau melamunkan apa?"

Ingatan Virgou tentang kejadian kemarin buyar. Ia menatap netra sama dengannya. Sosok kakek yang dulu sangat ia benci hingga ke tulang sumsumnya. Kini menjadi sosok yang akan ia lindungi segenap jiwanya.

"Aku merindukan matahariku," ujarnya.

Bart tersenyum. Sosok Lidya memang tak ada yang bisa menggeser dari hati pria dingin itu. Bart kini berada di perusahaan Virgou. Satrio bersama Dav dan Pablo tengah melakukan meeting dengan berbagai perusahaan.

"Tuan, Tuan Muda Rion menemukan ketimpangan neraca di meeting ekonomi hari ini!" lapor Fabio.

"Siapa pelakunya?! Perusahaan mana?"

"Perusahaan Lowtech milik Tuan Cakra Dewanta. Beliau juga menyatakan tidak mengetahui ketimpangan itu sama sekali!" lapor Fabio lagi.

"Tidak mungkin!" sahut Bart tak percaya.

"Ketika Tuan Muda Rion mengajukan ketimpangannya Tuan Dewanta langsung tak sadar diri dan kini mengalami gagal jantung!" lapor Fabio lagi.

"Heemmm ... sepertinya, aku punya ide," sela Virgou.

Kedua pria tampan beda usia menoleh padanya.

"Fabio, siapkan berkas. Kita akan membuka perusahaan SaveAcounting!" titah pria itu. "Minta Gomesh untuk membantumu!"

"Dimas, Affhan dan Maisya sangat ahli dengan angka-angka aku akan menggiring mereka untuk mempelajari pendidikan akuntansi keuangan perusahaan dan segala macam management. Kita akan membuka layanan jasa dengan jaminan Top Secret!" jelasnya.

Bart dan Fabio melongo mendengar ide dari Virgou. Bart berdecak kagum pada cucunya itu.

"Apa kau dengar perintahku, Fabio?"

"Baik, akan saya laksanakan segera!" sahut Fabio.

Pria itu langsung mengerjakan tugas dari atasannya. Virgou mengambil ponsel dari saku celananya.

"Kau ingin menghubungi siapa?"

"Adik geniusku, Terra!" Bart tersenyum bangga mendengarnya.

"Assalamualaikum, Te ... kau ada di mana?"

".......!"

"Baik, siapkan meeting, aku hendak mengajukan kerjasama denganmu," jelas Virgou.

Sambungan telepon terputus setelah Virgou memberi salam. Pria itu mengajak kakeknya. Berkas telah disiapkan.

"Apa ini hanya garis besarnya?" Fabio mengangguk.

"Buka lowongan kerja, kita butuh orang-orang berkopenten tinggi!" titah pria itu.

"Baik Tuan!" sahut Fabio lalu membungkuk hormat.

Gomesh yang tengah menyimpan data di sebuah flashdisk sudah siap. Ketiga pria itu pun naik Jeep putih milik Virgou.

"Kita ke rumah Terra!" titahnya.

Sedang di rumah Terra. Wanita itu tengah memasak untuk makan siang. Ia dibantu oleh Lidya dan Safitri. Anak dan menantunya masih tinggal bersama sampai sang bayi puput pusat.

"Jadi daddy, grandpa dan Papa Gomesh akan datang ke mari?" tanya Saf memastikan.

"Iya sayang," jawab sang ibu mertua.

"Bik Dinda, Bik Poni!" panggilnya.

Dua wanita berusia tiga puluhan datang. Ani dan Gina tengah membereskan peralatan masak.

"Ya, nyah ...!"

"Tolong bersihkan ruang kerja saya ya. Nyalakan pendinginnya!" titah wanita itu lembut.

"Baik, nyonya!" sahut keduanya.

Dinda dan Poni sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga tiga tahun. Kanya merujuk mereka berdua, karena Terra mulai kerepotan setelah memilik anak kembar Arion dan Arraya.

Tak lama, Rasya dan Rasyid pulang dari sekolah. Terra meminta mereka langsung berganti baju.

"Habis ganti baju, cuci tangan dan langsung ke ruang makan ya!"

"Iya ma!"

