Amara Tithania arcinta seorang gadis lajang, anak tunggal. 17 tahun adalah usia remaja menginjak tingkat dewasa, gadis bersurai panjang nan legam, berkulit putih, ramping nan berisi, hidung mancung, bibir merekah indah bak lily merah, serta mata nya yang seperti bulan purnama.
Dia seorang anak tunggal dari kepala desa, gadis periang, usil, juga lincah. Gadis yang memiliki kehidupan yang berkecukupan dan selalu dimanjakan oleh sang ayah.
Cinta itu lah panggilan nya, weekend adalah yang ditunggu gadis muda itu sebab dia bisa bermanja pada bantal biru warna kesukaannya. Berhenti sejenak dari hiruk pikuk buku pelajaran yang selalu menghantuinya.
Tok.....tok.
"Cinta buka pintu nya, ayah ingin bicara"
Klek, pintu serba biru muda itu terbuka, terpampang kamar yang bersih, tertata rapih dengan harum khas seorang gadis. Cinta keluar dengan piyama warna biru nya.
"Ada apa yah?"
Dengan malas Cinta bertanya.
"Turun, ayah mau berbicara"
"Iya"
Cinta turun dengan malas dia sudah tahu apa yang mau di bicarakan oleh ayah nya.
"Pak Dayat sudah berbicara dengan ayah"
Sang Ayah terlihat menjeda perkataannya, melirik sebentar pada sang istri yang baru meletakkan ubi bakar juga teh hangat keatas meja.
"Kami sepakat akan meneruskan perjodohan mu dengan nak Arhan"
Cinta kaget, tapi dia segera menundukkan kepalanya. Sekuat apa pun menolak keinginan mereka, para orang tetap akan mempertahankan prinsip mereka.
Arhan Daseno seorang pemuda yang telah meraih gelar sarjana di bidang ekonomi, seorang guru muda yang baru terjun ke masyarakat. Dan sudah setahun lalu guru muda nan tampan, berkulit sawo matang, hidung bangir juga rambut menawan dengan senyum manis nya itu merintis pabrik tahu. Pabrik yang sudah merekrut lebih dari 50 orang itu sangat berkembang cukup pesat dalam setahun ini.
"Iya"
Cinta segera bangkit, lalu berjalan menuju kamar nya.
"Yah, apa tidak apa kita memaksa nya"
Bisik sang bunda yang tahu betul gelagat sang anak.
"Terus mau bagaimana lagi, hanya anak itu yang pantas untuk Cinta"
Armita hanya terdiam, sebenar nya dia juga tidak suka dengan Arhan.
Pembicaraan itu telah sebulan lalu, dan Arhan pun sering menyambangi kediaman Cinta, gadis yang begitu cantik. Mengantarkan ke sekolah, bertandang ketika malam minggu seperti pasangan remaja pada umum nya. Dan mengantarkan sedikit makanan rumah untuk beramah tamah. Tak jarang pemuda itu menumpang makan juga.
Cinta juga terlihat sedikit banyak menjaga jarak dari Arhan Daseno anak tunggal Dayat Daseno seorang guru sekaligus pengepul bahan pertanian para warga.
"Nak kok Arhan belum datang?"
"Kata sedang ke kota"
Jawab Cinta acuh ketika sang bunda bertanya. Bunda Armita tahu jika anaknya kurang suka pada jejaka tunggal pak Dayat itu. Orang tua nya memang sangat menjunjung kesopanan tapi, anak nya sering mengencani gadis gadis muda di desa sebelah desa sepupu nya.
Hari itu Cinta pergi ke sekolah, di perempatan melihat mobil Arhan membawa penumpang gadis yang berseragam sama seperti dirinya. Cinta hanya diam saja.
"Ta bukannya itu calon mu?"
Cinta hanya mengangguk, Rista adalah kakak sepupu Cinta yang kebetulan lewat.
"Kok Ayah mau ya lanjutin perjodohan dengan orang seperti itu?"
Cinta hanya terdiam hingga tiba disekolah.
Sudah 2 minggu lebih, Cinta menghindari pemuda itu. Baik telpon, pesan atau kunjungannya tidak Cinta hiraukan.
Tok..tok.
