...Hai Readers yang sempat mampir di lapak Author😁 Terima kasih banyak ya karena kalian sudah sudi buat mampir ke sini🙏 Sebelum kalian mulai membaca, terlebih dahulu aku ingin menjelaskan sesuatu, demi kenyamanan pembaca sekalian. Cerita ini ditulis berdasarkan sudut pandang orang pertama atau POV (Point of view) dari pemeran utama cerita, bukan dari sudut pandang author seperti cerita kebanyakan. Jadi jangan lagi ada protes kenapa pemeran utamanya selalu berbicara dalam hati ya😉...
...Mungkin cukup segitu aja yang perlu aku sampaikan, happy reading~...
...Semoga bisa menghibur kalian semua ya🙂...
...__________________________________________...
POV Rania
Namaku Rania Blanco, biasa dipanggil Rania. Saat ini aku berusia 19 tahun. Diusiaku yang masih sangat muda, aku harus bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi ibu dan adik perempuanku yang masih berusia 12 tahun.
Ayahku meninggal beberapa bulan lalu dan meninggalkan banyak sekali hutang untuk kami. Kami sudah menjual semua aset yang keluarga kami miliki, seperti rumah, mobil, beberapa kavling tanah, serta semua perhiasan ibuku. Akan tetapi, itu semua belum juga cukup untuk menutupi semua hutangnya.
Diusiaku yang seharusnya masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah, terpaksa harus berhenti di tengah jalan dan harus bekerja keras mencari uang.
Sebagai anak sulung, aku harus mengambil alih tanggung jawab mendiang ayah, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga kami.
Demi melunasi semua sisa-sisa hutang peninggalan ayah, membiayai pengobatan ibu, membayar kontrakan, serta membiayai kebutuhan sehari-hari keluargaku, dan diriku sendiri, aku sebagai anak tertua terpaksa harus merantau ke ibukota.
Disinilah, kisah kelam kehidupanku akan dimulai. Demi mendapatkan uang, aku terpaksa melakukan berbagai macam pekerjaan. Meskipun terasa sangat melelahkan, tapi aku tidak apa-apa. Selama aku bisa menjadi orang yang berguna, apalagi untuk keluargaku sendiri, aku tidak keberatan sama sekali.
Di siang hari, aku bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran mewah, dan saat malam hari aku berjaga di sebuah mini market sebagai kasir.
Aku masih punya satu pekerjaan paruh waktu lagi, dan pekerjaan yang satu ini hanya aku geluti saat malam minggu.
Salah seorang teman kerjaku di restoran tidak sengaja mendengar suara nyanyianku saat aku sedang berganti baju di dalam ruang ganti saat jam pulang kerja.
"Rania! Kau kah itu?" tanya Lona, teman kerjaku sesama pelayan.
Aku menjawab, "Iya, ini aku."
Saat aku keluar usai mengganti baju, ternyata Lona memang sudah menungguku di depan pintu.
"Ck ck ck. Aku tidak menyangka, selain cantik, ternyata kamu juga memiliki suara yang sangat indah dan merdu," katanya, sambil berdecak kagum.
Menyanyi memang salah satu hobbiku. Sejak dari TK hingga aku bersekolah di tingkat SMA, aku memang selalu mendapatkan juara satu saat mengikuti lomba mewakili sekolahku. Jadi, kemampuanku tidak usah diragukan lagi.
Beberapa bulan lalu sempat ada produser yang menawariku untuk rekaman, namun terpaksa aku tolak karena saat itu ayahku sedang sakit keras dan tidak lama kemudian beliau meninggalkan kami semua untuk selama-lamanya.
Aku berjalan menuju cermin besar yang tersedia di dalam ruang ganti, ingin merapikan kembali penampilanku sebelum pulang ke kost-kost-an.
Kebetulan, malam ini adalah malam minggu, jadi aku bisa kembali untuk beristirahat dengan tenang. Aku mendapat jatah libur saat malam minggu di mini market, dan hari rabu di restoran.
"Rania, setelah ini kau mau kemana?" tanya Lona, sambil merapikan rambutnya dan berdiri di sampingku.
"Pulang ke kost-an. Ada apa?" jawabku, balik bertanya.