Keduanya naik ke kamar mereka. Tak lama Virgou datang bersama Bart dan Gomesh.

"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumussalam," sahut Terra membalas salam.

Terra mencium punggung tangan Bart dan Virgou disusul Lidya dan Safitri. Sedang Gomesh Terra memberinya pelukan hangat.

"Nona," sapanya dengan senyum manis.

Tak lama mereka pun makan siang bersama, setelah Rasya dan Rasyid turun. Arion dan Arraya juga memiliki makanannya sendiri.

"Rasya Rasyid, tolong tidurkan adik-adik ya," pinta Terra lembut.

"Iya ma," sahut keduanya patuh.

Rasya menggendong Arraya dan Rasyid menggendong Arion. Lidya dan Saf meminta ijin untuk istirahat.

"Iya sayang, istirahatlah," ujar Bart diiringi ciuman di kening dua wanita hebat.

Virgou melakukan hal yang sama begitu juga Gomesh. Lidya sedikit bermanja dengan Virgou sebentar. Lalu mereka berdua pun naik ke atas menuju kamar mereka masing-masing.

"Apa kita mulai meeting?" tanya Terra.

"Ayo!" ajak Bart.

Keempat orang itu naik dan masuk ruang kerja Terra, Dinda dan Poni sudah keluar dari tadi.

"Jadi apa yang akan kita bicarakan?" tanya Terra.

Virgou langsung menjelaskan idenya. Terra mendengarnya dengan seksama.

"Idenya brilian sekali kak!" seru Terra dengan mata berbinar.

"Tentu, ide ini karena bayi besar kita menemukan ketimpangan neraca di meeting hari ini!" jelas Bart.

Terra tersenyum. Ia juga mendengar hal itu.

"Sepertinya, kita akan mendapat banyak proyek setelah perusahaan ini jadi!" ujarnya.

"Ya, aku sudah meminta ayah menyiapkan Dimas untuk menempuh pendidikan akuntansi, aku juga menyiapkan Affhan dan Maisya untuk itu," jelas Virgou.

"Lalu kenapa nggak meeting sama ayah juga?" tanya Terra.

"Ayah kan meeting sama Kean di sana!" jawab Virgou sambil memutar mata malas.

Terra terkekeh mendengarnya.

bersambung.

hai ... hai ... ini kisah baru Terra ...

next?

PERUSAHAAN BARU

Jika peluang datang, segera aplikasikan. Karena kesempatan kadang jarang datang.

Virgou, Terra, Herman dan Bart tengah melihat bangunan ruko besar tiga lantai. Seorang broker menemaninya bersama notaris.

"Kita memang hanya menginginkan kantor kecil. Sepertinya tempat ini cocok terlebih lokasinya sedikit terpencil walau berada di tengah kota!" ujar Bart.

"Oh ya grandpa, kapan Daddy Leon dan Daddy Frans tiba?" tanya Terra.

"Mereka datang lusa, sedang Gabe akan datang jumat anak-anak baru libur seminggu," jawab Bart.

Terra mengangguk. Ia bergayut manja dengan Herman. Pria itu selalu memeluknya dan melimpahi wanita itu kasih sayang. Haidar juga kini tengah bersama Gomesh di lantai atas.

"Di atas juga luas dan view-nya indah," jelas Haidar.

"Kita ambil?"

Semua mengangguk setuju. Herman dan Virgou juga Bart mengambil kartu limitednya.

"Biar aku yang beli gedung ini," ujar Herman.

"Baiklah, buat hak waris atas nama Dimas!" ujar Virgou.

Herman tersenyum. Bart hanya diam saja. Ia menyerahkan semua keputusan pada sang cucu ponakan.

"Ini sertifikatnya akan jadi enam bulan mendatang ya," ujar notaris setelah mengesahkan jual beli.

"Oke," sahut Herman.

Para petugas notaris dan broker pergi dengan wajah gembira. Terra sudah menyiapkan semuanya.

"Te yang beli semua peralatan kantor ini!" seru wanita itu.

Arion dan Arraya ia tinggal di rumah bersama Gina dan Ani. Air susunya juga sudah ia perah. Dua bayi itu sudah tak mau air susu ibunya lagi. Jadi Terra mudah melepaskan mereka.