"Ini hari minggu bun!"
Cinta berteriak dengan sekencang nya.
Namun pintu masih diketuk dari luar, 5 menit kemudian kaki jenjang Cinta menapak lantai menuju pintu.
Klek.
"Bangun sarapan dulu"
"Gak ahh bun, Cinta males"
"Ada nak Arhan dibawah dengan ayah mu"
Sambil berbisik Armi ibunda cinta berkata.
Dengan malas Cinta membuka kelopak matanya yang indah itu. Segera menuruni tangga kemudian menuju lantai dasar ke ruang tamu.
"Selamat pagi ayah"
Sang ayah hanya melirik putri nya.
"Cepat mandi, Arhan sudah menjemput mu"
"Hem, baiklah"
"Hai, selamat pagi"
Mata Arhan yang berniat menatap indah mata calon kekasihnya, namun wajah cantik itu segera membuang muka.
"Hati hati"
Lalu sang ayah pergi berlalu setelah menepuk bahu putri kesayangannya itu, menuju teras belakang.
"Aku mandi dulu ya"
Arhan mengangguk, Cinta segera melesat ke kamarnya bermaksud untuk mandi. Dengan segera berpakaian jeans hitam panjang dan kaos oblong serta sweeter hitam. Cinta kembali turun ke ruang tamu hanya dengan berganti pakaian saja tanpa make up.
'Kenapa berpakaian seperti itu, tidak seperti gadis lain, hah sudah lah'
Ucap Arhan didalam hati.
"Ayo berangkat"
Ucap Cinta, Arhan mengangguk menuju motor matic nya.
Mobil melaju dijalanan desa cukup lengang meski hari libur tidak seperti jalanan kota yang semrawut.
Mereka sampai di toko buku, Cinta asik memilah buku. Sementara Arhan bertemu kenalannya, saking asiknya berbincang hingga Arhan melupakan Cinta yang dia antar tadi. Arhan menuju tempat nongkrong dengan teman juga pasangan yang dibawanya kemaren pagi untuk bersenang senang.
Cinta telah selesai membeli buku, terlihat dia keluar dari toko buku dan clingukan kesana kemari terlihat seperti mencari seseorang.
Bugghh......
Cinta menabrak dada seorang lelaki, hingga bukunya berhamburan.
"Maaf"
Namun lelaki itu berjalan tak peduli, Cinta menggelengkan kepalanya.
"Jangankan ikut mungutin buku, berhenti aja tidak"
Setelah 1 jam menunggu, yang ditunggu tak nampak batang hidung nya, akhirnya Cinta memutuskan untuk pulang sendiri.
Di alun alun desa Cinta berhenti sebentar, membeli seplastik es dawet. Sangat manis dan menyegarkan tenggorokan.
Hari begitu terik Cinta menuju rumahnya dengan berjalan kaki di gang yang tak terlalu sempit.
Bruumm...brruum sebuah mercedezz benz melintas disamping nya.
Crraaattttt....
Tanah berlumpur itu digilas begitu saja oleh pengendara itu.
"Hey....kau turun"
Namun mobil itu terus melaju dengan santai ke ujung jalan.
"Dasar tidak bertanggung jawab"
"Aku nyesel dianterin Arhan, kemana dia? boro boro nganterin pulang, orang nya aja hilang"
Samar samar Cinta mengeluarkan unek unek dalam hatinya.
Cinta sampai dirumah yang bisa dibilang paling megah di desanya ada pagar pembatas didepan rumah, tidak seperti orang gedongan di jakarta karena ayah nya hanya kepala desa saja sedangkan ibunya penjual nasi boks atau bahasa kerennya katering begitu lah.
"Sudah pulang neng"
"Iya bi Sri"
Bi Sri yang sering membantu membersihkan halaman rumah memperhatikan nona rumah mereka yang nampak lesu.
"Iya bi"
Cinta masuk begitu saja, segera ke kamar dan mandi karena kotor oleh air gilasan mobil tadi dijalan.