"Begini, aku mau menawarkan pekerjaan bagus untukmu, sepertinya kau berbakat dan memenuhi kriteria."
"Kriteria apa?" tanyaku, bingung sekaligus penasaran.
"Ya, kau memenuhi kriteria untuk menjadi penyanyi di cafe kakak sepupuku. Saat ini dia sedang mencari seorang penyanyi yang memiliki suara merdu sekaligus berwajah cantik sepertimu," jelasnya.
"Ah, yang benar? Berapa bayarannya?"
Realistis saja, saat ini yang aku butuhkan hanya uang, atau lebih tepatnya mengumpulkan banyak uang untuk membayar sisa hutang serta masih banyak lagi kebutuhan lainnya yang masih harus aku penuhi.
Jika honornya cocok, aku akan langsung mengambil pekerjaan itu, jika tidak, lebih baik aku menghabiskan saja malam mingguku untuk tidur sampai pagi. Toh, besok pagi aku juga masih harus berangkat bekerja.
"Mm ... kalau tidak salah 500 ribuan, tapi kamu juga bisa mendapatkan lebih jika kamu mendapatkan tip dari pengunjung yang ada disana."
"500 Ribu? Tidak salah?" tanyaku, ingin memastikan.
"Iya, itu kalau aku tidak salah informasi. Kenapa, apa masih kurang?"
"Tidak, bukan begitu. Itu sih sangat lumayan menurutku."
"Bagaimana, apa kau tertarik? Kalau kau tertarik, kita bisa langsung ke sana sekarang."
"Tunggu dulu, memangnya aku harus menyanyi sampai kapan? Apakah sampai tengah malam?" tanyaku, ingin memastikan kembali sebelum mengambil keputusan untuk menerima pekerjaan itu.
Jangan sampai aku diharuskan menyanyi hingga tengah malam, bisa-bisa suaraku serak dan aku juga pasti akan berangkat kesiangan ke restoran besok. Aku pasti akan dimarahi oleh manajer restoran karena telah datang terlambat.
"Sudah, ikut saja sekarang. Kau bisa mengetahuinya lebih jelas setelah kita sampai disana. Jika nantinya kau merasa tidak cocok, kau juga bisa menolaknya, tidak apa-apa."
Mendengar penjelasan Lona, aku pun memutuskan untuk ikut dengannya, ke tempat kakak sepupunya yang dia maksud.
Singkat cerita, aku sangat tertarik dengan pekerjaan itu. Lona membantuku untuk berganti pakaian dan berdandan. Setelah tiba waktunya, aku pun keluar dan naik ke atas panggung.
Waktu kerjaku di cafe sepupu Lona maksimal 3 jam. Kata bosku, kak Aditya si pemilik cafe, aku hanya perlu menyanyi paling lama sampai pukul 10 malam, dengan gaji 250 ribu per jam. Dimana lagi aku bisa mendapatkan pekerjaan sebagus ini?
Sudah dua buah lagu romantis yang aku nyanyikan, sesuai request-an pengunjung. Memang benar kata Lona, aku bisa mendapatkan tip dari pengunjung. Dan ini murni menyanyi tanpa diiming-imingi dengan tindakan me**m.
Mereka hanya berterima kasih karena pasangan mereka merasa sangat tersentuh dengan lagu romantis yang aku nyanyikan khusus untuk pasangan yang sangat mereka cintai.
1 Jam kemudian, aku beristirahat sejenak sekedar untuk membasahi tenggorokanku yang sudah kering, karena sedari tadi aku sudah menyanyikan beberapa banyak lagu.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba saja mencolek bahuku dari belakang. Aku menoleh. Siapa orang ini? Batinku saat melihat seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap, mengenakan setelan jas hitam, lengkap dengan kacamata hitam.
Orang aneh. Malam-malam begini kok masih pakai kaca mata hitam. Gumamku dalam hati.
"Mau request lagu ya, Pak?" tanyaku, dengan sopan.
"Maaf, Nona. Tuan Kaaran menginginkan Anda malam ini," katanya, dengan nada datar dan setengah berbisik di dekat telingaku.
"Hah? Maksudnya?" Aku bingung, apa maksud dari ucapan pria aneh ini? Bukannya berpura-pura tidak tahu, tapi aku memang benar-benar tidak mengerti sama sekali apa maksudnya.