"Kita pulang dulu, ini kunci kau yang pegang. Kita adakan rapat setelah kedatangan Frans dan Leon!"

Semua menurut apa kata bibit dari Dougher Young itu. Mereka memasuki mobil masing-masing. Lalu dua kendaraan pun perlahan meninggalkan lokasi.

Sampai rumah anak-anak sudah berkumpul. Dimas, Affhan dan Maisya sudah kelas tiga SMP. Mereka berusia tiga belas tahun. Seperti kakak-kakaknya ketiga anak itu mengikuti kelas akselerasi.

Mereka makan bersama. Seperti biasa sembilan perusuh menjadi primadona karena aksi mereka yang tak ada habisnya.

"Ma, tadi Maisya mukul cowok masa!" adu Affhan.

Affhan, Maisya dan Dimas satu sekolah bahkan ketiganya juga satu kelas.

"Kenapa begitu?" tanya Terra tak memarahi anak gadisnya.

"Habis Dito nakal Mama! Dia nyoba nyolek aku. Ya sebelum dicolek, Mai pukul aja dulu!" sahut Maisya membela diri.

"Siapa yang berani mencolek anak gadisku!' geram Virgou dengan muka garang.

"Kak!" tegur Terra. "Kan sudah dipukul sama Baby Mai."

"Untung semua anak perempuan dibekali ilmu bela diri," celetuk Dav lega.

"Lalu kenapa kau tak membela saudaramu, baby?" tanya Rion menyelidik.

"Affhan datang, ketika Dito sudah dipukul dan jatuh."

"Kami bertiga dipanggil guru BK!" timpal Dimas lagi.

"Loh ... kok gitu?" tanya Herman mulai tersulut emosi.

"Ya karena Baby Mai memukul. Lalu Dimas bilang kalau dia yang suruh dan Affhan yang memprovokasi," jawab Affhan santai.

Herman menghela napas panjang.

"Mestinya kau bilang jika Dito hendak melecehkanmu," sahutnya.

"Beulecehtan ipu pa'a Tate?" tanya Arion penasaran.

"Astaga ... cucuku ini," keluh pria tua itu.

"Tate ... beuletehpan ipu pa'a!" bayi itu penasaran.

"Melecehkan itu perbuatan yang tidak baik, karena melukai wanita seperti kakak Mai," jawab Terra pada akhirnya.

"Oh beudithu," sahut bayi lima belas bulan itu.

Tak lama rumah Terra kembali sepi. Herman membawa istri dan lima anaknya begitu juga Virgou.

"Ma, Baby Aisyah baru puput pusat loh!" lapor Saf.

"Oh ya?" Saf mengangguk.

"Berarti yang lainnya pasti menyusul," lanjut Terra.

Semua senang. Nai dan Daud juga sebentar lagi lulus kedokteran, setelah lulus mereka akan melanjutkan spesialisasi.

"Jadi kau masih ingin menjadi dokter kandungan?" tanya Bart pada Nai.

"Iya uyut, Nai akan lanjut ambil spesialis kandungan bersama Arimbi."

"Lalu kau Daud?"

"Daud ambil spesialis jantung uyut," jawab Daud.

"Ah, kalian memang cicit uyut yang luar biasa.

"Uyut sudah menyiapkan tiga rumah sakit untuk kalian masing-masing. Uyut harap kalian bisa menjalankannya nanti," ujar Bart.

Nai dan Daud memeluk pria tua itu sambil mengucap terima kasih. Rasya, Rasyid, Arion dan Arraya sudah naik tidur siang. Sean dan Al belum pulang begitu juga Darren, Rion dan Demian.

"Jadi sore ini kalian akan kembali ke kampus atau koas?" tanya Bart.

"Kampus, yut. Ada beberapa berkas yang harus kami penuhi. Setelah itu kami koas," jawab Nai.

Bart mengangguk. Kini Nai dan Daud sudah bersiap kembali ke kampus. Setelah mencium tangan semua orang tua. keduanya menaiki mobil masing-masing dan diantar oleh pengawal mereka.