"Laper banget lagi"
Cinta turun kebawah, dia melihat dimeja makan tidak ada makanan karena masih jam 10 pagi. Dengan malas Cinta menuang susu ke gelas dan memberi selai ke roti lalu memakannya. Setelah itu Cinta berniat untuk melanjutkan tidur, kaki nya sangat pegal karena harus berjalan 1 jam. Untung dia membawa ponselnya yang ada dompet elektrik bisa membayar apa pun juga. Kalau tidak bukan hanya berjalan kaki dan kelaparan tapi juga malu tidak bisa bayar buku yang sudah dipilihnya dengan susah payah.
Drrtttt....ddrrttt.
Cinta yang sedang asik di alam mimpi terusik dengan suara dering ponselnya. Cinta terbangun melihat nama pemanggil yang tertera dilayar ponselnya. Rupa nya Arhan, Cinta membiarkan ponsel itu berdering sampai pegal sendiri.
Jam 8 malam Cinta turun untuk makan malam, menuju dapur dan mengisi piring nya.
"Tadi Arhan kemari"
Sang bunda menatap anak nya tang masih menyuapkan makanan ke mulutnya tanpa terganggu.
"Dia bilang tidak menemukan mu di toko saat kembali dari toilet"
Cinta pun masih enggan menjawab, sang bunda bingun sendiri akan tingkah anak nakal nya itu.
"Sayang terlalu menjaga jarak dengannya, kalian akan bersama berkeluarga"
Ucap bunda Armita dengan tulus.
'Huh siapa yang mau berkeluarga dengan lelaki seoerti itu'
Ucap Cinta didalam hati.
"Bunda, Cinta mau keatas dulu ya, mau ngerjain tugas ini kn mau ujian akhir bun"
Cinta hendak beranjak, namun bunda menyodorkan sesuatu untuk Cinta. Sebuah undangan perhelatan pernikahan sepupunya, Rista Hiamini.
"3 hari lagi, kau pendamping calon pengantin wanitanya"
Cinta tersenyum senang, memeluk bunda nya lalu membawa undangan itu ke kamar nya untuk menghubungi kakak sepupu tercinta nya.
Drrtt....ddrrtttt.
Cinta mencoba menekan nomer kakak tersayang nya Rista, namun nihil.
"Hmmm dasar pengantin tengil"
Ucap nya sambil melihat lihat design undangan itu.
'Aku ingin mendesign sesuatu yang lebih indah dari ini'
Ya, Rista memilih undangan yang dirancang adik sepupu nakalnya itu.
BERSAMBUNG.
Drrttt...ddrrttt.
"Halo"
"Dasar putri tidur, jam segini sudah tidur, gimana sih"
Rista diseberang sambil cekikikan.
"Kau pasti sedang bahagiakan, akan diperistri pangeran impian mu"
"Tentu saja, ha...ha...ha"
Rista tertawa senang dengan kata kata adik sepupu perempuan satu satu nya itu.
"Kau datang lah kemari, berpesta dengan ku lebih awal, mengerti"
Cinta berpikir sejenak, lalu mengangguk.
"Baik lah, tuan putri kau ratu nya sekarang"
Sambungan telepon pun dimatikan.
Kembali ke tadi siang pada Arhan Daseno seorang pemuda yang terkenal akan kharismanya bukan hanya itu dia juga seorang pemain wanita yang cukup lihai baik dengan ketampanannya atau pun dengan pesona uang yang mengalir setiap bulan ke kantong nya.
"Han"
Tegur Nial Linka sahabat baik Arhan pemilik sebuah diskotik atau tempat warung remang remang didesa itu. Nial menggeluti bisnis tersebut dengan meraup keuntungan yang begitu besar.
"Hei bro"
Sapa Arhan, sementara Liza Arman hanya melirik sambil tersenyum kepada lelaki sebaya pacar gelap nya.
"Tumben siang siang sudah nangkring disini?"
"Dari pada nangkringin gadis orang ntar disuruh ngawinin kan bos"
Celetuk Dikta Santoro sahabat karib tongkrongan Arhan yang selalu terkenal dengan keroyalannya. Dikta terlihat menggandeng kekasihnya, Lusira Nilam.
"Aku ke toilet dulu Aa"
Ucap Liza.
Bughhh.....
Sebuah tutup botol menyambar jidat Dikta, lelaki dewasa juga konyol itu terlihat meringis. Nial sengaja melempar lelaki konyol itu, agar tidak menambah masalah.