Jangan heran, aku ini masih murni gadis polos, belum pernah berpacaran apalagi disentuh oleh lelaki mana pun.
Dan ... apa tadi yang dia katakan? Sejenis seafood atau apa? Karang, kerang, atau keran? Memangnya keran air? Membuat orang bingung saja.
Mungkin karena melihatku kebingungan, pria kaku berjas hitam itu pun lalu menunjuk seorang pria tampan yang sedang duduk di sudut cafe, sambil menikmati minumannya.
Aku tidak terlalu memperhatikan dengan jelas seperti apa wajahnya, tapi aku bisa melihat jika pria itu melemparkan senyuman miring padaku saat kami berdua saling melihat satu sama lain.
"Siapa dia?" tanyaku penasaran. Aku memang benar-benar tidak tahu siapa pria itu.
"Apa, Nona benar-benar tidak mengenal Tuan Kaaran atau ... berpura-pura tidak mengenalnya?"
Aku mengerutkan dahi mendongak menatapnya. "Apa yang Anda katakan? Saya ini orang baru di kota ini, mana saya tahu siapa dia."
"Oh, pantas saja Nona tidak tahu." Dia mengangguk-nganggukkan kepalanya mengerti.
"Maaf, saya harus kembali bekerja, apa tuan yang Anda maksud tadi ingin me-request sebuah lagu?"
Pria itu terdiam sejenak. Setelah itu dia kembali membungkukkan sedikit badannya lalu berbisik di dekat telingaku. "Tuan Kaaran menginginkan Nona untuk menghangatkan ranjangnya malam ini."
B e r s a m b u ng ...
...__________________________________________...
...Halo para pembaca sekalian...
...yang sempat mampir....
...Jangan lupa tinggalkan jejak like,...
...komen, favorit, hadiah, serta vote-nya ya...
...setelah kalian selesai membaca bab ini...
...biar aku makin semangat nulis.😊...
...Kalau sudah, aku ucapkan terima kasih banyak.😁...
Plak!
Mataku membulat sempurna. Sontak saja aku memukul kepalanya menggunakan microphone yang sedari tadi memang selalu ada di dalam genggamanku.
Dasar pria kurang ajar. Memangnya aku ini perempuan murahan apa? Belum kenal sudah diminta untuk menghangatkan di atas tempat tidur.
"Kenapa Anda memukul saya, Nona?" tanyanya, sambil memegangi bekas pukulanku. Dia pasti merasa kesakitan karena aku memukul kepalanya dengan cukup keras. Untung saja microphone-nya tidak rusak.
"Kamu pantas mendapatkannya. Apa kalian pikir, aku ini perempuan murahan? Dasar." Dengan perasaan kesal bercampur marah, aku berjalan menuju panggung, meninggalkan orang suruhan pria brengs*k itu yang masih berdiri mematung menatap kepergianku.
Sambil berjalan menuju panggung, aku terus menjatuhkan sumpah serapah untuk pria kurang ajar itu dalam hati.
Seandainya ini bukan di tempat umum, aku pasti sudah menghajarnya hingga babak belur. Kecil-kecil begini, aku juga pernah belajar ilmu bela diri dari mendiang ayahku. Jadi, jangan berani macam-macam denganku. Kalian bertemu dengan orang yang salah.
Dan aku ini juga tipe orang yang sangat gampang sekali emosian. Jika sudah sangat emosi, aku tidak segan-segan bertindak kasar. Jadi, jangan pikir aku ini perempuan lemah. Ibuku tidak mungkin membiarkan aku merantau ke ibu kota jika aku tidak bisa menjaga diriku sendiri.
Bertemu dengan orang-orang seperti mereka memang sudah aku prediksikan sebelum merantau ke kota besar ini.
Aku menarik napasku dalam-dalam. Sebelum kembali memulai untuk menyanyi, aku harus menenangkan suasana hatiku dulu. Karena kalau tidak, itu pasti akan mempengaruhi performaku. Aku harus terlihat profesional, apalagi ini hari pertamaku bekerja. Aku tidak mau dipecat hanya karena gara-gara mereka yang sudah memancing emosiku.