Tak terasa hari berlalu. Kini, Leon dan Frans sudah berada di rumah Bart mereka sudah datang kemarin malam. Terra dan anak-anak datang ke sana. Begitu juga Herman dan Virgou.

"Jadi kita akan membuka perusahaan baru?' tanya Leon ketika membuka berkas.

"Iya Dad. Semua surat sudah selesai tinggal memberi nama dan tanggal pengesahannya, kita sudah membuka lowongan pekerjaan juga," jawab Virgou.

"Apa sudah dapat namanya?" Virgou menggeleng.

"PT Tridhoyo kita simbolkan angka tiga serta huruf DY. Bagaimana?" ujar Leon memberi saran.

"Itu bagus," ujar Frans setuju.

"Baik, kita beri nama perusahaan baru kita dengan nama PT Tridhoyo SaveAcounting!" putus Haidar.

Semua mengangguk setuju. Kemudian mereka pun menyusun management. Terra, Khasya dan Puspita mengambil alih kembali posisi. Sambil menunggu Dimas, Affhan dan Maisya siap dengan tanggung jawab besar.

"Mommy bisa di bidang pendataan. Mommy sangat jago akan hal itu. Jika untuk manajemen dan pengelolaan biar Te yang ambil alih, sedang pengembangan dan program perusahaan bunda yang kelola," ujar Terra.

"Ya, aku setuju," sahut Herman.

Virgou dan Haidar mengangguk setuju. Puspita tak keberatan dengan tugas barunya. Ia sudah sudah lama ingin bekerja. Sedang Khasya yang sedikit ragu.

"Bunda sudah tua. Apa iya masih pantas menjalankan perusahaan ini?"

"Kamu pasti bisa sayang," sahut Herman meyakinkan istrinya.

"Iya, bundaku pasti bisa!" ujar Virgou memberi semangat.

Bart menatap bagaimana Virgou begitu manja dengan istri dari paman cucunya itu. Virgou mendapat kasih sayang penuh seorang ibu dari Khasya.

"Baiklah, keputusan sudah ditetapkan, nama juga sudah dibuat. Biar Gomesh dan Satrio yang mengurus sisanya," ujar pria dengan sejuta pesona itu.

Mereka pun keluar ruangan dan berkumpul dengan anak-anak. Rion dan Darren juga Demian tahu akan perusahaan baru yang akan muncul dan pastinya akan viral.

"Aku yakin ketika satu perusahaan berhasil diperbaiki data neraca dan akunting mereka. Perusahaan ini viral dan banyak dicari orang juga musuh!" sahut Demian ngeri.

"Daddy sudah siapkan itu. Tidak mudah bagi perusahaan untuk menyerahkan begitu saja info akuntasi mereka. Tapi, daddy sudah meminta ketika mereka menyerahkan data keuangan harus melalui perjanjian di atas kertas, kami juga meminta tim akunting mereka ikut serta," jelas Virgou panjang lebar.

Demian berdecak kagum akan kegeniusan pria beriris sama dengannya itu.

"Baby Baliana pamu bawu banyi pa'a?" tanya Bomesh.

"Benet poyan tuh!" jawab bayi cantik itu.

Dimas langsung memasang lagu Nenek moyang. Musik terdengar Bariana sudah bergoyang dari tadi.

"Penet poyan tuh solan pebawut. Pemal meunalun puas bamudla ... beuteljan pombat piada patut ... peumentuh padai pudah piasa!"

bersambung.

Oke lah baby ...

next?

SEBUAH CERITA

PT Tridhoyo SaveAcounting telah dibuka. Semua wartawan media cetak dan elektronik diundang untuk mengumumkan peresmian perusahaan itu.

Dari namanya saja sudah ada delapan perusahaan yang meminta jasa layanan perusahaan yang baru berdiri empat bulan itu.

"Selamat atas berdirinya usaha baru Tuan Dougher Young, Pratama dan Triatmodjo!"

"Maaf, saya tidak ada sangkutannya dengan perusahaan ini. Tapi, Tuan Triatmodjo dan Tuan Dougher Young yang memiliki andil besar atas berdirinya perusahaan ini," jelas Haidar menolak pujian.

"Tapi nama anda tercantum memiliki saham di sini," Haidar melupakan itu.