"Sakit njir"
"Bahhhh bilang sakit, kegigit semut doang juga"
Dikte terlihat berdiri, lalu menggandeng wanitanya keluar ruangan.
"Begitu saja ngambek kaya anak gadis pak kades"
Deg.....
Tiba tiba Arhan teringat sesuatu, lelaki itu menepuk jidat nya berkali kali.
"Hei kenapa kau?"
Arhan masih tak mendengar kata2 yang dilontarkan oleh Nial.
"Hei"
Nial terpaksa menepuk bahu teman karibnya itu.
"Kenapa aku bisa lupa?"
"Lupa apa?"
Arhan menghela nafas sementara Nial masih menatapnya dengan bingung.
"Aku pamit bro!"
"Hei....."
Arhan berlari secepat kilat, sementara Nial kebingungan.
"Ada apa Al?"
Liza yang baru saja datang dari toilet menepuk bahu lelaki itu. Nial hanya menaikan bahu nya saja tanda tidak tahu. Kemudian berlalu masuk ke ruang kerjanya di lantai 2.
Liza yang ketinggalan situasi clingukan karena tidak ada orang di meja mereka nongkrong barusan.
"Hei, kemana Arhan?"
Sambil bertanya Liza mengikuti langkah Nial.
"Aku juga tidak tahu dia langsung cabut"
Ucap Nial tak berniat.
"Lalu aku?"
Ucap Liza menunjuk pada dirinya sendiri.
"Terserah, jika kau mau berkencan dengan ku juga maka aku akan mengantar mu pulang"
Liza mengangguk.
'Dasar ****** kecil'
Ucap Nial dalam hati.
'Tunggu sampai Arhan bosan, maka kau akan ku pindahkan ke markas'
Lanjutnya lagi, dengan segera Nial menggandeng masuk Liza ke dalam kamar yang khusus diperuntukan owner tempat itu.
Arhan yang berlari dengan kesetanan menuju parkiran, dia bertemu Dikta.
"Bro kenapa?"
"Aku pinjam motor mu ya"
Tanpa menunggu jawaban Dikta, Arhan segera merebut kunci motor milik pemuda itu.
"Bawa mobil ku"
Dikta hanya mengacungkan jempolnya.
"Kemana dia?"
"Mungkin menemui selingkuhannya"
Mereka menuju mobil Arhan, tanpa peduli masalah orang lain.
Begitu bodohnya Arhan meninggalkan gadis itu, pikirannya sudah bersarang kemana mana. Tanpa pertimbangan dia langsung ke toko buku tadi pagi meski pikiran realistisnya gadis itu tidak mungkin menungguinya seharian. Terang saja jam 9 pagi mereka tiba disana sekarang sudah menunjukkan pukul 5 sore. Arhan bertanya pada beberapa pegawai toko, hingga dia berinisiatif untuk menyambangi rumah gadis itu.
Beberapa kali menekan bel rumah lalu keluarlah wanita paruh baya seusia ibunya.
"Selamat siang bu?"
Wanita itu tersenyum, lalu mempersilahkannya masuk. Nampak Arhan mengatur air mukanya lalu kondisinya sendiri.
"Apa Cinta sudah pulang?"
Nampak bu kades dihadapan Arhan sedikit bingung, namun tidak berapa lama.
"Sudah nak, kenapa?"
"Maaf tadi Arhan ada urusan bu, jadi suruh Cinta menunggu di toko tapi pas kembali Cinta tidak ada jadi Arhan mencari dia kemana mana"
Tutur pemuda 25 tahun itu, dengan kecepatan kepintaran kelicikan otak nya segera memutar balikan keadaan.
"Mohon dimaklumi ya nak, Cinta masih kecil mungkin dia bosan jadi langsung pulang saja"
"Apa Cinta baik baik saja bu?"
"Tentu tentu dia baik jangan khawatir"
"Baik lah kalau begitu saya pamit pulang dulu"
"Baik lah nak"
Arhan segera pamit pulang, dia tersenyum senang. Bagi nya usaha sedikit dirinya yang mencari gadis itu harus tertebus dengan sedikit kelicikan lagi pula itu tidak merugikan.