Setelah aku duduk di sebuah kursi yang tersedia di atas panggung, aku melihat pria yang menyapaku tadi berjalan menghampiri tuannya. Setelah aku melihat dia berbisik di dekat telinga tuannya, pria yang baru saja aku ketahui kalau namanya adalah tuan Kaaran tersebut terlihat sangat marah.
Sebelum dia meninggalkan cafe, dia sempat menggebrak meja dan menatap tajam ke arahku. Membuat seisi cafe terkejut saja.
Aku bisa menebak, dia pasti sangat marah karena aku menolaknya. Dasar pria kurang ajar, memangnya siapa dia? Berani sekali dia ingin menjatuhkan harga diriku.
"Ada apa dengan tuan Kaaran? Sepertinya dia terlihat sangat marah," kata kak Yosi, pria yang bertugas mengiringi nyanyianku dengan instrumen musik yang dia mainkan.
"Kak Yosi, tuan Kaaran itu siapa sih sebenarnya?" tanyaku, penasaran dengan sosok pria kurang dihajar tersebut.
"Kamu tidak tahu siapa dia, Rania?"
Aku menggeleng.
"Tuan Kaaran Dirga adalah pewaris tunggal Galaxy Group, perusahaan terbesar nomor 1 di negeri ini."
"Oh." Aku membulatkan bibirku seraya manggut-manggut pertanda mengerti. Pantas saja dia begitu tidak sopan, ternyata dia punya segalanya. Huh! Sombong sekali.
"Gadis cantik sepertimu harus berhati-hati kalau bertemu dengannya," katanya, memperingatkanku.
"Memangnya kenapa, Kak Yosi?" tanyaku, penasaran.
"Tuan Kaaran itu terkenal dengan julukan 'Dewa Cinta Satu Malam'."
"Dewa cinta satu malam? Apa maksudnya?"
"Ya, julukannya sudah menjelaskan semuanya, apa kamu belum mengerti juga?"
Aku kembali menggeleng. "Tidak mengerti sama sekali."
Kak Yosi tertawa kecil. "Kamu ini ternyata masih sangat polos."
Kak Yosi pun lalu menjelaskan semuanya padaku, kalau si tuan Kaaran itu ternyata seorang playboy yang selalu terlibat adegan ranjang dengan wanita yang berbeda-beda setiap malamnya. Dan katanya lagi, pria brengs*k itu hanya menikmati setiap lawan mainnya sekali saja. Dia tidak pernah melakukan 'itu' lebih dari satu kali dengan orang yang sama.
"Iih ... menyeramkan sekali." Aku bergidik ngeri membayangkannya. Julukan dewa itu tidak pantas untuknya, tapi yang lebih cocok adalah 'Iblis Cinta Satu Malam'.
Sudah berapa banyak perempuan yang pernah dia tiduri. Jika dihitung-hitung, dalam kurun waktu 1 minggu saja, dia bisa meniduri 7 wanita yang berbeda. Bagaimana kalau 1 bulan, 1 tahun, 2 tahun, dan seterusnya? Bisa dibayangkan 'kan berapa banyak perempuan yang sudah dan akan dia lecehkan?
Untung saja aku menolaknya tadi, hampir saja aku menjadi salah satu diantara sekian banyak deretan wanita yang pernah dia lecehkan.
Aku heran, orang itu tidak takut terkena penyakit menular sek**** apa? Kenapa dia memiliki hobbi buruk seperti itu.
Dan aku juga sempat membayangkan satu hal konyol tentang orang itu. Bagaimana kalau misalnya, dari 100 perempuan yang pernah dia tiduri, ada 10 wanita yang berhasil mengandung anaknya, bisa dibayangkan 'kan berapa banyak anak yang akan dia miliki nanti?
Paling tidak 2 tahun ke depan, dia wajib mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan pemecah rekor pria dengan anak terbanyak di dunia.
Aku sangat berharap, di masa yang akan datang, semoga saja aku tidak dipertemukan lagi dengan pria breng*ek itu. Lindungi aku ya Tuhan.
...----------------...
1 Minggu kemudian, Restoran.
Siang itu, pak Ronan, manajer di restoran tempat aku bekerja, memintaku untuk mengantarkan pesanan pelanggan ke ruangan VIP. Biasanya bukan aku yang bertugas mengantarkan pesanan ke sana, tapi para pelayan-pelayan senior yang jauh lebih teliti dan lebih berpengalaman dariku dalam bekerja.