"Ini bisnis keluarga. Jadi Tuan Pratama pasti ikut andil di sana," sela Dav.

"Jadi siapa pemimpin perusahaan ini?" tanya wartawan.

"Pemimpin perusahaan diambil oleh Khasyana Pandewi Burhan," jawab Virgou lagi.

"Loh kok, Nyonya Triatmodjo yang jadi boss, bukan Nyonya Black Dougher Young?" tanya wartawan heran.

"Istri saya sebagai pengendali dan merancang data karena itu adalah keahliannya. Sedang Terra memegang management dan perencanaan perusahaan!"

Para wartawan pun dikenalkan dengan anak-anak Darren dan Lidya. Memang pembukaan perusahaan baru bersamaan dengan pengenalan penerus Dougher Young dan Starlight.

"Tuan Starlight, bagaimana perasaan anda langsung diberi dua penerus langsung?"

"Saya bersyukur pada Allah karena terlah diberi kepercayaan dua cucu laki-laki sekaligus," jawab Dominic.

Usai perkenalan anak-anak. Para wartawan diminta untuk menikmati hidangan yang telah tersedia.

Para wartawan pun diberi bingkisan. Leon dan Frans masih di Indonesia, dua pria berusia sama dengan Bram. Mereka tengah melihat para karyawan bekerja. Beberapa di antaranya sedang menghitung ulang data akuntansi yang ada di tangan mereka bersama tim akunting dari perusahaan masing-masing.

Khasya tengah berada di ruangannya. Ia bersama sekretaris yang sudah menemaninya sudah empat bulan ini.

"Tuan!" sapa sang sekretaris.

Khasya menoleh, ia tersenyum melihat iparnya.

"Mas Leon," pria itu tersenyum.

"Bagaimana, setelah belasan tahun tak bekerja tiba-tiba bekerja?" kekeh pria itu.

Khasya tersenyum. Ia menghela napas panjang.

"Ya ... berhubung otak bunda eh saya tak sehebat otak Terra dan Puspita, begini lah jadinya," ujar wanita itu sedikit mengeluh.

"Virgou selalu menyanjungmu setiap bercerita," aku Leon.

Khasya tersenyum.

"Saya sangat menyayanginya. Hatinya sangat terluka terlalu dalam, beruntung ada Lidya, saya hanya menambah obatnya agar cepat sembuh," jelas wanita itu.

Leon tersenyum. Perkataan dari iparnya itu benar. Kasih sayang keluarga adalah obat paling mujarab bagi Virgou. Pantas pria dengan sejuta pesona itu selalu memuji Khasya.

'Dorothy ... kau pasti menyesal saat ini di neraka,' gumamnya sinis dalam hati.

Lalu ia beristighfar setelah berkata yang tidak-tidak dalam hati. Affhan, Maisya dan Dimas tampak tenang di depan komputernya. Ketiganya tengah diberi tugas oleh Herman agar mengecek beberapa data.

"Wah ... ada yang menyusup nih?!" sahut Maisya tiba-tiba.

Semua menoleh terlebih Darren. Pria itu menyempatkan datang dengan membawa rangkaian bunga besar, begitu juga Demian.

Darren mendatangi adiknya itu. Pria itu menatap layar komputer Maisya ada yang berusaha menyusupi. Beruntung Terra sudah memasang pengaman data di semua laptop maupun komputer. Safitri tertarik, tiga anak kembarnya bersama pengasuh.

"Apa kamu bisa sayang?" tanya Darren.

"Serahkan pada Maisya, abah!" sahut gadis remaja berusia tiga belas tahun.

Dengan gerakan cepat, gadis itu mulai mengetik. Sangat cepat hingga tak ada yang tau apa yang disentuh oleh Maisya.

"Ada apa?"

Haidar datang bersama Virgou. Dav tengah menggoda sembilan perusuh. Sedang Frans mengamati yang lainnya.

"Ada yang mencoba menyusup data," jawab Darren tenang.

Virgou melihat putrinya mengetik papan dengan cepat. Asap mulai keluar. Tangan Saf menjulur pada tuts huruf x. Akun penyusup mati.

"Makasih Uma," ujar Maisya dengan wajah senang.