Bu Armita atau bu kades itu menggelengkan kepalanya, meski dia tahu pemuda itu seorang pemain wanita juga penipu yang licik dia tidak ingin menuduh tanpa bukti. Jika dia lakukan dengan kata kata pada suaminya, maka sang suami akan semakin gencar mendekatkan sang putri pada pemuda bejad itu.
Di salah satu kota terbesar di negara itu seorang pemuda matang, dengan karir yang cemerlang bukan hanya dari materi keluarga tapi juga dari hasil usahanya sendiri. Latar belakang keluarga yang bergelimang harta, pendidikan yang didapat dari universitas kedua terbaik di seluruh dunia juga kepiawaiannya dalam mengelola atau memanage perusahaan dapat dia buktikan di usia nya yang ke 37 tahun ini, pemuda itu sudah sukses bahkan bisa dibilang setiap hari dia bisa mandi dengan uang.
Siapa lagi dia jika bukan Wicaksara Rayz Alkatiri anak tunggal dari pasangan Ditya Alkatiri dan Diah Rayz itu. Wajahnya rupawan, penampilannya nyaris sempurna sebagai pria tampan, dengan properti yang dimiliki dihitung bisa mencapai ratusan milyar.
Jika keluarga Alkatiri merupakan raja bisnis dari garis keturunan ayahnya, maka keluarga dari sang ibu ada di negara belan benua lain begitu indah. Wicaksara atau yang sering disebut Aksara itu selalu bergelut dengan dunia bisnis dalam menaklukan musuh pembisnis dia ahlinya. Sang ayah hanya memiliki satu adik perempuan maka Aksara hanya memiliki sepupu lelaki dan perempuan. Aksara menjadi anak tunggal, bukan karena sang ibu melainkan karena ayahnya memiliki sedikit masalah kesuburan. Aksara terlahir dari proses bayi tabung.
Keluarga Alkatiri juga keluarga adik ayahnya sangat hangat dan dekat, seperti malam ini mereka makan malam bersama dan itu sudah menjadi rutinitas karena jarangnya mereka berkumpul dan hanya dengan makan malam mereka bisa menghabiskan waktu bersama keluarga.
Paramita Alkatiri adalah adik dari Ditya Alkatiri ayah kandung Aksara. Paramita dinikahi Alan Dimitri mereka mempunyai anak sepasang lelaki dan perempuan yang hanya selisih 8 dan 15 tahun dengan Aksara. Haris Dimitri dan Sheyla Dimitri.
Malam ini mereka bersama berada di rumah mewah Alkatiri, berbincang dengan santai dan bercanda.
"Kapan Sheyla akan pulang Mita?"
Ucap Ditya ayah Aksara.
"Mungkin akhir tahun mas"
Jawab Mita sekenanya karena sedang mengobrol dengan Diyah kakak ipar nya, mereka sibuk membahas perihal perhiasan yang sedang beredar dipasaran.
"Bukan Sheyla yang harus dibahas dad!"
Ucap Haris Dimitri yang sedari tadi memperhatikan kedua lelaki paruh baya yang asik main catur itu. Sejenak keduanya itu memandang kepada anggota termuda kedua mereka.
"Haris punya pengumuman"
Semuanya terdiam dan memperhatikan anak lelaki kedua yang sudah 28 tahun bersama mereka.
"HARIS AKAN MENIKAH"
Mereka semua bertepuk tangan ibarat anak lelaki itu mendapat nilai rapot tertinggi disekolah, Haris mengerutkan kening nya. Sementara para orang tua sibuk berbicara masing masing mengenai pernikahan.
"Apa tidak ada yang memberikan selamat pada ku, atau bertanya siapa pengantin wanita ku?"
Haris memandang pada Aksara, tapi Aksara acuh padanya.
"Apa kau memberitahukan siapa pacar ku"
"Untuk apa buang waktu saja, kau pikir aku tidak punya urusan"
Haris menghela nafas.
"Kami sudah tahu siapa pacar mu"
Ucap Diyah ibu dari Aksara.