"Kenapa saya, Pak?"
"Karena pelanggan kita ini maunya kamu yang membawakan makanan ini ke mejanya," jawab pak Ronan.
"Eh?" Aku menggaruk kepalaku kebingungan. Siapa sebenarnya pelanggan itu? Selama hampir 3 bulan tinggal di kota ini, aku merasa masih belum punya banyak kenalan selain teman kerjaku. Apa jangan-jangan dia kak Aditya, bosku di cafe? Aku pikir mungkin memang dia orangnya, karena kalau bukan dia, siapa lagi?
"Jangan diam saja, ayo cepat bawa makanan ini. Dia pelanggan penting di restoran kita, jangan sampai kamu membuatnya marah. Mengerti?"
"Baik, Pak. Saya mengerti." Aku mengangguk sopan, lalu segera membawa pesanan menuju ruang VIP nomor 7 dimana pelanggan penting itu berada.
Saat membuka pintu ruangan itu, aku tidak melihat ada siapa-siapa di dalam sana. Aku mendongak memeriksa kembali nomor ruangan untuk memastikan kalau aku tidak salah tempat.
"Benar kok ini ruangannya, tapi kemana orangnya, ya?" gumamku, sambil mengedarkan padanganku hingga ke sudut-sudut ruangan.
"Ah, mungkin saja orangnya sedang keluar sebentar. Iya, pasti dia sedang keluar." Aku pun melangkahkan kakiku memasuki ruangan itu, lalu menyusun piring yang berisi menu makanan pesanan pelanggan tersebut dengan rapi di atas meja.
Dari jumlah piring menu yang aku tata, sepertinya yang memesan makanan di ruangan ini hanya satu orang. Untuk apa memesan makanan di ruang VIP kalau hanya ingin makan seorang diri, lebih baik makan di meja luar sana, yang pastinya jauh lebih hemat.
Oh, aku tahu, mungkin dia tipe orang yang introvert, suka menyendiri. Jadi dia memilih tempat seperti ini agar dia bisa makan dengan suasana yang tenang dan damai. Jauh dari keramaian dan suara-suara yang mungkin bisa ditimbulkan oleh pengunjung lain.
Tapi tetap saja, ini namanya pemborosan. Dia pasti belum tahu bagaimana rasanya bersusah payah mencari uang, makanya dia sangat boros sekali.
Setelah selesai menata makanan dan minumannya dengan sangat rapi di atas meja, aku pun memutuskan untuk kembali ke dapur.
Namun saat aku berbalik, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sesosok pria yang berdiri sambil bersandar pada pintu yang sudah tertutup rapat.
"Astaga!" Aku memegangi dadaku karena terkejut.
Entah sejak kapan pintu itu tertutup rapat? Aku bahkan tidak menyadarinya sama sekali.
Pria itu berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada lalu sebelah kakinya dia angkat dan bertolak pada pintu.
B e r s a m b u ng ...
...__________________________________________...
...Halo para pembaca sekalian...
...yang sempat mampir....
...Jangan lupa tinggalkan jejak like,...
...komen, favorit, hadiah, serta vote-nya ya...
...setelah kalian selesai membaca bab ini...
...biar aku makin semangat nulis.😊...
...Kalau sudah, aku ucapkan terima kasih banyak.😁...
Aku benar-benar sangat terkejut. Siapa pria ini? Aku tidak mengenalnya sama sekali, tapi kenapa dia meminta aku yang mengantar pesanan ini untuknya? Apa mungkin dia salah orang? Atau ... mungkin hanya kebetulan saja.
Dilihat dari segi penampilan, dia pasti bukan orang sembarangan, seperti yang dikatakan oleh pak Ronan tadi.
Oh Tuhan ... kenapa Engkau menciptakan pria setampan ini? Aku baru pertama kali melihat yang seperti ini di dunia nyata. Aku seperti sedang melihat aktor Imran Abbas di dunia nyata. Wajahnya, body-nya, kenapa bisa terlihat sangat mirip? Ya Tuhan, hampir saja aku meneteskan air liurku. Benar-benar tipe pria idamanku.
"Akhirnya kita bertemu lagi," ucapnya, sambil tersenyum miring lalu berjalan ke arahku.