"Tadi Mai sedikit keasikan bermain," jelasnya.

Darren mengecup pucuk kepala adiknya. Ia begitu bangga.

"Kau hebat dik," pujinya.

Virgou tersenyum. Ia memang sudah mengajari semua anak-anak dengan ilmu yang ia miliki termasuk cyber. Siapa sangka kecerdasan mereka nyaris menyamai Terra.

"Ah ... keturunan memang tak bisa terpisahkan," gumamnya bangga.

Herman dan Leon kini tengah berdiskusi. Frans ikut pada diskusi itu. Kembali ide bisnis muncul dari tiga orang itu. Haidar pun ikut duduk karena begitu serunya percakapan itu.

"Dar, kapan papamu datang. Ini sudah lewat makan siang?" tanya Herman gusar.

"Katanya sih tadi mereka terjebak macet panjang. Paling sebentar lagi," jawab Haidar.

"Kita hentikan dulu obrolan," Leon dan Frans mengangguk.

Ketiga pria itu seumuran, hanya Leon lebih muda empat tahun dari Herman dan Frans.

"Lusy!" panggil Herman pada sekretaris istrinya itu.

"Saya tuan!"

"Tolong reservasi restauran dekat sini, minta ruang ekslusif dan VVIP!" titahnya.

"Baik tuan!"

Lusy langsung menjalankan tugasnya. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu tentu sangat muda dan begitu cantik. Leon dari tadi memperhatikan gadis itu.

"Kau menyukai sekretaris istriku?" tanya Herman menggoda.

"Ck ... apa sih mas!" dumal pria itu kesal.

Frans terkekeh. Ia mengakui jika Lusy memang sangat cantik, tapi usia mereka sangat jauh.

"Kau ada-ada saja. Apa kau meminta adikku menikahi cucunya?" kelakar pria itu lagi.

Herman tertawa lepas mendengarnya, sampai semua orang menoleh. Bram yang baru datang jadi terkejut mendengar suara tawa pria itu.

"Wah ... apa yang kalian tertawakan?" tanyanya penasaran.

"Kepo!" seru Herman, Frans dan Leon bersamaan.

Bram berdecak sebal. Ia langsung mengerucutkan bibirnya.

"Ish ... kalian tak asik!" protesnya berdumal.

Herman kembali tertawa. Ia merasa muda kembali. Ia mengingat masa usia dua puluhan dan masih lajang. Pria itu pernah secara sembunyi-sembunyi memacari seorang gadis tapi gagal karena takut akan Hardi, ayahnya.

"Ayah tertawanya seperti senang sekali," ujar Khasya tiba-tiba muncul.

Herman hanya tersenyum menanggapi. Pria itu merangkul istrinya. Sang sekretaris sudah memberitahu jika ruangan yang diminta telah disiapkan di restauran yang terletak tak jauh dari kantor.

"Baik, terima kasih Lusy!" ujar Herman.

"Oh ya, kau juga ikut pastinya!" lanjut pria itu.

"Baik tuan!" Lusy mengambil dompet dan ponselnya.

Mereka pun pergi ke restauran yang jaraknya hanya tiga ratus meter itu. Semua orang menatap rombongan dengan setelan mewah yang berjalan kaki menuju restauran. Tak ada istilah risih, walau matahari menyengat.

"Om Buan!" teriak Arraya sambil merentangkan tangannya.

Juan datang dan menggendong putri dari Terra itu. Lalu disusul anak-anak bayi lainnya. Mereka tak memakai stroller. Sampai di restauran, Lusy langsung menyatakan jika sudah memesan ruang eksklusif.

Herman mengangguk puas akan kinerja sekretaris istrinya itu. Ruangan cukup luas dengan taman bunga di depan. Meja disusun sedemikian rupa agar semua bisa makan satu meja bersama.

"Kau cekatan juga," puji pria itu.

Lusy hanya membungkuk hormat mendengar pujian atasannya. Leon masih setia mengamati gadis yang pantas jadi cucunya itu.

"You realy like her?" tanya Frans.

"Sudahlah ... itu tak akan mungkin," jawab Leon lesu.

Bersambung.

ah ... papa Leon ... cinta itu tak pandang usia kok.

next?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!