"Batul kami menyelidiki pacar mu, dan kami juga sudah melamar nya"
"HAH"
Haris terkejut mendengar penuturan kedua paruh baya itu. Bukan kah dia yang melamar Rista Hiamini mengapa jadi kedua perempuan paruh baya itu.
"kapan kalian melakukannya?"
Tanya Haris yang kebingungan dengan semua pernyataan dari kedua ibu itu.
"Memang kenapa? kau ini lamban sekali, apa harus orang tua lebih dulu yang menyambangi kediaman gadis mu itu"
"Kenapa kalian ikut campur?"
Haris merasa gemas dengan mereka.
"Sudah lah yang penting kau sudah diterima oleh dia, dan kita akan kedatangan anggota keluarga baru bukan?"
Ucap Paramita ibu kandung Haris, mereka yang hadir semua nya mengangguk setuju.
"Baik lah kalian menang!"
"Kami sudah menyusun semua acara pernikahan mu kau cukup hadir dan bahagia"
Ucap Diyah ibu dari Aksara.
Haris begitu terharu hingga dia memeluk kedua wanita kesayangannya itu.
"Lebay"
Ucap Aksara sambil bangkit lalu masuk kedalam kamar nya, dilantai 2.
BERSAMBUNG.
Drrttt....ddrrttt.
Sesaat setelah sampai dikamarnya dilantai 3, terdengar suara ponsel pintar nya berbunyi.
"Iya"
"Maaf tuan besok ada rapat di lokasi xxx"
Ucap Melki Adnan asisten sekaligus tangan kanan Wicaksara Rayz Alkatiri.
"Bukan kah sudah ku bilang, kosongkan semua jadwal untuk 3 hari kedepan"
"Maaf tuan, saya mengosongkan jadwal tuan tapi ini mendadak dari tuan Daseno, pihak mereka meminta bertemu disana lagi pula lokasi mereka tidak jauh dari kediaman mempelai wanita tuan Haris"
"Oke"
"Baik tuan terimakasih"
Tut....tut.
Sambungan sudah dimatikan dengan sepihak oleh tuannya.
Melki menghela nafas nya, lalu meletakkan ponsel untuk meneruskan pekerjaannya, untuk rapat besok pagi dengan klien diluar kota.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat, Aksa turun kebawah berniat mencari sang mommy nya. Wanita paruh baya itu sedang mengisi air mineral ke teko.
"Mom"
Nampak wanita itu sedikit tersentak kaget.
"Mengagetkan mommy saja, kenapa?"
"Besok Aksa ada meeting mendadak sepertinya tidak bisa jika harus berangkat bersama"
"Ini acara penting sepupu lelaki mu, bagaimana perasaannya jika kau tidak hadir"
"Bukan tidak hadir mom, tapi Aksa akan menyusul kesana"
Sang mommy kembali menarik nafasnya, nampak kecewa namun itu semua tugas anaknya.
"Baik lah, hati hati dijalan"
Aksa mengangguk, lalu mencium pipi mommy nya dan kembali ke kamar nya untuk istirahat. Pagi sekali Aksa sudah pergi bersama Melki dan Dino Margata untuk menuju ke lokasi yang sudah disepakati.
Iring iringan pengantin sudah berangkat dari jakarta menuju desa kecil pinggir kota yang memakan perjalanan 6 jam lama nya.
"Mom apa aksa sudah siap?"
Lelaki paruh baya sudah tampil dengan pakaian casual meski termakan usia namun kharismanya tidak lekang oleh waktu.
"Entah lah dad, kemarin malam dia bilang dengan mom, ada rapat mendadak diluar kota jadi kemungkinan menyusul saja"
"Anak itu, selalu bersikap sesuka hati"
"Bagaimana dengan Sheyla?"
"Kita ke bandara dulu jemput Sheyla, lalu segera ke kediaman mempelai wanita"
"Oh baiklah"
Mereka 10 mobil mewah menuju luar kota untuk perhelatan pernikahan dirumah mempelai wanita.
Mungkin ketika matahari tegak diatas kepala mereka baru sampai di kediaman mempelai wanita. Rumah yang kokoh, megah lagi asri karena berada di pemukiman pedesaan.