Bertemu lagi? Apa yang pria tampan ini katakan? Apa kami sudah pernah bertemu sebelumnya?
"Maaf, Tuan. Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Karena saya pikir, kita tidak saling mengenal," tanyaku, dengan sopan dan ingin memastikan.
Aku benar-benar tidak tahu siapa pria ini. Tapi senyuman miringnya itu sepertinya aku pernah melihatnya, sayangnya aku sudah lupa kapan dan dimana?
Dia tiba-tiba saja tertawa. "Hahaha! Luar biasa," katanya, sambil bertepuk tangan dan berjalan ke arahku.
Luar biasa? Apanya yang luar biasa? Dan kenapa dia tertawa? Apa ada yang lucu? Membuat orang bingung saja.
Saat sudah berdiri tepat di hadapanku, pria itu lalu membuka kaca mata hitamnya. "Bagaimana, apa kamu sudah mengenaliku?"
Aku menggelengkan kepalaku karena aku memang benar-benar tidak tahu siapa dia. Dia mungkin terlihat familiar hanya karena parasnya yang sangat mirip dengan aktor tampan idolaku.
Pria tampan itu terlihat frustasi hanya karena aku tidak mengenalinya. Ada apa dengan pria ini? Apakah mungkin dia mengidap penyakit jiwa? Masa begitu saja dia menjadi sangat marah. Memangnya wajib ya semua orang tahu siapa dirinya, tidak terkecuali aku.
Dia terlihat mendengus kasar. Pria ini benar-benar sangat aneh. Aku harus segera meninggalkan ruangan ini. Meski pun dia sangat tampan dan hampir saja membuatku meneteskan air liur, tapi tetap saja aku merasa takut melihat ekspresinya. Sepertinya ada aura-aura negatif yang dipancarkan dari dalam tubuhnya. Aku harus waspada. Aku tidak mau mencari masalah dengannya, karena pasti aku akan dipecat.
Aku segera melangkahkan kakiku hendak keluar dari tempat itu, tapi tiba-tiba saja dia menarik pergelangan tanganku lalu dengan cepat menahan tengkukku, kemudian menci**m bi8irku dengan sangat buas. Belum sempat aku melawan dia sudah mendorong tubuhku hingga bersandar di tembok.
Oh tidak! Ci**an pertamaku! Jeritku dalam hati.
Meski pun dia sangat tampan dan sangat mirip dengan aktor favoritku, tapi tetap saja dia sangat kurang ajar.
AKU SANGAT MEMBENCINYA, SANGAT SANGAT MEMBENCINYA DEMI APA PUN!!!
Ciuman pertama yang sangat berharga yang selama ini sudah aku jaga dengan baik, kini dirampas secara paksa oleh pria asing yang tidak aku kenali sama sekali.
Ku akui, dia memang sangat tampan, tapi kelakuannya lebih rendah dari bin***ng. Aku sangat tidak rela dia mengambil ci**an pertamaku.
AKU BENAR-BENAR SANGAT MEMBENCI PRIA TERKUTUK INI. Aku berteriak sambil mengutuknya dalam hati.
Aku yang mendapat serangan mendadak seperti tadi tentu saja sangat terkejut sekaligus sangat marah. Apa pria ini benar-benar sudah gila? Kenapa dia tiba-tiba saja menyerangku? Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk memasang kuda-kuda. Sangat licik.
Aku berusaha melawan, namun sayangnya tenagaku kalah kuat, jelas kalah jauh. Aku ingin menghajar alat vit***ya menggunakan lututku, tapi sayangnya dia tidak memberiku kesempatan untuk itu, dia mengunci kedua kaki kecilku menggunakan pahanya, sambil terus mel**** bi8irku tanpa ampun.
Sepertinya dia sangat berpengalaman dalam hal ini. Pasti ini bukan pertama kalinya dia menyerang gadis-gadis sepertiku. Terlihat dari tehniknya mengunci lawan main. Aku saja yang pernah belajar ilmu bela diri tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi mereka yang hanya gadis biasa yang lemah.
Dia benar-benar membuatku tidak bisa melakukan perlawanan apa pun. Bergerak sedikit pun aku tidak bisa. Tenaga laki-laki baj***** ini benar-benar sangat kuat sekali.