Aksara menuju ke tempat yang sudah disetujui klien nya tidak jauh dari desa tempat dilangsungkannya pernikahan sepupu lelaki satu satunya. Mereka terlihat berhenti ditempat perbelanjaan.
"Melki apakah berkasnya sudah siap?"
"Sudah tuan"
Meski Aksara berjalan posisinya sedikit melihat kearah Melki mungkin karena kecepatan mereka bertiga berjalan hingga.
Bughh.....
Tubuh Aksara menabrak seorang gadis yang sedang clingukan mencari sesuatu atau seseorang.
"Ayo jalan"
Melki melirik gadis itu, begitu pun Aksa. Namun mereka harus bergegas dengan meeting mereka.
"Tuan nona itu......"
"Nanti saja dibereskan"
Sedikit sayup sayup terdengar omelan gadis muda yang Aksara perkirakan masih dibangku sekolah menengah itu.
Mereka menuju tempat meeting disana juga sudah menunggu tuan Daseno dengan tangan kanannya, Arkan Nirkat.
"Tuan Alkatiri, silahkan"
Aksara duduk berhadapan dengan tuan Daseno, mereka membicarakan bisnis yang akan dikelolah oleh Daseno corp yaitu berbagai produk yang terbuat dari tahu sedangkan Aksara sebagai penyedia modal dengan saham penyedia modal 60% sedangkan tuan Daseno dan anak nya memegang saham sisanya. Kesepakatan terjadi, tapi jika pihak dari Daseno berkhianat maka mereka juga siap untuk menanggung akibatnya. Setelah 2 jam mereka selesai, dilanjutkan acara makan siang lalu Aksara dan 2 asistennya segera beranjak pergi menuju toko buku itu.
"Bagaimana?"
Setelah Melki mencari disana sudah tidak ada gadis yang mereka cari.
"Tidak ketemu tuan"
"Ayo segera berangkat"
Mereka segera melajukan mobil dengan kecepatan sedang karena becek.
"Jangan terlalu cepat, jalanan sedang licin"
"Baik tuan"
"Berhenti, biar aku yang mengendarai nya"
Ucap Aksara, karena dia lebih mahir dari supir nya.
"Dino duduk lah dibelakang"
"Baik tuan"
Melki beranjak dari kursi kemudi lalu menuju kursi penumpang yang terletak disebelah. Memang mobil terlihat bisa digerakkan karena tingkat menyetir Aksara lebih mahir, terang dia seorang pembalap jalanan bagaimana tidak mahir.
"Bagaimana meeting dengan Daseno apa sudah kau catat semua kontrak penting nya?"
"Sudah tuan"
"Jangn lupa dia si tua yang licin seperti belut"
"Baik tuan"
Mereka sempat sempatnya membahas meeting dimobil dalam keadaan jalanan yang licin karen tertutup sedikit lumpur.
Craaattttt.
Tiba tiba saja ban mobil melindas kubangan lumpur bercampur air.
"Oh astaga, tuan sepertinya mobil kita melindas kubangan lumpur tadi!"
"Lalu"
"Sepertinya kita menyiram seseorang dengan air lindasan ban mobil tuan"
Aksara sedikit melihat kearah spion terlihat gadis itu mengibaskan baju nya.
'Sepertinya gadis yang sama'
Namun Aksara tetap melajukan mobilnya, ingin melihat dimana rumah gadia tersebut sampai dia berhenti di ujung jalan itu.
'Rumahnya di rumah megah itu'
Aksara sedikit tersenyum memperhatikan gadis itu menghentakkan kaki juga wajahnya sedikit manyun dan lagi berlari kedalam rumah.
"Apa ada yang menarik penglihatan mu?"
Ucap Dino, menepuk pundak Aksara dari belakang.
"Ah.. hanya menatap burung murai kecil yang berbulu indah"
"Oh......"
Dino mengangguk mengerti, Dini merupakan teman sedari sekolah dasar bersama dengan Aksara. Maka dari itu direkrut menjadi asisten kedua setelah Melki.