Aku merasa, sepertinya aku akan segera mati karena kehabisan napas. Hampir semua nama bina**** aku umpatkan dalam hati untuk mengutuk pria kurang ajar ini.
Lepaskan aku bre*****. Aku berusaha sekuat tenaga untuk meronta sambil terus memakinya dalam hati.
Jika dia tidak membunuhku dan membiarkan aku lepas, aku pasti akan langsung muntah di toilet nanti, berkumur-kumur, lalu mencuci bi8irku hingga benar-benar sangat bersih sebersih-bersihnya.
Seandainya cairan disinfektan bisa dipakai untuk berkumur-kumur, aku pasti akan menggunakan cairan itu untuk membersihkan bi8ir dan mulutku hingga benar-benar steril.
Hosh hosh hosh. Napasku terengah-engah saat dia mulai menghentikan aksi bejatnya. Hampir saja dia membuatku mati karena kehabisan oksigen.
"Bodoh. Kanapa kamu tidak bernapas? Kamu mau mati?" Dia mengataiku sambil tersenyum miring. Sepertinya senyumannya itu sudah menjadi ciri khasnya. "Sepertinya ini pengalaman pertamamu, ya?"
"LAKI-LAKI BRE*****!!! CARI MATI KAMU, HAH?!!! BERANI SEKALI KAMU MELECEHKANKU!!! AKU AKAN LAPOR POLISI!!!" Aku berteriak di depan wajahnya. Semoga saja telinganya bisa budek karena mendengar suara teriakanku yang sangat keras.
Aku langsung menumpahkan air mataku saking marah, kesal bercampur malu, karena telah dilecehkan oleh pria asing tanpa bisa melakukan perlawanan sedikit pun.
Ya tuhan ... dosa apa yang telah aku perbuat sehingga Engkau mempertemukan aku dengan pria gila seperti ini? Jika dia juga ingin memper******, habislah aku.
Kenapa aku jadi tidak becus menjaga diriku sendiri seperti ini? Untuk apa aku menguasai ilmu bela diri selama bertahun-tahun jika pada akhirnya aku tetap dilecehkan juga? Aku merasa sangat gagal, sangat gagal menjaga diriku sendiri.
"Kamu mau lapor polisi?" tanyanya, lalu tertawa.
Cuih. Aku meludahi wajahnya saking marah dan jijiknya aku melihatnya tertawa di depan wajahku.
Yang membuatku semakin sakit hati, sepertinya dia tidak merasa berdosa sedikit pun setelah berbuat tidak senonoh padaku.
Dia mengelap ludahku yang bertebaran di wajah tampannya menggunakan tangannya. "Apa kamu pikir aku takut pada polisi?" tanyanya, dengan ekspresi yang sangat menyebalkan.
Dia kembali tertawa, membuatku semakin marah dan ingin menghajarnya tanpa ampun.
"Gadis pelayan sepertimu, berani sekali menolakku. Apa kamu tidak tahu siapa aku?"
"Aku tidak peduli siapa pun kamu! Dan aku tidak takut dengan laki-laki pecundang sepertimu! Beraninya hanya pada perempuan! DASAR BA***!!!" Aku mengatainya sambil berteriak-teriak di depan wajahnya. Nyaliku tidak akan menciut di hadapan pria pecundang seperti dirinya.
Wajahnya merah padam. Sepertinya dia juga ikut tersulut emosi. Dia mencengkeram kedua pipiku dengan keras menggunakan sebelah tangannya, hingga kedua bibirku membentuk menyerupai mulut ikan ******.
"Kamu mengataiku apa tadi? Ba***? Hah?!"
Dia benar-benar mencengkeram pipiku dengan sangat kuat. Rasanya sakit sekali.
"Jangan panggil aku Kaaran Dirga kalau aku tidak bisa *********** malam ini."
B e r s a m b u ng ...
...__________________________________________...
...Halo para pembaca sekalian...
...yang sempat mampir....
...Jangan lupa tinggalkan jejak like,...
...komen, favorit, hadiah, serta vote-nya ya...
...setelah kalian selesai membaca bab ini...
...biar aku makin semangat nulis.😊...
...Kalau sudah, aku ucapkan terima kasih banyak.😁...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!