Aksara disambut di rumah mempelai wanita, yang tak lain adalah Rista kakak sepupu dari Cinta. Rista yang bekerja sebagai pegawai biasa dikantor ALKWEY CORP sudah 2 tahun lamanya. Dia tidak tahu jika sudah berteman bahkan petinggi bisnis perusahaan tempatnya bekerja sudah jatuh cinta padanya. Rista mengenal Haris sebagai pengantar koran saja. Hingga 6 bulan lalu Rista tahu identitas Haris ketika dia mengantarkan berkas, seorang wakil CEO perusahaan tempatnya bekerja.
Aksara memandang 2 rumah yang bisa dibilang paling megah didesa itu, mereka 1 keluarga besar disediakan 1 rumah untuk menginap dengan posisi 6 kamar yang cukup luas.
"Maaf den seadanya saja"
"Oh ini lebih dari cukup mbok"
"Nama saya Sri, den kalau ada apa apa bisa dipanggil"
"Terimakasih mbok"
"Kalian berdua 1 kamar"
Mereka berdua saling pandang lalu mengangguk dan memasuki kamar yang sama.
"Kenapa kita harus berbagi kamar?"
"Aku hanya menurut pada tuan"
"Jijik kali aku bareng tidur dengan mu"
"Aku normal tuan, bukan penyuka sesama jenis"
"Tentu saja aku masih suka makan cewe, dari pada pedang punya kau"
Melki melihat kearah Dino dengan tatapan ngeri, lelaki ini bermulut sangat lemas. Mengapa tuannya yang maco bisa berteman dengan belut empang pikirnya.
"Kau tidur dilantai, aku tidur di kasur"
"Yang benar saja tuan Dino"
"Aku tidak mau kau memeluk tubuh ku"
Melki merasa kaget dengan tingkah tidak jelas Dino.
"Apa tidak kebalik, aku lebih maco dari pada kau"
"Kau"
Dino menimpukan bantal kerah Melki demikian sebaliknya.
Klek.
Pintu tiba tiba terbuka dari luar, dan itu adalah Aksara.
"Apa kalian pikir seperti anak gadis yang menginap dirumah temannya untuk pesta piyama dan perang bantal"
Buuukkk.....
Dino melempar bantal pada muka Melki, dan Melki hanya melotot tajam.
"Cepat selesaikan berkas Daseno"
"Baik tuan"
Mereka serempak menjawab.
Pukul 7 malam makan malam sudah disiapkan untuk 4 keluarga besar. Mereka menempati tempat duduk yang disediakan, makanan ala pedesaan pun dihidangkan sedikitnya 25 macam masakan. Mereka menyantap makanan dengan lahap tanpa ada yang sungkan.
Braaakkkk...
"Kakak........."
Terlihat seorang gadis dengan piyama tidurnya, roll rambut yang menempel lalu sendal rumahan yang dipakai. Aksa melihat kerah gadis itu, karena dari tempat duduk nya segera berhadapan dengan pintu masuk ruang makan.
Gadis itu sedikit beringsut, karena semua mata tertuju memandang gadis itu, gadis itu Cinta.
"Bunda sudah bilang datang jam 6 kesini!"
Bunda Armita maju mendekat kearah Cinta anak semata wayang nya yang nakal. Gadis itu tersenyum canggung dan sedikit melangkah menuju kursi.
'Oh gadis nakal ya?'
Ucap Aksara dalam hati.
Sang bude langsung berdiri.
"Maaf calon besan semua, ini adik sepupu kesayangan Rista, dia anak dari adik suami saya pak kepala desa kita"
Cinta melipat tangan di dada lalu beberapa kali mengangguk dan tersenyum sebisanya.
"Wah cantik sekali ya pak kades anak nya"
Itu bukan suara siapa pun, tapi suara mommy Diyah ibu kandung Aksara.
"Ekhheemmm...."
Mendengar suara anaknya berdehem, ibu beranak tunggal itu terdiam.
"Maklum jeng, kami hanya punya dia seorang, dia cantik tapi nakal"
Ucap bunda Armita.
"Bundaa..."
Ucap Cinta agak berbisik. Mereka semua tertawa, Dino yang kebetulan duduk bersebelahan dengan Aksara berbisik.
"Bukan kah itu burung murai mu?"
Dan dengan sengaja menyenggol lengan Aksara. Aksara hanya melirik kawan karibnya yang sedang bocor mulutnya.
BERSAMBUNG.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!